Judul: For The First And The Last Time.
Author: Rainessia Ayumu-chan.
Disclaimer: Boboiboy dkk bukan punya saya, tapi mereka punya Animonsta xD saya cuma pinjem chara doang.
Pairing: FangYing slight FangYaya.
Genre: Drama & Angst (maybe)
Rating: T (terkadang saya bingung menentukan ratingnya xD *ditendang*)
Lenght: 1/?
Warning: gaje, alur muter-muter, OOC akut, typo bertebaran, gak sesuai EYD, DE EL EL.
Summary:Jika esok tak dapat lagi ku lihat dunia ini...
Ada satu hal yang ku inginkan darimu.
Untuk pertama kalinya, aku ingin melihat senyum indah nan tulismu hanya untukku.
Untuk pertama kalinya, aku ingin merasakan lembutnya belaian tanganmu.
Untuk pertama kalinya, aku ingin mengecup hangat keningku untuk mengantarku ke tidur panjangku.
Untuk pertama dan terakhir kalinya, aku ingin memilikimu.
Walau hanya satu hari sebelum aku pergi jauh dan tak akan kembali.
A/N : Ngeng -_- nyahahaha saya kembali dengan membawa fic FangYing, maaf nih kalo gaje kan saya orangnya emang rada gaje xD ini fanfic saya buat dengan alasan karena saya frustasi, dari kemarin saya pengen nangis tapi gak bisa-bisa *pundung di pojokan* ohya untuk summary nya itu saya yang buat sendiri loh *plakk* (*dasar Author vea*)
Yasudahlah daripada saya ngebacot nggak penting mendingan langsung dibaca aja xD
.
.
.
.
.
Don't like, don't read.
This just fanfiction.
Happy reading guys ^^
.
.
.
.
.
Di sebuah kamar rawat terlihat seorang gadis cantik berwajah chinesse dengan kacamata bulat besar yang membingkai matanya, sedang terbaring lemah di atas ranjang kamar rawat tersebut. Ia sedang memandang kosong langit-langit kamar tersebut. Yah, pandangan yang kosong seakan tak tertarik lagi akan kehidupan.
Ying, itulah nama gadis yang sedang terbaring lemah di kasur kamar rawat ini.
Terlihat setetes air bening jatuh dari mata indah Ying dan membasahi pipinya. Setelah mengetahui penyakitnya, ia sering sekali menangis dalam diam. Ia takut, benar-benar takut.
"Sampai kapan aku harus seperti ini?" ucap Ying lirih. Dalam setiap kalimatnya terdengar nada keputus asaan.
CKLEK!
Terdengar suara pintu terbuka. Sesosok gadis dengan kerudung berwarna pink masuk ke dalam kamar rawat Ying. Namun, Ying sama sekali tak tertarik dengan hal itu. Ia tetap memandang kosong ke langit-langit kamar rawatnya.
"Ying?" gadis tadi memanggil Ying dengan nada yang begitu lembut, seakan ia tahu kalau ia berteriak itu akan menyakiti Ying. Ia menghela napasnya karena Ying tak membalas panggilannya. Dan ia tahu, pasti Ying sedang memikirkan penyakitnya itu.
"Tenanglah, Ying. Kau akan baik-baik saja. Yakinlah bahwa kau akan sembuh." ucap gadis berkerudung itu menyemangati Ying. Namun, Ying hanya menggeleng dengan air matanya yang jatuh semakin deras.
"Kau tau apa, Yaya? Penyakitku ini sudah mencapai stadium akhir. Mana mungkin aku bisa sembuh." sahut Ying dengan nada lirih yang penuh keputus asaan. Gadis berkerudung pink yang kita ketahui bernama Yaya itu terdiam. Ia menunduk. Perlahan air mata jatuh membasahi pipinya. Ia tak tega melihat sahabatnya dari kecil ini merasa tertekan.
"Kau tak perlu merasa sedih, Yaya. Aku tidak apa-apa, aku baik-baik saja. Berhentilah mengkhawatirkan ku." ucap Ying memaksakan senyuman. Namun sayang, karena air matanya terus saja mengalir, senyuman itu terlihat sangat menyedihkan.
Yaya mendongak. Masih dengan air mata yang membasahi pipinya, ia mendekati Ying dan mengelus sayang kening sahabatnya itu.
