NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
"Donuts, Mess, and Truth"
By: Setshuko Mizuka
Rate: nggak jauh dari rate T
Genre: Friendship and Romance
Pairing: NaruHina selalu… ^^ nyelip juga pair lainnya
Inspirate from Mizuka's life
Warning: GaJe, OOC, OC, AU, Typo (s)!
Summary:Berawal dari donat dan berakhir jadi kejujuran. Konflik yang membuat kekacauan dan kebimbingan dalam hati, tak luput menyertainya. Bisakah hanya dengan membuat donat bisa membawa keajaiban bagi pembuatnya? Three-shoot.
~_~ Chap1:Donuts~_~
Hinata's POV
Hari Selasa, seharusnya aku tidak berada di sini bersama sahabat-sahabatku di rumah Sakura melainkan di tempat les bahasa Inggris. Tapi karena dari Kurenai-sensai yaitu guru IPA di kelasku menyuruh kelompokku untuk membuat donat. Di kelompokku ada Sakura-chan, Ino-chan, Tenten-chan dan Yume-chan. Tapi Yume-chan tidak bisa datang karena hujan yang terus saja turun sejak jam 1 siang tadi. Jadi, hanya kami berempat saja yang membuatnya.
"Hinata-chan, tolong ambilkan farmitannya dong di sebelahmu itu. Tanganku nggak sampai soalnya," pinta Ino.
"Hai, kore."
"Bahan-bahannya masih sisa banyak banget ya?" tanya Tenten.
Aku menatap tepung terigu yang masih setengah lagi di dalam plastik yang tergeletak di atas lantai. Di sebelahnya ada gula putih, dua sachet susu bubuk, dua telur ayam, serta mentega. Kemudian mengangguk menyetujui pertanyaan Tenten.
"Bagaimana kalau kita buat juga?" tanya Tenten.
"Iya! Kebetulan aku juga ingin mencoba membuatnya," ujar Sakura si tuan rumah yang baru saja keluar dari kamarnya.
Aku tertawa pelan melihat tingkah Tenten dan Sakura yang seperti orang linglung karena mencari baskom untuk membuat adonan donat lagi di dapur. Aku pun mengalihkan pandanganku ke Ino yang dengan tenangnya membuat adonan donat untuk kelompok kami. Andaikan aku boleh bantu, pasti aku akan bantu. Tapi saat membuat adonan hanya pakai satu tangan, nggak boleh pakai tangan milik orang lain lagi. "Nggak capek, Ino-chan?" tanyaku.
Ino tersenyum. "Tidak malah seru lho, Hinata-chan!"
Aku mengangguk sambil tersenyum.
"Aku yang pink, Tenten-chan!" protes Sakura pada Tenten yang tengah membawa baskom ukuran sedang berwarna pink. Sedang ia sendiri membawa baskom warna merah. Mereka baru saja keluar dari dapur.
"Tidak mau, siapa cepat dia dapat. Ehehe," ujar Tenten.
"Hei, kalian! Bawakan baskom juga untuk Hinata-chan!" pinta Ino.
"Tak usah, Ino-chan. Aku lihat saja," elakku.
"Oh iya, aku lupa! Bentar ya, Hinata-chan. Kau harus ikut buat juga untuk 'MR. N'. oke?" ujar Sakura yang langsung membuat diriku malu seraya pergi lagi ke dapur.
"Ugh! Sakura-chan!"
"Hahaha, aku jadi ingin buat untuk Sai-kun juga nih jadinya." Ino senyum-senyum sendiri setelah berkata seperti itu. Sai itu nama lelaki yang mampu membuat sahabatku melupakan Shikamaru, cinta pertamanya yang kini berada di Sunagakure. Dia juga membuat pikiran Ino menjadi focus padanya. Intinya, Ino sudah jatuh cinta pada Sai.
"Aku juga ah, untuk Neji-kun!" seru Tenten sambil memasukkan sedikit gula putih pada baskomnya yang sudah terisi terigu serta susu bubuk.
