SHADING FATE
A SasuHina fanfiction
By AngryDeer007
.
Anime original character belongs to Masashi Kishimoto
Story plot belongs to AngryDeer007
Do Not Copycat!
.
Warnings :
Typo, crack pair, Super OOC, drama, weird plot etc.
.
NOTE : Bagi para penganut official pair yang close minded silahkan melipir!
.
Chapter 1
Kejutan Dari Masa Lalu
.
8 Years ago...
Cinta Pertama bukanlah sebuah kiasan semata. Tapi Cinta Pertama adalah sebuah takdir. Cinta Pertama merupakan fase wajib bagi setiap manusia di seluruh muka bumi. Setiap manusia pasti pernah melalui fase ini, bahkan manusia-manusia yang akan terlahirpun ditakdirkan akan mengalaminya juga. Fase dimana mereka menemukan Cinta Pertama mereka.
Semua orang berarti itu juga berlaku untuk Hinata muda. Gadis berambut indigo itu baru menyadari bahwa ia jatuh cinta pertama kali saat ia berusia 17. Terima kasih pada Gaara yang secara kebetulan memperkenalkan lelaki —yang bakal menjadi cinta pertamanya—itu saat Gaara tak sengaja berpapasan dengan Hinata di dekat halte bus saat jam sekolah telah usai.
Ia melihat pemuda itu. Mengarah ke seseorang disamping Gaara dengan seragam sekolah yang berbeda dengannya. Sisi emosionalnya yang masih labil saat itu telah tertambat secara tidak sadar saat ia bertemu pertama kali dengannya. Hanya sebuah pertemuan sederhana namun Hinata muda merasakan desiran hebat saat memandang onyx hitam yang begitu pekat namun sangat mempesona dimata amethys-nya. Pipinya bahkan merona saat menyadari bahwa lelaki itu juga memiliki rambut dengan warna yang hampir serupa dengan rambutnya. Hinata terpesona.
Ini bukan sekedar cinta pertama. Tapi ini adalah cinta pada pandangan pertama! Hell yeah, Hyuuga!
"Hinata, kenalkan ini Sasuke, temanku dari Horikoshi." Kata Gaara memperkenalkan seseorang disebelahnya.
Oh My God!
Dia sekolah di Horikoshi?! Horikoshi yang terkenal itu? Hinata memekik tak percaya di dalam hatinya.
"Sasuke," suara pemuda itu berat namun mampu membuat Hinata muda meremang.
"Hinata," balasnya dengan lembut dan malu-malu.
Dan sejak itu, Hinata muda merasa bersyukur pada Tuhan karena setelah perkenalannya dengan Sasuke Uchiha, ia sering sekali bertemu dengan lelaki itu. Oh, jangan lupakan ada peran Gaara yang selalu mengajak Sasuke untuk nongkrong dengan teman-temannya yang lain setelah pulang sekolah. Bisa dibilang, Hinata dan Sasuke berbagi friendline yang sama.
Dalam lingkar pertemanan mereka, hanya Sasuke yang berbeda sekolah dengan Hinata, Gaara, Kiba dan juga Shion. Seperti remaja hormonal kebanyakan, mereka lebih sering nongkrong di cafe atau tempat arena bermain. Itupun dengan catatan jika kelimanya tidak disibukkan dengan PR yang mendesak.
Awalnya Hinata merasa canggung ketika ia berdekatan dengan Sasuke. Gadis mana yang tidak akan salah tingkah jika ia berada disekitar lelaki yang ia taksir? Hinata berpikir mungkin ia akan sangat kelihatan konyol jika terlalu canggung dan pasif jika itu tentang Sasuke. Dia memang berniat untuk menyimpan rahasia kecilnya hanya untuk dirinya sendiri. Bisa gawat jika teman-temannya yang lain sampai tahu.
Karena itu, Hinata mencoba bersikap normal pada Sasuke seperti ia menyikapi teman-temannya yang lain. Sebuah kamuflase. Tapi itu bukan berarti Hinata hanya berdiam diri tanpa berusaha membuat Sasuke melihat ke arahnya.
"Bagaimana rasanya bersekolah di Horikoshi?" Tanya Hinata pada suatu ketika saat mereka tengah berisitirahat setelah puas bermain polo.
