An Evangelion Fanfiction

"KiSEKi"

Pair: Kaworu x Shinji

Genre: Romance(sisanya gak tau)


a/n: Semoga fanfic ini bisa berlanjut hingga akhir tanpa gantung! Amiiiin! :P

Di sini author mengucapkan rasa terimakasih yang se-jumbo-jumbonya buat peminat sastra XI IPA 1 –yang dengan gamblangnya saban hari numpang baca fanfic bikinan beliau. Wehehee… Dan juga buat rekan-rekan di ekskul, yang udah nemenin beliau jatuh cinta sama pairing ini. Dan segala tetek bengek masukan yang sebenernya gak penting tapi precious banget. Buat hape dan flash disk tersayang, teman di kala suka dan duka. Ditambah pihak-pihak laen yang namanya kepanjangan, jadi author males ngetik –maksa amat dah.

Dapet ilham buat bikin ini setelah baca volume 10 yang emang udah sold out di mana-mana –di mana author sempet terharu baca chapter yang judulnya 'tears' lantaran semuanya jadi nangis masal. Terinspirasi juga dari album jadulnya Kwon Boa yang Next World, yang memuat lagu yang se-tema sama dunia author –dan juga EVA. Judul fanfic ini juga bisa Anda temukan di album ybs –tapi versi remix-nya. Akhir kata dari author, selamat membaca, baca do'a dulu jangan lupa, dan yang paling penting, saya menanti review dari rekan sesama author!

Capcuus…!

XD


DISCLAIMER: Anime ini siapa yang punya…?
Anime ini siapa yang punya…?
Anime ini siapa yang punya…?
Yang punya… Bukan saya~ XD

Anime dan manga hanyalah milik GAINAX dan ormas-ormasnya…


Summary: Sebuah kalimat yang terdengar kurang penting sekalipun dapat membuka hati dan pikiran seseorang…

Day 1: The Beginning is knocking on your heart now…

Di tengah hari yang panas dan membosankan ini, tentu menjadi hari neraka bagi seluruh penghuni VIII.2. Penjelasan yang diberikan secara cuma-cuma secara lisan dan tertulis oleh Shifuda-sensei sama sekali tidak berbekas di pikiran murid yang sedang diajarnya. Seperti yang beken disebut orang banyak, mata memandang tapi hati melarikan diri. Entah itu ungkapan dari mana –yang sepertinya malah cocok dengan situasi kelas itu sekarang ini.

Suasana kelas saat itu terasa lesu, sepi, tidak bersemangat. Dan bahkan jika ada suatu kata yang pantas untuk merangkap tiga kata yang dijabarkan tadi, mungkin guru-guru tidak akan perlu repot-repot untuk mengucapnya. Tapi sayangnya, yang ada malah ungkapan yang tentunya lebih repot dan lebih panjang untuk diucapkan ketimbang tiga kata tadi. Seharusnya pemerintah Jepang membuatkan sebuah kosakata baru untuk menghilangkan kesan ribet tadi.

Akhirnya, tanpa diduga-duga, bel istirahat berbunyi dengan nyaringnya, dan langsung disambut dengan meriah oleh semua murid VIII.2. Shifuda-sensei cuma bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak didiknya yang kian lama kian merajalela. Sebelum menutup jam-nya, Shifuda-sensei memanggil Hikari Horaki –sang wondergirl, ketua kelas kesayangan VIII.2 dan memberikan secarik kertas padanya. Tak lama setelah itu, barulah beliau berjalan dengan anggunnya meninggalkan VIII.2 disusul dengan anak-anak lain di belakangnya.

Shinji menarik nafas lega seraya membereskan mejanya dari buku dan kertas-kertas yang berserakan yang kemudian ia masukkan ke dalam lacinya. Ia lalu mengambil bento –yang juga ia letakkan di tempat yang sama. Perlahan tapi pasti ia membuka pembungkus kotak bento-nya dan bersiap untuk makan. Dan matanya hanya kaku terpaku pada nasi dan lauk yang tertata dalam kotak tersebut. Shinji mengambil sumpit, dan kemudian ia todongkan pada dadar gulung yang tertata rapih sederet dengan ayam suwir.

"Itadakimasu…" gumamnya pada dirinya sendiri.

Shinji memasukkan dadar itu ke dalam mulutnya bulat-bulat, dan mengunyahnya dengan cepat. Tiba-tiba saja sebuah suara mengagetkannya dan membuatnya tersedak dadakan.

"Eeto…", seseorang yang tadi membuat Shinji keselek spontan menuangkan air putih dari termos yang dibawa Shinji, "Hontou ni gomenasai…!"

