Cast :

- Kim Hanbin

- Kim Ji Soo

- Kim Ji Won

Ini adalah kelanjutan kisah B.I dan Jisoo

Cerita ini hanya fiktif. B.I dan Jisoo milik diri mereka sendiri, kedua orang tua, YG Ent.

IKONPINK

.

.

.

.

Bagaimana kisah cintaku selanjutnya...

Hey, Boy~

Story begin...

Aku rasa aku juga tidak ingin melepaskanmu, aku tidak akan pernah mau kehilanganmu lagi...

Kopi memang pahit, namun lama kelamaan akan manis, karena aku menikmatinya bersamamu...

Hari demi hari kulaui dengan berlatih, mengisi acara dan bersama Jisoo–teman sekaligus calon istriku. Kali ini aku tidak lagi bermain-main dengan yang namanya mencintai, sebelumnya aku memang masih tidak mempercayai, tapi lambat laun aku memang tidak ingin melepaskannya. Jisoo berarti untukku, dan aku tidak akan pernah melepaskannya untuk siapapun, sekalipun itu Bobby...

Pagi biasa aku terbangun karena alarm dari ponsel Chanie yang selalu saja berdering dan entah kenapa pemiliknya malah asik tertidur tanpa ada rasa risih.

Dengan malas kulangkahkan kakiku keluar kamar, dan ternyata diluar kak Jinhwan dan kak Yunhyeong tengah asik menonton TV. Sehingga aku segera berjalan ke arah dapur untuk mencari sesuatu disana.

"Ah~ haus!" gumamku dengan segera melesat ke arah dapur.

Ada Bobby disana, yang sepertinya tengah menelpon seseorang.

"Iya, kau sudah membuat kerangkanya?"

"Benarkah? Jennie bilang kau yang menyimpannya?"

Langkahku terhenti saat mendengar nama salah satu orang yang sangat kukenali disebut oleh Bobby dalam percakapannya.

"Lalu aku harus meminta pada siapa, Jisoo? Kalau bukan kau atau Jennie yang menyimpannya!"

"Aku akan tanya Jinhwan nanti! Bye!"

Bobby dengan segera menatapku, membuatku bergegas berjalan ke arah pintu lemari pendingin yang ada dibelakang tubuh Bobby.

"Jennie dan Jisoo sudah membuat kerangka lagu untuk pembelajaran mereka, kau dititipi demonya oleh kekasihmu itu?" tanya Bobby saat aku berada dibelakangnya.

"Hanbin!" panggil Bobby karena aku tidak meresponnya.

"Aku baru saja bangun, mana aku tahu kalau mereka memberi demo krangka lagu!" jawabku ketus, kemudian pergi dari dapur.

Kini aku telah berada di dalam perusahaan, seperti biasa, berlatih lagi karena besok kami akan pergi tour konser.

Aku turun dari lantai 3 tempat latihanku, menuju lantai satu. Semua orang sudah disana untuk makan siang, tapi aku malah asik bermain game saja di dalam ruang latihan.

"Aku rasa yang ini tidak cocok untukmu, Soo!"

"Aku suka yang ini Jen, Jiwon bilang aku cocok dengan warna peach ini!"

"Selera Bobby payah!"

"Namanya juga anak laki-laki!"

Setibanya dilantai satu, coba tebak apa yang kudengar dan kulihat. Jisoo dan Jennie tengah berkengkrama dengan memegangi kedua telapak tangan mereka, tidak lupa menyebut nama Bobby disana.

"Jen, Soo!" panggilku pada kedua gadis didepanku kini.

"Jennie, ayo masuk kantin!" suara Jinhwan mengintrupsi kami, sehingga Jennie segera pergi dan mendekat ke arah Jinhwan. Meninggalkan aku dan Jisoo berdua.

"Bagaimana kabarmu?" tanyaku pelan pada Jisoo, jujur kami memang belum bertemu selama dua minggu ini.

