The Forbidden Love
Chapter 1
Malam ini hujan deras mengguyur Seoul, kota yang indah dengan jumlah penduduk yang padat. Gedung-gedung pencakar langit tampak berdiri kokoh seolah menantang sang hujan. Beberapa orang tampak berlalu lalang dengan payung di genggamannya, sebagian lagi memilih berteduh di halte, supermarket, atau cafe terdekat.
Namun berbeda dengan seorang pemuda berparas cantik yang berlari menyusuri trotoar. Dia tidak memakai payung ataupun jaket untuk melindungi tubuh mungilnya yang kini basah kuyup karena hujan. Dia juga tidak peduli dengan jalanan yang licin. Yang ada di benaknya saat ini cuma satu, Yangji Hospital. Beberapa kali tubuhnya menabrak pejalan kaki lain, beberapa kali juga dia hampir tergelincir . Tapi kakinya terus membawanya ke tempat tujuan, secepat yang dia bisa.
-Yangji Hospital-
Pemuda itu berhenti di depan kamar 202, ruang VVIP yang terletak paling ujung. Nafasnya masih tersengal. Tentu saja, jarak dari cafe nya ke sini bukan dekat. Perlahan tangannya menggeser pintu kamar, berusaha tidak menimbulkan suara sedikitpun karena dia takut mengganggu seseorang di dalam.
Oh, bukan seseorang ternyata. Tapi dua orang.
Dua sosok yang sangat dikenalnya. Yang wanita sedang berbaring, selang infus menggantung di dekat tempat tidurnya. Wanita berambut coklat itu tampak sedang berbincang dengan pria yang duduk di sampingnya, belum menyadari kehadiran si pemuda manis yang masih setia berdiri di daun pintu. Tetesan air tampak jatuh dari ujung rambut dan pakaian si manis, membasahi pipinya dan lantai tempatnya berpijak.
Nama wanita itu Rose, sahabatnya sejak kecil. Dan pria tinggi yang sedang duduk adalah Park Chanyeol, suami dari Rose.
"E-ehem.."
"Baekhyun-ah, kau sudah datang." Senyum Rose merekah saat melihat orang yang ditunggu-tunggunya sejak tadi telah tiba. Ingin rasanya dia melompat turun dari kasur dan berlari memeluk pemuda manis bernama Baekhyun itu, kalau saja keadaannya tidak lemas seperti sekarang. Chanyeol juga refleks memutar tubuhnya, dan yang pertama menangkap perhatiannya adalah tubuh Baekhyun yang basah kuyup.
Baekhyun melangkah masuk, setelah melepas sepatunya dan meletakkannya di dekat pintu. "Kau baik-baik saja? Bagaimana keadaanmu sekarang? Mana yang sakit?" Chanyeol sedikit menggeser kursinya, memberikan ruang lebih untuk Baekhyun agar bisa lebih dekat dengan Rose. "Aku tidak apa-apa. Sebaiknya kau ganti bajumu, nanti malah kau yang sakit."
"Hei, bukankah seharusnya kau tanya padaku kenapa aku bisa basah begini?" Baekhyun mengerucutkan bibirnya lucu. Tangannya dengan hati-hati merapikan selimut Rose, takut membuat selimut itu basah. "Aku sudah tahu jawabannya. Kau pasti langsung berlari dari cafe saat mendengar kabar aku masuk rumah sakit. Dan sulit menemukan taxi yang kosong di saat hujan seperti ini. Iya kan?" Kemudian kedua makhluk indah itu tertawa bersamaan. Ah, mereka benar-benar sahabat sejati. Baekhyun tidak perlu repot mengatakan apapun, karena Rose pasti sudah mengetahuinya lebih dulu.
"Chanyeol sudah membawakan beberapa pakaian gantiku. Kau bisa memakai salah satunya. Ukuran kita sama, ingat?" Rose terkikik pelan saat wajah Baekhyun terlihat kesal mendengar ucapannya. "Aku ini laki-laki, mana boleh pakai baju perempuan." Jawabnya ketus.