"Tidak, Ying. Kau adalah sahabatku. Apapun yang kau rasakan aku juga merasakannya. Dan ingat saat kau butuh bantuan aku akan selalu ada untukmu. Memang penyakitmu sulit untuk disembuhkan, tapi tidak mustahil untuk sembuhkan? Jadi yakinlah untuk sembuh Ying." Yaya beralih memeluk Ying yang begitu rapuh. Ia rindu. Rindu pada Ying yang ceria seperti dulu, rindu pada Ying yang cerewet seperti dulu, rindu pada Ying yang selalu percaya diri seperti dulu. Ia merindukan semua itu.
"Baiklah, akan ku coba untuk yakin. Dan terima kasih karena kau telah menjadi sahabat terbaikku selama ini, Yaya." akhirnya Ying tersenyum tulus. Senyuman yang telah lama hilang dari wajah cantiknya. Mendengar itu, Yaya semakin mempererat pelukannya.
"Iya. Aku akan selalu ada untukmu, Ying."
.
.
.
.
.
Di luar kamar rawat Ying, seorang pemuda berambut ungu gelap berwajah chinesse dengan kacamata yang membingkai matanya sedang duduk di kursi tunggu. Samar-samar ia mendengar percakapan antarsahabat itu.
"Yaya benar-benar gadis yang baik." gumam pemuda itu sambil tersenyum tipis. Sebenarnya ia sudah lama menyukai Yaya, tapi ia belum mengungkapkan perasaannya. Ditambah lagi Ying sedang sakit, mana mungkin ia bahagia bersama Yaya sedangkan Ying menderita.
"Fang." pemuda itu menoleh ke arah pintu kamar rawat. Ternyata Yaya sudah keluar.
"Bagaimana keadaan Ying?" tanya Fang -pemuda tadi- sedikit khawatir. Yaya tersenyum hangat membuat Fang terpesona.
"Dia baik-baik saja. Sekarang sedang tidur." jawab Yaya masih dengan senyum hangatnya. Fang hanya mengangguk mengerti dan tersenyum tipis.
"Baguslah kalau begitu." ucap Fang lega. Namun, rasa leganya hilang ketika wajah Yaya berubah sedih. Sekarang ia merasakan firasat buruk.
"Tapi... Aku, aku takut... Aku takut Ying tidak akan se-sembuh, hiks. Aku takut, hiks." tangis Yaya kembali pecah kali ini dengan isakan yang terdengar begitu pilu. Melihat Yaya menangis, Fang merasakan hatinya sesak. Tanpa sadar, tangannya terulur untuk memeluk gadis itu. Mendekapnya erat, agar ia dapat tenang.
"Tenanglah, semua akan baik-baik saja." Fang terus berusaha menenangkan Yaya. Dan tanpa Fang dan Yaya sadari, ada seseorang yang memperhatikan mereka sedari tadi. Wajah seseorang tersebut terlihat begitu sedih dan menyiratkan luka yang mendalam. Dan air bening mulai jatuh dari matanya membasahi pipinya.
.
.
.
.
.
Malam ini. Ying duduk di kasur kamar rawatnya sambil menatapi langit malam yang hampa tanpa bintang. Ia memandang kosong hamparan hitam kelam langit malam tanpa ada niatan untuk melakukan aktifitas atau semacamnya.
Ia terus teringat kejadian tadi siang. Kembali ia merasakan sesak di dada sebelah kirinya ketika mengingat kejadian itu. Ia tak habis pikir akan hal itu. Namun, apa yang bisa ia lakukan? Ia tak bisa apa-apa sekarang.
Saat ingin membaringkan tubuhnya, Ying merasakan sesuatu mengalir dari hidungnya. Sesuatu yang berbau amis dengan warnah merah pekat.
Ying segera mengambil tissu di atas meja yang berada tak jauh dari kasurnya. Ia mengelap hidungnya untuk menghilangkan darah yang mengalir. Dan setelah itu ia merasakan pusing yang amat sangat menyiksa di kepalanya.
CKLEK!
Suara pintu terbuka. Namun, Ying terlalu pusing untuk melihat siapa yang datang. Seseorang yang datang itu terlihat begitu khawatir melihat Ying yang kesakitan luar biasa.
"Ying, kau kenapa?" tanya seseorang itu panik. Walau wajahnya tak terlihat begitu jelas namun Ying tahu bahwa itu adalah Yaya.
Tapi, Ying tidak lagi sanggup untuk menjawabnya. Perlahan kesadarannya mulai menghilang seiring sakit di kepalanya yang semakin menyiksa.
"Ying, Ying!" seru Yaya semakin panik saat Ying telah kehilangan kesadarannya. Ia segera berlari keluar untuk mencari dokter.