Aku jadi ingat teman sekelasku saat aku masih kelas 11 dulu. Neji Hyuuga namanya. Dia satu marga denganku. Awalnya aku kaget ketika Tenten bilang padaku bahwa dia menyukai Neji. Padahal saat kelas 11, mereka nggak pernah akur. Ada saja yang membuat mereka bertengkar. Tapi aku senang karena sekarang Tenten tahu bahwa Neji juga suka padanya, Neji juga tahu perasaan Tenten. Walaupun itu lewat teman-teman yang pernah satu kelas denganku, Tenten, dan Neji.
"Ini, baskomnya. Jangan melamun dong, Hinata-chan. Nanti kesurupan lho," ujar Sakura yang tiba-tiba mengagetkanku dari belakang.
"M-maaf, Sakura-chan. Errr, aku nggak bisa buat donat tau~." Aku menatap baskom yang kini sedang diisi bahan-bahannya oleh Tenten. "E-eh! Gulanya kebanyakan, Tenten-chan!" seruku setelah melihat Tenten mengambil gula sebanyak empat sendok makan.
"Hehehe, gomen!" ujar Tenten sambil menyerahkan baskom padaku.
"Sudah, buat saja untuk Naruto. Aku juga ingin buat untuk Sasuke-kun tersaya~ng." Sakura duduk di sampingku sambil tersenyum malu-malu. Sakura dan Sasuke sudah jadian dua minggu yang lalu, jadi maklum saja jika Sakura ingin buat donat untuk Sasuke.
Kami pun membuat adonan donat dalam hening.
Kulirik satu persatu, mereka terlihat serius sekali. Aku pun menunduk, 'nggakadagunanyaakubuatdonatuntukNaruto,kami 'kantidaksedekatitu.' Ingatanku kembali ke masa lalu ketika teman lamaku bilang. Dia bertanya pada Naruto, apakah dia mengenalku. Tapi jawabannya sungguh menyakitkan, Naruto bilang kalau dia tak mengenalku.
Padahal aku sangat menyukai dirinya yang begitu manis dan energik itu. Bukan hanya suka, tapi cinta. Dialah yang merebut hatiku untu pertama kalinya. Aku tak memandang sifat dan tampangnya, tapi aku hanya memandang hatinya yang begitu perhatian pada siapapun itu. Aku tersenyum kecil jadinya.
"Ya~h, Hinata-chan ngelamun lagi," ujar Ino.
Aku hanya nyengir. #Author: ya ampun! OOC banget!#
~ DONUTS ~
Sudah 20 menit kami mengaduk adonan donat, tapi adonanku masih terasa lengket di tangan. Kulirik Ino yang sudah tersenyum dengan puasnya melihat hasil adonan miliknya. "Sudah jadi, Ino-chan?"
"Iya! Aku membuatnya sepenuh hati lho untuk Sai-kun."
"Hei! Sisakan juga untuk dibawa ke sekolah," ujar Tenten mengingatkan.
"Iya, iya. Aku tau, Tenten-chan," ujar Ino.
Kulirik Sakura yang sudah selesai membuat adonan donat, bahkan sudah menutupnya dengan kain lap untuk membuat adonan donatnya berkembang. Matanya terlihat serius menatap layar handphone-nya yang berwarna pink itu. Kutengok lagi ke arah Ino dan Tenten yang juga sudah menutup adonannya dengan kain lap. Lalu mata amethyst-ku menatap Sakura.
"Ada masalah, Sakura-chan?" tanyaku khawatir.
Ia menatapku, betapa terkejutnya aku melihat mata emerald-nya berkaca-kaca seperti orang menahan tangis. "S-Sakura-chan?"
"Huaaa! Hinata-chan!"
Aku yang kaget hanya bisa diam saja ketika Sakura tiba-tiba memelukku.
"L-lho! Sakura-chan kenapa?" tanya Ino.
"Kau kenapa sih?" heran Tenten.
