Ohayou! Konnichiwa! Konbawa!

.

Holaaa, Readers! Ada yang masih inget sama Light (Light-Sapphire-Chan), nggak? Kangen sama Light nggak? Hohoho, karena Light sendiri kangeeeen sama RnR! :D

Light peringatkan dari awal, akan ada skip adegan di bagian pertempuran. Jadi, mohon maaf untuk pecinta cerita aksi, tidak pada tempatnya kalau mengharapkan adegan aksi yang menarik di fic ini. *lirik genre*

Dozo, Minna-sama!

Disclaimer:

Masashi Kishimoto

Aqua Timez

.

Rambu-rambu lalu lintas sebelum baca:

Alternate Reality, original character, OOCness, bit typo(s), spoiler, and etc.

.

Special backsound:

Sen no Yoru wo Koete by Aqua Timez

Ket++:

Bold+Italic: terjemahan lirik lagu.

.

Have a nice read! ^_~

.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

.

Do you love me?

Do you not love me?

.

#~**~#

Birthday fic special for Hinata,

.

The Most Beautiful Thing in The World

Chapter 1

.

I'm Reaching Out for You

.

By: MoonLite Crystal

#~**~#

.

Di siang hari musim gugur yang santai seperti saat ini, karena tidak ada misi, kini Naruto tengah berjalan-jalan di distrik pertokoan Konoha. Sepanjang perjalanan menuju Ichiraku Ramen, sesekali warga menyapanya ramah dan memberikannya sesuatu. Biarpun Naruto sudah menolak, bagi mereka yang memberikan Naruto memaksanya untuk menerima. Karena merasa tak enak untuk lebih 'keras kepala' menolak lagi, Naruto akhirnya menerima semua hadiah tersebut. Sekarang saja, semua bawaannya sudah memenuhi satu kantung plastik.

Dengan makanan sebanyak yang diberikan, sebenarnya tidak perlu lagi membeli ramen, tapi, Uzumaki yang satu itu merasa ramen adalah makanan wajibnya, jika makan tanpa ramen, rasanya makan terasa hambar. Lagi pula, dingin-dingin di musim gugur seperti ini tentu sangat enak makan sesuatu yang hangat-hangat.

Jadi, saat ini Naruto sedang dalam perjalanan ke Ichiraku Ramen untuk membeli ramen. Ia tidak diberi misi oleh Godaime Hokage, wanita berusia berkepala lima itu berkata bahwa ia butuh istirahat, dan tidak diijinkan menerima misi.

Toh, dia memang lelah. Sekali ini saja biarkan ia bersantai, sebelum bersiap menghadapi masalah yang menentukan masa depan dunia Shinobi.

Belok kiri di tikungan ini, adalah blok di mana warung-warung yang menyajikan ramen berjajar rapi dengan wangi sedapnya yang mengundang pengunjung untuk menyicipinya.

Naruto melangkahkan kakinya lebih cepat dan berbelok di tikungan dengan senyum terkembang. 'Oh, miso ramen! Aku datang!' teriak Naruto dalam hati.

BRAAAK!

BRUUUK!

"Ittaiii!"

"U-ukh…"

Sayang sekali, Naruto tidak dapat mewujudkan keinginannya membeli ramen saat itu juga.

Naruto dan seseorang yang ditabraknya di tikungan sama-sama mengaduh kesakitan, masing-masing dari mereka jatuh terduduk berhadapan. Baru saja Naruto hendak mengomeli orang yang—menurutnya—telah berani menabraknya, ketika pandangannya bertemu dengan sepasang mata orang yang ditabraknya, barang bawaan mereka masing-masing jatuh tercecer dan terlupakan.

"Go… go… -menasai!" Si penabraknya cepat-cepat berdiri, lalu membungkukkan badan tanda meminta maaf. "Hontou ni gomenasai!"

"Na-nani?" Naruto segera berdiri dengan wajah panik. Kedua tangannya terangkat dan digerakkan ke kanan dan ke kiri dengan cepat. "Ha-harusnya aku yang meminta maaf! Gomen ne!"

