There was a new girl in town, she had it all figured out.
Hari ini, hari di dalam golden week, ada tetangga baru. Keluarga 'Kagami' namanya. Kata kaa-san ibu dan bapaknya sibuk kerja. Jadi dia tinggal sendiri. Aku diminta kaa-san untuk berteman dengannya. Namun sebelum itu, aku minta kaa-san untuk menjelaskan tentang anak semata wayang 'Kagami'. Dan ibu menyetujuinya.
And I'll state something rash, she had the most amazing smile.
Namanya Kagami Taiga. Sama denganku, dia akan memasuki SMP tahun ini. Kata kaa-san dia blasteran Jepang-Amerika. Awalnya aku tidak mnegerti arti blasteran, tapi setelah ibu menjelaskannya, aku jadi mengerti. Kata kaa-san rambutnya merah. Bagiku itu aneh. Aku jadi tidak ingin bertemu dengannya. Namun, saat aku sedang duduk di halaman belakang, aku melihat seorang anak seumuran tersenyum lebar saat memainkan… basket? Ya, itu basket. Dan dia tersenyum saat memainkannya. Senyumnya… perfect.
I bet you didn't expact that, but she made me change my ways.
Tanpa sadar aku malah terus memperhatikan caranya bermain. Ah, aku jadi rindu bermain basket. Tak pernah ada orang yang ingin bermain denganku, jadinya aku main sendiri. Lama-lama aku jadi bosan bermain basket. Tapi setelah melihat orang ini–yang sepertinya di maksud kaa-san–cara berfikirku tiba-tiba berubah. Berubah 180 derajat. Aku merasa, seperti terlahir kembali. Aku yakin, dia tidak akan sadar kalau senyuman dan permainannya mengubahku. Tak apa. Dan sepertinya, aku ingin berteman dengannya.
With eyes like a sunsets baby, and legs that went on for days.
Saat dia bermain basket, aku dapat melihat kilatan cahaya di matanya. Kilatan yang seperti… menikmati? Maji ka yo? Dia main basket sendiri tapi kenapa tampak begitu menikmatinya? Kakinya juga bergerak lincah. Mataku dibuat terus bergerak tanpa henti olehnya. Dan, whoa– loncatannya juga tinggi. Dia sungguh, keren. Harusku akui. Dia keren. Membuatku bergairah ingin men-dribble bola oranye itu.
.
.
Into Your Arms
A Kirigaya Kyuu Fanfiction
Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadoshi
Into Your Arms © The Maine
A songfic
.
.
Im falling in love, but it's falling apart.
Dari perkarangan rumah kami dan rumahnya, hanya di batasi oleh sebuah dinding pendek se dadaku, dan semak-semak berbunga. Untuk kesekian kalinya, aku mengabaikan kata kaa-san untuk tidak memanjat. Maupun pohon, pagar, atau dinding. Aku meloncat, berpindah ke perkarangan sebelah–yang telah diubah menjadi lapangan basket mini–milik keluarga 'Kagami'. Tampaknya dia tidak menyadari aku yang menyelinap memasuki lapangan pribadinya. Dia masih sibuk men-dribble bola basket hingga–
–mataku bertubrukan dengan manik crimson yang begitu indah.
"Huh? Siapa kau? Ja-jangan-jangan maling ya! Kulit hitam, wajah mencurigakan… you must be a thief!"
Ck. Kenapa dia harus mengucapkan bahasa alien? Sore yori… aku bukan maling!
"Aku bukan maling–aduh!"
Saat aku ingin berjalan mendekatinya, aku tidak sadar kalau terdapat booby trap didepanku yang dia siapkan entah sejak kapan. Aku tersandung. Dapatku dengar sedikit suara tawa.
I need to find my way back to the start.
Che. Lututku sakit. Dan dia malah cekikikan bahagia?! Oh. Aku tarik kata-kataku ingin berteman dengannya.
"Hm? Oh! You must be aunt Aomine child! Sorry!"
Che! Dia ngomong apa?! Aku tidak mengerti! Yang kutahu adalah, tiba-tiba dia membantuku bangun dan–
–manik shappire dan crimson kembali bertubrukkan.
"Sorry. Uhm, i–aku, Kagami Taiga. Dan kau?"
Ah, benar kata ibu. Namanya memang Kagami Taiga dan dia laki-laki. Naa, kaa-san. Apa kaa-san tahu? Kalau alis Kagami itu bercabang? Aneh memang, aku jadi ingin tertawa jadinya.