"Sasuke-kun nggak mau nerima donat buatanku! Padahal aku sudah membuatnya dengan sugguh-sungguh. Huhu," ujar Sakura sambil melepas pelukannya dariku dengan wajah pura-pura menangis. Tapi bisa terlihat jelas dari matanya kalau dia ingin menangis.
"Kok gitu sih si Sasuke!" Kata-kata Tenten menjadi wakil dari aku dengan Ino.
"Tadi aku kirim pesan padanya. Apa dia mau nerima kue donat buatanku jika kubuat? Tapi balasannya cuma 'nggak', Tenten-chan!" Aku hanya menepuk pelan bahunya dengan tangan kiri karena tangan kananku masih memegang adonan, pertanda aku cukup bersimpatik padanya. 'Huh!KurangajarsekaliSasukeitu!Awassajabesok!' ucapku dalam hati. Nyaliku untuk melabrak dan membentaknya langsung ciut begitu ingat wajah Sasuke yang sedang marah. 'Nggakjadideh.'
"Ckckck, si Sasuke itu. Nggak pernah apa, mikirin perasaan Sakura yang sudah membuatkan donat dengan seriusnya hanya untuk dirinya seorang! Dasar laki-laki!" emosi Ino.
"Yang sabar ya, Sakura-chan. Memang benar hanya itu balasannya? Dia nggak bilang terima kasih padamu gitu?" tanyaku.
Melihat Sakura menggelengkan kepala membuatku miris.
"Aku jadi ragu untuk buat donat untuk Sai-kun," lirih Ino.
"Kamu kirim pesan saja dulu untuk Sai," saran Tenten.
Tak lama setelah Ino mengirim pesan lewat handphone-nya, wajah Ino menjadi sumringah. Aku ngerti maksudnya, Sai pasti mau nerima donat buatan Ino. "Diterima?" tanyaku dan benar, Ino mengangguk cepat.
"Senangnya jadi Ino-chan ya?" gumam Sakura.
"Sudahlah, Sakura-chan. Mungkin dia nggak suka donat, buatkan saja makanan lain selain donat," ujar Tenten berusaha menghibur Sakura.
"Tapi sakit sekali di sini." Sakura memegang dada sebelah kirinya tepat di hati.
"Lebih baik lupakan saja soal ini, kau ingat-ingat saja perasaanmu padanya ketika Sasuke menembakmu," saranku.
"Nggak bisa lupa," jawab Sakura dengan muka polos.
Kutatap adonanku, "adonanku sudah jadi belum ya?"
"I~h, Hinata-chan! Lagi sedih juga malah buat orang ingin tertawa!" seru Sakura yang membuatku heran.
'Aku 'kanhanyabertanya,' ujarku dalam hati.
Mereka pun tertawa, dan aku juga tertawa dalam kebingungan.
~ DONUTS ~
"Ha~h! Aku bosan!" seru Tenten seraya merentangkan tangannya ke samping dan hal itu sukses membuat Sakura yang ada di sampingnya terdorong. Untung saja bisa menahan tubuhnya agar tidak mencium lantai dengan tangannya. Aku juga kaget karena terbangun dari lamunanku tentang Naruto.
"Tenten-chan! Aku hampir terbentur lantai tau!" protes Sakura.
"Ehe, maaf nggak lihat."
Aku tertawa pelan dengan Ino ketika melihat wajah tak berdosa Tenten. Mata amethyst-ku menengok ke jam tangan berwarna ungu di pergelangan tangan kiriku. #Author: Mizuka nggak suka ungu! Tapi karena Hinata punya ciri khas warna ungu, jadi ya~ nggak apa-apa deh# #Author ditimpuk pulpen karena ngeganggu#
"Masih 20 menit lagi nyo~," ujarku. #Author: trademark Mizuka keluar! Wkwkwk!#
"Lamanya~," keluh Ino.
Aku jadi ingat sesuatu. "Kita main 'truth or dare' yuk! Sekalian nunggu waktu."
Ino menatapku heran, Tenten dan Sakura juga begitu.
