Disclamer : Masashi Kishimoto
(OOC, MISS TYPO, GAJE, dan kekurangan lainnya)
Cincin tak bertuan yang Hinata temukan di kursi taman kota. Membuatnya harus bertemu dengan pemuda kuning jabrik yang mesum dan mengalami kejadian aneh.
Pemuda itu bilang Hinata calon istrinya? Yang benar saja?
The Ring
Chapter 1
"Aku menyukaimu ... Hi ... nata-chan!" ucap seorang pemuda kuning jabrik sambil nyengir lebar.
Mengerutkan dahi, Hinata yang mendapat pengakuan tiba-tiba dari orang yang tidak di kenalnya menunjuk tanpa dosa pemuda di depannya.
"Si-apa kau?" tanyanya bingung.
"Calon suami mu." jawab pemuda tadi kalem.
Terbatuk kecil. Hinata membolakan matanya. Menatap penuh tanda tanya pemuda di depannya. Pemuda kuning yang mengenakan seragam SMA kotak-kotak yang berbeda dengannya. Dengan blazer yang di sampirkan dipundak kanannya juga anting-anting magnet di telinga kiri. Melihatnya, Hinata tersenyum miring. Senyum terpaksa.
"Jangan bercanda!"
Hinata tidak akan semudah itu percaya. Pemuda urakan ini calon suaminya? Yang benar saja? Siswi kalem seperti Hinata takkan mungkin maukan menikah dengan pemuda yang bahkan mewarnai rambutnya dengan warna kuning yang mencolok-ini penilaian Hinata-. Bahkan pemuda ini memiliki tato kumis kucing di kedua sisi pipinya- andai kau tau Hinata, itu adalah tanda lahirnya-.
Oh Kamisama? Ini sungguh bukan tipe Hinata sama sekali. Bahkan Hinata sangsi, jika Touchannya yang pemilih itu akan memilih calon menantu seperti ini.
"Hei, aku tidak bercanda! Lihat saja cincin di jari manis mu!" ujar pemuda aneh itu meyakinkan.
Terpaksa. Hinata mengangkat tangan kirinya. Melihat cincin bermata berlian kecil di jari manisnya. Cincin yang beberapa menit lalu ia temukan teronggok di kursi taman di belakangnya.
"I ...ini?" tanyanya ragu. Pemuda itu mengangguk.
""Sama seperti punyaku kan?" pemuda itu memperlihatkan cincin yang sama di jari manisnya pada Hinata.
"Uwaaa ... senang rasanya. Mendapat calon istri semanis dirimu!" jeritnya kemudian.
"E ...eh? tunggu dulu. J ...jangan memutuskan seenaknya!" protes Hinata. Otaknya mencoba menganalisis kejadian aneh ini.
Bermulai dari dirinya yang datang ke taman kota, duduk di kursi dekat pohon Momiji seperti biasa, menemukan sebuah cincin di sampingnya yang tidak diketahui siapa tuan benda cantik tersebut, mencoba-coba memakaikan cincin tersebut pada jari manisnya.
Ah, cincin? Sepertinya, awal kejadian aneh ini di sebabkan oleh cincin tak bertuan ini.
"I ...ini bukan cincin milikku!"
Menghentikan aksi bahagianya. Pemuda tan tersebut memberikan perhatian lebih pada Hinata.
"Tapi kau jelas-jelas memakainya kan?"
"Tapi ini bukan milikku! Tadi aku menemukannya di kursi ini!" telunjuk Hinata menunjuk kursi putih yang ia duduki tadi.
"Yang jelas. Cincin itu tersemat di jarimu." Pemuda itu menyeringai."Itu bearti, kau adalah calon istriku!"
Menatap histeris pemuda di depannya. Dengan sigap, Hinata mencoba untuk melepaskan cincin tersebut.
"Aku tidak mau!" pekiknya.
Gadis itu terus mencoba melepaskan cincinnya. Cincin yang menjadi tonggak utama persoalan ini terjadi. Namun sayangnya nihil. Cincin itu tak mau lepas. Melilit kuat jari lentiknya. Seperti memang di takdirkan untuk dirinya.
Amethyst Hinata melirik sekilas pemuda yang kini tertawa penuh kemenangan.
"Daripada kau sibuk untuk melepaskan itu! Lebih baik kau mencoba untuk mengenal calon suamimu ini!" ejeknya. Sambil memajukan wajahnya. Hingga hanya berjarak beberapa senti saja dari wajah Hinata yang dihinggapi semburat merah tipis. Ini pertama kalinya ia sedekat ini dengan yang namanya kaum adam. Saking gugupnya, gadis itu bahkan menghentikan gerakkan tangannya yang ingin melepaskan cincinnya.
Pemuda itu makin menyeringai. "Lihat? Wajahmu memerah!" lalu tertawa setelahnya.
Mendengar hal itu. Hinata hanya mampu menggerutu dalam hati.
Pemuda tersebut makin memajukan wajahnya. Dekat, sangat dekat. Hingga membuat Hinata menahan nafasnya karena gugup.
"Nama ku, Naruto! Uzumaki Naruto! Kau harus mengingatnya!" bisik Naruto tepat di telinga kiri Hinata. Pemuda itu melirik sekilas wajah Hinata melalui ekor matanya. Seringaian makin betah tertoreh di bibirnya kala safirnya melihat wajah Hinata merona hebat.
Naruto menarik kembali kepalanya.
"Ah baiklah. Kau sekolah dimana?" tanyanya sambil memasukkan kedua tangannya ke saku.
Bagaikan terhipnotis. Hinata melongo. "Konoha Gakuen." Lirihnya.
Tersenyum menggoda. Naruto menolehkan wajahnya kesamping.
"Kalau begitu, sampai jumpa besok siang. Aku akan menjemput mu. jadi, tunggu aku!" ujarnya.
"Um. Dan satu lagi. Jangan sekali-sekali berusaha melepas cincinnya! Karena itu hanya akan sia-sia!"
Hinata mengangguk pelan.
"Anak pintar!" puji Naruto menepuk pelan indigo Hinata. Kemudian berlari pergi.
"E ... eh? Apa katanya?" Hinata terpekik kecil dengan mata melotot sempurna. Kesadarannya sudah pulih ternyata. Matanya kemudian mengekori pemuda kuning yang kini sudah berada di depan pintu masuk taman. Seakan menyadari Hinata menatapnya, pemuda jabrik itu berbalik lalu melambaikan tangan kirinya ke arah Hinata.
"AKU AKAN MERINDUKAN MU, ISTRIKU!" teriaknya, kemudian berlari pergi.
Hinata memanas seketika. Perasaan malu dan marah bercampur aduk memenuhi dadanya. Apalagi saat ia tadi melihat seringaian di wajah tan tersebut.
Gadis itu menundukkan wajahnya yang bak buah tomat, saat menyadari semua mata tertuju ke arahnya. Dalam hati, Hinata memberi berbagai kutukan pada pemuda tadi.
Ia menghela nafas berat saat melihat cincin cantik yang tersemat manis di jarinya. Cincin penyebab masalah yang menimpa dirinya.
TBC
Terimakasih sudah menyempatkan membaca. ^_^
Sampai jumpa di chapter selanjutnya.
R&R Please? ^w^
