Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto

Story by Shizukano Aizawa

Warning: AU, OOC (sepertinya sangat), typo(s), etc.

Pair: SasuSaku

Rate : T

Karangan ini asli punya saya, please no plagiarism! Thanks!

.

.

A Hidden Feeling -Sequel

DLDR

Don't Like, Don't Read

.

Jam menunjukkan pukul 8 pagi saat kedua mata berwarna hitam kelam itu terbuka. Ia mengusap kedua matanya. Kantuk masih setia menemani paginya. Ia sejenak menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Dinding kamarnya yang berwarna biru tua memantulkan cahaya matahari yang mengintip malu-malu dari ventilasi jendela. Tirai gorden yang berwarna putih, kini dilapisi cahaya dari balik sisi.

Ia sekali lagi menguap. Mengembalikan kesadarannya, yang semula termenung entah karena apa. Ia memutar tubuhnya. Di sisi kanannya, ia bisa melihat seseorang meringkuk di dalam selimut tebal. Tidak terlalu jauh. Ia tersenyum. Dengan tangannya yang cukup panjang, ia menarik wanita itu. Memeluknya, namun tidak erat. Tubuhnya polos, begitu pula dengan sang wanita. Ia tersenyum tipis. Rona merah sedikit menghiasi wajahnya yang sempurna. Ia mengingat kembali kegiatan mereka tadi malam. Dengan tubuh polos yang saling menyatu, mereka meneriakkan nama sang lawan dengan nada cukup erotis.

"Ehem..." Ia berdeham. Berusaha menghilangkan rona merah di wajahnya, serta berusaha menahan senyuman yang sejak tadi bersemayam di wajah tampannya.

Ia kembali memperhatikan wanita dalam pelukannya. Wanita itu bergerak sedikit. Menyamankan tubuh mungilnya dalam pelukan sang pria. Ia bersandar pada dada bidang pria itu, menjadikannya bantalan empuk untuk kepalanya. Pria itu tersenyum tipis, berusaha untuk tidak membangunkan wanitanya dengan cara menerkam wanita itu, karena tingkahnya yang menggemaskan.

"Kau tahu aku sedang berusaha menahannya, 'kan Sakura?" Ia mencubit gemas pipi sang wanita dengan tangan kirinya. Senyuman masih tak mau menghilang dari wajah tampannya.

Wanitanya tak bergerak. Namun ia tahu, wanita itu sadar akan apa yang ia katakan. Ia bisa merasakan kedua tangan mungil wanita itu bergerak melingkari tubuhnya. Memeluknya erat, walau kedua mata wanita itu masih terpejam.

"Hei, pemalas. Kau harus bangun. Bukankah kau ada janji siang ini dengan editor-mu?" Sasuke mencubit gemas hidung Sakura. Wanita itu hanya tersenyum. Ia bahkan kembali menyamankan kepalanya pada dada bidang suaminya.

"Sakura, apa kau ingin aku membuatmu meneriakkan namaku seperti tadi malam, hn?" Sasuke menyeringai. Kini ia merasa menang karena wanitanya membuka matanya walau dengan tatapan malas.

"Sasuke-kun ternyata bukan orang baik seperti yang Mikoto kaa-san katakan." Sakura mengerucutkan bibirnya lucu. Bahkan pria yang memeluknya, hampir saja hilang kendali untuk kembali menerkam wanita itu.

"Memangnya aku pernah mengatakan bahwa aku baik?" Sasuke bertanya main-main.

"Tidak."

Pria itu menyeringai. Dengan tangan kirinya yang bebas, ia menggelitik wanitanya dari dalam selimut. Dengan sekejap, pelukan wanita itu terlepas. Ia tertawa, berusaha menghentikan gelitikan suaminya.

"Sasuke-kun, berhenti!" Ia tertawa. Menendang-nendang tubuh tegap suaminya yang kini merangkak di atas tubuhnya. Sasuke tertawa.

