Ingatkan Baekhyun untuk memukul kepala Jackson saat anak nakal itu tiba dirumah nanti.

Baekhyun tengah berjalan mondar-mandir dengan ponsel yang menempel pada telinganya. Berharap akan panggilan darinya di terima oleh seseorang yang saat ini sudah membuat emosinya sudah sampai di ubun-ubun.

Pria berumur 36 tahun itu masih menggunakan celemek dan keadaan dapur tampak berserakan karena ia baru saja akan membuat sarapan untuknya dan seseorang yang sangat ingin ia layangkan pukulan di kepala saat ini.

Byun Jackson, atau bisa kalian lihat adalah putranya yang berumur 16 tahun lagi-lagi membuat Baekhyun naik darah. Semalam, Baekhyun betul memastikan bahwa sang anak telah tertidur lelap di kamar dengan sebuah lagu bervolume sedang yang berasal dari speaker yang ada disudut kamar. Baekhyun-pun sempat merapihkan selimut Jackson yang sedikit tersingkap hingga memperlihatkan paha lelaki yang akan beranjak dewasa sebentar lagi itu.

Paginya, ia berniat membangunkan Jackson dan mempersiapkan makanan. Namun apa yang ia temukan adalah kamar sang anak dengan keadaan yang sama dengan terakhir kali ia lihat, namun tanpa keberadaan anak nakal itu disana. Dan itu cukup membuat Baekhyun dapat menyimpulkan bahwa sang anak telah menyelinap semalaman saat ia sedang tidur.

Baekhyun memijat pelipisnya, dengan tergesa membuka celemek dan melempar benda itu keatas pantri dengan kasar. Wajah nya telah memerah hingga ke telinga semakin memperjelas bahwa ia sangat emosi sekarang.

Panggilan tak kunjung di jawab oleh Jackson, namun sebuah suara mencurigakan hinggap ketelinganya. Ia dengan cepat berlari menuju tangga dimana kamar Jackson berada. Dan dengan kasar menendang pintu kamar anak itu. Baekhyun merupakan pemegang sabuk hitam dalam olahraga hapkido jika kalian bingung bagaimana bisa laki-laki berperawakan mungil itu menendang pintu dengan kasar.

Jackson baru saja ingin memakai kaos hitam yang sempat ia pakai semalam sebelum tidur, saar keberadaan Baekhyun menghentikan gerakannya. Sang papa didepan pintu menatap tajam ke arahnya, dan Jackson dengan segera melapalkan doa dalam hati agar Tuhan dapat melindunginya.

"Byun Jackson kali ini kau tak bisa lagi membohongiku!" geram Baekhyun dengan setengah berlari menghampiri sang anak yang tidak memakai atasan itu, lalu menarik telinga yang sedikit caplang milik Jackson, membuat anak itu meringis tertahan.

Jackson berusaha menepis tangan Baekhyun, berusaha tidak berbuat kasar mengingat tubuh sang papa lebih kecil dari dirinya yang memang memiliki tinggi kurang normal untuk ukuran anak seusianya. "Akhh lepaskan telingaku!" mohon Jackson masih dengan usahanya menghindari tarikan Baekhyun pada telinganya. "Papa, telingaku bisa bertambah lebar jika terus-terusan kau tarik seperti ini!"

Baekhyun yang masih merasa kesal tak menghiraukan ringisan anak semata wayangnya itu. Sungguh, dalam benak Baekhyun hanya ada rasa kesal berlebih terhadap anak nakal yang parahnya lagi merupakan anaknya sendiri.

Pria itu tau betul alasan Jackson menyelinap saat malam.

Jackson memiliki mimpi yang sangat ia inginkan sejak memasuki usia 5. Dan impian lelaki 16 tahun itu adalah untuk bisa menjadi idol di agensi favoritnya, Park Entertainment. Tentu tidak mudah untuk mencalonkan diri disana. Butuh pengorbanan dan juga tenaga ekstra yang harus dipersiapkan setidaknya untuk menjadi salah satu trainee disana. Ingat, itu baru trainee.

Byun Jackson bercita-cita menjadi seorang dancer, atau sebutan keren yang ia punya yaitu dancing machine dan satu-satunya idol yang ia kagumi yaitu seseorang bernama Kai, yang merupakan salah satu idol di bawah naungan agensi yang sangat ia kagumi itu.

Dan sampai detik ini pun Baekhyun menentang semua mimpi Jackson itu. Membuat ia dan Jackson selalu berdebat jika Jackson sudah membahas tentang audisi yang akan di lakukan beberapa hari lagi. Jackson sudah kebal dengan segala tarikan maupun cubitan yang Baekhyun layangkan setiap kali ia membantah atau memotong ocehan sang papa yang sedang memarahinya. Namun itu sama sekali tak menbuat Jackson menyerah, ia tetap pada pendirian akan mengikuti audisi tersebut.

Jackson telah menghabiskan waktu satu tahun menyelinap setiap malam hanya untuk pergi berlatih bersama sahabat sematinya, Oh Haowen. Lelaki keturunan China-Korea itupun juga sama kerasnya seperti Jackson untuk ikut dalam audisi. Namun beruntungnya Haowen, sang mama menyetujui keputusannya itu, berbeda dengan Jackson.

Baekhyun tau betul jika ia sungguh kejam pada sang anak yang telah susah payah ia lahirkan dan ia besarkan seorang diri dengan melarang Jackson mengejar mimpinya. Tentu Baekhyun melakukan hal itu untuk menjaga Jackson dari alasan yang cukup Baekhyun saja yang tau. Baekhyun tidak mau kembali lagi pada masalalu kelam miliknya bersama seseorang. Tidak disaat hidupnya sudah tenang hanya dengan hidup berdua bersama sang buah hati. Jauh dari Korea Selatan tentunya.

Baekhyun dan Jackson menetap di Jepang sejak Jackson berusia 1, dan itu membuat Jackson fasih dalam berbahasa Jepang. Namun Baekhyun yang tidak mau sang anak melupakan tanah kelahiran, turut mengajarkan Jackson berbicara menggunakan bahasa Korea. Bahkan menulis hangul juga ia ajarkan pada sang anak. Jackson tentu mengetahui jika papanya berasal dari negeri sebrang, dan ia tidak keberatan dengan hal itu dengan tidak merengek pada Baekhyun untuk berkunjung ke Korea bahkan sekalipun.

"Ratusan kali papa tegaskan padamu, jangan menyelinap saat malam! Demi Tuhan ini Jepang dan kau tidak seharusnya berkeliaran seorang diri!" oceh Baekhyun panjang lebar dan Jackson bersyukur setidaknya tangan Baekhyun tidak lagi menarik telinga langka miliknya.

"Tapi aku bersama Haowen!" Jackson membela diri.

Baekhyun mundur, mengalihkan pandangan pada ranjang Jackson yang berantakan lalu karena naluri ke-ibu-an yang muncul tiba-tiba, ia bergerak membersihkan ranjang tersebut. Menyambar kaos hitam yang tadi sempat jatuh dan melemparkannya pada Jackson lalu dengan cepat Jackson memakainya. Jackson hanya diam dan tidak berani menggerakan tubuh barang satu inci pun. Ia tidak ingin mengambil resiko telinganya kembali ditarik.

"Papa marah?" Jackson bertanya hati-hati, takut salah bicara lalu kembali menghidupkan amarah Baekhyun. "Jangan abaikan akuuuu!" anak itu sedikit merengek membuat Baekhyun memutar bola mata malas.

"Kau bisa saja hanya menganggap amarahku sebagai angin lalu, namun kau tau? Aku benar-benar kecewa padamu, Byun Jackson." lirihan pelan taunya membuat Jackson diam. Tidak pernah ia dapati Baekhyun berucap dengan nada semenyakitkan ini.

"Aku hanya berlatih bersama Haowen jika hal itu yang papa kecewakan!" Jackson sedikit terpancing emosi, tapi tetap berusaha untuk tidak menampakkannya di depan sang papa. "Apa sebegitu bencinya papa dengan impianku?" Tanya Jackson lirih. Baekhyun memunggunginya, hingga ia yakin Baekhyun tidak bisa melihat kalau ia sudah hampir saja menangis, "Setidaknya beri aku alasan mengapa papa melarangku ikut audisi..."

