Title : [REPOST/REEDIT] 永远在你身边Yongyuan Zai Ni Shenbian (Selalu di Sisimu)
Genre : Romance; Drama
Rating : T
Main Cast :
- Luhan
- Oh Sehun (Wu Shixun)
- Kris (Wu Yifan)
- Huang Zitao
- Park Chanyeol (Piao Chanlie)
- Byun Baekhyun (Bian Baixian)
[NOTE: terkadang nama mandarin Baekhyun diucapkan Baoxian. Huruf 白 (yang berarti putih) yang digunakan untuk menulis nama Baekhyun jika diubah ke dalam pinyin (romanisasi huruf cina) dibaca "Bai" (nada ke-2). Tapi terkadang juga diucapkan dengan "Bao"]
- Chen
- Xiumin
- Zhang Yixing
- Kim Jongin (Jin Zhongren)
- Do Kyungsoo (Du Qingzhu)
- Kim Junmyeon (Jin Junmian) / Suho (Xiaohu)
Numpang ngeksis(?) : Super Junior; F(X); SNSD; Shinee
Disclaimer : They are belong to their own respective owner. No money was made from this.
Warning : Genderswitch; Cerita bertele-tele dan tidak mudah dipahami; Typho merajalela.
Note : Fanfic ini di-publish untuk menggantikan fanfic lama yang menghilang ditelan bumi. Kejadian yang sama sketika saya membuat akun FFn zaman dahulu kala di fandom yang lama, FF tiba-tiba ngilang tanpa sebab. Makanya saya jadi ogah-ogahan nulis di FFn. Dan menelantarkan aku yang lama. sekarang ketika saya mencoba memulai dari awal lagi FF saya hilang untuk yang kedua kalinya T_T FF ini Sekalian memperbaiki semua kekurangan yang ada di fanfic yang lama. Latar cerita juga dirubah ke Beijing. Judulnya juga diubah dikit, padahal cuma ditambahin "yongyuan" doank wkwkwkwkw :D
.
.
Seperti pada hari-hari sebelumnya, Luhan selalu disibukkan dengan kegiatannya menjadi seorang kasir di toko buku. Sebenarnya dia masih harus menyelesaikan pendidikannya di universitas. Tapi karena kondisi keuangan keluarganya yang tidak memungkinkan untuk membiayai kuliah Luhan, gadis mungil ini terpaksa menghentikan kuliahnya dan memutuskan untuk bekerja. Dengan jenjang pendidikannya, ia tak mungkin bekerja di perusahaan. Mana ada perusahaan yang mau menerima karyawan dengan ijazah SMA.
"Luhan…" panggil seorang wanita,
"Ada apa Tao?" sahut Luhan tanpa menoleh.
"Apa kau tau, tadi aku membaca koran dan aku menemukan berita yang cukup heboh."
"Berita apa?"
Tao terlihat ragu-ragu. Haruskah ia memberitahukannya pada Luhan?
"Kau tau, ibu supervisor. Kau sangat menganggu pekerjaanku. Aku harus menyelesaikan laporan keuangan hari ini. Dan kau menganggu." Luhan berbicara sok formal pada Tao.
Tao adalah teman kuliah Luhan. Berbeda dengan Luhan, Tao sudah menyelesaikan kuliahnya hingga strata satu. Dan di toko buku ini ia menjabat sebagai supervisor atasan Luhan. Luhan harusnya berterimakasih pada Tao karena dialah ia bisa bekerja di tempat ini. Meskipun hanya sebagai kasir.
"Iya. Aku tau. Maaf kalau begitu. Tapi…" pandangan Tao berubah sendu.
"Apalagi? Kenapa kau menatapku seperti itu?"
"Apapun yang terjadi nanti, kau harus tetap tegar ya."
"Memangnya ada apa?" Luhan menatap Tao bingung.
Tao memaksakan diri untuk tersenyum. "Tidak. Tidak ada apa-apa. Yang harus kau tau, aku akan selalu ada di sampingmu ketika kau membutuhkan aku."
"Dasar aneh." gumam Luhan sambil terus menatap punggung Tao yang berjalan menjauhinya.
Setelah meninggalkan Luhan, Tao kembali ke lokernya. Tugasnya menjadi seorang supervisor sudah berakhir. Setidaknya untuk hari ini. Dia melepas seragan kerjanya dan menggantinya dengan kaos oblong berwarna ungu dan celana jeans hitam. Saat membereskan lokernya, sudut matanya menangkap sesuatu. Sebuah koran yang sudah lecek. Tadinya ia ingin memberikan koran itu pada Luhan, namun ia mengurungkan niatnya, Tao memungut koran itu dan melihat sebuah headline yang entah sudah berapa kali ia baca.