Sejak saat pernyataan cinta Sasuke di Mall yang ia lakukan karena cemburu terhadap penulis baru berambut merah, Akasuna Sasori. Keduanya mulai saling membuka diri satu sama lain. Menerima perasaan satu sama lain. Bahkan sejak saat itu, Sasuke tidak lagi menahan dirinya di depan sang istri. Ia tertawa, tersenyum, marah, dan jengkel. Bahkan pria itu tidak pernah menginginkan penolakan atas apa yang ia inginkan terhadap istrinya. Seperti perintah yang ia lontarkan di Mall, yang membuat istrinya jatuh terduduk karena malu dan shock. Tantu saja kalian tahu itu!

Dan seperti sekarang. Walau Sakura sudah melihat tawa suaminya beberapa kali, ia masih tidak percaya, ia benar-benar dapat melihatnya. Suaminya benar-benar orang yang berbeda saat ia berbicara dengan orang lain. Ia seperti pria tanpa emosi yang tak pernah tersenyum dan irit bicara. Suaminya bahkan melakukan hal itu saat mereka baru saja menikah dulu. Dan tentu saja itu ia lakukan karena pria itu mungkin tak memiliki perasaan apa-apa padanya. Namun sekarang, semuanya berubah. Pria itu benar-benar menjadi pria yang hangat. Peduli padanya setiap saat, menyayanginya. Bahkan selalu memperhatikan hal sekecil apapun yang terjadi padanya.

"Nah, sekarang waktunya bangun, gadis kecil." Sasuke berhenti, mencubit pipi istrinya gemas.

"Sasuke-kun, apa kau masih cemburu pada Sasori-san- ehm, maksudku Akasuna-san?" Sakura memperbaiki sedikit kalimatnya karena death glare Sasuke.

"Aku tidak cemburu, Sakura. Aku hanya tidak suka dia mengajak kencan Nyonya Uchiha." Sasuke menekankan katanya. Sedangkan Sakura kini tersenyum jahil sambil mengangguk mengerti.

"Baiklah, Tuan Tsundere. Aku mengerti." Sekali lagi ia tertawa sambil menendang suaminya karena gelitikan Sasuke. "Ampun, Sasuke-kun! Aku tidak akan mengatakannya lagi." Sakura tertawa. Ia tidak dapat menghindari suaminya.

"Kau berjanji?"

"Aku berjanji!" Sasuke melepaskan gelitikannya. Sakura tersenyum lega, menghirup oksigen sebanyak mungkin.

Sasuke duduk di samping wanita itu, memperhatikannya dengan seksama. Betapa bahagianya ia mendapatkan istri semenggemaskan ini. Dan yang membuat ia makin tak percaya adalah saat ia tahu bahwa istrinya adalah orang yang memberikan banyak inspirasi dalam musiknya selama ini. Oh, mereka juga pernah membicarakan hal itu. Setelah cukup terbuka akan perasaan masing-masing, keduanya saling mengatakan bahwa mereka adalah orang yang menjadi idola mereka satu sama lain. Bahkan ia ingat, bagaimana wajah malu-malu sang istri saat mengatakan bahwa semua tulisan-tulisannya di dapat dari hasil mendengarkan musik-musiknya. Ah, teryata kita membutuhkan satu sama lain sejak lama. Pikirnya saat itu.

"Sasuke-kun, kau mandi saja dulu. Aku akan membuatkan sarapan." Sakura tersenyum padanya.

Ia menundukkan wajahnya, mendekatkannya pada wajah sang istri. Ia tersenyum, mencium bibir mungil itu sejenak. "Hn."

Keduanya bangkit dari tempat tidur. Sasuke bersiul panjang saat melihat tubuh polos sang istri di depannya. Ia menggodanya. Wanita itu bergerak kaku. Wajahnya menampilkan semburat merah. Sasuke kembali tertawa. Menjahili istrinya adalah salah satu kegiatan menyenangkan baginya.

"Ini." Sasuke melemparkan baju kaos tanpa lengan miliknya yang ada di lantai. Sakura menangkapnya, kemudian memakainya. Baju itu cukup besar untuk tubuhnya yang mungil. Sakura bahkan tak perlu menggunakan celana lagi untuk menutupi bawahannya karena pakaian Sasuke sudah cukup panjang untuk menutupi sampai pahanya. Lengannya yang cukup lebar menampilkan dadanya di samping kiri dan kanan. Sasuke kembali bersiul. "Istriku bisa terlihat seksi juga ternyata." Ucapnya.