Baekhyun berdiri dengan cepat, berjalan meninggalkan Jackson tanpa sepatah katapun. Membuat Jackson menatap Baekhyun sendu. Jackson pun mengira bahwa Baekhyun marah padanya tanpa tau jika Baekhyun berjalan meninggalkan anak itu dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.

Langkah kaki Jakson bawa dengan tergesa menuruni tangga, menyusul sang papa yang pergi tanpa memberi jawaban. Anak itu sudah ingin menangis. Seluruh spekulasi negatif berkumpul di kepalanya. Perihal Baekhyun yang selalu mengibarkan bendera perang setiap ia membicarakan tentang audisi.

Yang ada di kepala anak itu hanya audisi, audisi, dan audisi. Sungguh, Jackson sangat ingin mengikuti audisi tersebut. Jika tidak lolos tidak apa. Yang terpenting ia sudah mencoba. Tapi apa? Jangankan lolos, mendapat izin ikut audisi saja segini susahnya.

"Papa tidak menjawab pertanyaanku." Jackson mengambil duduk di sofa tepat didepan Baekhyun. Namun pria itu terduduk dengan pandangan kosong. "Mari luruskan ini." Jackson memperbaiki duduknya, berusaha nyaman di depan sang papa, "Aku bukan lagi jagoan kecilmu yang harus kau awasi setiap saat, jika alasanmu memang untuk melindungiku."

Baekhyun mendongak, menatap sang anak yang 99% mirip dengan seseorang yang sangat ia benci seumur hidupnya. Seseorang yang telah menghancurkan harapannya. Seseorang yang telah menghancurkan masa depannya.

"Setidaknya papa jelaskan padaku mengapa aku tidak boleh ikut audisi!" lirih Jackson. Anak itu masih menuntut sebuah jawaban dari Baekhyun yang dari tadi membungkam. "Papa tau kan, jika audisi itu sangat penting untuk hidupku? Aku sudah berlatih setahun lebih untuk melakukannya."

"Kau tidak mengerti." 3 kata namun mampu membuat Jackson membentak Baekhyun untuk pertama kalinya.

"MAKA DARI ITU BUAT AKU MENGERTI!" bentakan kasar Jackson keluarkan dengan nada dingin, hingga Baekhyun dapat merasakan pedang tak kasat mata menghunus jantungnya.

"MAKA DARI ITU BUAT AKU MENGERTI, BAEKHYUN!" napas seseorang dihadapan Baekhyun kini terdengar tak beraturan. Pertanda bahwa ia menahan emosi akan keras kepala yang dimiliki Baekhyun. Sungguh, tidak pernah lelaki dihadapannya saat ini membentaknya. Ini yang pertama kalinya.

"Aku tidak akan menggugurkannya, Chanyeol." Baekhyun berucap lirih, tangan menyeka air mata yang sedari tadi keluar tanpa izin membasahi pipinya. Alih-alih mendapat perhatian, ia malah mendapat penolakan atas hasil perbuatannya dengan Chanyeol yang sekarang ada dalam kandungannya.

"Meskipun kau sangat tidak menginginkannya, tapi aku ingin. Aku akan mempertahankannya tidak peduli kau akan bertanggung jawab atau tidak." lelaki mungil tersebut berdiri lalu berjalan meninggalkan Chanyeol sebelum ia kembali berbalik, menatap Chanyeol yang masih tetap pada posisinya.

"Ini terakhir kalinya aku akan muncul di hadapanmu. Semoga kau bahagia atas jabatan yang telah diwariskan oleh ayahmu." Baekhyun kembali melanjutkan langkah, tanpa bersusah payah melihat wajah itu untuk yang terakhir kalinya.

Baekhyun tersadar dari sepotong ingatan masalalunya. Kalimat yang Jackson tuju padanya sama persis dengan seseorang yang hadir di masalalunya. Baekhyun menatap Jackson datar, sedangkan sang anak terdiam merasa bersalah atas apa yang sudah ia lakukan.

"Papa...m-maaf..aku tidak bermaks..." kalimat Jackson terpotong oleh Baekhyun yang telah lebih dulu bicara.

"Bahkan dari cara kalian membentakku saja kalian sangat mirip. Miris sekali."

Jackson menyerngit tanda tak mengerti namun Baekhyun tak ambil pusing akan hal itu. "Ini pertama kalinya selama 16 tahun hidupmu kau membentak orang yang telah melahirkanmu." ucap Baekhyun dingin, "Kau akan tumbuh menjadi pria kasar dan tak ada bedanya dengan dia."

Baekhyun berbalik, meninggalkan Jackson yang masih bertanya-tanya tentang kalimat papanya. Ia menyusul Baekhyun namun terlambat karena Baekhyun telah mengurung diri dikamar setelah membanting pintu dengan keras.

Sungguh ini diluar kuasanya. Baekhyun tidak menyangka jika sang anak yang selama ini ia besarkan akan membentaknya seperti tadi. Ia tidak pernah di bentak oleh Jackson, tidak saat Baekhyun tidak sengaja mematahkan sepeda kesayangannya. Pria mungil itu menenggelamkan wajahnya pada bantal, dan menangis sejadi-jadinya. Sungguh, dibentak oleh Jackson lebih menyakitkan daripada seseorang dari masalalunya.

"Hiks...tak kusangka ia membentakku..." Baekhyun menyeka cairan yang keluar dari hidungnya dengan lengan kaos yang ia kenakan. Tak peduli di cap jorok, toh, tak ada yang melihatnya saat ini. "Dia menjadi arogan...hiks...dan itu kembali membuatku mengingatnya!" monolognya.

Ketukan pada pintu menjadi pukulan keras disebabkan oleh Jackson yang tak kunjung mendapati sang papa keluar dari kamar. "Papa...maafkan Jack. Jack tidak sengaja membentak papa. Jack hanya kebingungan." suara Jackson samar dapat Baekhyun dengar, namun tak urung niat ia gubris. Membiarkan sang anak berbicara apapun yang ingin Jackson bicarakan. "Jack hanya bingung mengapa papa sangat menentang Jack mengikuti audisi itu." lanjutnya.

"Papa..Jika papa memang melarang demi kebaikan Jack, Jack akan melakukannya untuk papa." Jackson menarik napas dalam, mempersiapkan diri atas keputusan yang akan ia ambil, "Jack akan membatalkan audisi itu. Sekarang papa bisa buka pintunya."

Alih-alih membuka pintu, Baekhyun kembali membenamkan wajahnya, kembali menangis setelah mendengar penuturan sang anak. Sungguh Jackson anugrah luar biasa yang Tuhan titipkan padanya. Dan Baekhyun tak habis-habisnya bersyukur bisa memiliki Jackson. Baekhyun duduk, menyeka semua air mata yang membasahi pipinya. Kelakuannya tidak benar. Ia merupakan seorang ayah sekaligus ibu bagi Jackson. Dan tindakan sekarang sangat kekanak-kanakan. Bagaimana bisa seorang papa bertindak merajuk seperti ini pada anaknya?

Baekhyun berfikir bahwa dirinya memang egois. Jackson berhak menjalani hidup sesuai dengan apa yang diimpikan anak itu. Dan menjadi idol di agensi tersebut...sungguh membuat Baekhyun beratus kali memikirkan apa saja yang akan terjadi jika anaknya lolos saat audisi.

Park Entertainment, merupakan agensi milik seseorang yang ia benci dari masalalu kelamnya. Baekhyun sangat mengenal pemilik agensi itu, oh, mungkin tidak hanya kenal, ia sangat mengetahui luar dalam bagaimana brengsek dan bajingan-nya pria itu.

Park Chanyeol, pria berumur 37 tahun yang dulu sangat Baekhyun cintai. Baekhyun dan Chanyeol bertemu saat berada di universitas yang sama pada tahun kedua. Saat itu, Baekhyun yang memang memiliki pesona luar biasa mampu membuat Chanyeol yang seratus persen straight berbelok hanya dengan melihat wajah kelelahan Baekhyun saat menjadi panitia pada salah satu even universitas. Tak sampai disitu, Chanyeol mati-matian mengerahkan seluruh tenaga hanya untuk mengejar Byun Baekhyun.