"SEHUN, PUTRA BUNGSU PENGUSAHA HOTEL TERNAMA, KIM KANGIN, AKAN BERTUNANGAN DENGAN PUTRI PENGUSAHA PENGEBORAN MINYAK"
Seketika Tao merasa kepalanya pening. Bagaimana tidak? Ia tak pernah menyangka bahwa semua ini akan terjadi. Selama ini Tao mengenali Kim Sehun sebagai kekasih Luhan. Orang yang peling mencintai Luhan. Kenapa ia sampai tega bertunangan dengan wanita lain? Bagaimana jika nanti Luhan mengetahuinya?
"Careless… Careless,,, Shoot anonymous… Anonymous… Hearless… Mindless… Noone who care about me…"
Tao tersentak ketika ponselnya berdering nyaring. Segera ia mengangkat telepon itu tanpa melihat siapa yang menghubunginya,
["My baby panda…"] sapa pria di seberang sana,
Tao tersenyum. Ia sudah hafal betul siapa pemilik suara ini. "Ada apa Kris?"
[Uhm… Tidak ada apa-apa. Apa aku tidak boleh menelpon kekasihku sendiri?]
"Jangan bercanda!" Taoberpura-pura marah. Padahal sebenarnya ia senang digoda oleh Kris seperti ini.
["Hahahaha…."]
"Eh? Kenapa kau malah tertawa? Apanya yang lucu?
["Suaramu terdengar imut sekali jika kau marah."]
"Ayolah Kris! Mood-ku sedang tidak baik hari ini. Jangan bermain-main lagi."
["Iya… Aku mengerti."]
"Lalu apa tujuanmu menelponku?"
["Aku ingin menjemputmu."]
"Menjemputku? Tumben sekali. Biasanya kau selalu sibuk dengan pekerjaan kantormu pak manager?"
["Aku sedang tidak sibuk hari ini. Makanya aku menjemputmu. Sudah ya… Aku sudah ada di depan toko buku."] Kris tiba-tiba memutuskan sambungannya.
"Eh, apa maksudmu?" Tao semakin bingung. Tao memasukkan ponselnya ke dalam saku dan berjalan keluar untuk menemui Kris yang katanya sudah berada di depan toko.
"Hai, Tao."
Tanpa sengaja ia berpapasan dengan Luhan.
"Kau belum pulang?"
"Ini aku mau pulang. Ohya, laporannya sudah kuselesaikan dan kutaruh di atas mejamu."
Tao mengangguk mengerti.
"Dan ya, satu lagi…" Luhan berbalik menatap Tao. "Kris sudah menunggumu di depan." kata Luhan sambil berlalu.
Tao tak lagi menghiraukan Luhan yang menghilang entah kemana. Dia melangkahkan kakinya menuju ke tempat di mana kekasihnya tengah menunggu.
"Kau sudah menunggu lama, Kris?" sapa Tao pada pria tinggi yang kini bersandar di samping mobilnya.
"tidak juga." Kris segera membukakan pintu mobilnya dan mempersilahkan Tao masuk. "Mau ke mana kita sekarang? Pulang atau kau masih ingin berjalan-jalan sebentar?" tanya Kris ketika mereka sudah berada di dalam mobil.
"Pulang sajalah."
"Eiy… Kenapa dengan baby pandaku ini? Sepertinya sedang berhawa(?) buruk."
Tao diam tak menjawab. Dan lebih memilih memandang jalanan di luar.
"Ada apa? Kenapa tidak mau cerita?"
"Kau pasti tau penyebabnya Kris." jawab Tao singkat.
Kris mengerutkan keningnya tak mengerti. "Kau kira aku ini peramal yang bisa membaca pikiran orang?"
"Ini tentang sahabatmu. Sehun…"
Kris melirik Tao sekilas, kemudian kembali fokus pada kemudinya.
"Apa kau tau Sehun akan bertunangan?"
Kris mengangguk.
"Apakah dia tidak mencintai Luhan lagi?"
"Dia masih mencintai Luhan."
"Lalu… Kenapa dia… ehm… maksudku.." Lidah Tao benar-benar kelu.
"Kau tau kan sejak awal orangtua Sehun tidak pernah merestui hubungan mereka berdua? Dan kau tau itu karena apa?"
"Uang!" jawab Tao tanpa keraguan sedikitpun.