Shinji yang masih terbatuk-batuk menerima air tersebut dan ditenggaknya pelan-pelan. Setelah merasakan makanan itu lenyap ke jalur yang semestinya, Shinji menyenderkan pundaknya seraya mengatur nafasnya. Anak itu tiba-tiba dengan kalemnya menepuk pundak Shinji dan duduk di kursi yang letaknya tepat di depan Shinji.

"Kamu gak pa-pa?", suara itu terdengar melembut di gendang telinga Shinji, "Aku sama sekali gak bermaksud mengagetkanmu tadi…"

"Umm…", Shinji menarik sebuah nafas panjang, "Iya, aku nggak pa-pa, kok…"

Anak yang tadi sempat dibikin panik oleh Shinji tadi menorehkan sebuah senyum di wajahnya yang pucat, dan diam-diam membuat syaraf-syaraf di tubuh Shinji mulai bekerja.

"Ano… Aku belum pernah melihatmu sebelumnya…" Shinji membuka percakapan dengan basa-basi yang sebenarnya bukan basa-basi.

Anak itu tertawa kecil, lalu membuat sebuah tumpuan yang nyaman bagi dagunya. Ia menatap lurus ke mata Shinji dengan penuh pesona –entah apa yang dipikirkan Shinji saat itu. Dan lagi-lagi Shinji cuma bisa termangu dengan rona merah yang kian lama kian menyebar ke seluruh wajahnya.

"Aku baru pindah kemarin, dan baru hari ini aku melihatmu." Jawabnya singkat, tapi masih dengan senyuman di wajahnya.

"…", Shinji terdiam, "Pindahan?"

"Yep…", anak itu terus tersenyum tanpa henti, "Aku Kaworu Nagisa. Namamu…?"

"Umm… S-Shinji Ikari…", jawab Shinji tergagap, "Yoroshiku…"

Anak yang ternyata bernama Kaworu itu lagi-lagi tertawa melihat tingkah Shinji. Dan Shinji selalu merespon dengan rona merah di wajahnya itu.

"Boleh aku makan bareng?", Tanya Kaworu, "Denganmu?"

"Aaa…", lagi-lagi Shinji tergagap, "Tentu saja boleh!"

"Arigatou, Ikari-san…" ujar Kaworu sambil membuka kotak bento-nya.

"Ano…"

"Iya? Ada apa?"

"J-Jangan memanggil nama keluargaku…", wajah Shinji perlahan-lahan berubah menjadi merah, "Panggil nama kecilku saja…"

"Hmm… Shinji-san?"

"Shinji saja." Balas Shinji sambil tersenyum.

"Oke. Shinji-kun, ayo kita makan. Waktu istirahat kita pasti tidak banyak, kan?"

"Iya…"

Dan merekapun mulai menghabiskan satu per satu lauk pauk yang mereka sertakan dalam kotak bento mereka masing-masing. Shinji tetap terfokus pada kotaknya, makan tanpa bersuara –pokoknya super fokus pada acara makannya. Kaworu lalu membelah keheningan pada waktu makan itu, dengan sebuah pertanyaan yang akhirnya berkembang jadi sebuah topik.

"Jadi… Rumahmu di mana, Shinji-kun?"

"Umm… Aku tinggal di asrama sekolah. Jarak dari rumahku ke sini agak jauh, dan sulit terjangkau kendaraan umum."

"Di sekolah ini ada asramanya?", tanya Kaworu dengan nada takjub, "Benar-benar sekolah yang bagus, ya."

"He-eh.", Shinji mengunyah habis nasi yang ada di mulutnya, "Sebelumnya… Aku harus memanggilmu dengan sebutan apa?"
"Gunakan saja apa yang aku gunakan untuk memanggilmu, Shinji-kun."

"Aah… Baiklah..", Shinji menunduk malu, "Kaworu-kun?"

"Ya?" Kaworu menanggapi check sound yang dilakukan Shinji tadi.

"Eeh…", Shinji terbengong sejenak, "Kenapa Kaworu-kun pindah ke sini?"
"Aku dulu tinggal di daerah yang agak terpencil di pelosok Tokyo. Nenekku menyuruhku untuk pindah ke kota dan sekolah di sini." Jelasnya.

"Ooh…", Shinji melongo dengan sumpit terselip di mulutnya, "Kau tinggal dengan siapa di sini?"

"Kebetulan ada kakakku yang tinggal tak jauh dari sekolah ini. Aku tinggal dengannya."