Dan yang Baekhyun sesali dari semua itu adalah, ia yang dengan mudah menerima Chanyeol, dan berakhir dengan penyatuan hebat pada perayaan 2 bulan hari jadi mereka. Sungguh naif Baekhyun ini, sangat meyakinkan diri jika Chanyeol akan bertanggung jawab jika sesuatu terjadi pada dirinya.

Singkat cerita, Baekhyun menelpon salah satu teman satu fakultasnya, Luhan, dan mengatakan bahwa dirinya sedang tidak badan, dan Luhan mengiyakan. Namun setelah Luhan menutup telepon, Baekhyun langsung terduduk di lantai basah kamar mandi apartemen sederhana miliknya dengan sebuah alat tes kehamilan yang bergaris dua, menandakan dirinya mengandung saat itu.

Tentu ia terkejut, dan senang tentu saja. Karena buah cintanya dan Chanyeol sebentar lagi hadir di antara mereka. Namun, apa yang ia harapkan tidak akan pernah terjadi. Saat ia menemui pria itu, penolakan lah yang ia terima.

Chanyeol mengatakan jika ia tidak bisa menerima kehadiran seorang anak disaat dirinya sedang dalam masa latihan untuk memimpin agensi warisan sang ayah. Chanyeol beralasan ia tidak mau memiliki beban sedangkan dirinya akan sibuk oleh setumpuk pekerjaan yang akan menanti saat ia menjabat sebagai direktur.

Baekhyun masih ingat ekspresi datar Chanyeol dan bagaimana cara pria itu membentaknya. Masih terasa sangat segar di ingatan Baekhyun dan dengan Jackson yang baru saja membentaknya dengan ekspresi dan dengan nada yang sama, membuat Baekhyun kembali mengingat pria brengsek itu.

Baekhyun berdiri, menyampingkan segala ego nya demi sang anak. Ia telah berfikir, ia akan membiarkan Jackson mengikuti audisi. Ia tidak ingin Jackson membencinya hanya karena ketakutannya akan Chanyeol yang bertemu dengan Jackson yang selama ini mati-matian Baekhyun sembunyikan keberadaannya. Keputusan Chanyeol yang tidak mau mengakui Jackson membuat Baekhyun merasakan paranoid akan Chanyeol yang akan menyakiti buah hatinya.

Pintu terbuka, menampakan Jackson yang sedang menunduk, dengan kedua telunjuknya ia temukan di bawah sana, gelagat Jackson ketika merasa bersalah ataupun ingin meminta maaf pada Baekhyun. Postur tubuh Jackson yang memang tidak normal membuat Baekhyun agak sedikit mendongak agar dapat menatap sang anak, kembali mengingatkan dirinya akan seseorang.

"Lihat aku." perintah Baekhyun. Jackson menurut, lalu menatap sang papa sendu. "Kenapa menangis?" Baekhyun bertanya acak.

Jackson tampak menyeka air matanya, "Karena aku mendengar papa menangis."

"Kau menangis karena aku menangis?" Baekhyun menggeleng tak percaya, lalu menarik sang anak dalam pelukan, "Kau itu sudah 16 tahun, jangan karena seseorang menangis kau juga ikut terbawa suasana." yang lebih tua memberi nasehat.

"Jackson berjanji tidak akan ikut audisi, asalkan papa tidak marah lagi pada Jack." Jackson melepas pelukan, menatap Baekhyun serius.

Dan Baekhyun hanya tersenyum, tangan terangkat untuk mengusak rambut sang anak sayang, "Kau akan menyia-nyiakan usaha menyelinapmu jika begitu."

Kalimat Baekhyun tak mampu diserap oleh Jackson, membuat Baekhyun mau tak mau menjelaskan, "Kau tetap akan ikut audisi. Tidak seharusnya kau menyerah saat semuanya sudah kau lakukan termasuk membohongiku." Baekhyun terkekeh, "Maksudku, Jack bisa pergi audisi besok. Dan papa akan mengantarkan Jack, jika perlu menunggu Jack hingga selesai!"

Kalimat terakhir Baekhyun taunya menyadarkan sang anak, bahwa sang papa telah memberi izin dirinya mengikuti audisi. Jackson tersenyum senang, memeluk Baekhyun erat dan mencium pipi sang papa berkali kali dengan gemas. Kebiasan Jackson lainnya jika permintaannya telah dipenuhi oleh Baekhyun.

"Aku sangatttttt mencintai papa! Aku tidak butuh orang lain di dunia ini! Aku hanya butuh papa dan aku akan membahagiakan papa hingga papa tua!" ucapan Jackson taunya mendapat 'amin' dari suara hati Baekhyun. Pria itu meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Jackson-nya tidak akan bertemu dengan ayah biologis anak itu, Park Chanyeol.

Dan hari audisipun tiba. Baekhyun dengan cekatan membuatkan Jackson sarapan pada pukul 4 pagi, mengingat ini merupakan audisi agensi besar, tentu Jackson butuh bangun lebih dulu untuk mendapatkan nomor antrian pertama!

Setelah menyiapkan nasi goreng kimchi, dan segelas susu pisang kesukaan Jackson, Baekhyun berlari ke kamar anaknya dan membangunkan lelaki tinggi itu.

"Jack, sadarkan dirimu atau kau akan kehilangan kesempatan ikut audisi!" Baekhyun tau kalimatnya sangat membingungkan, maka dari itu iya kembali mengulang sembari menyingkap selimut Jackson lalu menarik kepala sang anak pelan, dan karena Jackson belum sepenuhnya sadar, kepalanya ia sandarkan pada bahu Baekhyun. "Maksudku, audisimu akan dimulai 4 jam lagi, Jack. Demi Tuhan sadarkan dirimu jika tak ingin terlambat!" Baekhyun berseru keras.

Tanpa berkata Jackson berdiri, menyambar handuk yang tergantung dan segera berlari menuju kamar mandi. Membersihkan diri sedangkan Baekhyun menyiapkan pakaiannya. Hanya sebuah jeans sobek berwarna hitam dibeberapa bagian dan kaos putih bergambarkan band favorit anaknya, dan jangan lupakan topi hitam polos andalan sang anak. Tak lupa sepatu converse putih polos untuk memperlengkap tampilan Jackson agar lebih memuaskan.

Baekhyun menunggu Jackson yang sedang menghabiskan sarapan dengan meladeni tamu yang datang, mungkin bukan tamu mengingat ia dan tamu tersebut sudah mengenal lebih dari 16 tahun.

"Luhan hyung, bagaimana ini? Anak-anak yang akan ikut audisi tapi mengapa aku yang berdebar seperti ini?" Baekhyun berubah panik, ia berjalan kesana kemari untuk menenangkan diri.

"Aku sangat tau yang kau khawatirkan bukan anak-anak." jawab Luhan santai, Baekhyun tak menghiraukan namun ia tau kemana arah pembicaraan ini, "Ia tak akan mengenali Jackson, Byun. Percayalah!"

Baekhyun kehilangan sabar, "Bagaimana bisa ia tak mengenal sedangkan dari telinga hingga pada tinggi badan dirinya turun pada Jackson?! Bahkan caranya membentakku sama persis dengan Jackson kemarin." geram Baekhyun frustasi.

Luhan memilih diam jika Baekhyun sudah membicarakan ini. Ia tidak akan menang berdebat sengan Baekhyun yang memang memiliki kepala sekeras batu. Kehadiran Jackson yang telah siap memakai jaketnya dan menyandang ransel berisi minum dan bekal buatan Baekhyun membuat Luhan mengalihkan perhatiannya. Sedangkan Haowen yang sedari tadi sibuk mengatur gitarnya bernapas lega karena yang ditunggu akhirnya datang.

Baekhyun berjalan menghampiri Jackson, memegang kedua bahu itu dan menatap serius, "Kau pasti bisa! Lakukan yang terbaik! Apapun hasilnya, tidak masalah, yang terpenting kau sudah berusaha dan memperlihatkan kemampuanmu pada mereka." Baekhyun berujar serius. Jackson mengangguk, memberi pelukan singkat pada sang papa dan berjalan keluar beriringan dengan Luhan dan juga Haowen menuju mobil milik Luhan. Baekhyun melambaikan tangan saat mobil Luhan keluar dari halaman rumahnya, hingga menghilang di ujung jalan. Baekhyun tidak juga menyudahi doa yang ia lapalkan dalam hati untuk kelancaran sang anak.

