Apakah hidupku akan selalu jadi hampa begini?

Tanpa cerita kehidupan sampai membuat detak jantung berderu kencang?

Aku juga ingin merasakan,

Bagaimana rasanya bisa tersenyum sendiri,

Sewaktu melamun...

-oOo-

Vocaloid fanfiction © Crypton & Yamaha

Megane Badass

Pairing: Kagamine Len x Kagamine Rin

Genre(s): Romance, Humor, Friendship, etc (tergantung chapter selanjutnya)

Warning! Typo dan segala kesalahan ketika mengetik mungkin akan muncul. Mohon segera tekan tombol 'back' jika anda merasa hal tersebut menganggu mata anda.

-oOo-

Chapter I – Megane Shounen Warning!

"Bapak sudah ingatkan jangan lagi terlambat bukan? Kau masih jua terlambat setelah delapan kali kau melakukan hal yang sama terdahulu!"

"M—maaf pak Gakupo..."

Aku adalah Kagamine Rin. Ciri-ciriku yaitu gadis berumur 16 tahun dan sekarang duduk dalam kelas 2- 3 SMA; berkulit putih mulus; juga berambut pendek honey blonde dengan poni menyamping kiri. Ciri-ciriku yang lain yaitu, aku ceroboh dan pelupa. Salah satu bukti, kalian bisa melihat kini aku dimarahi oleh guruku sendiri akibat terlambat. Terlambat karena lupa hari ini aku ada janji bersama sahabatku, Hatsune Miku, untuk membawa bekal makan siang bareng juga makan bersama di atap sekolah. Aku lupa menyiapkan masakan untuk dibawa besok, jadinya yang seharusnya aku harus masak tadi malam malah pagi-pagi.

Katanya aku terlambat delapan kali? Alasan diatas adalah penyebab aku terlambat ke sembilan kalinya. Jadi, bayangkan sendiri apa yang membuatku terlambat dari ke satu sampai ke delapan. Karena, aku malu menceritakannya.

"Kali ini tidak bias bapak biarkan. Sebagai hukuman, Rin tidak boleh masuk dalam pelajaran bapak untuk hari ini seperti biasa. Jika keterlambatanmu sudah sampai sepuluh kalinya, bapak akan kasi hukuman lebih!" peringatnya. Aku langsung merinding takut dibuatnya.

"Tapi pak, bukannya bapak hari ini menyelenggarakan ulangan biologi?"

Ah ya aku lupa bilang, pak Gakupo adalah guru yng mengajarkan materi biologi sekaligus wali kelas 2 – 3. Wali kelasku. Iya.

"Dengan terpaksa kamu ikut ulangan seusai sekolah."

"BAPAK! TOLONG JANGAN!" histerisku. "SAYA SUDAH BELAJAR KOK! ALASAN SAYA TELAT KARENA SAYA BELAJAR SAMPAI TENGAH MALAM KEMARIN!"

Oh ya tentu, alasan diatas hanyalah karangan ala Kagamine Rin. Sebenarnya, aku sama sekali enggan menyentuh buku paket biologiku. Alasan? Lupa. Jadi mengapa aku mau mengikuti ulangan bersama padaha belum belajar? Aku bisa meminta jawaban dari mereka semudh membalikkan telapak tangan.

Makanya pak! Kumohon jangan menghukumku! Biarkan saya ikut ulangan bersama kawan-kawan maso saya pak...

"Tidak bisa. Bapak harus mematuhi peraturan. Lagian, belajar itu jangan cuma ketika hari ulangan diselengarakan besok hari ini belajarnya," tegasnya dari depan pintu kelas 2 – 3. Terlihatlah gadis berambut twintail melambaikan tangan diselingi senyum jahil. Dia mengejekku seakan mengucapkan, 'selamat-tinggal-kawanku-yang-jelek.

'Miku, kau akan kubunuh nanti siang,' geramku dalam hati sambil menatap tajam Miku yang sudah berlari menuju bangkunya.

"RIN!"

"BAIK PAK!"

-oOo-

Setelah menjalani hukuman bapak Gakupo yang bukan hanya berdiri di lorong—namun juga disuruh bolak-balik menyapu lorong dan tangga sekolah, tubuhku serasa remuk sekali. Aku tepar dari bangkuku yang sangat adem. Kebetulan bangkuku lokasinya dekat dengan jendela terbuka.

"Bapak Gakupo sadis ya?" gadis berambut twintail yang tadi sempat mengejekku, duduk di depan bangkuku lalu membalikkan badannya.

"Sangat sadis, Miku," jawabku. "Aku benci kau."

"Rin jangan gitu ah! Kita kan sahabat?"