"Sebaiknya kau mandi, Sasuke-kun! Jangan menggodaku terus." Walau Sakura mengatakannya dengan nada kesal, namun wajah gadis itu masih menampilkan semburat merah tipis yang cukup membuat Sasuke terkekeh pelan.

"Hn-hn." Sasuke menyeringai kecil. Setelah mengambil semua pakaian mereka yang berserakan di lantai karena kegiatan tadi malam, Sakura membawanya serta agar bisa ia cuci di mesin cuci lantai bawah.

Sasuke tersenyum tipis. Istrinya memang wanita yang cukup telaten. Ia bahkan mengerjakan pekerjaan rumah disela-sela kesibukannya. Walau awalnya mereka tak memiliki ketertarikan satu sama lain, namun kini Sasuke berterima kasih pada kedua orang tua mereka karena telah menjodohkan mereka berdua. "Sepertinya besok adalah hari yang baik untuk mengunjungi mereka." Pikirnya. Dan ia kembali berkutat pada kegiatan mandinya.


Pria itu kini menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Matanya fokus menatap jalanan di depan sana. Di sebelahnya, sang istri duduk diam sambil sesekali mengganti musik yang diputar di dalam mobil.

"Nah, ini dia!" Sakura tersenyum puas saat lantunan musik yang terputar adalah musik kesukaannya. Bahkan Sasuke sedikit menaikkan alisnya. Pasalnya, musik yang kini terputar adalah musik yang ia buat 5 tahun yang lalu saat ia pertama kali menjadi seorang komposer.

"Kau suka musik ini?" Sasuke bertanya. Matanya menatap sejenak istrinya sebelum kembali fokus pada jalanan. Lantunan musik yang terdengar cukup lembut. Di awal mula musik itu terdengar cukup menyedihkan, namun semakin lama terdengar semakin kuat dan bahkan berakhir dengan melodi indah yang sangat lembut dan mengharukan. Wanita itu bahkan sedikit bersenandung, tersenyum sambil menutup kedua matanya.

"Kau tahu, Sasuke-kun? Instrumen ini adalah instrumen terindah yang pernah ku dengar! Aku bisa merasakan kesedihannya, jatuh bangun perjuangannya, bahkan sampai ia bisa melihat langit yang begitu cerah tanpa awan mendung di antaranya." Sasuke sedikit terkejut. Ia memandang istrinya sejenak. "Aku juga tahu kalau musik ini adalah musik pertama yang kau buat saat menjadi seorang komposer." Sakura tersenyum manis. "Aku benar-benar pengagum rahasiamu, Tuan Komposer." Wanita itu kembali terkekeh. Ia sangat suka saat melihat suaminya memutar kedua bola matanya bosan.

"Baiklah, Cherryblossom. Aku juga pengagum rahasiamu. Jadi bagaimana kalau malam ini kita melakukan kencan berdua setelah kau kencan dengan editor-mu?" Sasuke memberhentikan mobilnya tepat di parkiran gedung tempat istrinya bekerja. Ia menyeringai jahil. Seringaiannya bahkan semakin lebar saat ia mendapati wajah istrinya bersemu merah.

"Um... Sa-sasuke-kun, aku harus segera bertemu editor-ku." Wanita itu membuka seatbelt-nya dengan terburu-buru. Setelahnya, ia membuka pintu mobil dan berjalan cepat. Namun ia segera menghentikan langkahnya saat Sasuke memanggilnya.

Sakura berbalik, menemukan suaminya sudah berdiri di belakangnya. Sasuke terseyum tipis, nyaris tak terlihat. Dengan gerakan lembut, ia mencium bibir wanitanya. Sakura terkejut, namun ia tak melakukan apa-apa. Setelah wajah tampan Sasuke menjauh, pria itu tersenyum. "Aku akan menunggumu di cafe depan." Sasuke menepuk pelan kepala istrinya. Menyadarkannya dari keterkejutannya. Wajah gadis itu semakin memerah. Ia tersenyum kaku. Setelah mengucapkan selamat tinggal dan berbalik memasuki gedung, Sasuke menyeringai kecil, menatap balik sepasang mata yang menatapnya tak suka di kejauhan, Akasuna Sasori.


