Falling for You

A fanfic by rayyeol

.

.

.

.

Just Info

Bidadara adalah sejenis makhluk supernatural dalam mitologi Hindu. Mereka memiliki kekuatan magis. Mereka dianggap sebagai Upa-dewa, separuh dewa. Dalam kepercayaan Hindu-Buddha Indonesia, Bidadara cenderung dianggap berjenis kelamin pria, sedangkan pasangannya yang berjenis kelamin perempuan disebut Bidadari.

.

.

.

.

.

.

.

.

Malam yang begitu kelam. Mayoritas penduduk kota sudah berada di rumah masing-masing, menghabiskan waktu bersama keluarga ataupun mereka yang bergulat dengan tugas-tugas sekolah dan kuliah. Jalanan sudah lumayan sepi, berbeda dengan saat dipagi hari yang begitu padat. Keadaan yang cukup rawan untuk pada wanita berkeliaran. Namun berbeda dengan para berandalan yang berada di gang yang cukup ramai itu. Berkumpul dengan balok-balok kayu, adapula yang hanya berbekal tangan kosong. Anggap saja grup A adalah kelompok bersenjata, dan grup B yang cukup bernyali dengan menggunakan tangan kosong.

"Kalian membawa senjata?" Taeyeong, ketua dari grup B menyeletuk remeh. "Aku cukup kecewa."

"Diam dan jangan banyak bicara! Heaaah!"

Teriakan aba-aba itu pun dijadikan sebagai tanda dimulainya keributan yang mereka buat. Baku hantam terdengar mengilukan, belum lagi bunyi pukulan dari balok-balok kayu yang saling bertubrukan dengan tubuh. Korban-korban berjatuhan dari masing-masing pihak, tetapi pertempuran tetap berlangsung dengan cepat, tak peduli dengan rasa luka dan lebam yang menghiasi tubuh mereka.

"Brengsek." desis pria berambut merah dengan model hair up, komplotan grup B begitu dia mendapatkan bogeman pertamanya yang mengenai lebam samar diwajah tampannya. Satu pukulan keras dan tendangan kuat dibalaskannya sebagai pelampiasan rasa sakit itu. Bahkan disaat lawannya mengaduh kesakitan, ia tak peduli. Kakinya menginjak tangan lawannya yang mulai melemah, pandangannya menggelap seiring dengan kakinya yang bertindak ingin mematahkan tangan lawannya.

Teman dari sang lawan menyadari dan mengayunkan balok kayu kearah pria itu, tetapi terhenti karena dirinya lebih dulu mendapat tendangan.

"Hei, jangan lupakan aku, kawan." Pria berambut pirang itu mendengus, sebut saja namanya Jeremy.

"A-Ahh! ARGH! H-hentikan!"

KRRTKK

Jeremy menoleh dan tertawa melihat pria yang antusias mematahkan tulang lawannya itu. "Woww, sadis." Ia berkomentar sebelum berbalik melayangkan tinjuannya pada lawan yang menyerangnya. Urusannya selesai, ia melirik lagi pria berambut hair up disana yang mencekik leher dari teman lawan yang Jeremy tendang, yang mengganggu aktivitasnya tadi. Ditendangnya pria yang sedang memegangi tangannya yang hampir patah, dan teman dari lawannya lah yang terkena imbas dari pukulannya.

Jeremy mendesah melihat hal itu. "Hei, Chanyeol. Kurasa tanganmu bisa patah nanti."

"Apa pedulimu?" Chanyeol meliriknya dengan tatapan dingin.

"Santai, bro." Jeremy cengengesan.

Bunyi sirine mobil polisi pun mengakhiri pesta malam mereka. Segera mereka kabur dari tempat itu, meninggalkan orang-orang yang mengaduh kesakitan disana yang akan segera ditangkap oleh polisi.

.

.

FFY

.

.

"Aku dengar ayahnya seorang pembunuh."

"Eh? Jinja?"

"Ibunya pelacur asal kau tahu, ibunya bahkan pernah menggoda ayahku."