"Sahabat gak mungkin ga mau bantuin kawannya saat kesusahan," ucapku yang hanya ditanggap cengegesan dari sang lawan bicara.

"Kamu juga kenapa terlambat? Belajar kah?" tanya Miku.

"Malas jawab."

"RIN JANGAN DINGIN GITU DONG!" aku masih jua menyenderkan punggungku pada penghalang kursi tanpa ingin menjawab.

"Rin!" Miku memanggilku.

"RIN!" Miku lagi-lagi memanggilku dengan suara lantang.

"RIIIIIINNNNNNN!"

"Maaf, k—kamu K—Kaga—mine Rin k—kan?"

"Iya," jawabku merespon cepat, lalu sebuah pertanyaan hadir dalam kepalaku barusan siapa yang bertanya. Aku dan Miku saling pandang. Miku langsung mengerti apa yang membuatku menatapnya diam seraya berucap, "Rin, ini Kagamine Len."

Aku menatap pemuda bertubuh tinggi dengan surai sama warna denganku. Kagamine Len, pria berkacamata culun yang sama dengan marga keluargaku namu beda kanji yang dijulukin 'cupu' dalam kelas, menyapaku? Pria yang saking cupunya, ngomong aja gagap sampai nyaris terdengar seperti suara menangis terutama pada lawan jenis?

Najis ah najis! Nih cowok nyapa aku didepan Miku! Habislah reputasiku sebagai cewek popular di kelas.

"Rin, kalau selesai ngobrol, ke atap ya? Kutunggu," ucap Miku yang kini sudah dalam posisi kabur membawa bekal makanannya. "Aku ga mau mengganggu obrolan kalian. Hihihi."

Maksudnya tertawa kecil terakhiran itu, mengapa...

"M—Makasih y—ya H—Hat—Hatsune M—"

"Panggil Miku saja, Len. Kita kan sekelas hihi." Sang yang menjawab melesatkan jalannya keluar kelas, meninggalkan aku dan Len berdua dalam kelas. Memang kelas lagi sepi. Soalnya baru saja jam makan siang dikumandangkan, dan anak-anak dalam kelas berbondong-bondong menuju kantin.

'Nyesek punya sahabat sepolos juga selicik Miku,' batinku.

"Rin?"

"Ah oh ya! Ada apa Len?" dia membangunkan lamunanku.

"Ternyata kamu dari dekat, manis juga ya?" ucapnya dengan nada senang diselingi memperbaiki kacamatanya. Wajahku memerah seketika.

"K—kok gak gagap?!"

NAJIS! TETAP SAJA NAJIS DIBILANG CANTIK SAMA CULUN!

"Eh m—maaf!" Len meminta maaf dengan nada gagapnya kembali. Aku tanpa sadar memperhatikannya fokus.

'Ternyata dia ganteng juga,' pikirku.

"Rin?" tegurnya sekali lagi, membangunkan lamunanku.

"Oh ya! Ada apa?"

"Pak Gakupo b—bilang d—dia menyuruhku s—sebagai pe—pengawas ujianmu sepu—sepulang sekolah. Jadi jan—jangan pulang sewaktu jam p—pelajara t—terakhir ha—habis ya?"

Aku membuka mataku lebar-lebar. HORE! Jika sang culun ini menjagaku, cukup digertak sedikit saja biar dia bertekuk lutut sampai menyempurnakan jawabanku. Lagian, dia kan pintar di kelas! Ah hidupku bahagia!

"BOLEH! AKAN KUTUNGGU LEN!" jeritku senang. Len tersenyum tipis sambil menggeleng kecil.

Ring! Ring! Ring!

Suara ringtoneyang kukenal dan berarti milik ponselku berbunyi. Segera kurogoh kantong seragamku dan melihat tulisan 'Miku calling' tertulis dalam layarnya. Kuangkat ponselku tanpa meminta izin dari Len. Toh dia ga bakal marah.

"Ada apa Miku?"

ГKITA MAKANNYA KAPAAAAAANNNNNNN?˩ jeritnya dari seberang.

"Oh iya! Bentar lagi ya!" sambungan pun terputus. "Yah kayaknya dia mrah aku kelamaan di kelas."

"Ya sudah ke sana saja. Tapi ingat jangan lupa dengan kataku ya?" bilang Len. Aku mengangguk eneg. Rasanya mermahin seorang culun itu ngeri juga ya...

-oOo-

"Cie yang sepulang sekolah bareng culun!" ejek Miku. Dia membawa bento berisi beberapa sosis dan tentakel gurita juga daun sawi di atas nasi putihnya yang berlumur saos tomat. Sedangkan aku membawa bento berisi nasi goreng dengan isi telur dadar gulung juga daging babi.

"MIKU! KAU ITU NYEBELIN DEH!" sontak aku berteriak kesal.