"Jadi, kau sudah menikah, Cherry-san?" Hatake Kakashi, editor dari wanita itu bertanya dengan senyum kecil. Ia bisa melihat wajah Sakura yang bersemu merah. Wanita itu mengangguk. "Kenapa dirahasiakan?"

"I-itu karena aku tidak ingin banyak orang tahu, dan sensei tahu itu, 'kan?" Sakura berkata malu-malu. "Aku tidak suka digoda." Hatake Kakashi tertawa kecil. Ia memang sudah kenal Sakura sejak lama, bahkan ia sudah menjadi editor dari wanita itu sejak 7 tahun yang lalu. Wanita di hadapannya adalah wanita ceria, namun juga sangat pemalu. Ia bahkan ingat saat mereka pertama kali bekerja sama. Wanita itu menunduk malu-malu, selalu mengucapkan kata maaf saat melakukan kesalahan-kesalahan kecil, dan selalu berterima kasih karna hal kecil pula. Kakashi jadi harus berkali-kali mengatakan untuk tidak sekaku itu padanya.

"Ya. Aku tahu itu, Saki-kun." Kakashi kembali terkekeh kecil. "Jadi, siapa suami dari gadis kecil ini?" Sakura memukul pelan editor-nya. Sedangkan pria itu kembali tertawa.

"Konnichiwa, Haruno-san, Hatake-san." Akasuna Sasori tersenyum, membungkukkan sedikit tubuhnya. Ia kemudian duduk di samping Sakura saat kedua manusia berbeda gender itu membalas sapaannya.

"Apa hari ini kau ada janji dengan sensei, Akasuna-san?" Sakura bertanya saat Kakashi membaca sejenak naskah gadis itu.

"Tidak. Hanya mampir untuk bertemu Cherryblossom." Ucapnya. Sasori tersenyum saat Sakura tersenyum kikuk padanya. "Tidak perlu canggung begitu, Haruno-san." Sakura hanya mengangguk.

"Oh ya, Cherry. Bisakah lain kali aku bertemu dengan suamimu juga?" Kakashi tersenyum tipis. Wanita itu sedikit menaikkan sebelah alisnya bingung. Bahkan Sasori di sebelahnya tampak tak suka saat Kakashi mengatakan kata 'suami' pada wanita itu.

"Untuk apa, sensei?"

"Hanya ingin berkenalan dengan suami gadis kecilku. Aku takut dia akan cemburu jika suatu saat aku memintamu datang ke apartemenku." Kakashi tersenyum jahil. Wanita itu hanya mendengus dengan semburat merah tipis.

"Oh, sensei bisa menemuinya sekarang." Seakan teringat, Sakura menjentikkan jarinya. "Dia sedang menungguku di cafe depan." Dan setelah berpamitan pada Sasori, Kakashi dan Sakura segera keluar dari bangunan besar itu.


Sasuke sontak berdiri saat ia melihat Sakura datang bersama seorang pria. Wajahnya sedikit mengeras. Matanya menampilkan tatapan tak suka yang kentara. Bahkan pria itu sadar dengan cepat bahwa Sasuke tak menyukainya sama sekali. Ia tersenyum.

"Sasuke-kun, ini editor-ku. Kakashi Hatake-sensei." Sasuke sedikit terkejut, namun dengan cepat mengembalikan emosinya. Tatapan tak suka yang tadi ia layangkan untuk pria itu kini menghilang, digantikan dengan tatapan datar andalannya.

" Aku, Hatake Kakashi." Kakashi tersenyum. Membungkukkan sedikit badannya. "Aku editor istrimu." Ucapnya disertai penekanan pada kata terakhir.

"Uchiha Sasuke." Jawabnya singkat. Sakura menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal dan tersenyum canggung. Setelah keduanya duduk, wanita itu juga duduk di samping suaminya.

"Sensei, maafkan Sasuke-kun. Dia memang pria yang dingin."

"Tak apa, Sakura. Aku mengerti jika suamimu protektif. Dia hanya sangat mencintaimu." Ucapnya disertai senyuman. Wanita itu tersenyum malu-malu, terlihat jelas dari kedua pipinya yang bersemu merah. "Dan lagi, seharusnya suamimu berterima kasih padaku," Sasuke menaikkan sebelah alisnya tanda bingung. "Karena aku sudah menjauhkanmu dari kalajengking merah itu." Kakashi tersenyum. Ia bisa melihat jelas raut keterkejutan dari wajah Sasuke.