"ouch," saat aku mencoba bangkit, rasa perih tak tertahankan di lututku membuat lenguhan terdengar "Aomine. Aomine Daiki. Yoroshiku" sapaku.
"yo-yoro-yoro–"
"yoroshiku" aku membenarkan. Apa bahasa jepangnya masih jelek?
"yah itu lah. Kalau begitu, bagaimana kalau kita berjabat tangan?" ia mengulurkan tangannya.
Sengiran kupatri di wajah, ku terima jabatan tangannya. "Basket?" ajaknya.
Dan ku lihat, dia juga ikut menyengir.
When we're in love, things were better than they are. Let me back into…
Oh, dia baru saja memasuki lubang buaya. Kagami, kau tidak tahu se jago apa aku, 'hm? Ah iya, tentu saja, dia kan baru di sini.
Sekarang, bola tengah kembali di pantulkan olehnya. Tebakanku, dia akan drive–
–mata itu kembali berkilat.
Tch. Aku tidak fokus.
Ku kejar si alis bercabang. Dan aku merasakan sesuatu mengisi hatiku yang kosong.
…Into your arms
Bagaimanapun, aku tetap menang. Dapatku dengar umpatan-umpatan bahasa alien berkumandang dari mulutnya. Dia kalah. Hmph, semoga saja dia tidak akan berhenti main basket dan takut denganku–seperti yang lain.
"Haaaaaa! Suck! This is suck! I tought, I'll win! Shit!" keluhan, dan keluhan bahasa asing terus di ucapnya. "Hey! You! Uhm… Aomine?"
Aku yang sedang mengamati belakang rumahnya, menoleh. Ah, paling dia ingin minta aku untuk pergi dari sini–
"Aku tidak terima ini! Mari one on one denganku sekali lagi!"
–nampaknya aku salah.
"Eh?"
"Ayo cepat!"
"Eh? Ah, uh, err… ayo!"
Kagami, kau tahu? Kau memang mengubah segalanya milikku. Kau mengubahku. Mengubah cara pandangku, mengubah pemikiranku, mengubah kehampaan ini menjadi semangat.
She made her way to the bar, I tried to talk to her but she seemed so far.
Golden week sudah berjalan seminggu. Dan dalam seminggu ini, aku mulai dekat dengan Kagami.
Tiada hari tanpa basket jika aku di dekatnya. Selalu saja ada one on one untuk di lakukan. Dan pasti. Aku menang, dan dia kalah. Dan dia–Kagami Taiga–mengumpat dengan bahasa alien. Aku hanya pura-pura tidak peduli, namun tersenyum tipis.
Sayangnya, hari ini, kali kesekian dia kalah, dia ngambek. Ngambek, untuk pertama kalinya.
"Kagami~ jangan ngambek dong~ ayo main lagi~" ucapku untuk menyemangatinya. Yah, kali-kali menyemangatinya tak apa bukan?
"Hmph! Malas ah. Aku mau makan, dah"
Che. Kalau dia ngambek benar-benar mukatsuku. Dan aku tidak menyukainya.
"Hoi, Bakagami" kutarik tangannya, dan–
Outta my league, I had to find a away to get her next to me.
"Apa-apaan sih–hmph!"
Aku baru saja melakukan hal yang salah–sepertinya.
Setelahku lepas ciuman penyemangat–aku anggap begitu–dapatku lihat, Kagami blushing.
"Ka…gami–hmph!"
Che. Che. Che. Dia nampaknya juga melakukan hal yang salah.
Itu adalah ciuman pertamaku. Mungkin pula ciuman Kagami. Dan itu adalah ciuman pertama kami. Ciuman di bibir. Sekali lagi, ciuman di bibir! Terlebih lagi, kami sama-sama lelaki! Akh! Tapi yah… aku cukup menikmati ini.
Ke esokkan harinya, dia malah benar-benar ngambek denganku. Setiap kali aku panggil, dia tetap keluar sih–dengan tambahan semburat kemerahan di pipinya, lucu sekali–namun jawabannya tetap saja 'enggak'. Tapi aku tahu, kalau dia sebenarnya malu–karena begitupula aku.
Im falling in love, and I falling apart. I needyou find my way back to the start.
Minggu kedua, kami memulai sesuatu yang baru. Sebuah peraturan lebih tepatnya. Jika salah satu dari kami menang one on one, yang kalah harus mencium yang menang. Dan dengan bodohnya, Kagami menerima peraturan itu tanpa takut. Itulah mengapa aku lebih sering memanggilnya 'Bakagami'.