"Soalnya kan keren gitu, hihi."

"Kau itu benar-benar sahabatku gak sih? Eh asal kau tahu ya, aku bakal nyuruh Len benarin semua jawabanku."

"Soal biologi kita mudah Rin. Toh itu materi berhubungan dengan mutasi kok," Miku segera melahap satu sendok bentonya.

"Mutasi ya. Yah, nanti liat aja ada soal yang susah kagak." Aku juga segera menyuap satu sendok nasi goreng pertamaku.

Kami ini mungkin agak unik makannya. Makan satu sendok, kemudian melepasnya dan berbicara. Habis mengobrol, bentaran makan lagi. Miku saja sudah menghabiskan bentonya ketika isi bentoku hanya tinggal seperempat saking lamanya. Padahal dia lebih dahulu akan dariku.

"Tapi aku ngerasa si culun itu ganteng juga kok. Kenapa dijauhin?" tanyaku yang tinggal satu sendok lagi bakal kuhabiskan isinya.

"Ngerasa jatuh cinta nih? Plis deh Rin! Dia culun! Kau populer! Gak keren dong Rin yang sampai pernah pacaran sama Kaito sang penyanyi yang juga sekelas kita, jatuh cinta dengan culun!" jerit Miku.

"Jangan umbar masa laluku dong! Kaito itu buaya! Dia kupergok berciuman sama Luka teman sekelas kita makanya aku langsung putusin dia," kataku yang ternyata sudah mengumbar sendiri masa lalu. "Lagian aku belum suka sama Len!"

"Iya deh iya. Aku juga ngerasa dia diam-diam ganteng walau payah." Miku tertawa kecil walau sebentar. "Kalau merasa dia ganteng, kenapa dia tidak buka kacamata dia sendiri ya?"

"Iya juga," sahutku pendek, merenungi kalimat Miku. "Ah paling karena matanya minus?"

"Aku pernah mendata murid yang matanya minus untuk ikut kesehatan mata di UKS bulan lalu, dan dia tidak ikut serta," jawab Miku.

"Berarti dia Cuma pamer kacamata? Tapi untuk apa? Kacamatanya saja butut begitu. Aku juga kagak mau pakai kacamata," ucapku.

"Entahlah. Eh ini kenapa kita menggosip? Jam mata pelajaran terakhir akan segera dimulai!"

"EH?"

-oOo-

"Jangan lua kerjakan PR ya?" bu Meiko berjalan keluar kelas samba menenteng buku paket berulis 'Bahasa Jepang'. Semua murid membereskan barang-barang yang mereka gunakan ketika belajar dan memasukkannya masing-masing ke dalam tas mereka. Tidak denganku.

Aku langsung dihampiri Len. Jadinya tidak bisa kabur. Tapi aku memang tidak berpikiran untuk kabur. Demi nilai.

Tapi caranya yang tiba-tiba menghampiri mejaku, membuat semua anak-anak dalam kelas termasuk geng Gumi, geng populer yang ketuanya merupakan sainganku dalam kelas, mangap.

"Sud—sudah siap, RIn?"

"Su—"

"EH LIAT DEH SAINGAN BOS KITA BARENG SI CULUN!" teriak salah satu anggotanya.

"GYAHAHA! MALU-MALUIN TAU!" teriak satu anggotanya lagi.

"Cih serasa gak percaya sainganku sendiri menyerah pada hidup lalu mengembat culun," kata Gumi sinis lalu meninggalka kelas bersama rombongannya.

"KAMVRET KALIAN AAHHHHHH!"

"Rin, jangan memaki!" tegas Len memperingati. Aku langsung diam.

"Eh Rin, nanti hubungi aku ya?" kata Miku dimana dia urutan ketiga terakhiran untun keluar kelas. "Jaga-jaga moga-moga kau gak mati."

Ingin sekali kulesatkan sepatu sport kuning lemon yang kini kukenakan jika dia tidak keluar kelas cepat.

"Maaf ya Rin, kau jadi—"

"Mohon jangan memanggil namaku sok akrab," sahutku kesal.

"Jadi a—aku m—musti memanggil Kaga, Mine, atau Gami—"

"Serah."

Aku segera melancarkan tatapan tajamku pada Len. Len terlihat kaget dengan raut wajahku. Tubuhnya terlihat bergemetar hebat. Dia menyodorkan kertas ujian biologi ke atas mejaku dengan sangat tidak tenang.

"Len?"

"J—j—jangan h—hi—h—hiraukan a—aku," ucapnya kelu.

"Kacamatamu nanti lepas loh," peringatku. Dia segera memperbaiki kacamatanya dengan wajah sedikit berkeringat dingin.