"Aku baik, bagaimana client di Jepang?" ujarnya. Kok malah tanya client sih, akunya kapan?

"Lumayan, mereka mau nerima perusahaan kita. Oh ya, kau–"

"Jisoo! Aku sudah dapat demo lagu kalian dari Choi Yang Hyung! Aku akan pelajari ini, dan bersiaplah untuk membuat lagu, cantik!" ujarnya memotong ucapanku.

"Be–"

"Bisa kau diam! Aku sedang berbicara padanya! Kau ini tidak punya kesopanan, huh!" ujarku dengan menarik kerah kemeja Bobby yang akan mendekati Jisoo.

Kalau Jisoo tidak menarikku agar segera pergi, mungkin aku sudah membuatnya babak belur.

Kukira Bobby akan diam, dan tidak lagi menggoda Jisoo, namun aku salah menduga, dia malah berani mengobrol dengan sok akrab didepanku.

Hingga saat aku melihat wajah Bobby mendekati wajah Jisoo, aku segera beranjak dari kursiku dan menarik kerah kemejanya, lalu mendorongnya hingga membuatnya terjungkal kebelakang.

Kutarik kemejanya lagi, dan menonjok dengan keras wajah mulusnya itu.

"Hanbin sudah! Kau ini kenapa sih!" Jisoo membuang tanganku dari kerah kemeja Bobby, dan menahan tubuhku yang akan kembali menghajar Bobby sialan itu.

"Kau digoda olehnya, dan kau biasa saja?!" sentakku. "Kau ini benar-benar murahan ya!"

Plak!!

Jisoo menamparku dengan keras. "Aku dan Bobby hanya partner kerja, aku memang dekat dengannya sebagai partner kerja! Bukan menggodaku!"

Jisoo pergi begitu saja dari hadapanku, Jennie juga segera mengejar Jisoo pergi. Aku malu pada diriku sendiri.

Brak!

Kulepar sembarang kertas naskah yang ada ditanganku ke lantai, Chanie dan Junhoe menatapku dengan takut, namun tidak dengan kak Jinhwan dan kak Yunhyeong.

"Kau terlalu kasar pada seorang perempuan, Bi! Bukan tidak mungkin Jisoo akan benci padamu jika kau bertingkah seperti ini!" Kak Jinhwan angkat bicara dengan apa yang telah kuperbuat.

Sebenarnya aku yakin kak Jinhwan sangat marah padaku karena aku melukai hati Jisoo lagi, mungkin yang kesekian kalinya, namun entah kenapa dia malah biasa saja sekarang disaat aku mengulangi perbuatanku pada Jisoo didepannya.

"Jennie yang menyuruhku untuk diam saja di kantin tadi. Membiarkan kalian menyelesaikan kesalah pahaman kalian yang kesekian kalinya, bahkan berulang-ulang. Aku tidak berhak lagi mengatur hati Rusa jelek itu, dia sudah memiliki calon pendamping yang bisa menuntunnya menjadi lebih baik!" jelas kak Jinhwan.

Aku diam, dengan terduduk meringkuk memojokkan diriku kesisi sofa yang tengah Chanie dan Junhoe tempati, membuat kedua Maknae line itu menatapku iba.

Jisoo pasti membenciku, sangat-sangat membenciku karena sikapku tadi siang...

"Kau pakai gitar, kok nadanya jadi ga nyambung?"

"Aku salah nada lagi? Padahal Jennie bilang benar loh?"

Aku berhenti berjalan saat aku mendengar suara yang tak asing di telingaku tengah bercengkrama didalam ruang kreasi yang berada disisi kiriku kini.

"Bukannya Jennie pakai piano, kau bilang Hanbin membantumu belajar gitar?"

"Hanya nada itu yang aku bisa mainkan dari apa yang Bi ajarkan, kalau Bi tahu dia pasti akan marah padaku!"