"Sayang, bisa tolong belikan Baekhyun minuman hangat? Aku yakin dia kedinginan." Seolah tidak peduli dengan protes sahabatnya, Rose mengalihkan pandangannya ke Chanyeol.
"Tidak! Aku baik-baik saja, tidak perlu repot." Baekhyun menggeleng cepat, dan tentu saja penolakannya itu disambut cubitan dari Rose. "Chanyeol, turun dan belikan Baekhyun minuman hangat. Kalau ada roti belikan juga. Dan kau Baekhyun, ganti pakaianmu. Tidak ada yang boleh membantah."
Chanyeol hanya menjawab dengan dengusan kecil. Dan saat Chanyeol mengecup kening Rose, Baekhyun segera mengalihkan wajahnya. "M-mana tasmu? Pokoknya aku tidak mau pakai yang warna pink ya."
Setelah melihat punggung Chanyeol menghilang di balik pintu, dan sosok Baekhyun pergi untuk mengganti pakaiannya, Rose menyentuh keningnya yang dikecup Chanyeol beberapa menit lalu. Dia kembali tersenyum, tapi kali ini senyumnya menggambarkan kesedihan yang tak terlukiskan. "Kenapa kau harus melakukannya?"
Flashback
-Kyunggi High School-
"Baek, kau mau makan apa?"
"..."
"Aku dapat jajan tambahan, jadi hari ini aku yang traktir!"
"..."
Rose menaikkan sebelah alisnya saat Baekhyun tidak merespon ucapannya barusan. Padahal biasanya dia yang paling bersemangat membahas tentang makanan. Baekhyun hanya diam menopang dagu sambil menatap keluar jendela kelas. "Kau lihat apa sih? Sampai berani mengabaikan gadis cantik sepertiku." Karena penasaran, Rose mengikuti arah pandangnya Baekhyun. Ternyata si manis Byun sedang melihat sekumpulan kakak kelas yang bermain basket di lapangan.
"Wah, mereka tampan sekali ya." Gumam Rose, yang tanpa sadar ikut tenggelam dalam 'pemandangan indah' tersebut. "Menurutmu mereka sudah punya pacar belum Baek?"
"Belum!"
Suara nyaring yang berasal entah dari mana berhasil menyadarkan Rose dan Baekhyun dari lamunan mereka. Lisa, murid pindahan dari Thailand, menarik kursinya ke sebelah Rose. "Aku kenal mereka semua. Mau kuberitahu?" Tawaran Lisa langsung mendapat jawaban berupa anggukan dari Rose dan Baekhyun.
"Tapi informasi dariku tentu saja tidak gratis." Perempuan berdarah Thailand itu memainkan kukunya sambil tersenyum menyebalkan.
"Aku akan meminjamkanmu pekerjaan rumahku." Ujar Baekhyun.
"Dan aku akan mentraktirmu makan siang besok." Lanjut Rose tidak mau kalah.
"Hahaha. Kalian sepertinya naksir berat dengan mereka. Nah lihat," Jari lentik Lisa menekan kaca jendela, menunjuk satu persatu dan mulai menjelaskan dengan suara pelan, khas orang yang sedang bergosip.
"Yang jidatnya indah itu, Suho sunbae. Dia itu yang terkaya di antara mereka semua. Ayahnya punya perusahaan, dan dengar-dengar ayahnya punya saham juga di sekolah ini. Kalau kalian berhasil mendekatinya, dia tidak akan segan mengeluarkan kartu kredit nya untuk kalian."
"Yang kulitnya gelap itu Kim Jongin, atau orang lebih sering memanggilnya Kai. Jangan main-main dengannya. Dia berbahaya."
"Yang putih dan berbibir tipis itu Oh Sehun. Kalau kalian senang mengikuti perkembangan fashion, kalian akan sering melihat wajahnya muncul di majalah sebagai model. Tapi dia agak dingin, susah didekati."
"Kalau yang itu, namanya Park Chanyeol..."