"Itu lho, permainan jujur atau tantangan. Aku pernah baca cerita soal permainan itu, aku juga pernah lihat film yang menunjukkan permainan 'truth or dare'. Tapi kurasa, tantangannya itu mesti dihapus karena nggak ada laki-lakinya," jelasku.
"Memang harus ada laki-lakinya?" tanya Ino.
Aku menggeleng. "Nggak seru kalau nggak ada laki-lakinya."
"Bagaimana kalau 'jujur atau cerita'?"
Aku tersenyum mendengar ide dari Sakura. "Iya! Boleh tuh!"
"Bagaimana mainnya?"
Aku tak menjawab pertanyaan Tenten dan langsung berjalan ke tempat tasku yang tergeletak di sebelah tas Ino. Kuambil botol kosong yang ukurannya lumayan kecil dengan muatan hanya 500 ml. Sambil tersenyum girang, kuhampiri mereka. "Begini mainnya. Aku akan putar botol ini di tengah-tengah kita. Jika kepala botol berhenti di Ino, maka Ino harus memilih jujur atau cerita. Kalau Ino ingin jujur, kita akan bertanya padanya dan dia akan menjawabnya dengan jujur, nggak boleh bohong. Tapi kalau Ino pilih cerita ya, Ino harus cerita kisah nyata Ino pada kita semua," jelasku.
Mereka mengangguk pertanda setuju.
Sebelum kuputar botolnya, aku duduk di depan Sakura sementara samping kiriku ada Ino dan di kananku ada Tenten. Kuputar dengan kencang botol tersebut. Perlahan-lahan botol itu berhenti.
"Tenten!" seruku.
Tenten melongok begitu tahu botolnya berhenti ke arah dirinya.
"Pilih jujur atau cerita?" tanya Sakura.
"Mmm, jujur saja deh. Nggak ada cerita seru sih," jawab Tenten.
"Siapa tuh yang pertama kasih pertanyaan?" tanyaku sambil melirik ke Ino dan Sakura secara bergantian.
"Aku saja deh!" Ino tampak berpikir sebelum bertanya, "ada nggak yang nggak ngenakin hati kamu selama aku duduk denganmu?" #Author: gila, Ino! Kata-katamu nggak baku banget!# #Plak!#
"Jujur saja, Ino-chan. Kalau kita lagi marahan pasti diam satu sama lain. Nggak enak banget rasanya," aku Tenten seraya tertawa.
"Aku juga," ujar Ino.
"Ganti aku dong!" pinta Sakura. Aku menyetujui dan Ino juga serta Tenten. "Ehem," Sakura berdeham sebentar. "Kelamaan!" Sakura mendelik pada Tenten yang protes. "Nggak sabaran banget sih! Oh iya, kalau dua-duanya nembak kamu gimana, Tenten-chan?"
"Tetap pilih Neji-kun dong!" ujar Tenten mantap.
"Sekarang Hinata-chan!" ujar Ino mengingatkan.
"Yang dimaksud Sakura-chan tadi, Neji sama Gaara ya?" tanyakku pada Ino setelah mengingat-ingat siapa itu Gaara. Gaara adalah orang yang membuat Tenten berbunga-bunga juga karena wajahnya yang manis, itu setau aku lho. Ino mengangguk dengan antusias. "Mmm, apa ya? Ah! Sebenarnya Tenten-chan lebih sayang siapa?"
"Kalau boleh jujur, aku lebih sayang Neji! Kalau Gaara aku hanya suka wajahnya saja yang kawaii," jawab Tenten.
Aku hanya tersenyum mendengar jawaban super jujur (bukan super junior ya) dari Tenten. "Sekarang gentian Tenten yang putar!" seruku dan dianggukan oleh Tenten. Ia pun memutar botol milikku dan gotcha! Berhenti di daerah kekuasaan Ino. "Jujur atau cerita?" Ino menjawab sama seperti Tenten, jujur.
"Aku duluan dong!" ujar Tenten menyerobot.