"Gomenasai…"

Sejenak Naruto merasa salah tingkah, ia mengenali orang yang menabraknya, orang yang ditabraknya tak juga mengangkat kepalanya. Tetap membungkuk tanpa mencoba melihatnya. Orang seperti dia membungkuk minta maaf padanya? Ah, dilihati dan menjadi pusat perhatian oleh orang sebanyak ini saja sudah membuat malu!

"O-oi!"

"Gomenasai…"

"Oiii!"

"Gomenasai…"

"OOOIII! Dengarkan aku! Harusnya aku yang meminta maaf, Hinata!" kata Naruto kencang. Naruto nyaris menghembuskan napas lega mendengar gadis berambut indigo itu tak lagi bersuara. Tapi, kelanjutannya…

"Gomenasai…"

Naruto tak tahu harus berkata apa lagi.

"Gomena—"

Diraihnya kedua bahu dibungkus jaket ungu itu dengan kedua tangannya, dibantunya Hinata berdiri tegak kembali, sepasang mata ungu mudanya membelalak terkejut dengan tindakan Naruto, Naruto membalasnya dengan tatapan tegas. "Berhenti meminta maaf karena kau tidak salah, Hinata. Aku yang menabrakmu!"

Beberapa detik mereka bertatapan, Hinata kembali menunduk. Ekspresi wajahnya tak terlihat, tertutupi helai-helai rambut yang terurai tepat di depan wajahnya.

"Gomenasai…" ucap putri keturunan Hyuuga pelan, nyaris tak terdengar.

Tangan kanan Naruto terangkat, dan menepuk kening tannya. "Kami-sama…" desah Naruto. "Baiklah, baiklah. Berhenti mengatakan 'gomenasai', atau aku benar-benar tidak akan memaafkanmu!" kata Naruto setengah mengancam.

Kekhawatiran Naruto memang beralasan, melihat Hinata yang tak menunjukkan pergerakan apapun, dikiranya gadis itu akan kembali meminta maaf. Tapi, tidak. Ia hanya mengangguk singkat. Naruto menghembuskan napas lega.

"Sumimasen," ucapnya pelan tanpa mendongak kembali. Gadis itu lekas berlutut dan mengumpulkan barang-barang yang terjatuh berserakan di sekitar mereka.

"Eh, ya… Biar kubantu!" Naruto ikut berlutut dan mengumpulkan barang-barang mereka. Diam-diam Naruto merasa lega, untung saja makanan-makanannya tidak tumpah. Bisa mengotori jalan jika tumpah berserakan!

Keduanya bekerja dalam diam. Tak ada yang berniat membuka pembicaraan. Naruto yang biasa dikenal heboh, ramai dan mudah akrab dengan siapapun itu juga memilih diam. Orang-orang yang semua berhenti beraktifitas karena memerhatikan mereka, kini kembali pada aktifitas semula atau berlalulalang, seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

Naruto mengedarkan pandangannya, mencari lebih teliti apa masih ada barang yang belum terambil. Pandangannya tertumbuk pada sebuah buku berwarna oranye yang jatuh terbuka, tak jauh dari buku tersebut, sebuah pena berwarna biru tergeletak. Naruto meraihnya. Tentu dua barang ini bukan miliknya, di baliknya buku tersebut, sehelai pita menggantung di buku, dibersihkannya dari debu dan serpihan kerikil.

Sepasang mata birunya menemukan satu halaman pada buku yang terbuka yang ditandai dengan sehelai pita berwarna kuning cerah, kertasnya polos berwarna oranye, dan beberapa baris tulisan tangan yang rapi menghias di atas kertas itu.

"Naruto-kun…"

Sebuah suara memanggilnya, Naruto menoleh sesaat pada Hinata, lalu berdiri dan kemudian membalikkan badannya. Hinata mengulurkan kantung plastik yang—ajaibnya—telah tertata rapi. Seingatnya, ketika mengumpulkan barang dan makanan tadi, ia asal main memasukkan barang ke kantung plastik. Gadis itu pasti sudah merapikannya.