'Jadi namanya Chanyeol.' Bisik Baekhyun dalam hati. Tanpa sadar dia tersenyum, tangannya bergerak menuliskan nama Park Chanyeol di belakang catatannya.
Begitu juga dengan Rose. Telinganya mendadak tuli setelah mendengar nama Park Chanyeol, dia bahkan tidak peduli lagi dengan ocehan Lisa.
Saat itu musim semi. Bunga yang bermekaran menjadi saksi saat kedua sahabat itu jatuh hati pada orang yang sama. Park Chanyeol.
Rose terkikik geli saat melihat Baekhyun berjalan keluar dari toilet dengan mengenakan piyama pink nya. Piyama itu terlihat sangat pas di tubuh Baekhyun yang mungil. Dia masih tidak menyangka kalau sahabat prianya itu punya ukuran tubuh yang sama dengannya. "Manis sekali, Baek."
Yang dipuji merasa tidak senang, lantas dia mengerucutkan bibirnya dengan lucu. "Kau pasti sengaja menyuruh Chanyeol membawa semua pakaianmu yang warna pink."
"Pink itu warna yang bisa membangkitkan moodku, kau tahu. Jadi jangan salahkan aku. Lagipula suamiku tahu tanpa harus kusuruh."
Suamiku.
Hati Baekhyun berdenyut sakit saat mendengar kalimat itu. Dia berusaha mempertahankan ekspresi wajahnya agar Rose tidak menyadari perubahan suasana hatinya yang tiba-tiba itu. "Jadi apa kata dokter?" Baekhyun duduk di sebelah Rose, di kursi yang ditempati Chanyeol tadi.
"Tidak ada. Dokter bilang aku butuh waktu istirahat yang banyak, dan tidak boleh terlalu banyak pikiran." Tiba-tiba suasana menjadi hening sejenak. Hanya suara jarum jam yang terdengar. Entah karena hujan yang semakin deras di luar sana, atau perasaannya saja, tapi Baekhyun bisa merasakan ruangannya semakin dingin. Dia sampai menyelipkan kedua tangannya di balik selimut Rose, mencari kehangatan.
"Baek, menurutmu apa aku istri yang baik?" Mata Rose menerawang ke langit-langit kamar. Senyumnya hilang. Nada bicaranya juga terdengar sedih. "Tentu saja kau istri yang baik. Chanyeol sangat mencintaimu. Kenapa tiba-tiba bicara seperti itu. Aku tidak suka ya." Kembali Baekhyun mengerucutkan bibirnya. Dia benar-benar tidak suka saat Rose mulai membicarakan ini.
"Kami sudah 2 tahun menikah, tapi aku tidak bisa memberinya keturunan. Rumah kami yang besar terasa sepi. Aku merasa gagal, Baek. Gagal sebagai istri, gagal sebagai wanita."
Baekhyun ingin menggenggam tangan Rose, tapi takut melukainya mengingat jarum infus yang masih menancap di punggung tangannya. "Aku akan sering-sering main ke rumahmu. Di hari libur aku juga akan menginap. Oke? Bulan depan Lisa juga akan kembali dari Thailand. Bambam sudah pintar makan sendiri sekarang, walaupun jalannya masih oleng. Aku akan menyuruhnya membawa Bambam ke rumahmu sesering mungkin."
"Kau tahu... Kadang aku berpikir apa Chanyeol tidak benar-benar mencintaiku. Sejak awal aku yang memaksakan hubungan ini." Rose seolah menulikan telinganya dari ucapan Baekhyun yang sedang berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Cukup, Rose." Suara berat di ambang pintu mengagetkan keduanya. Chanyeol berdiri dengan tegap sambil memegang bungkusan plastik yang diduga Baekhyun berisi makanan dan minuman. "Tidurlah, Rose. Besok kau akan melakukan pengecekan lengkap. Jadi kau harus istirahat sekarang."