"Cukup baik." Kata Sasuke tepat setelah ia menenggak minuman penambah ion. "Tapi aku tak bisa menemukan kesenangan disana."
"Kenapa?"
Sasuke mengendikkan bahu. "Disana terlalu kaku, terlalu banyak yang dilarang. Bahkan kami tidak diperbolehkan berpacaran," Sasuke terkekeh. "Yang kami lakukan disana hanya belajar dan belajar."
"Tapi, bukankah itu bagus, kalian bisa jadi lebih fokus belajar. Akupun... jika bisa ingin sekolah disana."
"Aku tidak bilang itu buruk. Hanya saja disana terlalu kaku dan sangat teratur, Bagiku itu sangat membosankan, makanya aku mencari teman diluar Horikoshi."
"Lalu bagaimana kau mengenal Gaara?"
"Seorang rekan ibuku memperkenalkan putranya padaku saat pesta ulang tahun perusahaan keluarga, yeah, itu Gaara."
Hinata hanya mengangguk-angguk kecil. Kemudian sebuah jeda tercipta antara mereka. Sasuke menoleh ke arah Hinata yang menatap Shion dan Kiba yang tengah asik menjinakan kudanya sebelum ditunggangi.
"Kau bilang tadi, jika bisa kau ingin sekolah di Horikoshi?" Sebelah alis Sasuke terangkat menunggu jawaban.
Hinata menggaruk ceruk lehernya dengan gugup sebelum menjawab, "Iya... itupun jika bisa,"
"Maksudmu, orang tuamu tak mengijinkanmu sekolah disana?"
Hinata menggeleng. "Bukan. Aku tidak lulus saat test penerimaan."
Onyx Sasuke membulat dengan mulut yang sedikit menganga. "Itu sangat disayangkan." Sasuke melihat amethys Hinata yang meredup sedih. "Tapi percayalah, kau sangat beruntung." Hiburnya.
Beruntung katanya?
"Kau tak perlu melewati hari-hari yang menegangkan dan penuh pengawasan saat belajar. Kau masih bisa bercengkrama dengan teman-temanmu. Disana, pergaulan sangat terbatas."
"Iya,"
"Iya apanya?"
"Iya... aku mengerti. Terima kasih." Hinata tersenyum kecil pada Sasuke. Sekuat tenaga ia menahan desiran hebat yang meremangkan seluruh tubuhnya. Hinata gemas, kapan sih si Uchiha ini sadar akan perasaanya?
.
Hinata merasa sangat senang ketika pelan tapi pasti, dia dan Sasuke terasa semakin akrab. Keduanya sudah tidak terlalu canggung atau merasa minder dan bingung ketika disana hanya ada mereka berdua saja saat teman-temannya secara acak sibuk kesana-kemari saat mereka bercengkrama disuatu tempat.
Hinata sangat terkejut menemukan Sasuke bersikap sangat ramah dan sopan. Sangat bertolak belakang dengan perawakan fisiknya yang terlihat garang. Apalagi wajahnya yang menampilkan perangai dingin dan galak. Hinata semakin terpesona pada cassanova tampan itu.
Lalu kemudian, Hinata merasa tak mampu lebih bahagia lagi, saat pagi itu Sasuke tiba-tiba sudah berada didepan rumahnya. Kotak bekal yang ia pegang nyaris terjatuh karena keterkejutan. Sasuke mengatakan ia kebetulan melewati komplek perumahan Hinata dan ia menawarkan ajakan berangkat kesekolah bersama. Kebetulan sekolah mereka satu arah. Ya Tuhan, apa dimasa lalu Hinata adalah seorang pahlawan negara, hingga ia mendapatkan keberuntungan telak semacam ini?
.
.
Tidakkah kau seharusnya merasa curiga saat lelaki yang kau taksir terus menunjukkan perhatian dan kelembutannya padamu? Bahkan ia seperti melindungimu? Begitulah yang terjadi pada Hinata.
Keberuntungan ini, seharusnya membuat Hinata waspada.