"Kurasa kita bisa jadi partner yang baik, Uchiha-san." Kakashi tersenyum hingga kedua matanya menyipit, ia mengulurkan tangannya. Sesaat Sasuke tak bergeming, hanya memperhatikan Kakashi dan tangannya yang terulur. Tapi ia kemudian berpikir ada baiknya jika ia bekerja sama dengan pria ini. Toh, tidak akan selamanya ia bisa menemani sang istri saat ia menemui pria ini untuk bekerja, dan ia tidak akan mungkin bisa setiap saat memantau si pria merah Akasuna itu. Apa yang akan ia lakukan pada istri tercintanya. Sangat-sangat protective, 'eh?

Sasuke menerima uluran tangan Kakashi. Ia tersenyum tipis. "Senang bekerja sama denganmu, Hatake-san."

"Dan aku juga senang, suami dari gadis kecilku adalah pria yang penyayang dan protective. Sakura itu masih seperti gadis kecil yang polos." Kakashi meletakkan tangannya di samping bibirnya, seolah-olah ia sedang berbisik.

"Aku bisa mendengarmu, sensei." Kakashi tertawa saat Sakura meneriakinya dengan wajah kesal. "Oh ya, ku harap kau tidak cemburu padaku." Kakashi kembali tersenyum jahil. "Terkadang saat aku tidak bisa ke kantor, aku meminta Sakura mengantarkan berkasnya ke apartemenku." Wajah Sasuke seketika mengeras. Namun di detik berikutnya kembali datar seperti sebelumnya. Ia bahkan tersenyum tipis membalas candaan Kakashi.

"Tak apa. Aku bisa menemaninya saat mengantarkan berkasnya ke apartemenmu." Walau tak kentara, tapi Kakashi dapat melihat jelas kekesalan Sasuke. Kakashi kembali terkekeh. Ia mengangguk dan menatap Sakura yang kini tengah fokus menghabiskan Spaghetti milik Sasuke. Pria itu tidak lagi memakannya dan menyuruh Sakura menghabiskannya.

Tidak hanya perubahan sikap yang terjadi pada Sakura dan Sasuke sejak keduanya mengungkapkan perasaan masing-masing, namun juga beberapa kebiasaan tertentu seperti memakan makanan yang sama dalam piring yang sama. Sangat lucu!

"Karena aku sudah bertemu denganmu dan berkas Sakura juga sudah ada padaku, aku akan pergi sekarang." Sakura menatap Kakashi cepat dengan mulut penuh Spaghetti.

"Eh? Kakashwi-swenswei twidak-"

"Habiskan, Sakura. Baru berbicara." Sasuke mencubit hidung istrinya. Kakashi kemudian terkekeh pelan saat menatap interaksi mereka. Ah, pasangan muda yang romantis. Pikirnya.

"Kau tahu, Uchiha-san, Banyak pemuda yang masih mencoba mencari perhatian Sakura sampai saat ini." Sasuke menatap Kakashi datar. "Dan aku sekarang merasa senang dia sudah punya suami yang perhatian sepertimu." Kakashi tertawa saat merasa dirinya sudah seperti ayah Sakura. "Padahal gadis kecilku ini tidak pernah melirik pria sebelumnya. Dan saat aku tahu, ternyata dia sudah punya suami. Mengesalkan." Kakashi pura-pura kesal. Dan ia tertawa saat Sakura kembali meminta maaf setelah ia menghabiskan makanan dalam mulutnya.

"Sudahlah. Aku pergi dulu. Oh ya, Sakura," Kakashi kembali berbalik saat ia merasa ada yang lupa ia sampaikan. "Sebaiknya kalian mengambil waktu liburan dan ber-honeymoon, mengingat kau sepertinya tidak pernah ambil waktu liburan untuk itu. Lagi pula, aku tidak sabar ingin menggendong bayi kecil yang lucu." Sontak wajah keduanya memerah. Kakashi tertawa dan kemudian berlalu setelah mengatakan satu dua kata pada pasangan merah muda dan raven itu.