"Yup! Benar sekali. Karena Luhan bukan berasal dari keluarga kaya. Dan kau bisa menebaknya sendiri bagaimana kelanjutannya."
Tao mendesah perlahan. "Ya, pasti orangtua Sehun akan mencari segala cara untuk memisahkan mereka."
"Kau jangan menyalahkan Sehun untuk kejadian ini. Bisa jadi Kangin-ahjussi mengacam Sehun jika tidak menyetujui permintaannya. Aku sudah mengenal Sehun bertahun-tahun. Dan aku tau dia tak pernah main-main dengan perasaannya pada Luhan. Dia sangat mencintai Luhan." jelas Kris panjang lebar.
"Aku tak pernah bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Luhan mengetahui hal ini. Aku sungguh kasihan padanya."
"Aku mengerti. Tapi sepertinya kita tidak bisa berbuat apa-apa. Keputusannya ada di tangan mereka."
Lama mereka terdiam setelahnya. Tak ada satupun yang mengeluarkan suara. Yang terdengar hanya suara mesin mobil yang sedang bekerja dan sesekali suara klakson mobil.
"Kris…" panggil Tao.
"Hmmm…"
"Bagaimana jika kedua orangtuamu juga tak menyetujui hubungan kita?"Sesaat Kris melebarkan matanya. IA terkejut dengan pertanyaan Tao. "Apa maksudmu?"
"Selama ini kita tak pernah memberitahukan hubungan kita pada oranngtua kita masing-masing. Aku takut jika…" Tao tak berani menyelesaikan kalimatnya.
Kris diam.
"Keluargamu dan keluargaku berbeda." lanjut Tao setelah beberapa saat terdiam. "Sama seperti Luhan dan Sehun. Hiks…" Sebutir air mata lolos dari sudut matanya.
Kris segera menghentikan laju mobilnya dan menepi di sebuah jalan.
"Kau menangis?"
tao menggeleng dan segera menghapus air matanya.
"Maaf. Untuk saat ini aku belum…"
Sampai kapan kita akan terus seperti ini?" potong Tao.
"Hah?!"
"Aku ingin kejelasan Kris. Sudah bertahun-tahun kita menjalin hubungan, tetapi kita selalu be gini-begini saja. Aku tidak ingin kita 'jalan di tempat' seperti ini."
"Aku belum siap untuk mengenalkanmu pada keluargaku."
"Dari dulu kau selalu mengatakan jika kau belum siap. Kapan kau akan siap?" amarah Tao mulai tersulut. "Dulu saat kita masih kuliah, kau bilang ingin berkonsentrasi pada pendidikanmu dulu. Setelah lulus, kau bilang harus mencari kerja. Dan setelah kau mendapatkan pekerjaanmu, kau mau beralasan apa lagi?"
"Tao…"
Ohya, aku hampir melupakan sesuatu. Kau tidak benar-benar mencari kerja. Kau hanya perlu menunggu sambil bermain-main dengan teman-temanmu hingga ayahmu yang seorang direktur itu menyerahkan jabatan general manager kepadamu secara cuma-cuma. Berbeda denganku yang harus ke sana kemari mencari lowongan pekerjaan."
"Appa tidak memberikan jabatan itu secara cuma-cuma." nada bicara Kris mulai meninggi. "Aku harus melalui beberapa tes untuk mendapatkan jabatan itu."
"Setidaknya ayahmu tak akan mempersulit putranya sendiri."
"Dengarkan aku Tao!" Kris mengguncang bahu Tao. "Kau harus mengerti. Tanggungjawabku sebagai GM di perusahaan sangat besar. Apalagi aku belum lama mendapatkan jabatan itu. Pengalamankupun masih kurang. Banyak hal yang harus kupelajari."
Tao menepis tangan Kris yang menggantung di pundaknya. "Aku selalu berusaha untuk mengerti keadaanmu. Jika tidak, mungkin aku sudah menyerah dari dulu. Lalu kapan kau akan mengerti keadaanku?"
Kris tak bergeming.
"Sudahlah. Aku tidak ingin memikirkan masalah ini dulu." Tao segera beranjak dari mobil Kris.
"Kau mau kemana?" Kris menyusul Tao keluar.
"Aku mau pulang."
Tepat pada saat itu, sebuah taksi melintas. Tao segera menghentikan taksi itu dan menaikinya.
"Kembalilah jika kau benar-benar sudah siap." Kalimat terakhir Tao benar-benar menjadi pukulan telah bagi Kris.
"Argghhh! Menyebalkan!" teriak Kris frustasi.
.
.
.