"Sankyuu…" Naruto menerima sekantung plastik yang diberikan Hinata, dan kemudian mengacungkan pena berwarna biru itu. "Ini milikmu?"

Senyum lega merekah di wajah Hinata. "Ku-kukira pulpenku hilang…" Diambilnya pena itu dari tangan Naruto. "Arigatou gozaimasu, Naruto-kun!" katanya sambil mendekap pena yang tadi ditemukannya juga tas tangan berwarna ungu yang dibawanya.

"Apa buku ini juga kepunyaanmu?"

Wajah gembira Hinata yang penuh kelegaan lenyap seketika. Dengan kaku dia kembali memandang Naruto yang nyengir lebar seraya mengulurkan bukunya. Oh, tidak… Di antara sekian banyak orang yang melihat dan menemukan bukunya, Hinata sangat berharap jika yang sedang memegang buku saat ini tentu bukan seseorang yang kini paling disayangi Konoha dan seisinya. Hinata memejamkan mata, dan kelopak matanya kembali membuka.

Yang dilihatnya tetap sama; Naruto yang nyengir dan masih memegang buku miliknya.

"I-iya. A-ar-arigatou…" Hinata mengambil buku itu dari tangan Naruto, memeluknya erat lalu membungkukkan badan pada Naruto. "A-aku duluan, Naruto-kun. Sumi-mi-ma-sen…" pamitnya terbata-bata, tanpa menunggu respon Naruto, gadis itu segera melarikan diri dari hadapan Naruto.

Mungkin hanya perasaannya saja, suara Hinata terdengar bergetar hambar di telinganya, wajah gadis itu terlihat ketakutan dan dia pergi begitu saja, meninggalkannya masih terpaku di tempat yang sama saat ditinggalkan. Cengirannya perlahan pudar, secuil rasa bersalah muncul di sudut hatinya.

Apakah dirinya membuat kesalahan hingga Hinata seolah terlihat takut padanya? Apa Hinata tadi melihatnya yang mencoba ingin membaca buku miliknya? Ah, dia kan tidak berniat jahat untuk mengambil buku milik Hinata…

Naruto berjalan pulang menuju tempat tinggalnya, masih terbayang kejadian yang baru saja dialaminya, membuatnya merasakan rasa bersalah tanpa alasan yang jelas hingga sampai di apartemen miliknya.

'Aku harus meminta maaf pada Hinata!'

.

#~**~#

.

Keesokan harinya, bukannya pergi ke kantor Hokage untuk meminta misi pada Godaime-Hokage, Naruto justru berkeliling Konoha mencari seseorang yang membuatnya memendam rasa bersalah yang mengganjal hatinya. Pemuda maniak ramen itu tak bertanya pada seseorang pun, ia tak mau dicurigai karena dikira melakukan hal yang tidak-tidak. Oke, perkiraannya terlalu berlebihan. Tapi, apapun bisa terjadi tanpa kita sangka, bukan?

Sayang sekali, Naruto tidak dapat menahan niat awalnya untuk tidak bertanya pada siapapun, buktinya, setelah sampai di depan gerbang klan Hyuuga, seseorang anak perempuan yang keluar dari gerbang kompleks klan Hyuuga yang megah, dicegat olehnya.

"Apa Hinata ada di rumah?" tanya Naruto tanpa berminat basa-basi terlebih dahulu.

Anak yang dicegat olehnya menggeleng. "Dia sedang pergi. Latihan di lapangan tim sepuluh. Tadi pagi sih bilangnya berla—hei!"

"Terima kasih, ya!" Naruto melambaikan tangannya asal ke arah belakang, langkah kakinya berpacu dengan cepat menuju tempat yang tadi disebutkan oleh seorang anak perempuan keturunan Hyuuga. Senyum lega terkembang di wajah tampannya.

"Matte!" serunya. Namun posisi Naruto saat ini terlalu jauh untuk mendengar seruannya yang terlewat pelan. Setelah menggelengkan kepala dan kembali berjalan, dia bergumam, lebih kepada dirinya sendiri.

"Jadi itu dia… Pahlawan Konoha. Naruto Uzumaki, eh?"