"Bi ga akan marah kok, dia sayang padamu!"

Soo, aku ingin menjelaskan semuanya kalau aku ... cemburu...

Cklek!

Mataku melebar saat pintu disamping terbuka, Bobby yang membukanya.

Bobby menatapku, kemudian pergi melengos meninggalkanku mematung didepan pintu coklat ini. Hingga tidak lama pintu kembali terbuka dan melihatkan Jisoo yang sedari tadi didalam.

Brak! Aku memukul keras pintu bagian samping berniat untuk menggertak Jisoo yang malah manatapku dengan datar.

"Kenapa kau tetap berdekatan dengannya! Apa kau tidak puas mempermalukan aku di kantin kemarin, huh!"

Jisoo menutup matanya, menunduk, tidak mau menatapku. Aku tahu tindakanku ini salah, menggertak Jisoo hanya akan membuat masalah ini semakin panjang dan tak berujung untuk diselesaikan. Aku memutuskan untuk memeluk tubuh Jisoo, membiarkan emosiku meluap tanpa ada perantara dengan pelukan ini. Dan Jisoo menangis.

Mataku terbuka saat aku merasakan kehangatan entah dari mana yang menerpa wajahku. Mataku memicing saat melihat sosok yang tak asing tengah berdiri didepanku dan memegangi hordeng jendela kamar, dia tersenyum begitu manis padaku, membuatku mengeriyit heran dan segera bangkit.

"Dimana Chanie?" tanyaku panik. Apa ini bukan kamarku?

"Selamat pagi, Hanbin! Chanie ada di kamar Donghyuck, mungkin sudah bangun mereka!" jawabnya dengan santai.

Aku menatapnya heran, "Serius Soo, bagaimana bisa kau masuk ke kamarku?" tanyaku to the point kini.

"Kau pingsan kemarin saat dihadapanku, aku tidak tahu kau kenapa Bi, tapi kau pingsan dan aku dibantu Jinhwan untuk membawamu pulang ke sini!" jelas Jisoo.

Pingsan?

Seriously?

"Kau sakit?" tanya Jisoo menatapku dengan penasaran.

"Kau menungguku semalaman?" tanyaku balik tanpa mau menjawab pertanyaannya.

"Kau memelukku terlalu erat, aku tidak bisa pergi, sehingga semalam aku menginap disini!" jawab Jisoo, "Ayo bangun, kau harus pergi menemui client-mu hari ini!" dan pergi dari kamarku begitu saja.

Memeluknya?

Apa yang terjadi padaku...

Rapat direksi dengan investor dalam perusahaan CY Entertaiment berjalan mulus tanpa ada hambatan, setelah semua orang keluar dari ruangan aku segera menidurkan kepalaku diatas meja. Rasanya berat sekali kepala ini, tapi mau bagaimana lagi aku harus bisa menarik hati para investor atau kerjasama perusahaan Ayah dan perusahaan Ayah Jisoo akan sia-sia.

Cklek!

"Tuan Bi, satu jam lagi pesawat keberangkatan anda ke Jepang akan segera lepas landas, anda harus segera check in agar tidak tertinggal pesawat!"

Aku bangkit dari posisiku perlahan, kepalaku berat sekali seperti tertimpa batu besar, menatap samar ke arah pintu dimana sosok yang baru saja membuka pintu ruangan ini berada. Apa yang terjadi padaku, kenapa aku jadi tidak fokus begini.

Berjalan tertatih menuju ke arah pintu, dan dengan sigap dia menahan berat badanku. Hanbin tidak boleh terlihat lemah.

"Siapkan mobil, aku lupa jika ada perjalanan ke Jepang juga!" jawabku, dan mulai keluar dari ruang rapat, hingga saat didepan koridor aku berusaha menenggakkan tubuhku dan berjalan seolah tidak terjadi apapun padaku.