Luhan sedang asyik menyantap makan malamnya ketika ia mendegar suara pintu dibuka. "Kau baru pulang? Darimana saja? Jangan bilang kau sibuk berkencan dengan tiang listrik berjalan itu."
Luhan dan Tao memang tinggal di apartement yang sama sejak kuliah. Keluarga mereka yang tinggal di luar kota, mengharuskan mereka untuk hidup mandiri di Beijing. Untuk mengirit biaya sewa, maka mereka memutuskan untuk tinggal bersama dalam satu apartement.
"Astaga! Kenapa wajahmu seperti itu? Apa kau beru saja menangis?" tanya Luhan ketika menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan Tao. "Kau habis bertengkar dengan Kris?"
Tao menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. "Sudah! Jangan membahas soal Kris lagi. Aku capek." Tak lama Tao pun sudah berlayar kea lam mimpi.
.
.
.
"Luhan… Ada kiriman untukmu." teriak Tao dari ruang tamu. Keadaan Tao memang sudah jauh lebih baik dari tadi malam. Setidaknya ia masih bisa tersenyum dan melupakan sejenak masalahnya dengan Kris.
"Kiriman?" Luhan menerima kotak berwarna biru muda itu dari Tao dan segera membukanya.
"Wah! Bagus sekali." komentar Tao saat melihat sebuah gaun cantik yang ada dalam kotak tersebut.
Sementara Luhan dari tadi hanya cengo. Gaun perwarna pink ini pastilah sangat mahal, pikirnya.
"Dari siapa?" suara Tao membuyarkan lamunan Luhan.
Luhan mengendikkan bahunya. "Mungkin dia salah orang."
"Tidak mungkin. Jelas-jelas di situ tertulis untuk Luhan. Dan alamatnya pun mengarah ke apartement ini." Tao menunjuk sebuah alamat yang tertulis di kotak tersebut. "Ini pasti untukmu."
Luhan mengambil gaun tersebut dan menempelkan di badannya.
"Gaun ini pasti mahal." gumam Luhan.
"Coba lihat! Ada yang jatuh." Tao memungut sebuah catatan kecil di lantai. Mungkin catatan itu tadinya terselip di lipatan gaun.
"Dari Sehun..." suara Tao lirih.
Mendengar nama Sehun, Luhan langsung menghampiri Tao dan ikut membaca catatan tesebut. "Pakailah gaun ini dan kutunggu kau di Mapple Hotel malam ini. Supirku akan menjemputmu jam tujuh."
Deg!
Tao menatap Luhan horor. Ia ingat bukankah hari ini adalah hari pertunangan Sehun? Untuk apa Sehun mengundangnya? Apa ia ingin menyakiti Luhan?
"Tumben sekali Sehun bisa romatis seperti ini." Luhan tampak tersenyum bahagia.
"Kau yakin akan datang?" tanya Tao sedikit gugup.
"Kenapa tidak. Jarang-jarang Sehun bisa melakukan hal seperti ini. Ini kesempatan langka. Tak boleh dilewatkan." sahut Luhan enteng.
Tao hanya bisa menghela nafas dan berharap semua akan baik-baik saja.
.
.
.
Jam enam sore, Luhan sudah terlihat sangat rapi. Ia telah memakai gaun yang diberikan oleh Sehun dan sudah memoleskan make up di wajahnya. Ia nampak tidak sabar menunggu kehadiran sang supir yang akan membawanya menuju Sehun.
"Kau cantik sekali Luhan." puji Tao. "Jika aku seorang laki-laki, aku pasti akan jatuh cinta padamu."
"Gombalan macam apa itu?"
"Aku tidak sedang menggombal. Aku hanya mengatakan yang sejujurnya. Ngomong-ngomong, bagaimana hubunganmu dengan Sehun akhir-akhir ini?"
"Hubunganku dengan Sehun? Baik-baik saja. Kenapa kau menanyakan hal seperti ini padaku?"
Tao menggeleng. "Tidak. Sepertinya akhir-akhir ini dia jarang menghubungimu."
"Oh! Mungkin dia sangat sibuk. Dia baru saja naik jabatan, pasti dia sangat sibuk dengan pekerjaan barunya." Luhan tersenyum. Meskipun dalam hati ia merasa sangat sedih ketika Sehun telah jarang menemui ataupun menghubunginya akhir-akhir ini.
"Hmmm... Pacar-pacar kita memang terlalu sibuk bekerja."
Tao jadi teringat tentang pertengkarannya dengan Kris kemarin malam. Dia sedikit menyesal meninggalkan Kris begitu saja. Tapi di sisi lain ia juga sudah tak tahan lagi jika digantung terus-terusan seperti ini.