.

#~**~#

.

Seorang gadis berambut panjang berwarna indigo menyelesaikan latihan rutinnya tepat saat waktu menunjukkan tengah hari, dihampirinya sebuah pohon berdaun kuning kecoklatan dan beranting kering, tempat ia menaruh barang bawaannya. Setelah meminum air dalam botol minum yang terdapat dalam tasnya, kini ia tengah mengelap keringatnya dengan sehelai handuk kering yang dibawanya.

Setelah membereskan barang-barang yang dibawanya dengan memasukkannya kembali ke dalam tas, disandangnya ransel miliknya. Sedikit kecerobohannya adalah tidak menutup resleting tas dengan benar, buku kesayangan miliknya tersembul keluar dari dalam ransel ungu miliknya.

Siang hari ini terasa berbeda. Matahari bersinar redup, tersaput awan dan kabut yang dihembuskan oleh angin dingin. Namun dia tetap berlatih saat cuaca tak bersahabat seperti ini, bukan karena ingin menyakiti dirinya, hanya berlatih… dia tidak cukup baik sebagai shinobi Konoha jika sesuatu hal yang buruk seperti perang terjadi.

Saat memulai langkah pertama, kakinya terantuk akar sang pohon yang semula tempatnya menaruh barang bawaannya. Ia nyaris terjatuh namun berhasil menjaga keseimbangan. Setelah menghela napas lega, ia melanjutkan langkahnya untuk mencari sungai, masuk ke dalam hutan yang sudah akrab sebagai tempatnya melatih diri.

Tak disadarinya buku miliknya jatuh tergelelak di atas rerumputan hijau, di sebelah akar sang pohon yang tadi tak sengaja membuatnya tersandung.

.

#~**~#

It doesn't matter to me either way

No matter how much I wish for it

There are a lot of things in this world that can't be changed

That's right,

#~**~#

.

Perlahan tapi pasti kecepatan larinya menurun, hingga kini ia berjalan-jalan di sekitar lapangan latihan tim sepuluh. Pandangannya mengitari tempat yang menjadi tujuannya untuk mencari seseorang. Sunyi—hanya suara napasnya yang terengah yang mengusir keheningan, tak ada siapa-siapa.

Sudah terlambatkah?

"Chikushou…"erangnya kesal memecah kesunyian.

Kedua tangan tan miliknya terangkat untuk mengacak-acak rambut pirangnya. Ia yang berdiri di dekat sebatang pohon lantas berniat menendang asal akar pohon tersebut untuk melampiaskan rasa kesalnya.

BUK!

Ada yang melayang terhempas menjauh? Tidak mungkin akar sampai terhempas sejauh itu padahal ia tidak menendang begitu kencang, kan?

Pemuda itu menyipitkan mata biru jernihnya. Bukan akar yang ditendangnya, melainkan sebuah buku catatan kecil. Setelah menghela napas panjang, dihampirinya sang buku yang kini terjatuh di atas rerumputan di lapangan terbuka. Dipungutnya buku tersebut. Ada perasaan aneh yang mencuat ke permukaan hatinya saat meraba buku itu…

…hei, bukankah buku ini milik seseorang yang sedang dicari olehnya?

Baru saja kemarin ia mengembalikan buku yang ia genggam pada pemiliknya. Namun kenapa buku tersebut sekarang ada di lapangan tim sepuluh tanpa jejak dari sang pemilik?

Berarti orang yang dicarinya memang tadi benar berada di lapangan tim sepuluh?

Diedarkannya pandangan sejauh jangkauan penglihatan yang dimilikinya, sedikit perasaan harap di hatinya benar-benar menginginkan gadis pemilik buku oranye akan muncul dari suatu tempat. Menghampirinya untuk meminta kembali bukunya.

Konyol. Dia sendiri menyadari kalau dia seorang diri di tempat terbuka seluas ini. Tak ada jejak yang ditinggalkan gadis bermata sewarna lavender itu. Itu berarti ia harus mencarinya kembali!