"Begitu, ya…"

Shinji diam-diam melirik ke arah kotak bento milik Kaworu. Sebagian lauknya sudah habis. Mungkin tak ada salahnya aku membagi milikku dengannya, pikir Shinji.

"Ano… Hari ini aku bawa lauk lebih… Apakah kau mau mencicipinya?" Tanya Shinji ragu.

"Eeh? Benarkah?", Kaworu sedikit heran mendengarnya, "Boleh aku mencicipinya?"

"Tentu saja!", Shinji tersenyum senang, "Justru aku merasa senang kalau ada yang mau mencicipi bekal buatanku. Ini, cobalah. Aku harap rasanya cocok di lidahmu."

Shinji memberikan dadar gulung miliknya pada Kaworu, dan direspon dengan tindakan Kaworu yang saat itu tengah membulatkan matanya karena kagum –mungkin.

"Kau yang membuatnya Shinji-kun?" Tanya Kaworu.

"Hmm… Yaa… Begitulah…" jawab Shinji tersipu.

"Sugoi desu, ne… Jarang ada orang sepertimu, lho, Shinji-kun!" puji Kaworu.

"Masa, sih?" Tanya Shinji dengan nada bingung.

"Bener, deh!", Kaworu tersenyum lebar, "Kau tinggal di asrama. Otomatis semua pekerjaan rumah kau yang mengerjakannya. Ditambah kau juga bisa masak! Masa' itu nggak keren, sih?"

"Eeh…"

"Pasti pacarmu beruntung memilikimu, Shinji-kun." Ujar Kaworu, kali ini dengan suara pelan dan terdengar lirih.

"Ano…", Shinji angkat bicara, "Aku belum punya pacar, kok…"
Keheningan terjadi di antara mereka. Mata Kaworu dan Shinji saling bertemu dalam satu titik. Dan seperti biasa, secara berangsur-angsur wajah Shinji memunculkan noktah-noktah rona pipinya, yang kemudian dibalas oleh senyuman dari Kaworu.

"Ah… Ngomong-ngomong, dadarnya aku cicipi sekarang, ya?" Kaworu mengalihkan pembicaraan sebelumnya.

"I-Iya…! Douzo!"

Dan tak lama setelahnya, Kaworu melahap dadar tersebut. Shinji kemudian menunggu tanggapan Kaworu tentang dadarnya itu.

"Bagaimana rasanya, Kaworu-kun…?"

"Oishii desu, ne!", Kaworu menjawab pertanyaan Shinji dengan nada gembira, "Sepertinya kau berbakat menjadi koki, Shinji-kun!"

"Eeh… B-Benarkah…?"

"Tidak diragukan, deh! Pokoknya masakanmu enak sekali!"

Shinji terdiam sejenak, kemudian ia menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan rona pipinya –yang sebenarnya, sudah tidak bisa ia kendalikan lagi akhirnya.

"Arigatou gozaimasu, Kaworu-kun…", Shinji menarik nafas panjang, "Atas pujiannya…"

"Iya… Sama-sama Shinji-kun… Terimakasih juga untuk dadarnya…" balas Kaworu –tidak ketinggalan dengan senyuman mautnya.

Kali ini bukan hanya wajah Shinji yang bereaksi. Jantung Shinji berdegup lebih cepat dari biasanya –ia menyadari itu. Dan dengan posisinya yang menunduk itu, meski demikian ia bisa melihat sebuah garis tipis saling menyatu membentuk sebuah senyuman di wajah orang yang baru dikenalnya itu. Shinji mengatur nafasnya, lalu kemudian memberanikan diri untuk menatap orang itu lagi –Kaworu Nagisa.

"Apa kau tidak keberatan mampir ke rumahku nanti pulang sekolah, Shinji-kun?" Tanya Kaworu.

"Umm… Boleh-boleh saja…" balas Shinji.

Kaworu tersenyum lagi. Kali ini yang termanis, pikir Shinji. Tidak terasa, mereka telah melahap habis bento bawaan mereka. Masing-masing dari mereka kini membereskan segala sesuatu yang berantakan di meja Shinji. Kaworu sukses menyelesaikannya terlebih dulu dibanding Shinji. Ia duduk sejenak sembari menunggu Shinji selesai dengan 'kerepotannya'. Barulah setelah semua beres, Kaworu beranjak kembali ke mejanya, setelah sebelumnya membisikkan sesuatu di telinga Shinji.

"Kau ini benar-benar orang baik, ya… Shinji-kun…"

Kaworu berlalu begitu saja menuju mejanya. Sementara batin Shinji masih dihantui sejuta pertanyaan. Antara apa, kenapa, dan bagaimana…

~end of chapter 1~