Tentunya, aku yang selalu menang.
Setiap kali Kagami ingin menciumku, dapat kulihat pipinya yang selalu bersemu. Dia menciumku di bibir. Haha, benar, di bibir. Aku menikmatinya–sangat. Bahkan sekarang, semenjak aku tahu french kiss, ciuman kami menjadi lebih agresif.
Ah, aku tahu ini jalan yang salah. Aku ingin kembali ke jalan yang benar.
Tapi aku tidak bisa. Ini terlalu membahagiakan untukku.
When we're in love, things we're better than they are. Let me back into…
Hingga hari minggu, saat malam hari, di lapangan yang sama, sebuah tiga kata yang lebih membahagiakan dari apapun terdengar. Mengiang-ngiang di telingaku tanpa henti.
Wajah Kagami bersemu–selalu. Warna kemerahan itu tidak hanya di pipi, namun sampai telinga. Dia mengajakku ke lapangan mininya, dan aku menyetujui ajakan Kagami. awalnya ku pikir dia ingin mengajakku one on one lagi. Tapi ternyata aku salah. Aku malah mendapatkan yang lebih baik.
"Aomine Daiki!" dia menyeru namaku lantang. Cukup kencang, tapi tidak akan mengganggu tetangga.
"A-aku… menyukai mu…"
Jantungku berdetak kencang. apa aku salah dengar? Entah. Tapi kenapa, ini sungguh… membahagiakan? Apa aku… memiliki rasa yang sama dengan Kagami.
"A-aku juga…"
Ah ya. Nampaknya begitu.
Dan malam ini di tutup dengan ciuman lembut dariku. Kagami mengajakku untuk menginap di rumahnya–dia sedang sendiri minggu ini, aku yakin dia takut kalau sendirian di rumah–.
Aku tahu, ini salah. Tapi, aku sudah terlanjur menyukainya. Ah tidak, bahkan mungkin… mencintainya.
…Into your arms. Into your arms.
Malam itu sangat dingin. Padahal sedang musim panas. Tapi dingin tersebut hanya mencapai balkon rumah, tidak dengan kasur ini.
Kagami, untuk pertama kalinya memintaku untuk tidur dengannya. Dan dengan senang hati, aku mau. Ku peluk badannya, kupeluk protektif bagaikan ibu yang menyalurkan kehangatan untuk anaknya di malam natal. Selimut menutupi badan kami. Kagami tertidur pulas di dalam pelukanku. Begitu juga aku. Aku bahagia. Terlebih lagi karena sebuah kalimat yang di ucapkan Kagami sebelum jatuh kedalam alam mimpi.
"Suki to, aishite. Ahomine"
Kecupan kecil di kepala, tak jadi masalah 'kan?
oh she's slippin away. I always freeze when i'm thinking of words to say
ke esokkan paginya, kami terbangun dengan atmosfer canggung.
Kagami yang blushing, dan aku yang tidak tahu harus berucap apa–oh! Ini kan pagi, jadi… bagaimana dengan ucapan selamat pagi?
"ohayou" "morning"
Che. Kita… bahkan belum melakukan itu. Masa sudah sehati saja?
"Ahahaha…" yang bisa ku lakukan hanya tertawa canggung sambil menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal–tentu saja! Aku keramas dua hari sekali!
"Uhm, Aomine? How 'bout breakfast–" aku memberikan tatapan bingung untuknya–kode bahwa aku tidak mengerti. Yah, kalian boleh menghinaku karena aku tidak pandai bahasa inggris! Jika kalian sudah tidak sayang nyawa tapi–. "Haah.. bagaimana kalau kita sarapan dulu?"
Aku mengangguk kencang dengan tawarannya.
All the things she does, make it seems like love.
Kau tahu betapa kerennya kaa-san ku dalam memasak? Ya, masakannya begitu enak dan cara memasaknya begitu pro. Seperti chef-chef di restoran berbintang kejora. Tapi kekasi-ke-kekasih…ugh, kekasih baru. Kagami adalah kekasih baru ku. ahaha–uhuk. Tapi kekasihku–ugh, aku merasa ini tidak benar–Kagami, juga tak kalah hebatnya dengan kaa-san.