"Iya, iya," ujar Sakura sambil geleng-geleng.
"Sifatku yang paling nyebelin itu apa?"
"Hanya saat kau marah padaku saja," aku Tenten.
"Terus siapa lagi yang mau nanya?" tanya Ino.
"Aku!" Aku tersenyum sebelum bertanya, "sifat nyebelin Sai itu apa?" Aku tersentak begitu mendengar seruan Ino. "Cueknya!" Tak lama setelah itu, aku dan Tenten serta Sakura tertawa pelan melihat wajah cemberut Ino. "Sakura-chan, giliranmu," ujarku.
"Kenapa bisa suka sama Sai?"
Ino tersenyum dulu sebelum menjawab. "Dari novel Hinata-chan."
"Masa' dari novel? Nggak lucu ah," ujar Sakura.
"Tapi memang kenyataannya begitu. Iya 'kan, Hinata-chan?" Aku mengangguk dengan cepat. "Dari novel 'W#nt#r In T#ky#," ujarku. "Sekarang Ino-chan yang putar!" Ino pun memutar botolku dan dalam hitungan detik, botolku berhenti ke arah Sakura. "Jujur atau cerita?" tanyaku serempak dengan Tenten dan Ino.
"Jujur!"
"Siapa yang mau tanya duluan?" tanyaku.
"Kamu, Hinata-chan! Kamu 'kan duduk di depanku," pinta Sakura.
"Baiklah, kalau Sasori nembak kamu sebelum Sasuke tetap diterima nggak Sasori-nya?" Sasori itu orang yang pernah disukai Sakura saat kelas 10 yang sekarang jadi ketua kelas di kelasku. Memang wajahnya manis, sifatnya juga ramah dan baik. Tapi saat dia kelas 11, Sasori jadian dengan Konan sehingga Sakura jadi patah hati.
"Aku nggak akan terima dia," ujar Sakura pelan namun dengan nada mantap.
"Apa yang disukai dari Sasuke?" serobot Ino tanpa bilang permisi dulu pada Tenten yang kelihatannya juga ingin bertanya.
"Baik dan manisnya," jawab Sakura.
"Sakura-chan?" panggil Tenten. "Ya?" Tenten berpikir sebentar sebelum mengajukan pernyataan, salah! Maksudnya pertanyaan! "Sebel nggak kalau Sasuke manggil aku terus?" Pertanyaan simpel dari Tenten mampu membuat Sakura terdiam. Memang sih, aku selalu dengar Sasuke selalu manggil nama Tenten di kelas. Jarang banget aku dengar Sasuke manggil Sakura.
"Sebal," aku Sakura.
"Dalam hati aku selalu ngomel. Kenapa sih Tenten yang dipanggil! Kenapa bukan aku!" Sakura menghela napas setelah emosinya keluar. "Waktu itu, masa' aku kan nanya ke Sasuke bermaksud untuk protes gitu. Tapi dia malah jawab, 'memang kenapa kalau aku panggil Tenten terus? Cemburu?' Ya ampun! Sesak banget hatiku tau," cerita Sakura membuat semuanya miris dan prihatin.
"Sebenarnya si Sasuke itu gimana sih! Ya pastilah cemburu!" emosi Ino.
"Maaf ya, Sakura-chan. Aku nggak bermaksud untuk buat kamu cemburu, sungguh!" ujar Tenten dengan nada bersalah.
Sakura hanya cengengesan. "Aku tau itu, Tenten-chan."
"Ternyata Sasuke jahat banget ya sama Sakura-chan. Pokoknya besok kita harus protes padanya!" seruku dengan semangat tinggi. "Memang kau berani?" Pertanyaan Sakura sukses membuatku pundung. "Tidak jadi deh," ujarku. Semuanya malah tertawa mendengarkan ucapanku.
"Nah! Sekarang 'kan yang tersisa hanya Hinata-chan, jadi langsung saja. Pilih jujur atau cerita?" tanya Sakura, ia sudah kembali ceria lagi.
"Jujur!" jawabku.