Hari-hari berikutnya, seolah dewi fortuna masih betah berada disisinya, dia dan Sasuke semakin dekat bahkan mereka berdua tak perlu harus nongkrong dulu dengan teman-temannya untuk sekedar bertemu. Mereka beberapa kali terlihat jalan berdua. Yang tentu saja juga tak luput dari perhatian teman-temannya yang lain. Namun, baik Hinata dan Sasuke hanya mengelak dengan canggung meski faktanya mereka memang tak menjalin hubungan khusus.
Dan disitulah titik kejenuhan Hinata.
Dia gelisah dengan perasaanya sendiri. Ia sangat ingin Sasuke tahu mengenai perasaanya. Tapi masalah klisenya adalah Hinata takut akan penolakan Sasuke. Memikirkan itu membuatnya menjadi gadis yang pemurung.
Shion meletakkan gelas strawberry milkshake nya yang tersisa setengah lalu menatap gadis disebelahnya. "Kau baik-baik saja, Hinata?"
Hinata menoleh dan mendapati Gaara, Kiba dan Sasuke menatap ke arahnya bingung. Ia mengalihkan pandangannya dengan canggung seraya menjawab, "Aku? Aku baik-baik saja. Memangnya aku kenapa?" katanya dengan ekspresi polos.
"Kau terlihat berbeda. Apa terjadi sesuatu?" itu Gaara yang menatapnya dengan dahi yang mengernyit samar.
"Laki-laki?" cetus Kiba dan secara otomatis mata mereka kembali tertuju pada Hinata.
"Apa? Jangan sok tahu!" kilah Hinata.
"Kalau begitu katakan,"
"Aku baik-baik saja. Dan ini tak ada hubungannya dengan siapapun!" Hinata bangkit dari kursi kemudian berlalu begitu saja meninggalkan keempat temannya yang mematung.
"Dia jadi sensitif akhir-akhir ini." Guman Kiba.
"Apa yang terjadi padanya?" kata Gaara.
"Hm, sebagai sesama perempuan, aku mengenali ciri-ciri ini." Kata Shion dan berhasil membuat teman-temannya tertarik. "Mungkin ini memang berhubungan dengan laki-laki."
"Apa maksudmu?" Gaara nampak tak sabar.
Shion mendesah, lelaki memang payah. Mereka makhluk yang tidak peka. "Dia jatuh cinta, bodoh!"
Sasuke yang sedari tadi hanya diam merasa tertegun dengan ucapan Shion. Memang sih, akhir-akhir ini Hinata lebih pendiam dari biasanya. Ada apa dengan gadis itu?
.
Hinata berjalan pelan dengan kekesalan yang meradang disudut hatinya. Ia kesal dengan dirinya sendiri yang tidak tahu bagaimana ia akan menyatakan cintanya pada Sasuke. Tapi ajaibnya, setiap kali Hinata mengingat bagaimana perlakuan Sasuke padanya membuat darahnya berdesir senang. Mungkin Hinata terlalu naif, hingga ia mengartikan lain setiap sikap Sasuke terhadapnya. Padahal segala perlakuannya mungkin didasari hanya sebatas teman.
Dan dia kembali murung.
Langkah Hinata terhenti saat ia sadar sepasang sepatu usang menghalanginya tepat berada dihadapannya. Ia mendongak dan menemukan pemuda dengan perangai yang tak ramah menatapnya dengan tatapan ganjil.
"Minggir!" Kata Hinata.
Pemuda itu menyeringai yang membuat mata Hinata iritasi. Melihatnya saja membuat dia muak. Dasar berandalan tengik.
"Kubilang minggir!" katanya lagi dengan nada yang sedikit lebih keras. Namun, Hinata hanya bisa melangkah mundur saat sadar bahwa teman-teman si brengsek itu sudah mengelilingi tubuh mungilnya.
Harinya sudah cukup buruk dan sekarang menjadi lebih buruk. Apa sebenarnya yang diinginkan oleh berandalan-berandalan busuk ini.
Dan tetap saja, walaupun Hinata memelototi mereka dengan sengit namun ketakutan tetap menguasai dirinya.
"Kau nampak sedih," kata salah satu berandalan itu.
"Jangan takut, kami akan menghiburmu." Sahut yang lain dengan seringai menjijikan.
Oh sial!
"Kalian ingin mati ya?"
Sebuah suara bariton yang cukup familiar terdengar dan Hinata langsung berbinar lega saat mengetahui Sasuke sudah berdiri dengan arogan di belakang salah satu pemuda berandal itu.