"Ide editor-mu bagus juga. Apa sebaiknya kita mulai merencanakan waktu liburan sekarang?" Sakura tersedak saat minum jus strawberry yang beberapa saat lalu ia pesan.

"Sasuke-kun!"


"Kaa-san, tou-san." Sakura berlari memeluk kedua pasangan paruh baya itu sesaat setelah ia keluar dari mobil dan menemukan mereka sudah berdiri di depan pintu untuk menyambutnya dan Sasuke. Tak lupa ia mencium pipi keduanya.

"Oh, dear. Aku benar-benar senang saat mendapat pesan dari Sasuke kalau kalian akan datang berkunjung hari ini." Mikoto Uchiha mencium pipi menantu kesayangannya, tak lupa ia juga mencium pipi Sasuke saat pria itu sudah berada bersama mereka.

"Aku juga senang." Sakura bahkan tak dapat menyembunyikan kegembiraannya. "Tadi Sasuke-kun menemaniku mengantar berkas ke kantor. Lalu aku diberitahu saat dalam perjalanan kemari. Makanya aku tidak menyiapkan apa-apa. Maafkan aku, kaa-san." Sakura menatap Mikoto dengan penuh penyesalan. Wanita paruh baya itu tersenyum maklum. Ia bahkan sudah tahu sifat Sakura yang selalu meminta maaf. Dia benar-benar menantu idamannya.

"Tidak apa-apa, Sayang. Nah, ayo kalian berdua masuk. Itachi juga sudah ada di dalam." Sasuke menautkan alisnya. Ia menatap Fugaku meminta penjelasan. Pasalnya kakaknya itu adalah orang super sibuk yang bahkan tidak akan meninggalkan pekerjaannya walau hanya sehari. Bahkan karena kesibukannya, sampai saat ini ia belum juga menikah. Yah, sama seperti dirinya dulu, sebelum akhirnya dijodohkan dengan wanita di depannya yang kini tengah dalam perbincangan menarik bersama ibunya.

"Dia bilang ingin memperkenalkan seorang gadis pada kami." Sasuke tampak terkejut. Itachi? Gadis? Yang benar saja! Si workaholic itu!?

"Kami juga tidak percaya awalnya. Tapi dia meyakinkan kami bahwa gadis itu akan datang malam ini untuk makan malam bersama. Ibumu terlihat senang."

"Jadi, Itachi meninggalkan pekerjaannya?"

"Ya. Dan dia membantu ibumu menyiapkan makan malam." Fugaku tertawa pelan. Tidak percaya bahwa anak sulungnya meninggalkan pekerjaannya untuk itu.

"Hai, adik ipar. Hai, adik." Itachi meletakkan pisau dapurnya dan mencuci tangan sebelum menghampiri mereka. "Aku tidak tahu kalian akan datang kesini." Itachi mencubit pipi Sakura pelan dan terkekeh saat wanita itu menatapnya jengkel. Pasalnya Itachi selalu mencubit pipinya saat mereka bertemu. Ia mengatakan bahwa pipi Sakura terlihat seperti kue mochi yang lembut.

"Dan kelihatannya, hubungan kalian semakin membaik." Itachi menyeringai. Ia tahu hubungan mereka tidak berjalan dengan baik pada awalnya. Ia bahkan tahu bagaimana pasangan di depannya itu mencoba terlihat baik-baik saja di depan keluarga mereka saat mereka masih merasa belum mengenal satu sama lain.

Tidak hanya Itachi tentunya. Kedua orang tua mereka juga mengetahui hal itu. Mereka memakluminya karena pernikahan mereka terjadi bukan karena cinta. Tapi kedua orang tua mereka selalu tidak pernah menyerah, mereka berpikir suatu saat Sakura dan Sasuke pasti akan saling jatuh cinta dan terikat satu sama lain. Dan lihatlah sekarang, bagaimana?

"Aku sudah melihat video-nya, okay?" Sakura dan Sasuke saling berpandangan, tidak mengerti. "Aku tidak pernah melihat adikku yang dingin menjadi begitu pemarah karena istrinya diajak berkencan oleh pemuda lain." Sasuke membulatkan matanya tak percaya.