"Aku duluan yang tanya!" Aku mengangguk pada Sakura. "Apa yang disukai dari Naruto?" Pertanyaan Sakura membuatku malu untuk menjawab, tapi aku harus menjawabnya. "Bukan suka tapi aku mencintainya," ralatku. Semuanya ber-oh ria dengan nada menggoda. "A-aku nggak tau harus jawab apa, tapi bukannya cinta tidak memandang status atau pun sifat dan wajah?"
"A~h, Hinata-chan! Setidaknya beritahu aku apa yang suka darinya, satu~ saja!" desak Sakura.
Ino terkekeh pelan. "Tau nih, malu-malu kucing."
"Mmm, a-aku… suka wajahnya yang manis dan… suka menghibur orang lain," jawabku dengan gugup. "Dulu saat di kelas 10, dia sering sekali membuat orang tertawa. Dan tanpa sadar, dia juga menghiburku yang terkadang melamun memikirkan sesuatu," lanjutku dengan nada sungguh-sungguh sambil mengenang masa laluku.
"Cie~, Hinata-chan," goda Sakura.
"Sudah ah, selanjutnya siapa yang mau bertanya lagi?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.
"Aku dong!" Tenten mengangkat tangan kanannya lalu menurunkannya setelah aku mengangguk. "Apa yang dibenci dari Naruto?"
"Cuek… dan nggak pernah anggap aku sebagai teman sekelasnya."
"Hah! Yang benar, Hinata-chan?" kaget Sakura.
Aku mengangguk dengan tatapan miris. "Waktu itu, teman SD-ku bertanya padanya, 'apa kau kenal dengan Hinata?' Dan Naruto menjawab, 'tidak'. Padahal jelas-jelas dia pernah sekelas denganku, tapi dia malah bilang tidak kenal. Lebih sakit mana dibanding tidak dianggap keberadaannya dengan tidak diperhatikan olehnya?" Aku yakin mataku mulai berkaca-kaca.
"Pasti lebih sakit tidak dianggap keberadaannya," lirih Ino.
Hening beberapa saat.
"Ah! Kita lanjut lagi ya?" tanyaku dengan nada seceria mungkin.
"Baiklah, terakhir giliranku." Ino tersenyum lalu bertanya. "Sebal nggak dipanggil Shiro terus sama Kiba dan anak-anak sekelas?"
"Tentu saja sebal!" seruku. Ya, aku kesal sekali dipanggil dengan nama Shiro. Namaku 'kan bukan Shiro tapi Hinata! "Setauku itu nama anjing yang ada di komplekku tau!" gerutuku.
"Siapa tau saja bukan itu yang dimaksud, Hinata-chan," ujar Tenten.
"Tapi sama saja sebal. Itu 'kan nama pemberian dari orang tua kita. Nggak boleh seenaknya mengganti-ganti nama, pasti orang tua kita sakit hati dengarnya," ujarku lagi.
"Hahaha, iya deh. Aku setuju," ujar Sakura.
"Drrttt! Drrrttt!"
"Siapa Ino-chan?" tanyaku.
Ino mendelik karena kaget melihat layar handphone-nya. Tentu saja, aku penasaran dan langsung mendekatinya. Tenten dan Sakura ikut penasaran juga ikut mendekat.
"Kau membuatku penasaran tau," protes Sakura.
"Baca deh. Ini pesan dari Yume-chan, sedari tadi aku kirim-kiriman pesan dengannya #Author: bilang sms-an aja ribet banget si Ino# #Author ditabok#," ujar Ino seraya memberikan handphone-nya pada Tenten yang sepertinya pesan itu berkaitan langsung dengan Tenten.
Mata Tenten menyendu seketika melihat sederetan kata-kata yang mengikat jadi satu sehingga menjadi kalimat. Ada beberapa kalimat di pesan tersebut.
"Ada apa, Tenten-chan?" tanyaku khawatir.
"Yume bilang, Neji-kun hanya memanfaatkanku saja. Dia hanya ingin membuatku senang, makanya dia mendekatiku," cerita Tenten lirih.