"Tao, sebenarnya ada apa. Kemarin malam kau pulang dengan kondisi acak-acakan seperti itu?"
"Biasalah."
Luhan memicingkan matanya. "Kau bertengkar dengan Kris?"
Tao mengangguk perlahan. Sulit menyembunyikan sesuatu dari sahabatmu sendiri.
"Kalau kau mau, kau bisa menceritakannya padaku."
Tao ingin sekali bercerita pada Luhan. Tapi tak mungkin ia lakukan. Ia takut akan membebani Luhan. Ditambah lagi Luhan (mungkin) akan mendapat masalah besar sebentar lagi.
Luhan terus memperhatikan Tao yang diam seribu bahasa. "Jika kau tak bersedia menceritakannya padaku, tak apa. Aku tak akan memaksamu."
"Belum saatnya aku bercerita. Mungkin suatu hari nanti."
Tiiing... Toonngg... *suara bel gagal*
"Eh, mungkin itu supir yang akan menjemputmu. Tunggu akan kulihat." Tao berjalan ke arah pintu dan membukanya.
"Maaf, apakah nona Luhan ada?" tanya seorang pria ber-name tag Onew.
"Tunggu sebentar." Tao segera masuk kembali ke dalam rumah.
"Siapa yang datang?"
"Ehmmm... Supir Sehun."
Luhan tersenyum sumringah. "Baiklah Tao benar-benar merasa bingung. Haruskah ia mengatakan yang sejujurnya pada Luhan bahwa hari ini adalah hari pertunangan Sehun? Tapi ia juga tak mau merusak kebahagiaan Luhan saat ini.
"Kenapa kau memandangku seperti itu? Mulai kemarin, sikapmu aneh."
"Eh! Tidak. Tidak apa-apa." Tao berusaha keras menutupi ketakutannya.
"Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?"
Tao menggeleng keras-keras. "Tidak ada."
"Yasudahlah. Aku pergi dulu. Kasihan Onew sudah menungguku dari tadi." Luhan meninggalkan Tao yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Mungkin ini gara-gara Kris, Luhan menduga-duga.
.
.
.
Begitu tiba di di Mapple Hotel, Luhan menyadari ada sesuatu yang aneh. Aktivitas di hotel ini tidak seperti biasanya. Terlalu banyak orang yang berlalu lalang. Kalau hanya sekedar tamu yang menginap, tak mungkin akan sebanyak itu dan tak mungkin mereka datang di waktu yang sama. Kecuali kalau mereka adalah tamu rombongan. Banyak karangan bunga berjajar di sepanjang halaman hotel. Mungkin saja ada orang yang menggelar pesta ulang tahun atau pernikahan di hotel ini.
Langkah Luhan terhenti ketika ia melihat sebuah nama yang tertulis di salah satu karangan bunga tersebut, Kim Sehun. Apa mungkin Kim Sehun yang tertulis di karangan bunga ini adalah Kim Sehun yang sama dengan orang yang menjadi kekasihnya selama ini? Tidak. Itu tidak mungkin. Bisa jadi hanya orang yang memiliki nama yang sama. Buktinya malam ini dia telah menyiapkan semua ini untuk Luhan. Ya, itu pasti. Luhan mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
"Luhan..."
Luhan menolehkan kepalanya mencari sumber suara. Dilihatnya seorag pria jangkung bersuara sedang berada di sana, memandang Luhan dengan tatapan bingung. Di sampingnya ada seorang pria berperawakan lebih pendek juga tak kalah bingung melihat Luhan.
"Ada apa Chanyeol? Chen?"
"Kenapa kau ada di sini?" tanya pria jangkung itu.
"Sehun mengundangku untuk datang kemari."
"Apa?!" pekik pria jangkung itu.
"Kecilkan suaramu Park Chanyeol. Kau ingin gedung ini ambruk hanya gara-gara teriakanmu?"
Pria jangkung bernama Chanyeol itu tak menggubris Chen dan malah heboh mengomel sendiri. "Dasar Sehun bodoh! Kenapa dia malah mengundang Luhan kemari? Aku sama sekali tidak mengerti jalan pikirannya."
"Memangnya ada apa?" Luhan semakin tak mengerti. Tiba-tiba saja dia mendapat undangan dari Sehun tadi pagi dan sekarang ketika ia akan memenuhi undangan itu kedua sahabat Sehun, Chen dan Chanyeol, malah menginginkan dia enyah dari tempat ini.