"Hihihi, kak Jisoo sangat cocok dengan kak Jiwon!"

"Aku juga setuju kalau kak Jisoo dengan kak Jiwon!"

"Mereka serasi!"

Kepalaku berdenyut hebat saat aku mendengar suara bisik-bisik dari para trainer baru yang baru saja kulewati, tubuhku terhempas ke arah kiri tembok, berpegangan disana dengan mencoba kembali bangkit untuk berjalan lagi.

"Senior Bi apa kau baik-baik saja?" samar-samar aku mendengar seseorang mendekat dan membantuku untuk bangkit.

Ooh apa ini yang terjadi sejak kemarin padaku?

Hingga tidak lama kudengar suara cempreng Junhoe dan Chanie mendekat, setelahnya ... aku tidak mendengar apapun dan gelap...

Aku membuka mataku perlahan, yang pendengaranku tangkap pertama kali adalah sebuah bunyi mesin dan samar-samar suara orang mengobrol. Setelah semuanya terlihat jelas, aku bingung, dimana aku sebenarnya.

Cklek. Pintu terbuka, dan aku dengan segera menatap siapa yang masuk.

"Kau bangun juga akhirnya, Bi!" itu kak Yunhyeong dengan senyumannya ia berjalan mendekatiku.

"Jangan lupakan sarapanmu! Jangan lupakan vitaminmu! Jangan banyak berpikiran yang aneh-aneh terhadap Jisoo, Bi! Kau jadi seperti ini kan! Bandel!" ucap kak Yunhyeong panjang lebar.

Aku diam mendengar ucapan dari kak Yunhyeong, dan sesaat kemudian mataku melebar.

"Bagaimana dengan keberangkatanku ke Jepang?" tanyaku panik, pasalnya aku memang harus pergi kesana bukan dalam waktu satu jam pesawat–

"Jam berapa ini?" pekikku dengan segera bangkit dari kasur yang kutiduri, membuat Yunhyeong segera menahan tubuhku, dan memang kepalaku kembali berdenyut cepat hingga membuat tubuhku melemas.

"Tenanglah Bi! Tidak seharusnya kau memikirkan perusahaan terus, pikirkan juga kondisimu!"

"Tapi clien–"

"Bi!!" sentak kak Yunhyeong keras, sehingga yang ada diluar bergegas masuk ke dalam.

"Ada apa kak?" tanya Junhoe saat ia berhasil masuk ke dalam, disusul yang lainnya dibelakang. Aku juga samar-samar melihat Jisoo berdiri tidak jauh.

"Akhirnya Hanbin bangun juga! Salah minum obat ya, masih pagi udah bikin panik aja!" ini ceramahan panjang kak Jinhwan yang sekarang ada disamping kanan kasur yang kutiduri.

Bukannya fokus terhadap yang lain, aku malah fokus pada Jisoo yang sedari tadi diam saja menatapku dari sisi Bobby, rasanya ingin protes namun kepalaku kembali berdenyut dan semakin sakit saja.

Aku meraba kasur yang kutempati, dan seseorang memegangi tanganku sehingga aku mencengkram tangannya tanpa sengaja. Sakit, namun ini lebih baik daripada aku harus melihat Jisoo berdekatan dengan Bobby.

"Bi, kau kenapa?" kak Yunhyeong bertanya padaku, aku mendengar suaranya ada disamping kiri telingaku.

Kepalaku semakin sakit, bahkan menjawabpun aku tak bisa, siapapun kau yang kupegangi tangannya tolong aku!

"Bi, bertahanlah!"

Aku tidak tahu bagaimana keadaanku sekarang, mataku terus terpejam dengan kedua tanganku mencengkram erat entah pada tangan siapa menahan rasa sakit dikepalaku ini.

Samar-samar kumendengar rintihan dari suara orang yang kukenali betul. Jisoo, jangan menangis...