"M-masa' sih! kagetku.
Tenten tidak menjawab, ia hanya memberikanku ponsel Ino padaku. "Astaga! Nggak mungkin, dia pasti bohong. Neji orangnya nggak kayak gitu tau. Dia sungguh-sungguh padamu, Tenten-chan. Terlihat jelas dari matanya," ujarku setelah membaca pesan Yume di ponsel Ino.
"Iya benar, nggak mungkin Neji seperti itu." Sakura menyetujui ucapanku.
Aku, Ino dan Sakura berusaha menghibur Tenten yang kelewat sedih dan lebih downdariku juga Sakura. Akhirnya dia lupa masalah itu setelah menggoreng adonan donat yang dibuatnya sendiri. Tenten juga sudah bisa tertawa lagi begitu melihat hasilnya yang gosong. Aku sangat bersyukur adonanku tidak gosong, itu pun juga memasaknya dibantu Ino dan Tenten. #Author: maaf ya, Hinata-chan. Di sini Mizuka buat Hinata nggak terlalu jago masak karena Mizuka nggak bisa masak juga# #Hinata: sabar, sabar…# #Author cengengesan# #bletak!#
~ DONUTS ~
Jam masih menunjukkan pukul 15.30. Hujan yang turun dengan derasnya sejak aku di rumah Sakura pun sudah berhenti. Aku pun memilih untuk pulang sekarang, takut jika hujan turun lagi.
"Pulang yuk!" ajak Tenten mendahuluiku.
"Iya nih, sudah sore banget ternyata. Mumpung hujannya berhenti juga," ujar Ino.
"Donatnya gimana?" tanyaku.
"Besok adonan yang belum jadi akan kubawa, yang sudah matang kita makan saja. Si Yume nggak usah kita bagi, salah dia sendiri yang nggak datang ke rumahku," ujar Sakura dengan santainya. "Akan kuantar sampai rumah ya?"
"Iya!" seru Tenten dan Ino.
"Nggak ngerepotin, Sakura-chan?" tanyaku pada Sakura yang tengah memakai jaket levis berwarna biru tua sambil menggenggam kunci mobilnya. "Tentu saja tidak, 'kan aku yang menawarkan." Aku hanya tersenyum seraya mengangguk sedikit.
Sakura mengantarkanku sampai ke depan rumah setelah mengantar Ino terlebih dahulu. "Arigatou gozaimasu, Sakura-chan!" ujarku setelah keluar dari kursi belakang mobil.
"Douitashimashite. Kalau gitu, jaa ne!"
Mobil berbentuk mini berwarna pink itu melaju dengan kencangnya ke arah luar komplek, Sakura ingin mengantar Tenten yang rumahnya masih jauh dari rumahku. Kutatap dalam-dalam tas selempang yang di dalamnya sudah kumasuki donat sisaan buatanku. "Jadi ingin kasih ke dia," gumamku geli.
Ketika hendak memutar tubuh menghadap pagar rumah, tiba-tiba mataku menangkap seseorang. Orang itu berjalan mendekatiku sambil menuntun sepeda. Aku mengernyit menatapnya. Tangan kiriku yang sudah memegang kenop pagar langsung jatuh dengan lemasnya begitu tahu siapa orang itu. Semakin lama, wajahnya semakin terlihat jelas.
"D-dia…."
To Be Continued
Ckckck. Fic satunya aja belum selesai kok udah publish fic baru lagi… Hahaha, Mizuka bandel nih! Terima kasih bagi yang sudah mampir ke fic kedua Mizuka ini. Semoga para pembaca, senpai semua dan reviewer nggak bosen dengan fic Mizuka. Mizuka sangat senang jika ada yang mau kasih saran dan komentar bahkan pujian. ^^ #ngarep banget!# Hehehe… Klik tulisan Reviewdi bawah ya, jika berminat untuk kasih saran dan komentar. ARIGATOUGOZAIMASU!