"Kau tidak tau apa yang terjadi?" tanya Chanyeol tegas.
Luhan menggeleng.
"Apa kau tidak membaca koran atau menonton televisi?" tanyanya lagi.
Sekali lagi Luhan menggeleng. "Beberapa hari ini aku sibuk dan harus kerja lembur. Tak ada waktu untuk menonton TV ataupun membaca koran."
"Kenapa?"
"Apanya yang kenapa? Apa aku salah jika aku tidak menonton TV atau membaca koran?" Entah kenapa dia merasakan firasat yang aneh.
"Tidak. Kau tidak salah Luhan. Kamilah yang salah." Chen berkata dengan suara yang sangat lembut.
"Sebenarnya ada apa ini?"
Chanyeol mengguncang bahu Luhan. "Sehun akan bertunangan hari ini."
Bertunangan?
"Kau tau, Kangin-ahjussi menjodohkannya dengan putri pemilik perusahaan pengeboran minyak bernama Kim Xiumin." jelas Chanyeol. "Kau lihat, karangan bunga yang berjajar di depan hotel ini? Bukankah semua itu sudah menjelaskan padamu?"
Untuk beberapa saat Luhan terdiam. Berusaha mencerna kata-kata Chanyeol.
"Maafkan kami Luhan. Kami tidak memberitahumu soal ini. Kami tidak ingin kau terluka." ujar Chen.
"Maaf, aku terlambat." suara seorang pria menginterupsi.
"Kris... Kemana saja kau tadi? Kenapa ponselmu mati sehingga kami tidak bisa menghubungimu?" tanya Chanyeol.
"Baterainya habis. Dan aku lupa men-charge-nya." jawab Kris singkat. Alasan yang sebanrnya bukanlah karena baterainya habis. Ia memang sengaja mematikan ponselnya. Ia tak ingin diganggu. Suasana hatinya sedang buruk. Tau kan, ini masalah pertengkarannya dengan Tao kemarin malam.
"Kenapa kau berada di sini Luhan?" Lagi-lagi pertanyaan seperti itu menghampiri Luhan. kali ini berasal dari Kris.
"Justru itu yang ingin kutanyakan padanya sejak tadi." gerutu Chanyeol.
"Kemarin aku mendapatkan kiriman paket yang mengatasnamakan Sehun. Dia mengatakan bahwa aku harus memakai gaun ini dan datang ke tempat ini pukul tujuh malam." Jelas Luhan dengan suara bergetar menahan tangis.
"Jangan-jangan ini rencana Kangin-ahjussi untuk memisahkan mereka." tebak Chanyeol.
"Mungkin saja." Chen mengamini(?). "Kita semua tau Kangin-ahjussi selalu punya cara untuk mengusik hubungan kalian berdua."
"Apakah pertunangan ini juga rencana ayah Sehun?" tanya Luhan.
"Bisa jadi." jawab Kris. "Sehun tak pernah mengatakan apapun kepada kami. Bahkan dia hanya menyampaikan undangannya melalui SMS."
Chanyeol menghampiri Luhan dan menepuk bahunya. "Kau tenang saja Luhan. Aku yakin Sehun masih mencintaimu. Dan sekarang ia sedang berusaha kabur dari cengkraman rakun buas yang memerangkapnya."
"Tapi bagaimana jika Sehun benar-benar mencintai wanita itu dan bersedia menikahinya?" Luhan sudah tidak bisa menahan air matanya lagi.
"Itu tidak mungkin. Kami tahu betul Sehun sangat mencintaimu." Chen berusaha meyakinkan Luhan. Namun usahanya sepertinya sia-sia. Luhan malah menangis lebih keras.
"Tak kusangka kau datang juga."
Chen, Chanyeol, Kris dan Luhan langsung menoleh ke arah suara.
"Kangin-shushu (paman)?" ucap Kris gugup.
"Ternyata memang mudah menjebak gadis murahan seperti dia."
Luhan mengepalkan tangannya. ingin sekali rasanya mendamprat muka om-om tua ini. Tapi ia masih berusaha untuk menahannya. Bagaimanapun hotel ini adalah miliknya. Luhan tak ingin membahayakan dirinya sendiri.
"Karena kau sudah datang, kenapa kau tidak ikut masuk dan berpesta bersama kami. Apa kau tidak merasa senang jika melihat pria idamanmu berbahagia dengan wanita pilihannya?" Kangin memberikan tekanan pada kata 'wanita pilihan' dan segera berlalu.
"Sudah jangan didengarkan. Lebih baik kita pergi dari tempat ini." Kris menarik lengan Luhan.
