Disc: Nakamura Shungiku
Slice of Life
"A- aku.. aku mencintai," Ritsu menelan ludahnya sambil gemetar. "Aku mencintai Takano Masamune, bu."
Hening.
Takano menyentuh pundak lelaki di sebelahnya. "Ritsu, itu-"
"Kau bercanda kan, Ritsu? maksudmu kau pasti menghormati atasanmu itu kan?" Sang ibu masih tersenyum dalam pertanyaannya. "Iya kan, Takano?"
"..."
"Takano? Bibi benar, kan?"
Hening. Merasa tidak ada jawaban dari dua orang di depannya, wanita paruh baya itu mulai panik.
"Maaf, bibi, kami datang ke sini memang untuk mengakui bahwa-"
"Tidak.. tidak, aku mohon berhenti." Wanita itu meremas kerah bajunya kuat kuat. "Ritsu! Ini tidak lucu! Kalian berdua, hentikan!"
"I- ibu, ibu kami mohon.. tolong restui hubungan kami."
Mata wanita itu membulat. Jantungnya seakan berhenti ketika mendengar kalimat itu langsung dari mulut anaknya. Anak semata wayangnya. Berkali-kali dia berusaha menolak apa yang terjadi. Tapi semua tetap tidak berubah. Malah keyakinan yang dia temukan dari mata anaknya.
"Uh- uhuhu tolong.. tolong hentikan, Ritsu.."
Wanita itu terduduk lemas di atas lantai yang dingin dengan air mata mengalir deras di pipinya. Dia tidak sanggup berdiri. kekuatannya hanya tersisa untuk menangis dan memohon semoga hari ini hanyalah mimpi.
"Tapi aku mencintai Takano, bu.." Ritsu berjalan mendekati tubuh ibunya yang lemas. "Aku mohon ibu mengerti.."
"KAU YANG HARUSNYA MENGERTI IBU!"
Sebuah tamparan cukup keras diterima oleh Ritsu. Dia terdiam merasakan panas yang menjalar di kulit wajahnya. Namun tak sepatah kata mengaduhpun yang dia ucapkan. Karena dia yakin, kesakitan ibunya saat ini jutaan kali lebih menyakitkan dari tamparan itu. Ya, yang pantas mengaduh perih hanyalah ibunya.
"Ibu boleh menamparku, memukuliku sampai ibu puas!" pemuda itu meremas kedua lengannya. "Tapi aku mohon bu, restui kami.."
Bekas tamparan di pipi Ritsu semakin terasa perih ketika air mata melewatinya. Dia hanya bisa meringis tertahan berusaha terlihat tegar.
"Kau.. uhuhu.. kau adalah anakku satu-satunya," sang ibu menatap anaknya pilu. "Ibu mohon, nak.. uhuhu.. jangan lakukan ini pada ibu.. huhu.."
"Ritsu, sudah cukup," Takano mengambil tangan Ritsu dan menggenggamnya. "Bibi, aku mohon, aku tidak bisa hidup tanpa Ritsu.."
"Pergi kau! kau yang menjadikan anakku seperti in-"
"Tidak ibu! aku yang mencintai dia pertama kali, aku.. benar-benar mencintainya..uuh.."
Wanita itu terperangah melihat anaknya menangis. Bukan menangis seperti saat dia jatuh dari sepeda atau menangis karena minta dibelikan sesuatu. Tapi menangis karena melihat sang ibu mati-matian menentang cintanya hanya karena dia menyukai sesama jenis. Benar-benar kesedihan yang tak bisa ditolerir oleh akal sehat.
"Ta- tapi.. tapi ibu.. kau.. tidak akan punya anak, hiks- uhuhu.." wanita itu kembali menangis.
"Maafkan aku, bu.." Ritsu terduduk dan memeluk tubuh yang ada di depannya. "Aku tidak bisa.."
Perlahan-lahan tangan renta itu membalas pelukan anaknya. Merasakan tubuh anaknya yang gemetar menahan tangisan. Hati itu luluh. Dengan lembut dia mengusap kepala anaknya yang sudah dewasa itu. Mencium aroma rambutnya sekejap dan berbisik, "Ibu bahagia kalau kau bahagia, nak.."
Selesai
Wkwkwk gaje kan? Maklum, namanya juga orang yang kena inspirasi dadakan gara2 pagi2 gak sengaja baca manga tentang cowok yang gak dianggap lagi sama keluarganya gara2 dia ngaku gay! So cruel, right?