Suara pintu yang tertutup menjadi final dari pembicaraan malam itu. Ucapan Chanyeol tidak dapat dibantah. Maka ketika ia meminta Rose untuk tidur, Rose tidak punya pilihan lain selain memejamkan matanya. Baekhyun tersenyum tipis saat melihat sahabatnya itu menurut. Benar-benar pasangan yang serasi. Baik Rose maupun Chanyeol, keduanya tidak dapat dibantah saat mereka memerintahkan sesuatu. Beruntunglah Rose tahu kapan harus menurut pada suaminya itu.
Suasana kembali hening selama beberapa saat. "Rose bukan bonekamu." Desis Baekhyun saat Chanyeol menaikkan selimut Rose sampai leher, tentu saja setelah memastikan sahabatnya itu benar-benar sudah terlelap. Chanyeol menoleh dan menatap Baekhyun lekat-lekat, membuat Baekhyun gugup. "Aku tidak pernah memintanya menjadi bonekaku. Dia yang memaksa, ingat?"
Mulut Baekhyun terbuka, hendak membantah ucapan Chanyeol. Tapi dengan sigap Chanyeol menariknya keluar dari kamar.
"Aku merindukanmu." Sesampainya di luar, Chanyeol langsung menarik pinggang Baekhyun. Tubuh tegapnya tanpa ijin memeluk tubuh yang lebih mungil di hadapannya, membuat sang pemilik memberontak. "Hentikan, Park! Aku benci ini. Jangan sentuh aku." Chanyeol tidak bergeming dengan rontaan yang diberikan Baekhyun. Dia malah semakin mempererat pelukannya di tubuh itu. "Kumohon, Baek. Sebentar saja." Tubuh Baekhyun menegang saat Chanyeok menyerukkan wajahnya di lehernya, menghirup aroma manis khas Baekhyun. Bukan aroma parfum mahal seperti yang biasa dipakai Rose. Melainkan aroma tubuh natural yang tidak pernah berubah, yang selalu membuatnya jatuh cinta berapa kalipun dia menghirupnya.
Mata Baekhyun memanas. Air matanya siap tumpah kapan saja, tapi ditahan olehnya. Dia tidak boleh menangis di depan Chanyeol. Dia tidak boleh terlihat lemah. Dan satu dorongan kuat berhasil membuat Chanyeol melepas pelukannya.
"Kuperingatkan kau, Park. Jangan macam-macam..."
"Kau mau dengar tentang Rose? Tentang penyakit yang dideritanya?"
Kalimat Baekhyun tersangkut saat mendengar ucapan Chanyeol. Dia menatap mata gelap itu tanpa kedip, mencari kesungguhan di balik mata menghanyutkan itu. Chanyeol serius dengan ucapannya. Dengan satu tarikan nafas, Baekhyun mengangguk. "Ceritakan padaku."
Chanyeol membawa Baekhyun duduk di kursi tunggu yang disediakan di sepanjang koridor. Lama mereka saling terdiam. Chanyeol menatap Baekhyun dengan rindu, dan yang ditatap hanya menunduk, menghindari tatapan si tinggi.
"Kalau kau tidak mau cerita, lebih baik aku menemani Rose di dalam." Ujar Baekhyun memecah keheningan yang canggung diantara mereka. Dengan sigap Chanyeol menahan lengan Baekhyun saat pemuda manis itu hendak beranjak dari tempatnya.
"Rose sakit."
"Aku tahu. Dia selalu sakit. Aku tidak tahu harus menyalahkan siapa, tapi dia semakin sering sakit setelah menikah denganmu." Cibir Baekhyun. Suaranya pelan, tapi Chanyeol dapat merasakan nada kebencian di setiap kalimatnya.
"Kau membenciku, Baek?" Tanpa sadar Chanyeol mengeratkan genggamannya di lengan Baekhyun, yang langsung ditolak Baekhyun dengan satu tarikan kelas. "Aku benci saat kau menyentuhku. Jadi, jangan."