Dia dan aku baru saja berumur dua belas tahun, dan cara dia memasak juga seperti chef-chef di restoran berbintang kejora. Ah, Kagami tampak menikmati ajang masak-masaknya. Aku percaya masakannya pasti enak, di jamin karena aroma yang berlomba memasuki rongga hidungku.
"Dekitta…" bahasa jepangnya juga membaik.
Dia menghidangkan makanan seperti waiter handal di hotel-hotel.
"itadakimasu!" seru kami berdua.
Satu suapan masuk kedalam mulutku. Dan kare ini ku nobatkan menjadi masakan favorit nomor satu Aomine Daiki.
If it's just a game, then I like the way that we play.
Kaa-san, maafkan anakmu ini yang telah terjerumus pada hal yang tidak semestinya. Ma-maksudku itu… oh, jangan berfikir aku adalah pecandu ataupun maniak sex! Maksudku itu… aku telah jatuh cinta pada seorang lelaki, dan lelaki itu tetangga kita, namanya Kagami Taiga. Anak yang engkau minta untuk ku jadikan teman.
Aku menyukainya–ah tidak. Aku mencintainya pada pandangan pertama kaa-san. Dia yang membuatku kembali bermain basket. Dia yang mngajariku apa itu rasa kasih sayang. Dia yang membuatkanku makanan jika engkau sedang sibuk bekerja di kebun. Dia–Kagami Taiga–yang juga mencintaiku setulus hatinya.
Aku berfikir, untuk memberitaku kaa-san tentang hubunganku dan Kagami. Aku… ingin serius dengannya. Yah meski, kami hanya anak SMP hormon kegedean. Tapi aku serius, kaa-san.
Im falling in love, but it's falling apart.
Aku dan Kagami sedang rapat penting di kamarnya.
"Bagaimana Kagami? A-aku… ingin serius denganmu…"
Dapat kulihat dahinya yang berkerut dan pipinya yang bersemu.
"Ba-baiklah! Tapi kau harus janji membahagiakan dan mencintaiku 'key! Dan kau!" dia menunjuk wajahku "yang harus meminta restu kepada orang tuaku!"
Ah, tiada hari yang lebih baik dari hari ini. Terima kasih, golden week. Hihihi.
I need you find my way, back to the start
Kagami meminta orang tuanya untuk meluangkan waktu. Meluangkan waktu untuk bertemu dengan orang tuaku.
Ya, hari ini, aku ingin berbicara pada mereka semua.
Meski mereka akan menolak hubungan kami, aku tetap akan pada pendirianku. Itu semua untuk Kagami. dan hanya Kagami Taiga. Karena aku, mencintainya.
"Kagami-san, terima kasih sudah mau ke sini…" sapaku sambil ber ojigi. Aku yakin dia tersenyum.
Like father, like son–kata-kata bahasa inggris yang baru saja ku kuasai. Dan setelah ku ketahui artinya, kata-kata itu lebih tepat untuk Kagami dan ayahnya.
Empat orang dewasa, dan dua remaja. Kami berkumpul di meja makan. Kaa-san menghidangkan créme brulée kepada masing-masing tamu. Aku melirik ke arah Kagami, dia mengangguk. Itu berarti, inilah saatnya.
Im falling in love, but it's falling apart. I need you find my way back to the start.
Aku bangkit dari duduk, sedikit berdeham layaknya orang-orang dewasa yang ingin berbicara serius.
"Kagami-san, sekali lagi terima kasih sudah menyempatkan waktu kalian untuk datang kesini" ah, aku merasa seperti orang dewasa.
"Ya, tentu saja. Ada apa nak Daiki meminta kami kemari?" tanya ayah Kagami. oh, aku gugup sekarang.
Sekali lagi, kulirik Kagami. kemudian kedua orang tuaku. Aku harus bisa.
"Aku ingin menikah dengan anak kalian. Kagami Taiga-san"
Meja makan tiba-tiba menjadi sunyi. Atmosfer canggung dan berat mengisi ruang-ruang kosong di sekitar. Oh, kami-sama. Aku punya perasaan buruk.
"A-pa?" suara ini… too-san.
Aku harus bisa.
"Ya, too-san, kaa-san. Kagami-san. Aku ingin menikahi anak kalian, Kagami Taiga…" wajah mereka… entahlah. Aku tidak bisa mendeskripsikannya. "…tapi tidak sekarang. Kami tahu, kami masih ada sekolah untuk di selesaikan. Namun bisakah–"
"Daiki." Too-san. Bisakah kau mendukungku?!