Kuambil penaku dan mulai mencoret setiap pilihan ganda yang telah kubaca dan kupastikan jawabannya kuketahui. Benar apa kata Miku, soalnya terlalu gampang. Tapi tentu saja ada beberapa soal yang tidak bias kubaca. Sedangkan Len, dia duduk di belakang bangkuku dengan menyilangkan kedua tangannya.

"Len, jawaban nomor 25 itu apa?" tanyaku saat membalikkan badan untuk menyodorkan kertas jawabanku. Len menggeleng.

"Jangan c—curang R—Rin," jawabnya gemetar.

"KAU ITU UDAH BIKIN AKU MALU DI DEPAN KAWAN-KAWAN KITA! GANTI RUGINYA DONG!" teriakku seketika. Dia mengejang dengan kembali tubuh bergemetar.

"G—ga mau," bisiknya kecil sambil menggeleng. Aku beranjak berdiri dari kursiku dan mencengkeram kerah seragam Len.

"Aku ini preman. Jangan remehkan kekuatanku," ucapku menggertak. Emosiku meluap."Mau kuhajar? Dasar cowok rese! Untuk apa segala kacamata dipakai kalo tidak minus? Mau nyoba menjadi keren apa? Keren dalam mimpimu! Kau ga bakal bisa keren biar ngasi upah sama dokter mahal-mahal!"

"Cukup Rin! Ucapanmu sungguh tidak bermoral!" Len membentak.

"Ga rela aku bilang gitu? Sekarang, lepaskan kacamatamu!"

"Tidak!"

"Kubilang lepaskan!"

"JANGAN RIN!"

"Terlambat Len. Aku akan menarik kacamatamu kasar."

Aku menarik kacamatanya cepat, dan jika tidak kukendalikan amarahku tentu kacamata dia yang bergagang kuning ini akan remuk dalam genggaman tanganku.

"Aku muak denganmu. Culun tapi berani menolak. Pake bohongan makai kacamata bu—"

"Apa kau sudah diajari untuk bertutur kata manis, anak kucing?"

Len mendekatkan wajahnya padaku dengan manik sapphirenya. Aku melebarkan mataku dan segera memalingkan wajahku lalu berlari ingin keluar kelas.

BRAK!

Dia mendorong punggungku cukup kuat hingga aku terhantam dinding. Len mencegatku dengan memajukan kedua tangannya menjadi ganti pagar agar aku tidak kabur.

"L—Len!" aku benar-benar syok dibuatnya. Dia menjadi... sedikit liar. Sangat bertolak belakang dengan keribadian yang biasanya di tunjukkan pada kami! Ditambah, dia menjadi benar-benar lelaki. Juga tampan. Lalu saat berbicara dia tidak gagap.

"Daripada ganti rugi dengan menjawab soal, aku akan memberikan yang lebih baik," katanya jahil. Segera kurasakan kedua lengannya memelukku, dan mendaratkan bibirnya memaksa mulutku membuka dengan lidahnya. Dia, menciumku.

MENCIUMKU! CIUMAN PERTAMAKU!

Aku mendorong tubuh Len kuat dengan wajah merah. Tanpa sadar aku mengelap bibirku dengan lengan kananku yang masih memegang kacamatanya. "S-sial! Aku selama ini tertipu dengan kepribadianmu!"

"Kepribadian? Atau orangnya?" jawabnya. Sekali lagi, aku bingung dengan ucapannya.

"Kalau begitu! Jadilah dirimu yang dulu!" bentakku mendekati wajahnya, lalu memasang kembali kacamatanya. "Aku sudah selesai mengerjakannya. Kumpulkan pada pak Gakupo!" Aku mempercepat langkahku keluar kelas setelah mengambil tas selempangku, lalu berlari cepat meninggalkan dia yang masih berdiri kaku.

.

.

.

"M—maaf Rin, itu a—alasan aku t—tidak m—mau melepas k—kaca—mata i—ini..."

.

.

.

-Bersambung-

Lagi bosan dengn unsur fantasy atau supernatural, jadi aku buat fanfic dengan (lagi-lagi) pairing RinxLen dengan (lagi-lagi) multi chapter. Ini terinspirasi dari tokoh-tokoh megane seperti Fang dalam animasi BoBoiBoy atau Ishida dalam anime Bleach. Jadilah dibuat cerita tentang lelaki berkacamata. Supaya unik, dikasi alur cerita Len itu seperti terkena hipnotis dimana saat kacamatanya dilepas dia jadi bersifat 180 derajat. Maaf karena menumbalkan Len sebagai lawan mainnya. Juga Rin yang sebagai uke tak berdosa (?) yang musti jadi korban.

Boleh minta reviewnya?

November 20, 2014