Jackson dan Haowen tiba dimana tempat lokasi akan segera dilaksanakan. Bermacam-macam tampilan manusia memenuhi pandangannya. Jackson memandang dengan takjub, ia tak menyangka jika ia jadi mengikuti audisi yang diselenggarakan oleh agensi favoritnya.

"Daebak...disini benar-benar...ramai! Heol, aku kira hanya aku dan kau yang berminat menjadi idol." Haowen bersuara, sama takjubnya dengan pemandangan di depannya.

"ini belum seberapa, Hao. Beruntung kita berada pada antrian yang hanya sedikit orang mengantri. Berharaplah nomor audisimu tidak jauh hingga kemungkinan kau akan tampil pada malam hari. Atau yang lebih buruk...keesokan harinya." balas Jackson bercanda namun Haowen yang menanggapi dengan serius langsung mengambil barisan.

Dua sejoli tersebut telah memegang nama dan nomor masing-masing. Jackson gugup bukan main, sama halnya dengan Haowen yang sedari tadi mengeluh ingin buang air kecil, tentu saja Jackson menghiraukan anak itu.

2 peserta lagi. 2 peserta lagi dan tibalah saat Jackson memasuki ruangan. Sebelum memasuki ruangan, Jackson mendengar samar beberapa peserta bergosip tentang audisi kali ini di awasi langsung oleh sang pemilik agensi. Membuat Jackson semakin gugup. Bahkan sekarang tubuhnya terasa bergetar hebat.

"Byun Jackson, nomor urut 541." itu dia. Namanya disebut. Membuat dirinya yang masih gugup mau tak mau berdiri, dan berjalan pelan.

"Silahkan." salah satu panitia mempersilahkan Jackson masuk. Sesaat setelah melangkahkan kaki melewati pintu, tatapan mata yang Jackson sadari sedikit mirip dengan miliknya langsung bertabrakan dengan manik Jackson, membuat anak itu gugup. Namun beruntungnya Jackson bisa mengendalikan diri dengan cepat.

"Hallo, Perkenalkan saya Byun Jackson, akan menampilkan kemampuan yang saya miliki. Saya mohon sedikit waktu kalian." Jackson memberi hormat dengan membungkukan badan, lalu mempersiapkan diri.

Lagu yang memang ia siapkan diputar, dan muka gugup Jackson dengan sekejap mata berganti menjadi serius. Ia menari dengan baik, melakukan gerakan yang selama ini ia lakukan pada saat latihan. Jackson juga sangat pandai bermain ekspresi, membuat keempat juri yang mengawas menatap takjub padanya. Kecuali satu orang, yang menatapnya sangat intens.

Jackson menyelesaikan audisinya dengan cepat, kembali membungkuk tanda memberi hormat, lalu kembali berdiri tegap. Menunggu juri yang sedang berdiskusi akan kemampuan yang baru saja ia tunjukkan. Membuat Jackson tanpa sadar menyatukan kembali kedua telunjuk miliknya, dan pergerakan itupun tak luput dari mata salah seorang juri yang merupakan pemilik agensi atau bisa di kenal dengan Park Chanyeol.

Chanyeol tampak mengangguk, mendengar diskusi juri lain namun fokus mata tetap pada Jackson yang menunduk.

Perasaan aneh yang menguasai dirinya, mampu membuat Chanyeol sedikit kehilangan akal sehat. Byun Jackson, anak 16 tahun di hadapannya saat ini engah mengapa sangat mengingatkan dirinya akan ia yang dulu. Persis 99% seperti melihat cerminan dirinya saat remaja.

"Jadi...Byun Jackson. Pesonamu sungguh luar biasa, dan telinga unikmu juga menarik perhatianku, dan bakat serta kemampuanmu, aku tidak mungkin menyia-nyiakannya." ucap juri wanita yang memiliki nametag Kang Seulgi didepannya. Jackson tersenyum senang, mendapat pujian hangat dari satu juri. Dan ia tinggal menunggu tiga pujian lagi dari masing-masing juri yang tersisa dan dirinya akan lolos dan diterbangkan ke Korea. Menjadi trainee dan lanjut menjadi idol. Membayangkan saja membuat Jackson tersenyum sumringah. Dan senyum itupun tak luput penglihatan dari Chanyeol.

Choi Minho, juga salah satu juri berdeham, "Kau mengingatkanku pada salah satu idol kebanggaan kami, Kim Jongin. Tentu kau tau, kan? Kai~ EXO Kai, dancing machine kebanggaan kami." Jackson tersenyum mendengarnya, ia disebut mirip dengan idolanya, siapa yang tidak senang? "Jadi, Byun Jackson, aku akan menunggu kedatanganmu di Korea." keputusan Minho menjadi kunci kedua untuk dirinya lolos. Tinggal dua lagi. Dan ia akan terbang ke Korea.

"Byun Jackson." Jackson tersenyum sumringah melihat siapa yang baru saja menyebut namanya. Pria berumur 40 tahun itu sangat-sangat ia kenal. Bahkan sosok itu hadir pada hari kelahirannya, begitulah yang papanya katakan.

"Aku sudah terlalu bosan mendengar ocehan papamu yang terus mengadu padaku mendapati kau yang selalu menyelinap saat tengah malam hanya untuk berlatih bersama sahabatmu demi audisi ini." ucap Kris.

Kris Wu, merupakan paman dari temannya, Oh Haowen, namun Kris juga memiliki hubungan yang erat sebagai sahabat dengan papanya. Membuat dirinya secara otomatis memiliki hubungan juga dengan Kris.

"Kau memiliki paman yang mempunyai saham di agensi ini, dan kau masih tetap berusaha mati-matian agar dapat mengikuti audisi disaat kau tau aku bisa saja memasukanmu dengan cuma-cuma." beberapa juri dan staff yang ada disana tertawa. Tak menyangka jika anak lelaki yang sedari tadi menarik perhatian dengan tingkat ketampanan berlebih untuk anak seusianya merupakan keponakan dari seorang Kris Wu.

"Persiapkan dirimu untung terbang ke Korea. Dan pastikan papamu tidak jantungan mendengar kau berhasil lolos audisi." Jackson taunya mengucap syukur, berkali-kali membungkuk pada Kris. Dan Kris hanya bisa tersenyum dan memandang sang keponakan bangga.

Juri terakhir, yang Jackson yakini merupakan kunci jitu untuk menentukan ia lolos atau tidak. Park Chanyeol berdeham, suara beratnya dapat Jackson dengarkan hanya dengan dehaman itu. Entah mengapa Jackson tiba-tiba menegang, merasakan tatapan yang sama dengan miliknya itu bertatapan dengannya. Jackson merasakan sesuatu, entah apa ia tidak bisa menjelaskan.

Sedangkan Chanyeol terpaku beberapa saat pada manik Jackson, menyelami manik tersebut dan tersentak saat sebuah suara halus memasuki telinganya, "Aku disini, daddy. Apa kau mengenaliku?"

Chanyeol menggeleng, berusaha mengenyahkan entah apa yang terlintas dipikirannya barusan. Pria itu memperbaiki posisi duduknya. Telah memegang keputusan untuk anak bernama Byun Jackson dihadapannya saat ini.

"Jadi, Byun Jackson, aku seperti melihat diriku sendiri dalam dirimu." kalimat Chanyeol taunya membuat Jackson bingung, "Maksudku, entah mengapa kau dan aku memiliki telinga yang sama." Chanyeol menunjuk telinga Jackson, lalu memegang miliknya. Dan Jackson pun refleks memegang telinganya dan melihat telinga milik Chanyeol. Terkejut dalam hati bertanya mengapa telinga mereka begitu familiar.

"Aku tidak suka basa-basi, jadi, siapa sunbaenim yang akan kau pilih untuk menemani masa trainee mu?" Cukup sudah. Jackson sangat lega mendengar penuturan kalimat Chanyeol. Senyum tak henti-hentinya ia munculkan. Membuar juri menatapnya gemas. Ditambah dengan lesung pipi yang memang dimiliki anak itu.