Pemuda itu menatap lekat buku dalam genggamannya, lalu dimasukkannya ke dalam saku jaket yang dikenakannya. Senyum lega mengembang di wajahnya yang tampan, tanpa alasan yang jelas, tanpa mengerti mengapa ia merasa lega.

Mungkin karena telah berhasil mendapatkan alasan kecil untuk bertemu kembali dengan sang gadis, yang membuatnya berkeliling dan menyusuri seluk-beluk Konoha sekali lagi?

Ia membalikkan badan dan melangkah meninggalkan lapangan latihan tim sepuluh, setelah itu berlari tenggelam dalam hembusan angin musim gugur, hilang dalam sekejap mata.

Perasaannya begitu optimis, sebentar lagi ia pasti bertemu dengan gadis yang dicarinya!

Andai saja dia menoleh ke belakang…

Andai saja pemuda itu menyadari kehadiran seseorang yang dicari-carinya…

Dia pasti akan menemukan seseorang yang dicarinya telah kembali ke lapangan tempat berlatih tim sepuluh, yang berniat untuk mencari benda miliknya yang hilang.

Tak usah ditanyakan bagaimana perasaan sang gadis sekarang, dirasakannya dengan pasti perasaan terpesona karena senyum lega pemuda yang kemarin berjumpa dengannya, sekaligus panik setengah mati—karena benda berharga miliknya yang menyimpaan rahasianya ada dalam genggaman sang pemuda yang turut mencari dirinya.

Setelah berhasil menenangkan perasaannya kembali, gadis yang memiliki warna mata selembut lavender itu terkejut. Pada dirinya sendiri, yang baru saja menyadari bahwa ia—sekali lagi—terpesona oleh pemuda itu. Padahal yang tadi itu hanya senyuman lega biasa, bukan pula tertuju untuknya, melihatnya dari kejauhan saja sudah membuat sang gadis berdebar tak karuan.

'Kami-sama… Apa yang harus kulakukan?'

Tak usah kau sangkal lagi, tak usah kau mencoba untuk melupakannya, Hinata…

…kau memang menyayanginya.

Dan tak ada siapapun atau apapun yang dapat menghentikan rasa sayangmu untuknya.

.

#~**~#

And only the fact that

"I love you."

Is a truth that's unchangeable by anyone

#~**~#

.

Perkiraan optimisnya salah.

Pada kenyataannya, sang pemuda tak juga berhasil bertemu dengan sang gadis. Bukan karena dia tidak mau mencari sang gadis, melainkan saat hari itu berakhir, pemuda yang identik dengan warna oranye itu tidak menemukan dia.

Keesokan harinya?

Oh, Teman… setumpuk masalah datang beruntun padanya!

Bagaimana bisa ia sempat mencari gadis pemilik buku oranye jika masalahnya itu memang sangat penting dan butuh diprioritaskan?

Bahkan walaupun buku oranye itu kini selalu terpendam di saku jaketnya, saat tak sengaja bertemu dengan seseorang yang membuatnya merasa bersalah, dirinya justru lupa tentang buku, perasaan bersalahnya, dan menyapa sang gadis saja tidak dilakukannya!

Penyesalan itu kian mengembang di hatinya. Mengapa saat ia bisa mengingat semua yang ingin dilakukannya saat bertemu sang gadis, gadis itu justru tidak ada di hadapannya?

Namun ia tidak bisa membiarkan dirinya berlarut-larut dalam rasa sesal. Tidak bisa. Rangkaian kejadian tak terduga silih berganti menghadangnya, hingga kini ia memutuskan untuk berlatih dengan seorang Jinchuuriki lain yang dapat mengendalikan Bijuu dalam tubuhnya sendiri. Ia juga ingin bisa mengendalikan Kyuubi dalam tubuhnya sendiri.

'Tempat ini aneh…' pikirnya saat berlatih mengendalikan chakra Kyuubi.