"Ah, sayang sekali, padahal dia tampan."

"Jangan dekat-dekat dengannya."

Pria yang sedang dibicarakan itu tetap berjalan lurus, tanpa menunduk, tak peduli dengan segala macam pandangan mengintimidasi yang tertuju untuknya. Ia berusaha menulikan pendengarannya, meski setiap hari ia selalu mendengarkan kata-kata itu.

Park Chanyeol, pria tampan yang sangat digilai oleh para yeoja—dulunya. Kehidupannya sangat baik awalnya, ia menjadi layaknya pria manja yang bergantung pada harta keluarganya. Hingga semakin lama ia merasakan kehancuran di keluarganya.

Chanyeol tidak tahu bagaimana semua ini bisa terjadi, ia bahkan tidak memperkirakan hal ini bisa terjadi padanya. Ia merasa kehidupannya baik-baik saja hingga peristiwa saat itu, ketika perusahaan milik Ayahnya terbakar habis. Ayahnya mulai gila dan ibunya tidak mau menerima keadaan, sering bertengkar, terlebih lagi Ayahnya terbunuh setelah membunuh orang. Ibunya semakin tidak peduli dan mencari kesenangan sendiri lalu pergi entah kemana.

Akibatnya, banyak tekanan yang Chanyeol rasakan. Ia yang dulunya ceria, bersemangat, dan cerewet itu, mendadak sifat itu menghilang. Ia membenci situasi kehidupannya. Ia menarik diri dan lebih tertutup. Bahkan Chanyeol semakin liar dan gemar berkelahi.

Di lingkungan sekolahnya pun tak jauh berbeda. Karena kasus keluarganya itu, semakin lama ia semakin dikucilkan. Chanyeol dapat berasumsi bahwa ada tiga kemungkinan ia dijauhi. Pertama karena mereka takut, kedua karena mereka jijik, ketiga karena mereka membutuhkan seseorang untuk dijadikan korban di sekolah bergengsi ini.

Chanyeol masa bodoh. Tidak ada yang berani berhadapan langsung dengannya. Lagipula tidak akan ada yang peduli dengannya.

Sebuah bola basket menggelinding mengenai ujung sepatu Chanyeol. Chanyeol perlahan mengambil bola tersebut. Bola yang pernah menjadi teman bermainnya ketika ia masih ceria dulu. Chanyeol menatap orang-orang didepannya, para pemain basket yang menatapnya penuh segan dan takut serta mencemooh. Bahkan teman-teman yang pernah menjadi teman bermainnya kini menatapnya dengan tatapan yang sama. Lihatlah mereka, yang mendekat hanya karena ada maunya dan menumpang untuk populer. Chanyeol sempat menyesal saat menganggap mereka adalah teman-temannya. Ia melempar bola tersebut kearah lapangan bermain mereka lalu melanjutkan perjalanannya.

Seperti inilah hidupnya. Hidup cemerlangnya sudah hancur dan ia menemukan banyak fakta sebenarnya mengenai hubungan sosialnya. Ia juga tidak bisa kembali ke dirinya seperti dulu, maupun kehidupannya yang dulu. Ini realita kehidupannya dan ia cukup menjalaninya saja. Ia bahkan sekarang sudah mendekat kearah kegelapan dengan menyingkirkan rasa kemanusiaannya, seperti memandang rendah kaumnya sendiri dan mematahkan tangan mereka.

Dan yang paling terasa adalah Chanyeol lupa caranya tersenyum.

.

.

FFY

.

.

"Bukankah sudah kuperingatkan? Jangan pergi ke bumi."

"Aku kan hanya bertanya." Pria cantik itu cemberut. "Ayolah hyung. Menjaga keseimbangan bumi dan langit, bukankah itu tugas para bidadara dan bidadari di kahyangan ini?"