"Tidak ingin memilih?" Chanyeol melanjutkan dengan sebuah pertanyaan, "Atau perlu aku yang menentukan? Hm baiklah." pria itu tampak berfikir setelahnya menjentikkan jari, "Minho-ssi berkata ia seperti melihat seorang EXO Kai dalam dirimu, dan oke, aku akan memilih Kai untuk menjadi sunbaenim-mu. Tak keberatan?"

Anggukan kuat Jackson berikan, berusaha tenang dan menahan diri agar tidak melompat senang. Ia sangat puas dengan audisi ini. Dirinya sangat bangga akan diri sendiri. Tanpa Jackson sadari, Kris sudah berada didepannya dan mengangkat tubuhnya, memeluk Jackson dengan senang. Jackson sangat senang sekarang. Dan ia tak sabar untuk memberitau Baekhyun kabar bahagia ini.

Haowen dan Jackson sedang duduk berhadapan menunggu pesanan sushi mereka datang. Senja sudah menyelimuti Tokyo dan kedua sahabat itu baru saja pulang dari audisi dengan membawa hasil yang memuaskan. Isu tetaplah isu, tapi tadi Kris mengatakan bahwa mereka berdua tidak digabungkan dalam grup yang sama. Jackson akan memiliki grup beranggotakan 7 orang, sedangkan Haowen akan di debutkan solo. Ya, vokal Haowen memang tak bisa dianggap remeh dan itu bukan berarti Jackson tidak memiliki suara bagus.

"Aku tidak bisa menebak bagaimana reaksi papaku saat tau bahwa aku lolos audisi!" Jackson berseru, sesekali menyeruput susu pisang kesukaannya. "Aku merasa ini mimpi, Oh. Jangan bangunkan aku karena ini mimpi terindah sepanjang hidupku!" Jackson memejamkan mata. Cubitan di lengan dengan kuat sontak membuat Jackson membuka mata kembali, "Sakit bodoh!"

Haowen hanya mengendikan bahu tak peduli. "Dan kepalaku sudah terisi teriakan papaku yang mirip anak TK mendapatkan mainan baru! Aku tidak tau harus senang atau prihatin melihat pria yang kadang lupa umur itu." celetuk Haowen, mau tak mau secara otomatis membuat Jackson teringat akan wajah konyol Pamannya, Sehun.

"Hahahahhaha! Bahkan aku sudah bisa melihat wajahnya sekarang!" Jackson menepuk-nepuk meja, kebiasaan lain dirinya saat tertawa. Membuat beberapa pengunjung melihat kearahnya. Haowen berdiri dan meminta maaf pada pengunjung disana.

Makanan tiba, namun Jackson sesekali masih mengeluarkan cekikikan. Bahkan hingga suapan terakhir, Jackson tetap tak bisa mengontrol tawanya.

"Aku pulanggg!~" teriakan Jackson menggema pada seluruh ruangan. Namun sepi menjadi satu-satunya yang menyambut. Ia masuk dengan santai, mengira sang papa sedang didapur menyiapkan makan malam namun nihil. Lalu suara yang berasal dari pintu masuk membuat Jackson berbalik. Dan menemukan papanya dengan wajah sumringah.

"Ya! Byun Jackson! Kau benar-benar lolos audisi, kan?" Baekhyun bertanya memastikan. Sedang Jackson menggerutu kesal.

"Papa pasti dari rumah sebelah, kan?" Jackson bertanya kesal, "Oh Haowen benar-benar tak bisa menjaga rahasia!"

"Sudah jangan kesal begitu, lagipula tanpa ia beritahu aku juga akan tau kau lolos."

"Bagaimana papa bisa tau? Ah! Paman Kris!" Jackson teringat akan pamannya yang tentu saja langsung menelpon papanya dan memberikan kabar ini.

Baekhyun memeluk Jackson, membawa badan sang anak berputar-putar layaknya anak TK yang sedang berpelukan. "Papa bangga sekali padamu! Sangat bangga! Astaga Byun Jackson aku sangat menyayangimu!" Baekhyun terus berucap kalimat tersebut sebelum Jackson menepuk punggungnya pelan, mengatakan bahwa ia tak bisa bernafas.

"Ah, aku hanya terlalu bahagia. Jadi kapan kita akan ke Seoul? Hm?" pertanyaan Baekhyun membuat Jackson diam. Anak itu tentu yakin mendengar sang papa mengucap kata 'kita.' papanya tidak mungkin berfikir bisa ikut ke Seoul kan?

Jackson berdeham, "Hm, papa, tapi hanya aku yang harus ke Seoul. Tanpa orang tua." jawabnya pelan, sembari menatap Baekhyun takut-takut.

Namun reaksi tak terduga Baekhyun tunjukan, pria itu tertawa kencang, menutup kedua wajahnya dan berusaha mengatur nafas. "Astaga. Aku tidak segitu gila untuk melepasmu ke Seoul sendirian. Jadi tentu saja aku harus ikut." jawabnya namun masih dengan nada kekehan tersisa.

Jackson menghela napas. Sudah menduga papanya akan seperti ini.

Setelah selesai audisi dan mendapat kartu hijau dimana ia akan ditrrbangkan ke korea, pihak agensi memberikan beberapa peraturan dan salah satunya dengan tidak mengikut sertakan orangtua untuk menuju Seoul bersama. Peraturan itu dibuat untuk membentuk sikap mandiri agar terbiasa saat menjalani training tanpa kehadiran orang tua.

Dan seperti yang Jackson duga, setelah menjelaskan beberapa peraturan tersebut pada sang papa, Baekhyun sekarang bersikeras mengatakan ia akan ikut ke Korea. Bahkan pria itu langsung menelpon Kris dan melayangkan sumpah serapah - yang tentu saja tak sopan mengingat Kris lebih tua- mengatakan bahwa itu namanya memisahkan anak dari orang tua bukan semata-mata untuk training.

"Pa, ini sudah resiko jika aku lolos. Papa tau kan?" Jackson mencoba membujuk Baekhyun dengan mengelus pundak sang papa yang terduduk disofa ruang tengah, memijat pelipis.

"Aku tau, Jack. Namun jika ketidakikutsertaanku dalam penerbanganmu ke Seoul, itu aku tidak tau." ucapnya ketus. "Kau tidak pernah keluar negeri, mana mungkin aku membiarkan anak semata wayangku pergi sendirian?"

Jackson tersenyum senang mendengar penuturan sang papa. Ia tau Baekhyun mengkhawatirkannya. Ia 16, dan pergi keluar negeri seorang diri tentu sangat berbahaya. Namun jangan lupa, ia pergi bersama Haowen dan seluruh peserta yang lolos. Ia tidak sendirian. Mungkin Baekhyun tidak memikirkan tentang hal itu.

"Aku bersama Haowen dan peserta lolos yang lain. Aku tidak sendirian." jawabnya, "Lagipula aku akan satu pesawat dengan Paman Kris. Pesawatku beda dari peserta yang lain."

Baekhyun mendengus, sempat kesal menghampirinya kembali saat mendengar nama Kris. "Pamanmu itu! Tunggu saja saat aku mengantarmu ke bandara, akan ku maki dia habis-habisan!" geramnya.

Jackson terkekeh, sang papa terlihat sangat lucu baginya.

Hari yang ditunggupun tiba. 2 koper besar telah tertata manis di bagasi mobil Baekhyun dengan Jackson yang ada disampingnya, memperbaiki letak topi dan ransel punggungnya.

"Dimana Haowen?" Baekhyun mengedarkan pandangan ke kanan, dimana pagar pembatas antara rumahnya dan Luhan menjadi penghalang penglihatannya. Pria itu sedikit menjinjit namun pagar yang memang terlampau tinggi tak mampu ia jangkau.

"Ia akan tiba sebentar lagi." Jackson menyaut, sedangkan sekarang anak itu terfokus pada ponselnya yang membuat Baekhyun jengah.

"Serius, Byun Jackson? Jarak rumahmu dan dia hanya beberapa meter, kalian lebih memilih bertukar pesan daripada menemui satu sama lain?" Baekhyun memutar bola mata jengah.

Jackson tidak menjawab. Dan kehadiran tiga manusia yang berjalan memasuki halaman rumahnya menarik perhatian Baekhyun. Itu Sehun, dengan dua koper besar ditangan, dan Luhan serta Haowen yang mendukung ransel gitar dipunggungnya.