"Tidak. Aku akan tetap di sini. Jika memang ini semua kehendak Sehun sendiri, aku akan baik-baik saja." Luhan meninggalkan ChanChenKris.
.
.
.
"Maaf xiaojie (nona) ada tidak boleh masuk."
"Tapi aku ingin bertemu dengan Sehun." Luhan ngotot ingin masuk ke dalam hall yang sudah disulap menjadi tempat pesta itu meski suda ditahan oleh petugas.
"Kami tidak bisa mengizinkan orang masuk tanpa ada undangan."
Luhan tak menggubris perkataa penjaga dan terus berusaha menerobos barisan pengamanan.
"Sehun...!" teriak Luhan. Ia tak peduli jika orang-orang di sekitarnya memandangya aneh. "Sehun, apa kau mendengarku?"
"Apa yang kau lakukan di sini Luhan?"
"Kyungsoo-jiejie..." Luhan segera menghampiri wanita bermata bulat yang tidak lain adalah kakak ipar Sehun.
"Aku tak pernah menyangka kau akan datang kemari." Kyungsoo segera memeluk erat tubuh Luhan.
"Kau harus segera membantuku."
"Membantu apa?"
"Menyelamatkan Sehun."
Luhan semakin bingung dengan Kyungsoo. Kenapa dia harus menyelamatkan Sehun? "Ada apa sebenarnya?"
"Ceritanya panjang. Lebih baik kau segera ikut aku."
"Kita mau ke mana?"
Kyungsoo tak menjawab pertanyaan Luhan dan langsung menariknya ke sisi ruangan yang lain.
"Kita mau ke mana Jie?"
"Kau datang kemari bersama siapa?" Kyungsoo balik bertanya.
"Sendiri."
Kyungsoo menghela nafasnya. "Dari mana kau tau Sehun akan bertunangan? Dari berita di TV atau koran?"
Luhan menggeleng. "Aku sama sekali tidak tau jika Sehun akan bertunangan."
"Lalu untuk apa kau datang kemari?"
"Kemarin aku mendapatkan kiriman sebuah gaun yang mengatasnamakan Sehun. Dia menyuruhku untuk datang kemari pukul tujuh."
Kyungsoo menepuk dahinya perlahan. "Astaga! Kenapa kau bisa mempercayainya?"
"Aku sama sekali tidak tau, Jie. Kukira kiriman itu memang dari Sehun." Luhan diam beberapa saat, kemudian melanjutkan. "Aku juga bodoh, kenapa aku tidak menonton TV akhir-akhir ini. Keluarga kalian kan keluarga terpandang di Beijing, bahkan di seluruh daratan Cina. Pasti banyak media yang menyoroti hal ini."
"Kau ini bicara apa Luhan?" Kyungsoo memang paling benci jika Luhan sudah mulai mengungkit-ungkit masalah status keluarga. Ia tak ingin dianggap sebagai seseorang yang berasal dari keluarga kaya raya dan berkuasa di bidang perekonomian. Lebih baik ia menyembunyikan statusnya dan membaur dengan masyarakat kecil lainnya.
"Jie, kenapa Sehun melakukan hal ini?" sebutir air mata menetes di pipinya.
Kyungsoo segera memeluk Luhan. "Kau ingin tau apa yang sebenarnya terjadi?"
Luhan mengangguk.
"Pertunangan ini bukan kehendak Sehun. Dia terpaksa."
"Tapi kenapa dia tidak pernah memberitahuku?"
"Dia ingin sekali memberitahumu. Tapi dia tidak untuk melukaimu. Dengarkan aku Luhan.." Kyungsoo membelai rambut Luhan. "Xiumin adalah putri pengusaha pengeboran minyak. Dia sudah mengenal Sehun sejak kecil, ketika keluarga kami sama-sama tinggal di Spanyol. Dan aku tak pernah tau jika Xiumin ternyata memendam perasaan pada Sehun. Kau mengerti maksudku kan?"
Luhan terus terisak.
"Dengan memanfaatkan statusnya sebagai seorang putri pengusaha, dia berhasil mempengaruhi ayah untuk mengatur pertunangan ini. Tentu saja, ayah langsung menyetujuinya. Dengan menikahkan Sehun dan Xiumin, ayah mendapat keuntungan sangat besar." Sesaat Kyungsoo terdiam. Namun beberapa saat kemudian dia seperti mengingat sesuatu. "Kau tunggu di sini sebentar. Aku akan segera kembali."