"Itu benar." Suho menatap adiknya ini serius. "Tetapi kita bisa memantaunya dari kahyangan. Kau tahu kan Baekhyun, kita ini keturunan Exodius, keturunan legenda yang dihormati para penghuni kahyangan," ucap Suho. "sekaligus keturunan yang diincar oleh Exodark, musuh bebuyutan kita. Bumi itu seperti markas mereka, Baekhyun."

"Tapi kan hyung, selama berabad-abad, mereka tidak muncul. Itu tandanya mereka hanya mitos." Baekhyun memalingkan wajahnya kearah jendela.

Suho berkacak pinggang. "Jadi maksudmu, kita, kaum Exodius juga mitos? Lalu siapa yang berdiri didepanmu sekarang?" Suho menghela nafas. "Aku hanya khawatir, Baekhyun. Bagaimanapun, kita harus waspada."

"Satu hal lagi yang perlu kau ingat, Baekhyun." Baekhyun melirik Suho. "Saat kakimu menginjak permukaan bumi, sayapmu akan menghilang dan kau tak bisa kembali ke kahyangan."

"Aku mengerti."

"Syukurlah kalau kau mengerti." Suho tersenyum lalu mendekati Baekhyun dan mengacak rambutnya. Lalu terdengar bunyi ketukan pintu. Seorang pelayan mengetuk pintu kamar Baekhyun.

"Maaf, Tuan Suho. Tuan Lay menyampaikan pesan, bahwa anda mendapat panggilan kerja."

"Iya, terima kasih." Suho menatap Baekhyun lembut. "Hyung pergi dulu. Kau harus ke sekolah kan sekarang?"

"Iya, hyung. Hati-hati."

Suho tersenyum lalu keluar dari kamar adik bungsunya itu. Baekhyun menghempaskan tubuhnya ke ranjang. "Suho hyung enak ya. Posisinya di kahyangan sangat penting." Baekhyun memejamkan matanya. "Bekerja di bagian informasi pemerintahan kahyangan, pasti membuat Ayah bangga."

"Tetapi aku penasaran dengan legenda itu." Baekhyun lalu duduk dan menekuk wajah cantiknya. Ia lalu mendengus. "Aku akan bertanya pada Chen."

.

.

FFY

.

.

"Hm? Exodark?"

Baekhyun mengangguk antusias. "Kau kan sangat mengetahui tentang sejarah. Bisa kau ceritakan padaku tentang keturunan Exodark dan Exodius?"

Chen menghentikan kegiatannya yang sedang memberikan aliran ion pada kepulan awan dibawah kahyangan tempat mereka tinggal. Ini adalah tugasnya untuk mengatur badai di daerah bumi dari kahyangan ini. Setiap anggota kahyangan memiliki spesialisasi yang berbeda-beda. Contohnya adalah Chen, kekuatannya adalah listrik. Selain mengatur badai petir, ia juga bekerja di bagian pembangkit listrik ataupun energy di kahyangan. Mereka bekerja dibawah pemerintahan. Berbeda dengan Baekhyun yang memiliki kekuatan sinar atau cahaya. Selain itu, seorang Exodius akan mampu menguasai kekuatan lainnya sesuai warna kekuatannya, itulah yang membuatnya istimewa.

"Aku hanya tahu sedikit saja." Chen mendekati Baekhyun yang duduk dengan tenang di kursi panjang tak jauh darinya. "Yang kutahu, keturunan Exodark dan Exodius, masing-masing memiliki 4 keturunan."

"Empat saja?"

"Ya." Chen mengangguk. "Untuk mengetahui mereka itu keturunan legenda itu, kau bisa melihat ke belakang tenguknya. Ada sebuah tanda bahwa kau seorang keturunan Exodius dan Exodark."

Baekhyun mengerjap. "Coba kau lihat belakang tengukku!"

Baekhyun ini adalah sahabat Chen. Mereka sudah berteman cukup lama, sejak masih bocah ingusan. Meskipun Baekhyun dinyatakan sebagai keturunan legenda yang dihormati itu, ia tak sedikitpun menampilkan kesombongan atau merendahkan orang lain. Meski kadang sifatnya sedikit cerewet, ia sangat manis dan ceria.