Baekhyun menyapa mereka sebentar lalu mengatakan jika Sehun bisa mengatur koper Haowen di bagasi. Baekhyun menghampiri Jackson. Memegang kedua bahu sang anak dan sekali.lagi memperhatikan penampilan Jackson, takut ada yang kurang katanya.

"Pengisi daya ponsel?" tanya Baekhyun.

"Sudah."

"Dompet?"

"Sudah, pa."

"Bagus."

Baekhyun menatap sang anak tersenyum. Kalung emas putih yang terpasang do leher Jackson menarik perhatiannya. Ia mengusap pelan kalung tersebut, lalu mendongak menatap Jackson yang memang lebih tinggi darinya. "Kalung ini akan melindungi setiap langkahmu. Aku sudah memberikan beberapa mantra disana. Jadi, jangan dihilangkan, mengerti?" ucapnya serius. Padahal Jackson tau sang papa tak benar-benar memberi mantra. Menangnya Jackson anak kecil? Ingat, ia sudah 16.

Lagi-lagi Jackson mengangguk.

"Sudah siap?" Baekhyun berbalik, melihat Sehun dan Luhan yang sedang menatap sang anak dengan berbagai tatapan. Entah itu sedijh, bahagia, terharu, semua menjadi satu. Dan Baekhyun juga merasa hal yang sama akan itu.

Baekhyun mengambil langkah, mendekati keluarga bahagia itu. "Kau berpesan apa padanya, pucat?" ucapnya bercanda lalu merangkul Haowen, anak itu sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri. "Dan Haowen, ingatkan Jackson untuk tidak menyelinap lagi saat kalian sampai di asrama, oke?"

Haowen mengangguk tanda mengerti. Baekhyun mengusap kepala anak itu dengan sayang. Oa tau, Haowen dan Jackson yang awalnya memang tak bisa dipisahkan, akan bertambah sulit di pisahkan jika keduanya sama-sama memiliki jalan mimpi yang sama.

"Jadi hanya aku dan Sehun yang mengantar?" Baekhyun bersuara. Luhan mengangguk. Ia memang tak berencana ikut. Takut menangis melihat Haowen pergi, katanya.

Setelah meninggalkan Luhan dirumah, pira itu menangis tentu saja, kini Baekhyun dan Sehun tiba di bandara. Tentu dengan Jackson dan Haowen. Sehun memarikirkan mobil lalu turun disusul dengan tiga orang lainnya. Mereka menyeret masing-masing satu koper, karena memang koper tersebut terlampau besar.

Jackson memang menggunakan earphone selama perjalanan dan hingga ke bandara. Postur tubuhnya yang memang bagus dan dengan style yang mirip seorang idol -ia menggunakan masker dan topi- membuat beberapa orang yang ada di bandara berbisik tertahan. Dan tak sedikit yang mengambil gambar dirinya.

"Apa dia idol? Tapi siapa?"

"Kudengar dia salah satu trainee baru tahun ini. Wahh, Park tidak pernah salah dalam memilih trainee."

"Apa ia penerus EXO Kai? Postur tubuhnya sama dengan Kai saat ia debut dulu."

"Huaaa tampannyaaaa."

"Aku tidak sabar melihat wajahnya di televisi!"

Dan berbagai seruan lainnya hinggap di telinga Baekhyun. Tentu Jackson tak mendengar karena anak itu mendengar musik dengan volume yang jauh diatas rata-rata.

Tiba didepan tanda keberangkatan, Baekhyun mendapati Kris berdiri disana. Dengan beberapa pengawal dan...Astaga Choi Minho juga ada disana.

Baekhyun terkejut dan gugup. Ia penggemar berat Minho! Siapa yang tidak jatuh cinta dengan wajah tampan Minho walaupun sekarang pria itu sudah berumur seperti dirinya?

Kris melihat kehadiran Baekhyun. Tangannya melambai dan dengan sedikit berlari menghampiri Baekhyun lalu memeluk tubuh mungil itu. Tubuh itu ia angkat dan ia bawa berputar beberapa kali membuat seluruh pasang mata yang ada disana menyadari tindakan mereka. Tapi siapa peduli, Kris terlalu merindukan si mungil itu.

"Turunkan aku, bajingan!" Baekhyun mengumpat. Ia masih marah pada Kris.

"Kasar sekali! Mau kucium, huh?" jawabnya bercanda. Namun malah membuat emosi Baekhyun terpancing.

"Kau! Apa kau memang berniat membuatku tersiksa, hah? Setelah kau membawaku kabur ke Jepang, sekarang kau malah membawa anakku ke Seoul! Kau kejam sekali!" ocehnya yang mendapat perhatian dari orang-orang disana.

Jika dilihat-lihat, Baekhyun dan Kris seperti sepasang suami-istri yang sedang bertengkar perihal sang anak yang akan ikut sang ayah bekerja ke negara lain, dan meninggalkan sang ibu seorang diri.

"Tenangkan dirimu, Baek. Kau menarik perhatian orang-orang." Sehun berusaha menenangkn Baekhyun. Namun tampaknya itu tidak berhasil. Karena sekarang Baekhyun kembali mengoceh sambil terisak dan memukul Kris merulang kali.

"Baek, berhenti! Auch, kau menyakitiku!" erang Kris yang memang menahan sakit. Pukulan Baekhyun tidak main-main.

Baekhyun berhenti. Menyeka air mata dengan ujung lengan jaketnya. Pria itu malah semakin menangis. Dan yang tak terduga dari itu semua adalah, Baekhyun yang tiba-tiba saja terduduk di lantai, menenggelamkan kepala di kedua lekukan tangannya yang bertumpu di lutut.

Pria itu berbicara tidak jelas, dimana semua yang ada disana tak mengerti dengan apa yang ia ucapkan. Jackson yang baru saja sadar apa yang terjadi menghampiri sang papa yang berjongkok, membantu nya berdiri dan Baekhyun langsung menghambur ke dalam pelukannya.

Jackson sedikit terdorong ke belakang, ia nyaris terjatuh jika saja Kris tidak menahan punggungnya. Baekhyun menangis di bahunya. Lama. Bersyukur mereka masih memiliki waktu setengah jam lagi untuk berangkat, cukup untuk membuat Baekhyun menghentikan tangisan. Namun Jackson tau jika dengan waktu segitu, papanya tidak akan berhenti.

Jackson mengelus punggun sang papa, menenangkan. Membisikan beberapa kalimat seperti ia akan menelpon Baekhyun setiap hari, bahan melalukan panggilan video jika bisa membuat Baekhyun tenang.

Namun Baekhyun tetap Baekhyun. Ia menggeleng kuat. Tak mau mendengar semua kalimat sang anak yang akan meninggalkannya.

Kris yang tadi hanya biasa saja, sekarang berubah menjadi khawatir. Pasalnya, Baekhyun memang benar-benar menangis sesegukan. Dan pria itu tidak pernah menangis seperti itu, terakhir kali 15 tahun yang lalu, saat pria itu meminta untuk dibawa ke Jepang.

"Sudahlah, Baek...Jack akan baik-baik saja disana. Ada aku yang mengawasinya." Kris mencoba membuat penenang. Namun Baekhyun tetap Baekhyun.

Pria itu tetap memeluk leher sang anak, namun menggerakan kepala untuk menatap Kris kesal. "Tetap saja aku tak bisa bertemu dengan anakku." lalu kembali membenamkan wajah di dada Jackson.

Jackson bergerak untuk mencium kepala orang yang ia sayangi itu. "Papa, dengarkan Jack." Jackson berucap serius. "Papa ingin Jack meraih mimpi Jack, bukan?" tanya Jackson dan Baekhyun mengangguk. "Nah jika papa seperti ini, Jack jadi tidak ingin meraih mimpi." lanjutnya.

Alis Baekhyun menyatu bingung. Matanya membengkak, dan wajahnya memerah, hidungnya apalagi. "Kenapa begitu? Kau harus mengejar mimpimu! Tidak bisa berhenti begitu saja."

"Benar." Jackson menimpali, "Tapi jika dengan itu Jack meninggalkan papa menangis seperti ini, mana mungkin Jack bisa tenang saat meraih mimpi?" kalimat yang Jackson layangkan benar-benar tenang. Tak menyiratkan nada marah atau kecewa atau sedih. Benar-benar tenang sehingga Baekhyun tenggelam didalamnya.

