Bleached Infatuation, Twisted Realm: Drabbles Collection

Ini adalah kumpulan cerita-cerita drama roman pendek Bleach. Ada macam-macam genre dan pairing (het atau homo, dua-duanya ada!), tapi semuanya AU (alternate universe). Beberapa di antaranya adalah teaser dari fanfic-fanfic Bleach buatanku yang akan diterbitkan di waktu yang akan datang, entah nanti terbitnya dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia… Terbitnya juga entah kapan… bulan ini, taun ini, atau sepuluh taun lagi… yah sesanggupnya saya lah! Kalau ada cerita yang pengen dibikin versi lengkapnya, kasih tau saya aja!

Selamat membaca!

(BLEACH©Tite Kubo)


Growing Hearts

Pairing: Hitsugaya Toushiro x Matsumoto Rangiku

Rating: T

Genre: Romance


Salah satu kebiasaan buruk Matsumoto Rangiku adalah menunda-nunda. Seperti pagi ini. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat tiga puluh menit, tetapi ia masih saja berbaring di tempat tidurnya yang nyaman. Ia mengenang masa-masa di mana ia belum harus pergi bekerja. Masa-masanya di sekolah.

***

Matsumoto Rangiku bisa dibilang cukup populer di sekolah menengah atasnya dulu. Selain karena paras cantik dan penampilan menarik, ia juga pandai dalam olahraga dan seni beladiri, meski nilai pelajarannya sedikit berantakan. Kehidupan sosial yang nyaman juga dijalaninya selama SMA, meski sempat putus cinta setelah beberapa bulan pacaran dengan Ichimaru Gin.

Suatu hari, Rangiku pulang agak malam sendirian setelah mendapat hukuman karena sering terlambat menyerahkan tugas-tugasnya. Saat sedang berjalan sambil menggerutu, ia mendengar suara ribut-ribut di suatu tempat dekat pintu keluar sekolahnya. Ada apa gerangan? Rangiku yang penasaran pun bergegas mendatangi sumber suara itu.

Di ujung jalan yang sepi itu – yang kalau malam dijadikan tenda-tenda oleh pedagang makanan – Rangiku melihat dua sosok yang agak familiar baginya. Kedua orang itu adalah anak-anak dari sekolahnya. "Apa yang mereka lakukan di tempat seperti itu?" batin Rangiku curiga. Ia pun menyelidiki lebih dekat.

Kedua pemuda itu berdiri menghadang sesuatu – seseorang tepatnya. Seorang anak laki-laki kecil, mungkin SD atau SMP. Setelah diperhatikan baik-baik, anak itu sedang dianiaya oleh kedua pemuda itu! Di wajah si anak terdapat bekas luka dan lebam. Seorang pemuda menjambak rambutnya dan yang lain berusaha melucuti pakaiannya.

Rangiku yang telah mengetahui apa yang terjadi, langsung bertindak. Didatanginya anak-anak itu dan diteriakinya,

"Hei, berandalan!"

Anak-anak itu, termasuk anak kecil yang dianiaya tadi, langsung menengadah dan menatap wajah Rangiku yang dipenuhi kemarahan.

"Perbuatan kalian rendah sekali, nyadar, nggak?" ucapnya ketus dengan tatapan jijik ke arah kedua pemuda itu.

"Cih, bukan urusanmu, cewek murahan!" balas seorang dari mereka, lalu dengan cepat mencengkeram kerah seragam Rangiku.

Sementara itu, yang lain meremas-remas kepalan tangannya, bersiap-siap untuk melayangkan tonjokan ke arah gadis itu.

"Memukul perempuan dan anak kecil… Kalian benar-benar…" Rangiku mencengkeram tangan yang menggenggam kerahnya, lalu dengan sekuat tenaga memelintir dan membanting si pemuda ke tanah. "… RENDAHAN!!"

Sementara si pemuda yang dibanting terdiam shock di atas aspal, temannya yang ketakutan pun melarikan diri.

Rangiku menggandeng si anak kecil tadi, dan membawanya ke tempat yang aman. Satu-satunya tempat yang ada adalah rumahnya, maka Rangiku membawa si anak ke rumahnya.

Rumah itu kosong. Orang tua Rangiku memang biasa pulang larut malam. Sebuah apartemen sederhana, namun cukup luas.

"Mau kuhubungi orangtuamu? Biar mereka menjemputmu. Bahaya kalau kau keluar sendirian malam-malam begini," tanya Rangiku pada si anak setelah membersihkan luka dan pakaiannya.

"Tidak usah," jawah si anak. "Aku… tidak punya orangtua. Yang ada hanya nenek dan kakak perempuan. Kalau mereka tahu, mereka pasti khawatir. Lebih baik tidak usah diberi tahu."

"Tapi…"

"Kubilang tidak usah."

Rangiku menghela napas. "Yah, terserah kau sajalah. Tapi ingat! Lain kali berhati-hatilah kalau jalan di luar! Aku tidak mau melihat kejadian seperti itu terjadi lagi padamu!"

"Iya, iya…"

Sebenarnya Rangiku agak kesal dengan sikap si anak yang terlalu cuek, tapi ia berusaha untuk tetap ramah. Dielusnya rambut putih si anak sambil bertanya, "siapa namamu?"

"Hitsugaya Toushiro."

"Namaku Matsumoto Rangiku. Mari, kuantar kau pulang." Rangiku mengambil jaket dan kunci rumah sambil menuju ke pintu.

"Matsumoto-san," panggil Hitsugaya pelan, "Terima kasih… sudah melindungiku."

"Ah, bukan apa-apa! Memang orang-orang seperti itu harus dihajar!"

"Tapi… Lain kali aku yang akan melindungimu."

***

Gara-gara asyik melamun di kasur, Rangiku jadi lupa waktu, dan kini waktu menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh menit. Setengah jam sebelum toko tempatnya kerja praktik buka. Padahal butuh waktu paling cepat empat puluh lima menit untuk tiba di tempat kerjanya. Rangiku kini harus berlari-lari bolak-balik kamar mandi dan ruang makan.

Setelah menempuh perjalanan dengan kereta, Rangiku berlari dari stasiun ke tempat kerjanya. Meski sudah terlambat, ia masih sempat-sempatnya mampir ke warung kopi, untuk membelikan segelas minuman cokelat untuk menyogok atasannya. Akhirnya ia melihat papan nama tokonya… dengan seorang pemuda tinggi berdiri di sebelahnya.

Pemuda itu mengenakan seragam SMA. Tinggi tubuhnya sekitar 170 cm. Rambutnya putih rada jabrik, matanya hijau bening.

Rangiku tertegun melihatnya sejenak, sampai akhirnya si pemuda menyadari bahwa dirinya tengah dipelototi.

"Matsumoto… Rangiku?" ucap si pemuda menyebut nama Rangiku.

Rangiku terhentak kaget, mengakibatkan gelas minuman cokelat di tangannya terjatuh dan tumpah.