"Siapa kau? Apa kau ingin bergabung bersama kami?" ujarnya dengan nada ejekan.
"Sasuke..." gumam Hinata dengan sangat pelan.
"Ya, tentu aku sangat ingin bergabung... untuk menghajar kalian!" tanpa membiarkan mereka berkedip, Sasuke langsung menghajar berandal yang paling dekat dengannya.
Yang lain terkesiap karena terkejut. Sialan bocah ini.
Melihat satu temannya tersungkur, membuat berandal yang lain geram dan langsung menerjang Sasuke secara bersamaan. Tapi tendangan Sasuke yang mengenai salah satu dari mereka berhasil memberi celah untuk mengindarinya dari keroyokan mereka.
Hinata menutup mulutnya melihat Sasuke terlibat perkelahian dengan para berandalan itu. Ia hampir memekik saat salah satu dari mereka berhasil mengenai pelipis Sasuke.
"Kau akan mati, bocah!"
"Kalianlah satu-satunya yang akan mati disini!" Dengan kekuatan penuh ia meninju dan menendang salah seorang dari mereka, lalu seperti kesetanan ia menarik kerah kemeja yang lain untuk ditinju dan membuatnya tersungkur dengan darah keluar dari mulutnya.
Dua orang terkapar tidak berdaya. Sasuke masih terengah dan ekspresinya menggelap dengan kilat mematikan di matanya. Sedangkan dua yang lain langsung bergidik menyadari aura pekat yang berbahaya dari Sasuke. Salah satunya bahkan menelan salivanya.
"Kali ini giliran kalian." Gumam Sasuke dengan dingin.
Gawat! Mereka bisa benar-benar mati kalau meladeni bocah itu.
Salah satu dari mereka memberi kode kemudian melarikan diri secara bersamaan menjauhi Sasuke. "Kami akan membalasmu!" umpatnya sebelum lari terbirit-birit.
Bajingan!
Sasuke baru akan menendang tubuh terkapar itu tapi pekikan Hinata menghentikan niatnya. "Hentikan Sasuke! Sudah cukup."
"Kau tidak apa-apa?" katanya seraya mendekati Hinata.
Napas gadis itu tersengal karena ketakutan menyaksikan perkelahiannya. "Aku... tidak apa-apa." Gumamnya. "Terima kasih Sasuke."
"Aku akan mengantarmu pulang," katanya. Hinata hanya bisa mengangguk lemah dan mereka berjalan bersisian disepanjang jalan.
.
"Sekali lagi terima kasih. Terima kasih karena telah melindungiku." Ujar Hinata di tengah perjalan untuk memecah keheningan diantara mereka.
"Tidak masalah, itu sudah jadi tugasku, kan?"
"Huh?" Hinata mengernyit bingung hingga harus menghentikan langkahnya dan menoleh pada Sasuke.
Sasuke tersenyum kecil dan menatap lembut Hinata. "Kau... sudah seperti adikku sendiri, Hinata."
Adik? Kekesalan yang tadi sempat sirna, kini mulai mencuat kembali.
"Jadi... selama ini kau hanya menganggapku adik?" Hinata meradang.
"Uhm, Ya."
Hinata menatapnya dengan tatapan tidak percaya dan amethys-nya berkilat penuh kekecewaan. Sasuke merasa terintidimasi dan berusaha tetap terlihat biasa sambil mengenyahkan perasaan asing yang coba ia sangkal.
"Sasuke... kau tidak bercanda kan?" gumam Hinata dengan nada kecewa.
"Kenapa Hinata?"
Rasanya langit telah runtuh menjatuhi tubuh Hinata dan meremukan setiap sendinya. Rasanya sangat sakit. Inikah yang orang-orang sebut dengan jatuh dari ketinggian? Saat dirinya merasa bahwa ia tengah terbang tinggi karena setiap perlakuan Sasuke tapi nyatanya lelaki itu tak ubahnya seorang kakak yang melindungi adik perempuannya. Hinata tidak puas. Dia kecewa dan patah hati.
"Apa... apa kau tidak merasakannya ya Sasuke?" Hinata yang patah hati tersenyum lirih.
"Apa maksudmu, Hinata?"
"Kau itu, jahat sekali Sasuke."