Chen sedikit membuka kerah jubah putih yang dikenakan Baekhyun. Ia dapat melihat lambang Exo yang berwarna putih mengkilat yang menyatu dengan kulit putih Baekhyun. "Kau keturunan Exodius, Baekhyun. Lambang segi enam berwarna putih mengkilat."

"Oh ya? Kalau Exodark, seperti apa tandanya?"

"Sama sepertimu, hanya saja berwarna hitam."

"Wah, itu tandanya kami seperti saudara kan? Kenapa Exodark menjadi musuh bebuyutan kami?"

Chen mengangkat bahunya. "Entahlah, aku mana tahu tentang hal itu."

"Ahhh jawabanmu mengecewakan, Chen!"

.

.

FFY

.

.

Baekhyun kini berada di sekolah. Academy Fantasy, sekolah yang dibangun untuk generasi muda kahyangan dalam mengembangkan kekuatannya masing-masing. Untuk lulus dari sekolah ini, mereka harus mencapai tingkat 7 agar kekuatan mereka stabil dan tingkat 9 untuk keluar dari sekolah ini dan menjalankan tugas. Untuk Baekhyun, karena ia cerdas dalam teori dan bisa mengendalikan kekuatannya, kini ia bisa mencapai tingkat 8. Tentu saja itu menjadi sebuah kebanggaan bagi pada gurunya karena memiliki murid yang berbakat sepertinya.

Baekhyun menatap kearah tangannya. Perlahan, cahaya berkilau muncul, kemudian memanjang dan mengeras, membentuk sebuah pedang. Baekhyun tersenyum kecil. Ia bisa memanfaatkan kekuatannya menjadi senjata yang berguna. Baekhyun memang menyukai medan perang, ia mungkin akan melamar dibagian pertahanan kahyangan nantinya.

Baekhyun...

Baekhyun mengerutkan dahinya. Ia seperti mengenal suara ini.

Baekhyun... tolong aku...

'Luhan? Ini suaramu kan?'

Baekhyun menatap sekitar. Yang terlihat hanyalah pepohonan dan bunga-bunga yang menghiasi Academy Fantasy ini. Baekhyun ingat. Ini adalah suara Luhan. Salah satu keturunan Exodius yang pernah ia temui semasa kecil, teman yang begitu baik baginya. Kemampuannya adalah telepati, dan Luhan paling hebat dan cerdas dalam menganalis dan memanipulasi pikiran seseorang.

Ya, ini aku, Luhan. Tolong aku, Baekhyun.

Baekhyun mengerutkan dahinya. 'Tolong apa? Kau kenapa?'

Aku diculik kaum Exodark, Baekhyun. Tolong aku.

Mata Baekhyun membulat kaget. 'Kau bercanda?'

Serius.

'Kau dimana Luhan?'

Di bumi, kota Seoul—Akh! Gawat! Mereka tahu aku sedang menggunakan kekuatanku!

'Luhan? Luhan!'

Hening.

Baekhyun terdiam. Suara Luhan tidak lagi terdengar. Apalagi teriakan paniknya, membuat Baekhyun berasumsi Luhan memutuskan telepati mereka. Ia ingin menolong Luhan. Ia juga sudah tahu dimana keberadaan Luhan. Tetapi yang menjadi masalah adalah Luhan berada di bumi.

'Tidak akan menjadi masalah asal aku tidak menginjakkan kakiku di bumi.'

Baekhyun mengangguk yakin.

Ia akan menyelamatkan Luhan!

.

.

FFY

.

.

Baekhyun melewati awan-awan putih itu sambil mengepakkan sayap putih miliknya. Berdasarkan informasi yang ia miliki, manusia tidak akan bisa melihat wujudnya selama ia masih memiliki sayap. Jadi, Baekhyun tidak perlu khawatir dirinya menjadi viral di social media akibat kecerobohannya.