Entah berapa lama aku tidak sadarkan diri, mataku perlahan terbuka, dan aku tidak menemukan siapapun didalam ruangan ini.

"Jangan seperti itu, Bob! Aku lebih suka yang biasa saja!"

"Kau malah cantik pakai gaun apapun Soo, membuat semua pria tertarik padamu!"

Cukup. Kenapa aku harus mendengar percakapan itu dengan begitu jelas sekarang. Apa alasannya jika mereka hanya sekedar partner, tapi aku merasa mereka sangat begitu dekat, bahkan melebihi status yang kumiliki.

Lagi, kepalaku berdenyut lagi, napasku memburu, membuatku segera memegangi kepalaku dan berteriak dengar keras. Astaga ini sakit, bahkan sangat sakit dan menggangguku.

Jisoo masuk dengan panik, dan aku menangis menatapnya meminta tolong.

Ini sakit, sungguh sakit! Tolong aku Jisoo~

Entah keberapa kalinya aku tak sadarkan diri lagi, dan aku menyerah kali ini untuk bangun lebih awal...

1 bulan kemudian...

Aku koma, mereka bilang aku koma, hanya karena cemburu tubuhku jadi melemah dan malah terkena penyakit ganas. Sial, Bobby berhasil membuatku hampir kehilangan nyawa karena setiap melihatnya berdekatan dengan Jisoo kepalaku berdenyut hebat.

"Bi!"

Mataku melirik sebentar ke arah samping kanan, ada Jisoo disana tengah terduduk manis menungguiku.

"Kim Hanbin!" panggilnya lagi dengan suara lembut.

"Maafkan aku, aku yang tidak menjagamu dengan baik selama ini, bahkan aku tidak tahu kau sakit! Jangan membuat semua orang khawatir lagi ya!"

Jisoo mendekatkan dirinya ke arah wajahku, membuatku refleks menutup mata saat tangan lembutnya itu menyentuh wajahku perlahan. Bulir keringat menetes, entah kenapa aku masih merasakan pusing, apa karena aku banyak memikirkan Jisoo ya...

"Hanbin, apa disini panas? Kenapa kau berkeringat? Apa masih terasa pusing?" tanya Jisoo bertubi-tubi.

Aku mengerang, dan tidak sengaja mencengkram lengan Jisoo yang berada diatas kepalaku.

"Tenanglah, akan kupanggilkan Dokter ya!" ujar Jisoo dengan memijat pelan kepalaku sialan yang kini kembali bereaksi lagi.

Jisoo pergi, digantikan oleh para Dokter dan perawat yang masuk ke dalam kamarku dengan wajah khawatir. Sesuatu seperti jarum menusuk kekulit lenganku membuatku melemas dan gelap setelahnya itu tidak ada yang kuingat lagi.

Aku merasakan cemburu, cemburu yang begitu besar hingga mambuatku melupakan untuk menjaga diriku sendiri.

Kopi yang kuminum terlalu banyak, hingga kadar cafein yang kuterima tidak bisa masuk dengan baik ke dalam tubuhku...

Hingga akhirnya aku mengalami sakit ini. Sangat sakit, membuatku begitu lemah jika berada didepan Jisoo, dan aku sedih menjadi diriku yang sekarang.

"Makanlah yang banyak, dokter bilang kau akan bisa pulang seminggu lagi!" kak Jinhwan berkata seperti itu dengan menysuapiku makanan yang ada didalam piring yang dia pegang.

"Chanie dimana?" tanyaku parau, bahkan berbicara keras saja rasanya dada ini sesak.

"Chanie sedang sekolah, June sedang ada latihan bersama Donghyuck!" jelas kak Jinhwan, "sudahlah, jangan banyak memikirkan yang lain, kalau kau sakit siapa yang akan menteraktir kami!"

Aku melirik kak Jinhwan tajam, tidak suka saja dengan ucapannya itu, nyelekit tahu ga.