Sasuke mengernyit bingung.
"Selama ini kau... kau membuatku berpikir bahwa kau mungkin merasakan sesuatu padaku. Segala sikapmu, perhatianmu, kepedulianmu padaku. Aku menyuikaimu Sasuke." Tangisan Hinata pecah dan ia terisak. Sasuke merasa disorientasi pada sekitarnya, ia menatap takjub Hinata yang baru saja meraung padanya.
"Hinata... jangan menangis." Hiburnya yang sama sekali tidak membantu.
"Aku menyukaimu, Sasuke." Ulangnya lagi.
Sasuke merasa sesuatu mendesak dadanya. Gemuruh didalamnya seolah bisa menyakiti jantungnya. "Hinata, maafkan aku." Gumamnya dengan nada menyesal. "Aku minta maaf jika sikapku membuatmu berpikir kalau—"
"Tidak Sasuke. Aku... mengerti."
"Tapi Hinata, ada sesuatu yang—"
"Ini salahku," potong Hinata. "Aku yang terlalu naif dan bodoh. Kenapa juga aku mesti menyukaimu, sih?"
"Maafkan aku, Hinata. Aku—"
"Cukup! Jangan minta maaf atau apapun!" Hinata yang biasanya pemalu menatap Sasuke dengan pipinya yang memerah dan basah. Oh, jangan lupakan tatapan marahnya yang terluka. Hinata tertegun dengan tatapan Sasuke yang lembut jatuh pada amethys-nya.
Apa yang sudah dia lakukan?
Detik kemudian tatapan marah Hinata berganti dengan rasa penyesalan, hingga tak sanggup menatap onyx lembut Sasuke berlama-lama. Entah apa yang mendorongnya untuk mengungkapkan perasaanya pada Sasuke. Lelaki itu hanya menganggap Hinata sebagai adiknya? Lalu dimana letak keburukannya?
Hinata merutuki kebodohan dirinya sendiri. "Sasuke, aku... minta maaf." Kata Hinata dengan nada mencicit.
Sasuke meraih pergelangan tangan Hinata namun matanya berkilat kecewa saat Hinata secara reflek menarik kembali tangannya dari jangkauan Sasuke. "Hinata... kita..."
Hinata menggeleng. "Jangan Sasuke. Jangan katakan apapun. Ini hanya aku dan perasaanku sendiri. Kau... kau tidak perlu khawatir." Gadis itu kembali menangis. Lalu tanpa pemberitahuan apapun gadis itu berbalik dan berlari meninggalkan Sasuke.
"Hinata!" Sasuke berteriak lantang namun gadis itu tetap tidak berhenti.
Hinata berlari dengan hatinya yang patah oleh cinta pertamanya.
Hinata masih terisak tanpa menghentikan langkahnya bahkan ia tak perlu repot-repot menutupi wajahnya yang basah oleh air mata. Tanpa sengaja ia berhenti tepat di depan sebuah coffee shop. Ia memandang refleksi dirinya yang tengah menangis di jendela cafe itu. Ia bahkan tidak sadar saat beberapa pasang mata menatapnya dengan bingung—mencemooh—bahkan beberapa orang menahan tawanya melihat ekspresi konyol Hinata. Ia tidak peduli orang-orang memandangnya aneh.
Seharusnya aku tidak perlu marah padanya. Lirihnya dalam hati. Kemudian melanjutkan langkahnya lagi.
.
.
Hinata menggigit bibirnya tanda bahwa ia gelisah. Gadis itu tengah duduk bersila di tengah ranjang empuknya sambil pikirannya menerawang soal kejadian tadi sore bersama Sasuke. Ia sempat lupa bahwa Sasuke telah menolongnya tadi. Tapi apa yang dia lakukan pada Sasuke?
Dia telah memarahi dan meraung di depan Sasuke.
Menyatakan cintanya dengan cara berteriak.
Berlari begitu saja tanpa memberikan kesempatan pada lelaki itu untuk bicara.
Hinata sadar, betapa buruknya sikapnya pada Sasuke. Padahal lelaki itu tak sekalipun pernah menyakitinya.
Dan sekarang apa?
Bagaimana ia bertemu dengan lelaki itu nanti? Ini sudah keterlaluan dan sangat memalukan.