"Apa maksudmu? Video apa?" Sasuke sekarang benar-benar sangat penasaran. Itachi tertawa. Ia kemudian mengeluarkan ponsel pintarnya dari kantong celananya. Ia membuka salah satu app pemutar video, dan menampilkan video saat Sasuke menarik Sakura dari kerumunan para penggemarnya karena kesal saat penulis baru itu mengajak kencan istrinya.

"Wah, wah! Ibu baru lihat ini!" Mikoto tersenyum senang. Ia melirik Sasuke yang tampak malu, begitu juga dengan Sakura yang tampak sudah semerah buah kesukaan Sasuke, tomat.

"Dari mana kau mendapatkan itu?" Sasuke kehilangan sifat dinginnya, dan itu membuat Itachi semakin senang.

"Aku sedang bosan dan berniat mencari musik video saat menemukan ini." Itachi kembali menyeringai. "Kalian tahu apa nama video ini?" Ia sengaja memberi jeda pada perkataannya untuk menambah kekesalan sang adik.

"Katakan Itachi!" Sasuke kesal. Tapi wajahnya masih setia menampilkan semburat merah tipis. Itachi tertawa.

"Suami dari penulis terkenal CherryBlossom marah besar ketika penulis baru Akasuna Sasori mengajak CherryBlossom berkencan secara terang-terangan." Itachi tertawa saat melihat wajah adik iparnya yang melongo tak percaya. Wajah Sasuke sudah semakin merah saat matanya juga semakin melebar. Mikoto dan Fugaku tampak terkejut, namun kemudian tersenyum senang melihat perubahan hubungan anak dan menantunya.

"Aku bahkan tidak bisa menahan tawaku saat sudah beberapa kali melihat video ini, Sasuke. Apa itu? 'Dia bukan lagi Haruno?'" Itachi semakin tertawa keras saat Sasuke membuang muka.

"Dia memang bukan Haruno lagi, 'kan?" Sasuke kembali bersuara saat wajahnya sudah tak lagi memerah. Ia bahkan menarik Sakura mendekat dan melingkarkan lengannya di pinggang gadis itu.

Itachi terdiam. Sejurus kemudian, ia tersenyum tipis. Adiknya benar-benar berubah.

"Jadi, apa kalian sudah melakukannya?" Sasuke terbatuk. Sakura yang memerah di sampingnya dengan cepat mengambil air putih ke dapur dan memberikannya pada Sasuke. Mikoto dan Fugaku tampak memperhatikan mereka secara intens. Itachi sialan, pikir Sasuke.

Setelah meminum air yang diberikan Sakura, ia tersenyum tipis. Memang inilah salah satu alasannya datang kesini. Tapi karena Itachi terus menggodanya, ia lupa akan hal itu. "Tidak perlu khawatir, aniki." Itachi terdiam, tidak biasanya Sasuke memanggilnya aniki. "Kami datang kesini juga untuk memberitahu kalian," senyuman Sasuke semakin melebar. "Sepertinya kami akan mengambil liburan untuk pergi honeymoon. Mengingat kami tidak pernah mengambil cuti liburan itu." Sekarang giliran Itachi yang melongo, dengan Mikoto dan Fugaku yang tampak terkejut, dan kemudian tersenyum senang.

Sakura? Ia bahkan tidak tahu tentang rencana itu! Kapan Sasuke merencanakannya? Apa karena Kakashi? Wajahnya bahkan kini kembali memerah ketika mentap suaminya. Dan Sasuke tersenyum manis saat menatap istrinya yang merona.


To be Continued!

A/N :

Ada yang request sequel deh kayaknya kemarin ya? /nyengir/

Ini sebenarnya juga udah ada di document saya, tapi emang saya pikir gak bakal di upload, mengingat kayaknya bakal sedikit panjang. Tapi setelah saya pikir lagi, lebih baik upload deh. Tapi mungkin Cuma bakal 2 Chapter atau 3.

Dan Chapter depan mungkin khusus perjalanan honeymoon-nya. Jadi ya, sekian! Semoga suka. Saya gak tau apa ini masih terlihat manis. Hahahahha /nista/

Mind to RnR?