Latihannya juga tak kalah aneh. Menumpuk batu-batu yang nyaris tak berbentuk dengan seluruh tubuh diselimuti chakra! Yang benar saja! Batu-batu itu sudah hancur bahkan tanpa ia meremasnya—tentu saja karena tangannya diselimuti chakra yang bukan sembarang chakra. Namun dia dapat menyelesaikan latihannya dengan baik sesuai yang diajarkan pria berkulit gelap yang senang bernyanyi dengan perpaduan antara rap dan enka.

Mengapa tempat ini terus berguncang? Apa yang sebenarnya sedang terjadi di luar sana? Mengapa Yamato-Sensei tak juga kembali untuk datang memantau latihannya? Mengapa dirinya dibodoh-bodohi?

Mengapa sekelumit perasaan tak bernama membuat hatinya merasa tidak nyaman?

Benarkah ini yang dinamakan 'firasat buruk'?

Membuatnya gelisah dan akhirnya tidak lagi dapat fokus pada misi rahasia tingkat S—persetan dengan itu semua—seperti yang dikatakan orang-orang padanya. Ia tidak dapat lagi membendung rasa penasarannya. Didesaknya setiap orang untuk mengatakan situasi dan kondisi yang sebenarnya sedang terjadi saat ini.

Kami-sama

Bodoh! Sungguh bodoh! Aliansi Shinobi justru melindungi dirinya atas pidato Gaara sebagai Jendral Presiden?

Tak peduli dengan semua tindakannya yang mengesankan orang lain… Tapi, Aliansi Shinobi mempunyai kru yang jumlahnya mencapai ribuan orang… dan ribuan orang itu ingin melindunginya hanya karena dia diinginkan Akatsuki? Memang tidak hanya melindunginya, penduduk sipil juga…

Tetap saja! Baginya ini suatu penghinaan! Apa dunia tidak tahu kalau dirinya kuat? Tidak ada yang mendengar kabar bahwa dirinya telah mengalahkan enam orang Pain? Tidak ada yang tahu bahwa dialah yang membuat kesepakatan dengan Nagato pemilik mata Rinnegan yang legendaris?

"Jangan marah seperti itu, Bocah."

"Bagaimana aku tidak marah? Kalian menyembunyikan semua ini dari—"

"—kalau kau turun ke medan perang saat ini juga, apa yang bisa kau lakukan saat emosimu tidak terkendali, hm?"

"Aku sedang tidak bicara tentang emosi atau—"

"—cukup." Killer Bee membenarkan letak posisi kacamata yang ia kenakan. "Kalau kau mau turun saat ini juga, kujamin kau bahkan tidak akan mampu mengalahkan shinobi yang kemampuannya saja jauh tak mampu melebihimu, Naruto."

Pemuda pemilik nama Naruto Uzumaki itu terkesiap. Suara itu bernada tajam, kata-katanya seakan menamparnya, terhempas pada kenyataan bahwa perkataan Killer Bee memang benar.

Amarah Naruto menyurut, tatapannya menjadi sayu. Kedua tangannya menjambak rambut pirangnya, hingga buku-buku jarinya memutih. Killer Bee menepuk pundak Naruto, tanpa kata menanyakan alasan sebenarnya di balik kemarahan pemuda yang di tubuhnya tersegel Bijuu ekor sembilan.

"Aku tidak mau ada yang mati—atau bahkan semuanya mati—hanya karena satu orang… terlebih jika orang tersebut adalah aku."

"Oke~ sekarang juga kita menuju ke medan laga, Onii-chan!" rap Killer Bee dengan nada menghibur. "Mungkin akan banyak yang terluka—sampai kondisi kritis, tapi kurasa tidak akan ada satu shinobi pun yang ingin mati dalam peperangan ini."

"Tak ada yang mau mati." Naruto menghembuskan napas panjang. Saat itulah dia teringat sesuatu…, dan seseorang.

Ah, mati… ya?

"Berjanjilah padaku kau tidak akan mati, Bocah."

Senyum Naruto terkembang, miring dan seakan dipaksakan. "Jangan merendahkanku seperti itu."

"Aku tidak merendahkan~ hanya memperingatkan~"

"Aku tidak mau mati. Dan pasti tidak mati."