Baekhyun memakai kacamata spesial miliknya. Setelah memasang kacamata itu, ia dapat melihat berbagai informasi tentang bumi pada daerah yang ia lihat. "Tunjukkan aku dimana kota Seoul."

Mata beningnya menatap semua informasi yang tertera. "80 kilometer ke utara dari sini. Baiklah."

Baekhyun melaju dengan cepat. Ia masih mengkhawatirkan Luhan. Bagaimana keadaannya sekarang, dan bagaimana bisa ia tertangkap oleh kaum Exodark yang tak pernah muncul itu. Mereka muncul pasti karena kaum Exodius mendekati bumi lalu mereka menangkapnya. Tetapi, apa tujuan Luhan ke bumi? Selama ini makhluk kahyangan tidak akan menjejakkan kakinya ke bumi dan hanya akan memantau dari kahyangan.

Ada yang tidak beres, dan perasaan Baekhyun tidak nyaman.

Baekhyun berhenti saat kacamatanya memberikan informasi bahwa ia telah sampai pada jarak kota Seoul lalu tinggal terbang ke bawah, ke bumi, ke kota Seoul. Baekhyun membentangkan sayap putihnya lalu mengepakkannya dan terbang ke bawah. Matanya masih menangkap informasi baru yang ia dapat.

Baekhyun menjaga jarak sekitar 80 meter dari permukaan bumi. Matanya meneliti setiap sudut kota Seoul. "Astaga, bagaimana aku menemukannya diantara lautan manusia begini?"

Selagi asyik mencari, Baekhyun tak menyadari sepasang mata merah yang memandanginya dari kejauhan. "Aku menemukan keturunan Exodius lagi, kawan."

"Bagus." Pria itu menyeringai. "Dia sama spesialnya dengan mangsa kita lainnya." Seringainya semakin lebar.

Baekhyun melayang. Ia memikirkan cara untuk menemukan Luhan. "Aha! Kenapa tidak terpikirkan sih?" Baekhyun menutup matanya. Ia kemudian mengarahkan tangannya kearah kota Seoul. Tubuhnya yang melayang di udara itu bersinar. Matanya terbuka, melihat sekitar kota. Ia mencari sebuah cahaya biru yang merupakan warna kekuatan Luhan. Ia dapat melihatnya, di sebuah rumah megah di dekat pusat kota.

"Itu dia—"

Crass!

Baekhyun meringis saat menyadari sesuatu menggores bagian sayapnya. Darah mengalir dari bagian tangan sayapnya. Sial! Jangan-jangan ini ulah kaum Exodark!

Baekhyun mengerahkan kekuatannya untuk membuat perisai cahaya, namun ia kalah cepat karena mendapat serangan kejutan seperti ayunan benda tajam dibagian pinggangnya yang menggores cukup dalam bagian pinggang kirinya. "Ukh!" Darah merembes dari jubah putihnya, mengotori pakaiannya. Benda yang menyerangnya itu tidak terlihat. Baekhyun tidak bisa mengidentifikasi siapa yang menyerangnya. Baekhyun menarik nafas lalu terbang keatas segera. Ia bisa jatuh jika terus begini.

Slash!

Mata Baekhyun membulat sempurna. Sayap kirinya terbelah, membuatnya kehilangan keseimbangan untuk terbang. Baekhyun mengeluarkan senjata pamungkasnya yang cukup mengeluarkan banyak energy dan dapat membuatnya kehilangan kesadaran. Sudah terlanjur begini. Baekhyun mengarahkan cahaya berbentuk krystal tajam, yang dalamnya berisi sedikit darah miliknya. Ia melemparkannya secepat kilat setelah matanya menangkap bayang-bayang seekor naga hitam yang hendak meraihnya dengan cakarnya.

"Hancur..." bisiknya. Benda itu menembus bagian dada sang naga yang langsung terlihat sempurna wujudnya ketika menjerit, lalu meledak seketika. Hancur berkeping-keping, bersamaan dengan Baekhyun yang semakin tertarik gravitasi dengan sayap kirinya yang terkikis perlahan.

.

.

