Detik Itu, a Free! Fanfiction.
Free! Adalah milik Ouji Kyouji—Kyoto Animation. Saya tidak mengambil keuntungan materiil apapun.
Mengambil setting di episode terakhir ya kalo gasalah, yang menang itu loh. Dari dulu udah greget, sebenernya Rei itu dianggap apa sama mereka? Kata-kata Haruka tuh masih agak gimana gitu, kurang meyakinkaan /oi. hampir keseluruhan deskripsi, hampir ga ada percakapan.
.
Pada detik itu, Rei hanya bisa memandangi kemenangan dari kuartet Haruka-Makoto-Nagisa-Rin dengan tatapan yang sulit dimengerti oleh siapapun—bahkan oleh dirinya sendiri.
Jujur saja, Rei tidak tahu ekspresi apa yang seharusnya ia tampilkan sekarang.
Di satu sisi, ia menginginkan para Senpai dan Nagisa sendiri bahagia. Yang tentu saja kebahagiaan itu hanya akan diperoleh dengan adanya Rin di antara mereka mereka—begitu menurut Rei.
Di sisi lain, ia iri. Sangat.
Selalu harus ada Rin, Rin, dan Rin.
Matsuoka Rin yang mereka kenal semenjak sekolah dasar.
Matsuoka Rin yang berubah sejak kembali dari Australia.
Matsuoka Rin yang berpura-pura tak acuh pada kehangatan dalam lingkaran yang mereka tawarkan.
Matsuoka Rin yang jelas menyia-nyiakan mereka.
Dan Rei merasa sangat iri—mengapa ia tidak mendapatkan kehangatan yang sama dari mereka?
Sebenarnya, ia ini apa di mata mereka?
Tambahan, atau pengganti semata?
Selalu, kata-kata Haruka terngiang dalam benaknya;
"Kau juga bagian dari kami."
Begitu 'kah?
Rei hanya tersenyum sinis—sekaligus perih.
Lalu, sekarang apa? Memang setelah kemenangan mereka, mereka akan ingat kepadanya?
Rei juga kadang berpikir—itu hanya kata penghiburan untuknya atau mereka benar-benar menganggap itu?
Yang ia butuhkan sekarang adalah pengakuan dari mereka. Tidak kurang atau lebih. Cukup itu, dan ia akan tenang menjalani masa sekolah menengah atas ini.
Tapi sekarang apa? Setelah mengucap kata-kata itu kemarin, toh, mereka masih tersenyum seolah tak terjadi apapun di sana. Berpelukan atas kemenangan yang mereka dapatkan. Dan lupa jika ada seorang lagi yang tertinggal di sini.
Tanpa menoleh sedikitpun ke arah Rei.
Sakit, tentu.
Namun ia sendiri mulai menyadari siapa ia di sini—siapa ia di antara mereka.
Rei tahu, ia hanya pendatang di antara mereka berempat. Keempatnya adalah sahabat sedari dulu, jauh, jauh sebelum Rei datang. Ia hanyalah anak baru yang seenaknya—berusaha—memasuki lingkaran pertemanan mereka.
Ia hanya pendatang baru yang menggantikan kekosongan dari salah seorang yang pasti akan kembali. Ia hanya menunggu waktu sampai ia tak diacuhkan, dan persahabatan sempurna milik mereka berempat akan tampak sempurna—begitu menurut Rei.
Rei menyadari itu.
Dan sampai sekarang, Rei masih hanya menatap mereka dengan tatapan yang tidak dapat dideskripsikan—
( "Apa ... menurut Sasabe-san, aku dianggap oleh mereka?" )
—menghela napasnya pelan—
( "Tentu saja. Mengapa kenapa, Rei? Ada masalah dengan yang lain?" )
—tersenyum, yang bahkan ia sendiri tak mengerti untuk apa—
( "Entahlah, hanya saja ... kau tahu mereka sudah bersama dari dulu, aku hanya—" )
—memejamkan matanya serapat, rapat mungkin—
( "Aku mengerti. Kau bagian dari mereka, kok. Hanya, mungkin memang ada beberapa hal yang tak mungkin bisa kau masuki. Tak selalu bisa kau berada di antara mereka." )
—dan sekarang, yang bisa ia lihat hanyalah senyuman bahagia dari keempat sahabat itu.
.
.
Rei menggeleng pelan, mencoba menyadari apa perannya di dalam kelompok itu, tetap menjaga jarak yang terhalang oleh tembok tak terlihat yang ia ciptakan sendiri, mencoba bersikap biasa saja, dan tetap bertahan agar dapat selalu berada di antara mereka—
.
Fin.
dibuat atas pertanyaan saya dan temen saya, Rei tuh dianggep ga sih? oke, cukup. ekspresi Rei waktu itu sebenernya gimana cobaa. dan soal kenapa ada percakapan sama pelatih Sasabe, ga tau ya mendadak muncul. oke, halo, penghuni fandom Free! mohon bantuannya!