Chanyeol menghela nafas panjang. Dia mengerti kenapa Baekhyun seperti ini. Dia paham betul alasan dibalik berubahnya sifat Baekhyun terhadapnya. "Kurasa bukan ini yang ingin kita bahas, Park." Ya, bahkan menyebut namanya pun Baekhyun enggan.
"Dokter bilang Rose tidak akan pernah bisa mengandung. Kanker rahim."
Nafas Baekhyun tercekat saat mendengar ucapan Chanyeol barusan. Jantungnya serasa berhenti berdetak. Dan ruangan di sekelilingnya mendadak hening.
"Dokter akan melakukan pengangkatan rahim secepatnya, mungkin dalam minggu ini." Chanyeol mendongak menatap langit-langit. "Setelah itu dia akan di kemoterapi untuk mencegah sel kankernya yang kemungkinan akan muncul lagi."
Setetes air mata lolos membasahi pipi Baekhyun. "A-apa Rose tahu tentang ini?"
"Ya. Aku sudah memberitahunya. Orangtua nya juga sudah menyetujui, yang penting putri mereka sembuh dan bisa hidup lebih lama."
Rose berbohong. Dia mengatakan pada Baekhyun kalau dia baik-baik saja beberapa saat yang lalu, dan yang dibutuhkannya hanya istirahat. Entah kenapa melihat Rose yang berusaha terlihat baik membuat hatinya semakin sakit. Diliriknya Chanyeol, untuk meneliti bagaimana perasaan sang suami saat menceritakan tentang kondisi istrinya.
Ingin rasanya Baekhyun menampar pipi Chanyeol keras-keras, kalau bisa sampai bibirnya berdarah. Chanyeol sama sekali tidak menampilkan ekspresi apapun saat menceritakan semua itu. "Brengsek, kau pasti tidak memperlakukannya dengan baik selama ini." Tangis Baekhyun pecah. Dia menunduk dalam, menyembunyikan wajahnya di balik kedua telapak tangannya, dan menangis sekencang yang dia bisa.
Hatinya sakit, seperti ditusuk ribuan pisau. Dadanya sesak. Perasaannya hancur, hampir sama seperti perasaan yang dirasakannya 2 tahun lalu saat menghadiri pernikahan Chanyeol dan Rose. Tidak, kali ini lebih sakit. Setidaknya dulu saat dia kehilangan Chanyeol, dia masih bisa melihat sosok Chanyeol yang sehat dan sukses. Baekhyun menggelengkan kepalanya saat pikiran itu muncul. Tidak, tidak. Dia juga tidak akan kehilangan Rose. Dia akan melihat Rose sembuh dan melanjutkan rumah tangga nya yang bahagia bersama Chanyeol.
Melihat tubuh Baekhyun yang bergetar membuat Chanyeol tak kuasa menahan dirinya untuk memeluk tubuh mungil itu. Dan kali ini Baekhyun tidak menolak, karena saat ini satu-satunya yang bisa menenangkannya hanyalah pelukan Chanyeol. Tubuh Chanyeol masih hangat seperti dulu. Baekhyun juga menurut saat Chanyeol membawa kepalanya bersandar di dadanya yang bidang.
Malam itu hujan menemani tangis kepedihan Baekhyun, hingga dia kelelahan menangis dan jatuh terlelap dalam dekapan Chanyeol.
TBC
Annyeong, readers ku yang tercinta! It's me balik lagi dengan satu cerita baru yang aku harap kalian suka sama cerita ini. (Padahal cerita sebelah belum lanjut heuy T T. Mianhae~)
Maapkeun kalo cerita ini kurang menarik atau terlalu gampang ketebak jalan ceritanya. Sebenarnya banyak ide cerita yang lalu lalang di otak saya, tapi merealisasikannya ini lho yang susah. Doain aja ya semoga aku nggak nge-stuck di tengah jalan (ini yang paling sering aku alami soalnya T T)
Makasih juga untuk kalian yang udah meluangkan waktu untuk membaca fanfic ini. Thank you! Thank you!
With love,
Jia