Kelulusan sudah didepan mata. Hinata berharap ia tidak ingin menemui Sasuke lagi. Setidaknya untuk sekarang. Egonya masih terlalu sakit untuk menghadapi lelaki yang telah menolak cintanya.
Dan karena itu, Hinata mulai menutup dirinya. Masa SMA-nya hanya tersisa satu bulan sebelum pengumuman kelulusan. Ia menghindari teman dan hanya berinteraksi seadanya. Termasuk teman-teman mainnya seperti Gaara, Kiba dan Shion. Mereka kebingungan dengan sikap Hinata yang berubah 180 derajat.
Tidak hanya itu, mereka bertiga juga dibuat bingung dengan Sasuke. Karena lelaki itu tidak menampakkan diri lagi di depan mereka. Gaara pernah menghubunginya sekali, ia bertanya kenapa Sasuke seolah menghindar dan selalu mencari alasan untuk menolak ajakan nongkrong bersama. Tapi Sasuke hanya menjawab bahwa ia sedang sibuk untuk mempersiapkan kelulusan. Untungnya alasan itu sangatlah masuk akal dan Gaara tak mampu mendebatnya.
Dan kabar lain yang lebih mengejutkan adalah saat Hinata beserta keluarganya pindah ke luar kota. Gadis itu pergi tanpa pemberitahuan apapun. Meninggalkan berjuta pertanyaan dikepala teman-temannya. Begitu juga meninggalkan Sasuke dengan penjelasannya yang tak sempat tersampaikan.
Hinata melarikan patah hatinya seorang diri tanpa seorang pun ketahui.
.
.
Present...
Sasuke berjalan dengan setelan jasnya yang menguarkan aura maskulin yang mampu membuat lutut lemas para wanita yang menatapnya. Miranda mengatakan bahwa Sasuke akan menemui calon sekretarisnya yang baru. Dan disinilah dia.
"Mr Uchiha, calon sekretaris anda yang baru sudah datang." Kata Miranda memberitahu atasannya tepat didepan ruangan pribadi Sasuke.
"Bagaimana dengan CV-nya?" tanya Sasuke dengan tangan yang siap mendorong pintu ruangannya dan melangkah masuk.
Miranda mengikuti Sasuke dari belakang. "Saya sudah mengirimkan detailnya ke email anda," ujarnya tanpa menghentikan langkah. "Dan saya juga sudah meletakan copy print untuk bagian resume-nya di meja anda."
Sasuke duduk dikursinya seraya mengangguk. "Suruh dia masuk, Miranda."
"Baik."
Miranda undur diri dari ruangan Sasuke.
Sasuke menyalakan layar macbook-nya dan membuka emailnya. Ia mengklik detail CV yang dikirimkan Miranda. Sasuke menelaah CV tersebut secara perlahan namun dahinya mengernyit kala membaca nama dari pelamar yang akan menjadi sekretarisnya itu. "Hinata Hyuuga?" entah kenapa dadanya berdesir dengan gelisah. Pasti bukan Hinata yang itu pikirnya ragu. Kemudian ia men-scroll kebawah dan sukses membuat diameter matanya membesar.
Sasuke membatu melihat photo calon sekretarisnya! Dia disorientasi, otak jeniusnya bahkan tak mampu berpikir saat ini.
"Mr Uchiha, dia disini."
Ucapan Miranda berhasil mencairkan kebekuan Sasuke. Namun itu hanya sepersekian detik sebelum ia kembali disorientasi menatap wanita yang berdiri canggung di belakang Miranda.
"Saya mohon undur diri," ujar Miranda.
"Ah, iya. Terima kasih Miranda." Kata Sasuke yang mati-matian untuk tak menunjukan kegugupannya.
Miranda menghilang dan kini menyisakan Sasuke dan Hinata.
Kedua anak manusia itu saling terpaku. Mereka seolah disorientasi. Keduanya saling menatap dengan keterkejutan yang membuat jantung mereka berpacu dengan sangat kencang.
Kebetulan macam apa ini?
Hinata?
Sasuke?
Bersambung
Rate M bukan berarti selalu ada hot scene, cuma saya suka aja kalo melabeli cerita saya dengan rate M. Buat jaga-jaga kalo saya khilaf :v