"Nak, Daiki…" oh, Kagami-san, bisakah kau menyetujuinya?
"A-aku tahu… aku tahu ini salah tapi–"
When we're in love, things we're better then they are. Let me back into…
"Daiki!" "Nak Daiki…"
Oh, kami-sama… a-apa aku harus kabur dari rumah bersama Kagami supaya mereka mau menyetujui–
"Tentu saja… kalian kami beri restu."
Eh? A-aku yakin, Kagami dan aku sedang memasang wajah bodoh.
Dapatku lihat wajah kaa-san dan ibu Kagami yang tertawa kecil. Oh gosh–salah satu umpatan yang ku pelajari dari Kagami–apa aku sedang di tipu?
"Eh?"
"Kalian boleh menikah. Tapi jika sudah lulus kuliah. Kami merestuinya, bahkan sebelum kalian lahir."
Eh? Apa-apaan ini? Kok jadi seperti opra sabun? Mengapa alur cerita ini menjadi seperti sinetron-sinetron murahan?
"Baiklah, too-san jelaskan semua"
Aku hanya bisa mendengarkan sambil terus menggenggam tangan hangat Kagami.
…Into your arms. Into your arms. Into your arms. Into your arms.
Pagi yang sama, di selingi dengan caci-maki penuh rasa sayang.
Ah, hubungan kami sudah berjalan lima belas tahun. Sepuluh tahun menjadi kekasih, dan lima tahun menjadi sepasang suami-istri. Dan tentu, aku yang menjadi suami–lewat pertarungan one on one pastinya–.
Pagi ini adalah pagi yang special. Maka dari itu, aku meminta Kagami memasak kare kesukaanku.
Saat dia sibuk memasak, aku datang mendekatinya. Membisikan satu kata yang–selalu–membuatnya blushing.
"Aishite"
Ku genggam tangan hangatnya selama dia memasak.
Ya, tangan hangat Kagami. Tangan tempatku meminta kehangatan. Tangan tempatku terjatuh. Dan tangan, tempatku mencintainya.
"Aishite yo. Taiga"
Semoga saja masakannya tidak gosong kami tinggal morning kiss. Hihihi.
'aishite yo. Ore no aishite no hito. pfft– Kagami Taiga–ups. Salah nama. Aomine Taiga'
Akan ku buatkan kau sebuah puisi, hari ini. Akan ku nyanyikan kau sebuah lagu. Akan ku kecup manja pipi mu. Akan ku peluk erat badanmu. Akan ku genggam tangan mu. Akan ku cicipi semua masakanmu. Akan ku cintai dirimu seorang. Akan ku hibur kau jika merasa sedih. Akan ku buat kau selalu tertawa. Akan ku buat kau tenggelam dalam kebahagiaan. Akan ku buat kau selalu berkata 'Aishite' padaku.
Pasti. Itu semua pasti.
Terima kasih, too-san. Kaa-san. Dan kedua orang tua Kagami karena telah menjodohkan kami meski tahu jenis kelamin kami yang sama. Terima kasih, telah merestui hubungan tiga minggu kami–yang masih berlangsung hingga sekarang, bahkan sampai maut memisahkan kelak–. Terima kasih, Kagami-san karena telah melahirkan Taiga ke dunia ini.
Akan selalu ku genggam erat tangannya. Selamanya.
"Happy five years anniversary, Taiga. Aishite"
Kecupan kecil di kepala tak jadi masalah 'kan?
.
.
.
.
.
END
A/n:
halo... *muncul tiba-tiba kayak kuroko* *ditendang*
okeh :v pertama-tama aku mau minta maap :v ga ada mood buat ngelanjutin Wedding Mistake hari ini :'v maap ya :'v
sebagai gantinya, ini dia fic yang ku persembahkan untuk #AOKAGALAXY Project Challenge- /oi! udah lewat oi!
ini song fic :v dari The Maine. judulnya into your arms. aku nemu lagu ini di hp bb kakekku :v di video sebagai PV hape :v jir... ini lagu 2010 kalo ga salah :'v enak lagunya.. donlot deh :3
sebagai gantinya :v ini fic untuk ganti WM yang harusnya kelar di ketik :'v
udah ah. besok insyaallah aku ketik WM :v
abaikan jika ada typo, cerita yang aneh atau apapunitu :'v
akhir kata,
Read and Review Please~
salam hangat dari galaxynya AOKAGALAXY 3,
KiKyuu.