FFY

.

.

Chanyeol mengambil tasnya. Dua orang dibelakangnya yang terkapar ia tinggalkan di gang sempit itu. Ia melangkah menelusuri jalanan sempit itu, berbelok lalu berjalan lurus yang nanti akan mengantarkannya ke jalan raya yang ramai. Ia sedikit menyesal karena melewati gang sempit ini dan bertemu dua berandalan liar yang hendak memerasnya. Bukan karena apa, ia sedang tidak mood untuk berkelahi. Alhasil, karena mereka memaksa, Chanyeol mau tak mau menyingkirkan mereka segera.

Chanyeol terus berjalan, tinggal beberapa meter lagi ia akan berada di trotoar pusat kota.

BRUAK!

Chanyeol melotot saat sesuatu menghantam atap beton disamping gang ini dengan cukup keras dan berguling, lalu jatuh mengenai tempat sampah yang tertutup dan jatuh ke tanah tepat didepannya. Ia lebih kaget lagi saat melihat bahwa benda yang menghantam benda keras bertubi-tubi itu adalah seorang pria cantik dengan sayap putih.

Seorang malaikat kah?

"Tuan! Ada apa ya?"

Dua orang pria dan seorang wanita muncul didepan gang yang terhubung ke pusat kota. Tiga orang itu mungkin orang yang paling dekat dari daerah keributan ini.

"Ini, ada orang terjatuh." Tutur Chanyeol datar. Ketiga orang itu saling pandang lalu menatap aneh Chanyeol.

"S-siapa ya? Saya tidak melihat ada orang disekitar situ selain Anda."

Chanyeol mengerjap. Ia menatap ke bawah, sangat jelas ia bisa melihat wajah pria yang tak sadarkan diri itu. Chanyeol menatap kearah ketiga orang itu. "Maaf, sepertinya saya kurang sehat. Mungkin itu hanya halusinasi saya saja."

"Baiklah, kami kira ada apa-apa. Habis bunyinya mengenai atap toko saya. Saya kira ada meteor jatuh tadi." Lelaki tua itu tertawa renyah.

"Ah, bapak ini, ada-ada saja." Lelaki muda disebelahnya menyahut. Sedangkan wanita itu mengangguk saja dan melanjutkan perjalanannya. Ketiga orang tersebut segera meninggalkan Chanyeol.

Chanyeol menatap pria dihadapannya lagi. Siapa pria ini? Kenapa dia tiba-tiba jatuh dari langit? Apakah pria ini jodoh yang diturunkan untuknya?

Omong kosong.

Yang jelas, Chanyeol tahu jika hanya ia yang bisa melihat pria ini.

Chanyeol tersadar ketika sayap kanan pria itu terkikis perlahan. Bulu-bulu sayap beterbangan dan lenyap seketika. Kini pria itu sudah tak bersayap. Rambut berwarna emas itu terlihat berantakan. Keadaan yang cukup mengenaskan ketika melihat kembali bagaimana Chanyeol melihat secara live insiden orang jatuh dari langit dengan menghantam banyak benda keras.

Mendadak sisi kemanusiaannya muncul. Chanyeol melepaskan jaketnya. Ia menatap sekitar sebelum memasangkan jaket hitamnya ke pria asing itu agar warna merah yang merupakan darah itu tidak terlihat mencolok. Chanyeol lalu memakaikan tudung untuk menutupi kepalanya lalu menggendongnya di punggung lebarnya. Saat berdiri, Chanyeol menyadari sesuatu.

Pria ini kan tidak terlihat oleh orang lain, kenapa ia repot-repot memasangi jaket?

Ah, sudah terlanjur.

Chanyeol acuh dan berjalan menuju rumahnya. Tak peduli orang yang ia bawa ini sudah mati, sekarat, atau masih hidup.

Tidak ada alasan khusus kenapa Chanyeol membawa pria ini.

Chanyeol hanya mengikuti feelingnya.

Ya, feeling.

.

.

.

.

.

To Be Continue

Review?