"Jangan sombong dulu, Nak~ kalau benar-benar mati, tahu rasa kau~"

"Kalau aku mau, aku bisa mati kapan saja—bunuh diri, misalnya. Sayangnya aku tidak bisa…" Naruto merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan sesuatu yang telah lama tersimpan di dalam saku jaket hitam dan oranye miliknya.

"…apakah buku itu penting? Lemme guess~ is that gift from Uciha?"

Biarpun matanya tersembunyi di balik kacamata hitam, Bee dapat melihat Naruto yang kini tersenyum tulus. Terlihat lebih lega dan ringan.

"Bukan." Naruto meraba buku oranye dalam genggamannya. "Buku ini milik seseorang yang sama sekali tidak kau kenal."

"Hm… lalu, kenapa buku itu bisa ada padamu?"

"Kebetulan saja aku menemukan buku ini di suatu tempat… Aku mau mengembalikannya, sayangnya tidak punya kesempatan."

"Kalau begitu, carilah kesempatan."

"Tapi si kesempatan menjauh darikuuu…" kata Naruto lemas.

"Buat saja kesempatan untuk mengembalikannya. Satu lagi, jangan pernah baca isi bukunya, Nak. Kurasa, jika seorang gadis memiliki catatan, biasanya banyak rahasianya…"

"Baik—NANIII?" Naruto mengalihkan tatapannya pada Killer Bee yang berwajah inosen. "Ta-ta-tahu darimana kalau pemilik buku ini—"

"Ck, ck. Ada tulisan di depan cover polos buku ini, bagian pojok kanan atas! Tertulis 'Hinata Hyuuga'. Dan aku yakin sekali, itu nama anak perempuan dari Hiashi Hyuuga."

"Kau mengenal Hiashi Hyuuga?" tanya Naruto kaget.

"Kenalan di masa lalukuuu~"

"Hmm… Hiashi Hyuuga itu seperti apa orangnya?"

Killer Bee tersenyum tipis. "Tak perlu kau tahu, Nak~ yang penting sekarang fokuslah dengan dirimu sendiri! Sebentar lagi kita sampai di medan pertempuran, persiapkan dirimu!"

"Hai." Naruto mengangguk. Ada getar semangat dan keberanian yang menjalar di sekujur tubuhnya. Dan pemuda itu bergegas menyiapkan perlengkapan dan persenjataan seadanya yang sekiranya diperlukannya saat di medan perang nanti.

Pemuda keturunan Yondaime-Hokage itu tak henti berdoa dalam hati untuk keselamatannya, semua orang yang disayanginya, dan semua orang yang tak bersalah.

.

#~**~#

Passing through 1000 nights

I want to tell you

There's something that I have to tell you

I want to be loved

But you don't seem to love me

I wander about, within that repetition

#~**~#

.

To be continued

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

.

Mohon maaf untuk kesalahan yang luput dari pengamatan Light. Hontou ni gomenasai…(_._)a

.

Selamat hari Ibu! (walau sudah lewat)

Selamat ulang tahun, Hinata! (walau belum datang)

Weeits! Jangan ngomel dulu gara-gara cuma chapter hanya seperti ini! Tenang aja, masih ada kelanjutannya, kok! Teror saja saya via FB *sering OL di sana* buat update fic! Hahaha~ fic ini kelanjutannya bakal update saat ultah Hinata!

Dengan publish-nya fic ini, Light bangkit dari hiatus hanya selama liburan sampe sebelum laptop dan modem disitaaa!(nyaampunujianbentarlagi!) T_T

Untuk Kawan-kawan NHL yang baru di FNI! Salam kenal dari Light!:D Maaf ya belum bisa RnR…(_._) kalau yang bangkotan, UPDATE fic-nya dong, Bro! Sis! Krisis fic NH~ krisis fic NH! ^_~

(dikau sendiri bagaimanaaa, Light? #gigaplak)

Na, jangan cuma baca, yah~ kasih review yang manis juga dong buat Light!:D

Terima kasih sudah menyempatkan membaca! Kritik dan saran yang membangun diharapkan adanya! ^_^

.

Sweet smile,

MoonLite Crystal