"Ya tuhan, semoga Ying baik-baik saja." ucap Yaya dengan nada penuh kepanikan dan kekhawatiran.
.
.
.
.
.
YingPOV.
Aku membuka mataku secara perlahan dan melihat ke sekelilingku. Sekarang aku sedang berada di hamparan padang rumput yang penuh dengan bunga Dandelion. Eh? Padang rumput? Tunggu dulu. Bukankah tadi aku sedang berada di kamar rawat Rumah Sakit Pulau Rintis? Kenapa sekarang aku berada di sini?
Dengan penuh tanda tanya yang hinggap di benakku, aku berjalan mengelilingi padang rumput ini. Ini sungguh aneh sekali. Dan kenapa sekarang aku tak merasakan sakit apapun? Sebenarnya di mana aku?
"Apa kau tak lihat, ini adalah padang rumput." eh, suara siapa itu? Kenapa dia bisa tau apa yang aku pikirkan?
"Namaku Touzaku Ayane, panggil saja Ayane." HI-HIEEE! Dia memang bisa membaca pikiran. Aku memandangnya takut-takut. Namun, ia tersenyum.
"Tak perlu takut, Ying. Aku tak akan memakanmu. Dan yah, aku bisa membaca pikiran seseorang." ucap gadis bernama Ayane tadi. Aku hanya mengangguk dan sedikit tersenyum.
"Dan, apa kau tau alasan kenapa kau berada di sini?" tanya Ayane padaku. Aku hanya menggeleng sebagai jawabannya. Ia tersenyum semakin lebar.
"Alasannya adalah, aku hanya ingin kau tau bahwa aku adalah malaikat yang menjagamu." aku memandang tak percaya gadis di hadapanku ini. Apa katanya malaikat penjaga? Apa memang itu benar-benar ada?
"Iya, aku adalah malaikat penjagamu." tegas gadis itu. Ku lihat ia memetik sebuah bunga Dandelion yang ada di hamparan padang rumput ini. Ia menatapku sambil tersenyum dan memberikan bunga Dandelion itu kepadaku. Aku menatapnya bingung.
"Bunga Dandelion? Untuk apa?" tanyaku bingung. Sekarang gantian ia yang menatapku tak percaya. Aku hanya menatapnya penuh kebingungan.
"Kau tak tau? Bunga Dandelion dapat membawa kesedihanmu pergi. Kau ucapkan segala kesedihan lalu kau tiup bunga ini. Saat biji-biji dari bunga ini beterbangan terbawa angin, ia membawa serta seluruh kesedihanmu." Ayane menjelaskan panjang lebar kepadaku tentang bunga Dandelion ini. Aku hanya mengangguk dan mengambil bunga itu.
"Ah ya, ucapkan dalam hati saja jangan di keluarkan." Ayane memberitahukanku. Aku mengangguk dan mulai memejamkan mataku. Mengungkapkan segala kesedihanku dalam hati dan meniup bunga Dandelion ini.
Dan saat aku membuka mataku. Aku sudah berada di kamar rawatku kembali. Aku melihat ke sekeliling kamar ini. Dan aku mendapati Yaya sedang duduk di samping kasurku dengan wajah yang penuh dengan kekhawatiran dan Fang yang sedang duduk di sofa ruangan ini.
Mendadak rasa sesak mejalari dada kiriku saat melihat Fang. Mataku terasa panas, namun aku tak akan membiarkan air mata jatuh dari mataku ini.
"Ying! Apa kau tidak apa-apa?" tanya Yaya penuh kekhawatiran. Aku hanya tersenyum lemah mendengar segala kekhawatirannya.
"Ya, aku tidak apa-apa." ucapku lirih. Yah, setidaknya dengan begitu Yaya akan sedikit tenang.
.
.
.
.
.
TBC/Delete?
A/N : Nyahahahaha. Apakah yang saya tulis ini! Wahai anak muda! *teriak ala papa Zola* *ditendang* ohhh ini sungguh tidak nyambung. Saya sudah pusing banget ini -,- otak saya emang liar banget yah, banyak banget imajinasi berkeliaran *plakk* dan saya membuat ini atas dasar pelampiasan kesedihan saya, karena dari kemarin pengen nangis gak bisa nangis *curcol* *digebukin*
Ohya ini ceritanya mereka udah pada 20-an ya usianya xD saya lupa kasih tau tadi *dihajar*
Okeeh daripada saya ngebacot gaje lagi mendingan akhir kata aja deh...
Mind to review?
*ngilang bawa baskom*