Baekhyun melepas pelukannya. Mundur 2 langkah dan menyeka cairan yang keluar dari hidungnya menggunakan lengan jaket miliknya. Tak peduli itu terlihat jorok. "Ke-kenapa seperti itu? Jack jangan memikirkan papa."

"Bagaimana bisa aku tidak memikirkan papa jika papa menangis seperti ini?" ucapnya sambil tersenyum. Jackson mendekat, menangkup pipi sang papa, "Maka dari itu jangan menangis, ya Pa? Papa bisa menyusul Jack kapanpun papa mau."

"Apa benar aku boleh menyusul?" tanya Baekhyun pada sang anak.

Jackson mengangguk mantap, "Tentu saja. Aku hanya pergi untuk menjalani training, bukan wamil." Jawabnya sedikit bercanda namun itu berhasil membuat Baekhyun tersenyum.

"Kalau begitu Jack harus menunggu papa." Baekhyun berucap mantap. Menarik napas panjang untuk mengatur napasnya lalu menghembuskan secara perlahan.

"Pasti. Nah, sekarang bisa papa berjanji padaku?" pinta Jackson.

"Apa itu?"

Jackson menunjukkan kelingkingnya pada Baekhyun, "Papa harus berjanji dulu."

Baekhyun sempat protes namun tetap mengaitkan kelingking miliknya pada Jackson. "Sudah."

"Berjanji untuk tidak menangis lagi disaat malam tiba?"

"Eh?"

Baekhyun tampak terkejut. Membuat Jackson tersenyum sendu.

Jackson mendengarnya. Tentang tangisan pilu Baekhyun setiap malam sepanjang hidupnya. Jackson pertama kali mendengar saat ia berumur 14, dimana sudah memasuki 2 tahun ia selalu mendengar tangisan papanya yang menyebutkan nama seseorang.

Jackson tau siapa orang itu. Dan tentu saja ia hapal nama orang itu mengingat Baekhyun selalu menyebut nama lengkap orang itu disetiap tangisannya. Dan entah bagaimana caranya dendam mulai tumbuh dalam hati anak itu.

Ia bersumpah akan menyakiti orang itu dengan tangannya sendiri. Jackson telah bersumpah pada diri sendiri untuk melindungi sang papa dari seseorang yang entah sejak kapan mulai ia benci.

Park Chanyeol.

CEO PARK Entertainment yang beberapa hari lalu ia temui. Tentu ia menyadari jika pria brengsek itulah yang telah menyakiti papanya. Jangan tanya ia tau darimana. Ia tak sengaja menangkap sebuah album foto yang terletak di gudang saat ia mencari palu berisikan foto sang papa dan pria itu namun dalam versi yang masih muda. Saat Jackson memasuki ruang audisi, ia tentu sudah hapal dengan pemilik telinga yang sama seperti miliknya itu.

Namun Jackson sama sekali tak memberikan tatapan membunuh dan malah bertingkah layaknya ia tidak tahu jika orang dihadapannya waktu itu adalah daddy-nya. Tidak. Bahkan Jackson tak sudi menyebut panggilan itu.

"Aku tidak tau mengapa kau masih belum berniat menceritakan semua padaku. Tapi aku akan berusaha menunggu." Jackson berkata demikian. Membuat Baekhyun membeku. "Kudengar ia satu pesawat denganku, dan semoga saja aku tidak menyerang orang itu dengan tiba-tiba."

Baekhyun tau siapa yang Jackson maksud. Baekhyun sadar jika anaknya telah mengetahui semuanya bahkan sebelum ia menceritakan sendiri pada sang anak. Baekhyun menatap Jackson terkejut, namun berbeda dengan Jackson yang menatapnya dengan tatapan yang perlahan menggelap.

"Tidak. Jangan." Baekhyun menyangkal. "Kau tidak akan melakukan itu." Baekhyun berkata tegas. "Kau tidak ada hubungan apapun dengannya, jadi jangan mengambil tindakan demikian. Kau hanya milikku. Hanya aku. Aku orangtuamu. Dan ia, aku tak membutuhkannya."

Jackson menatap sekeliling kecuali pada sang papa. Namun sialnya, tatapannya bertemu dengan orang itu. "Dia disini."

"Apa?"

"Aku bilang, dia disini." Jackson terdengar frustasi. "Jangan bergerak, Pa. Aku tak ingin kau melihatnya."

Namun terlambat, Baekhyun telah berbalik dan langsung berhadapan dengan Chanyeol yang memang berdiri menghadap Jackson, tepat didepan punggung Baekhyun.

Baekhyun terkejut setengah mati, dan ia berharap waktu disekelilingnya berhenti agar ia bisa berlari menghindari pria yang selama ini ia kubur dalam-dalam di ingatannya. Namun nihil. Onyx Chanyeol bertemu dengan amber milik Baekhyun yang terlihat merah.

Keduanya terdiam. Begitu juga Kris yang melihat kehadiran Chanyeol dihadapan Baekhyun, membuat pria itu bingung. Ditambah dengan ekspresi Sehun yang menganga terkejut, dan Haowen yang memasang ekspresi sama seperti Kris.

"Park Chanyeol." suaranya kecil. Teramat kecil hingga ia sendiri mungkin tak dapat mendengarnya.

"Byun Baekhyun." namun ia salah. Chanyeol mendengar dan menjawab dengan memanggil namanya.

Chanyeol lalu menatap lelaki di hadapannya yang sedang bersama Baekhyun. "Byun Jackson."

Jackson masih memiliki rasa hormat, anak itu membungkuk memberi salam pada Chanyeol yang sekarang akan menjadi atasannya. Bukan ayahnya.

"Jadi dia anakmu?" setelah 16 tahun lebih, Chanyeol berbicara pada Baekhyun seakan semuanya baik-baik saja.

Baekhyun menarik napas. Mencoba menahan segala makian yang ingin ia keluarkan untuk pria brengsek di hadapannya saat ini. Baekhyun geram. Bisa-bisanya Chanyeol bertanya sedemikian ringan sedangkan Baekhyun sedang berusah Mati-matian untuk mengatur suaranya? Naif sekali Chanyeol ini, batin Baekhyun.

Baekhyun berdeham, berusaha menghilangkan kegugupan di hadapan Chanyeol yang terlihat sangat dewasa dari yang terakhir ia lihat. "Tentu saja." jawabnya singkat.

"Berapa umurmu?" Chanyeol bertanya, namun pada Jackson. Mendapat pertanyaan secara tiba-tiba membuat Jackson terkejut, namun dengan cepat ia mengaturnya.

"16 tahun." ia menggenapkan umurnya, karena ulang tahunnya 1 bulan lagi.

"Kau lahir bulan november?"

Jackson mengangguk, "Bagaimana kau tau?"

Chanyeol tersenyum. Menatap Baekhyun yang kini menunduk. Tak ingin menatapnya.

Chanyeol, salahkan dirimu sendiri yang waktu itu menolak kehadiran anakmu secara mentah-mentah.

Park Chanyeol muda taunya menyesali perbuatan bejatnya terhadap Baekhyun. Bukan bagian meniduri pria itu, tapi bagian dimana ia menolak mentah-mentah kehadiran jabang bayi hasil dari perbuatannya dulu.

Baekhyun pergi bukan berarti Chanyeol tidak memperhatikannya. Pria itu bahkan menghadirkan beberapa mata-mata hanya untuk mengawasi pergerakan Baekhyun yang tengah mengandung bayinya. Bayi mereka.

Selama 9 bulan dan 1 tahun setelah Jackson lahir, ia mengikuti gerak-gerik Baehyun.

Chanyeol merupakan pria dengan gengsi tinggi. Ia tak mau harga dirinya tercoreng begitu saja dengan menghampiri Baekhyun yang saat itu sedang terduduk di bawah pohon rindang taman bermain yang sepi, sambil menyusui Jackson di pelukannya, setelah ia mengatakan kalimat yang ia sendiripun yakin Baekhyun membenci nya saat itu, saat setelah ia mengucapkan kalimat yang menyakiti hati prianya.

Namun keesokan harinya, Chanyeol menetapkan hati. Ia harus menemui Baekhyun. Ia sangat ingin membawa pria itu kembali ke pelukannya.