"Sudah berapa lama aku di sini? Lalu bagaimana dengan rapat dengan investor?" tanyaku.

"Kubilang jangan memikirkan yang lain, kau masih sakit! Kenapa sih harus memikirkan orang lain sedangkan dirimu sendiri juga lebih butuh perhatian!" oceh kak Jinhwan dengan nada meninggi. Kak Jinhwan marah sekali sepertinya.

"Aku hanya tanya kak!"

"Baik! Tidak ada yang perlu di khawatirkan! Yunhyeong yang membereskan semuanya, kau tidak perlu khawatir!"

Aku tersenyum mendengar jawaban itu. Kak Yunhyeong memang kakak terbaik, andai Ayah tidak memilihku, pasti kak Yunhyeong lah yang menjadi manager direktur sekarang di perusahaan menggantikanku.

Hening, hanya dentingan sendok dan piring yang terdengar karena kegiatan kak Jinhwan yang membantuku untuk memakan makananku.

"Hahahaha~"

Suara itu... sepertinya aku mengenali suara itu...

Knock

Knock

"Masuklah!" ujar kak Jinhwan saat seseorang mengetuk pintu ruang rawatku.

"Hyung apa–"

Napasku seketika memburu, perlahan kepalaku berdenyut lagi dan semakin lama semakin sakit. Membuat semua orang disana panik karena tingkahku.

Hingga tidak lama, suasana menjadi damai kembali, saat aku membuka mataku perlahan. Bobby disampingku dengan terus menunduk terduduk didekat kasurku.

"Kau kenapa lagi? Bukankan Dokter menyatakan kau sudah sembuh total, hanya perlu pemulihan!" ujar Bobby menatapku dengan instens. "Kenapa bisa begini lagi!"

"Aku tak suka melihatmu!" jawabku dengan parau.

Bobby, Jisoo, Jennie dan kak Jinhwan menatapku terkejut.

"Tak suka melihatku? Maksudmu?" tanya Bobby bingung terus saja menatapku dengan mata belonya(?).

Aku diam saja merengut dibalik selimut yang menutupi tubuhku, aku malas berurusan dengan Bobby.

"JAWAB LEADER!?" sentak Bobby membuatku semakin menenggelamkan tubuhku yang ringkik ini didalam selimut.

"Jiwon jangan membentaknya, Hanbin masih sakit!" intrupsi kak Jinhwan agar Bobby menahan amarahnya. Bobby mah kasar kakak, Bi ga suka :(

"Jangan dekati Jisoo lagi, aku sakit karena itu!" ujarku serak

Jisoo segera beranjak dari sofa dan mendekat ke arahku, Jisoo juga mengusap air wajahku dengan tangannya yang lembut. Mata itu menatapku, membuatku tidak bisa mengakhiri begitu saja kontak yang tengah terjadi.

"Jadi kau terbakar cemburu lalu jatuh sakit, begitu?" tanya Jisoo pelan.

Kak Jinhwan, Jennie dan Bobby tertawa dibelakang tubuh Jisoo, aku di ejek.

"Bi... Bi... aku kira kau ini bukan lelaki pencemburu loh, awalnya aku takut padamu, tapi tahu kalau cemburuanmu itu bisa membuatmu jatuh sakit, kok ya lucu!" ujar Jennie memberikan komentar.

Aku mengendus, ujungnya menjadi bahan ejekan lagi.

"Husst! Jangan begitu dong, Bi masih sakit, jangan dibuat bercanda ih!" ujar Jisoo mengintrupsi ketiga orang dibelakangnya.

Aku segera menarik tubuh Jisoo agar bisa kupeluk, membuat ketiga orang dibelakangnya mendegus protes.

"Jangan dekati Bobby~"

Sungguh, kalaupun aku keracunan karena kopi, aku hanya ingin menikmatinya bersama Jisoo.

Jangan buat aku cemburu, girl...

-END-