Chanyeol, jam belum menunjukkan pukul 7 pagi namun kakinya telah ia tapakkan pada lantai dimana apartemen Baekhyun berada. Memencet bel berulang kali, bahkan mengetuk pintu tak sabaran, hingga berganti dengan pukulan keras. Membuat salah satu tetangga Baekhyun menghampirinya. Chanyeol bertanya mengapa apartemen Baekhyun terasa sepi dan tetangganya bilang Baekhyun pergi dengan tergesa-gesa pukul 2 malam. Sambil membawa sang anak dan sebuah koper besar. Maka dari itu Chanyeol mendapati apartemen pria itu kosong.

Namun sekarang Baekhyun ada di hadapannya. Setelah 16 tahun lebih ia hampir gila mencari prianya. Dengan tanpa direncanakan mereka bertemu kembali. Lengkap dengan buah hati mereka yang kini telah tumbuh menjadi remaja tampan, yang Chanyeol akui sangat mirip dirinya.

"Byun Jackson, lahir pada 26 november, di Seoul." Chanyeol mulai bersuara. Membuat Baekhyun menatapnya.

Jackson mencoba tenang, mengikuti apa yang akan Chanyeol lakukan. "Papa, mengapa sajangnim tau tanggal lahirku?" Jackson bersikap innocent. Membuat Baekhyun bersyukur setidaknya sang anak mengerti akan dirinya.

"Hmm," Baekhyun tampak berfikir, "Ah, dia teman lamaku Jack."

"Aku rasa kita tidak pernah berteman." Chanyeol menimpali membuat Baekhyun gugup.

"Ah, waktu itu aku sangat ingin berteman denganmu, Chanyeol-ssi."

Chanyeol tampak membeku ditempat. Tiba-tiba saja ia merasa emosi.

Baru saja ingin membuka suara, taunya pemberitahuan tentang keberangkatan tiba dipendengaran masing-masing. Baekhyun merasa lega. Setidaknya ia tak perlu mencari alasan lain untuk menghindari kenyataan.

"Aku harus berangkat." Jackson memecah keheningan. Baekhyun menghadapnya tersenyum.

"Tentu saja. Jaga dirimu dengan baik dan telpon aku setiap hari." Baekhyun berucap tegas. Tangannya ia raih untuk menangkup wajah Jackson dan melayangkan banyak ciuman di wajah anaknya itu. Dan membuat Jackson terkekeh geli dengan bibir sang papa yang meneliti seluruh wajahnya.

Baekhyun menarik diri. Tersenyum melihat sang anak dan membawa Jackson kepelukannya. Ia meyakinkan diri untuk tidak terisak. Ia masih bisa menyusul anaknya.

Dan pemandangan Baekhyun yang mencium Jackson seperti tadi entah mengapa mengingatkan dirinya akan Baekhyun dulu.

Postur tubuh Jackson yang memang mirip dirinya mengingatkan ia akan dirinya dulu saat bersama Baekhyun. Ia seperti melihat dirinya dan Baekhyun versi muda sedang menciumnya seperti itu. Dan itu membuatnya tersadar jika Baekhyunnya masih sama.

Baekhyun beralih pada Haowen yang telah berpamitan dengan Sehun. Ia melirik Sehun sekilas yang sedang menyeka ujung mata, menangis. Lalu menarik Haowen dalam pelukan dan mencium kedua pipi anak itu.

Jangan salahkan jiwa keibuan Baekhyun yang muncul pada Haowen. Karena ia sangat menyayangi Haowen seperti anaknya sendiri.

"Oke, kods. Waktu berpamitan sudah habis. Aku tak mau ketinggalan pesawat." Kris mencoba mencairkan suasana.

Haowen dan Jackson memang mendapatkan pesawat berbeda dari traine yang lain. Kedua lelaki itu mendapat pesawat yang sama dengan Kris. Dan Minho dengan anak-anak traine yang lain.

"Chanyeol?" Kris memanggil pria itu. Dan Chanyeol kembali pada kesadarannya. Ia melihat Baekhyun sekilas yang sedang memuaskan diri menatap Jackson, lalu kembali pada Kris.

"Ah!! Aku ketinggalan beberapa berkas di hotel! Aku harus mengambilnya." ucapnya tiba-tiba. Kris menyerngit bingung.

"Lalu bagaimana penerbanganmu? Kau menyusul?"

Chanyeol mengangguk. "Sepertinya. Kau pergi lebih dulu, aku akan ikut penerbangan selanjutnya." ucapnya. Kris mengangguk, berpamitan pada Baekhyun dan adik iparnya, Sehun.

Kris, Jackson maupun Haowen berjalan menjauhi mereka, namun teriakan yang memanggil namanya menghentikan langkah Kris. Chanyeol menyusul pria itu. "Jaga Jackson untukku." ucapnya.

"Huh?"

"Hanya lakukan apa yang aku minta, hyung." Chanyeol tak ingin menjelaskan.

Kris mengangguk, Chanyeol menepuk bahunya pelan.

Baekhyun melihat itu. Dan mendengarnya. Ia mendengar pesan yang Chanyeol layangkan pada Kris. Namun ia tidak peduli. Kepalanya pusing karena menangis tadi dan ia tidak ingin bertambah pusing.

Tepukan di bahu membuat Baekhyun berbalik. Sehun menatapnya dengan tatapan yang sama dengan miliknya. Ia lupa jika Sehun ada disini. Dan ia tau jika ia tidak menjadi satu-satunya yang ditinggalkan.

Sehun membawa Baekhyun ke pelukannya. Tentu itu merupakan pelukan sang adik yang berusaha menenangkan kakaknya.

"Tak apa. Kita bisa mengunjungi mereka nanti." ucapnya menenangkan sambil melepas pelukan.

"Aku tau." Jawabnya. "Ayo pulang, Sehun."

Mereka berjalan pelan, dan Chanyeol yang menyadari hal itu menyusul Baekhyun dan meraih pergelangan tangan pria itu. Baekhyun terkejut dan otomatis berhenti. Sama halnya dengan Sehun.

"Apa yang--"

"Kita harus bicara." potong Chanyeol cepat. Baekhyun menghempas tangan Chanyeol kasar. Ia tidak ingin memiliki urusan lagi dengan pria yang mencampakkan dirinya dan anaknya itu.

"Tidak. Dan jangan memohon karena jawabanku tetap sama." Baekhyun berbalik dan menyeret Sehun hingga keparkiran. Namun pria itu Chanyeol mengikutinya bahkan sampai diamana mobilnya berada.

Baekhyun hendak meraih pegangan untuk membuka pintu mobil jika saja tangannya tidak di tarik dengan kasar oleh seseorang. Ia mendongak. Mendapati Chanyeol yang menggenggam tangannya terlalu erat membuat Baekhyun sedikit meringis.

Sehun membelalakan mats terkejut. Tak menyangka Chanyeol akan senekat ini. Sehun tentu ta perihal ombak yang menghantam pasangan itu sejak bertahun lalu. Sehun dengan cepat menghampiri mereka dan menepis tangan Chanyeol kasar.

"Kau tidak bisa melakukan ini, hyung." ucap Sehun datar. "Tidak untuk sekarang."

"Kau tidak bisa berhenti untuk ikut campur sedari dulu ya, Oh Sehun?" Chanyeol membalas sarkastik.

Chanyeol dan Sehun saling memberi tatapan membunuh. Jika saja hanya dengan tatapan mereka bisa mati, maka mungkin kaki Baekhyun dipenuhi darah dua pria itu.

"Kumohon hentikan." lirihnya. Kepalanya sudah pusing, ditambah dua pria dihadapannya yang siap berperang kapan saja membuatnya semakin pusing. "Jika ingin berkelahi setidaknya jangan didepanku."

Baekhyun menatap Chanyeol, bukan dengan tatapan datar atau marah, namun lebih ketatapan sendu. "Apa yang kau mau, Chanyeol? Bukankah semua sudah kulakukan? Menjauh darimu? Lalu apa lagi yang kau ingin aku lakukan?" pertanyaan Baekhyun membuat Chanyeol bungkam.

Seluruh kalimat yang ada di pikirannya entah kenapa tak bisa Chanyeol suarakan. Ia gugup setengah mati, mendapati tatapan Baekhyun padanya. Betapa ia merindukan mata itu seumur hidupnya.