Luhan diam menunggu di tempat seperti yang diperintahkan Kyungsoo. Kyungsoo memang sangat baik dia berhati lembut. Dia bahkan sudah seperti kakak kandung Luhan. Kyungsoo pulalah yang selama ini selalu berusaha membujuk orangtua Sehun agar menyutujui hubungannya dengan Sehun.
"Kyungsoo-jie..."
Luhan memejamkan matanya erat-erat ketika terdengar suara seseorang tengah memanggil Kyungsoo. Suara yang begitu dikenalnya. Suara Sehun.
"Kyungsoo-jie... Kau di mana?"
Lagi-lagi suara itu terdengar semakin dekat.
"Kyung... Luhan?!"
Luhan segera membuka matanya dan berbalik.
"Sedang apa kau di sini?" Sehun benar-benar tak menyangka akan bertemu dengan Luhan di tempat ini. "Kenapa kau datang?"
"Aku..." Luhan kehilangan kata-katanya. Ia kembali menangis untuk kesekian kalinya.
Sehun merengkuh tubuh kecil ke dalam pelukannya. "Maaf..."
Luhan menggeleng.
"Aku tidak bermaksud melakukan hal ini padamu. Aku terpaksa."
Luhan semakin mengeratkan pelukannya.
"Kau tau, mereka mengancamku. Jika aku tak menerima perjodohan ini, mereka akan..."
Luhan melepaskan pelukannya dan menatap Sehun penasaran. "Apa yang akan mereka lakukan?"
Sehun mengalihkan pandangannya.
"Apa yang akan mereka lakukan padamu Sehun?"
"Mereka akan..." Sehun menghela nafas untuk meredakan gugupnya.
"Akan apa? Katakan yang jelas!"
"Mereka mengancam akan membunuhmu."
"Apa?!"
"Mereka akan membunuhmu Luhan. Dan aku tidak mau jika hal itu sampai terjadi."
Luhan kembali membenamkan diri di dada Sehun.
"Daripada aku harus melhatmu mati di tangan mereka lebih baik aku yang..."
"Jangan..."
"Jangan?!" Sehun tak mengerti.
"Kumohon jangan siksa dirimu sendiri seperti ini."
"Aku tidak menyiksa diriku, Luhan. Aku hanya ingin melindungimu. Apa kau ingat kecelakaan yang menimpa kedua orangtuamu dua tahun yang lalu?"
Tentu saja Luhan masih mengingatnya. Kedua orangtuanya tewas dalam sebuah kecelakaan tragis. Namun kejadian tersebut terasa sangat janggal. Polisi yang menangani kasus kecelakaan tersebut, tiba-tiba saja menghentikan penyelidikan denga alasan yang tidak jelas. Dengan bantuan Chanyeol, Kris dan Chen kecelakaan tersebut sudah direncanakan oleh Kangin, ayah Sehun. Kangin akan melakukan segala cara untuk membuat Luhan menyerah dan berhenti mencintai Sehun.
"Apa kau ingat kejadian itu?" tanya Sehun sekali lagi.
"Bagaimana mungkin aku bisa melupakannya? Kedua orangtuaku, satu-satunya keluarga yang kumiliki, akhirnya tewas dalam pembunuhan." Tidak salahkan jika Luhan menyebutnya pembunuhan?
"Aku tidak ingin kejadian seperti itu terulang lagi. Kau sangat berarti untukku. Aku tak kan bisa memaafkan diriku sendiri jika kau sampai menjadi korban seperti mereka."
"Aku tau kau sangat ingin melindungiku. Tapi kau tidak harus mengorbankan dirimu seperti ini."
"Tidak ada cara lain lagi. Kumohon Sehun... Aku tidak ingin kehilangan dirimu." Biarlah kali ini Luhan bersikap egois.
"Maaf..." Hanya itu yang sanggup dikatakan oleh Sehun.
"Kau sedang apa Xiumin?"
Sehun dan Luhan segera melepaskan pelukannya ketika mendengar suara berat seorang pria. Dan apa itu tadi? Pria itu menyebut nama Xiumin?
"Aku..." wanita berpipi chubby terlihat sangat gugup ketika seorang pria berkulit gelap, Kai, suami Kyungsoo yang tengah berdiri di samping istrinya menanyainya.
Luhan dan Sehun hanya bisa cengo menyaksikan kejadian tersebut dari dalam ruangan. Sejak kapan Xiumin berada di situ? Dan sedang apa? Bukankah seharusnya ia ada di pesta bersama-sama orangtuanya dan para undangan yang telah hadir. Apakah dia menyaksikan semua hal yang telah Luhan dan Sehun lakukan?
Pria berkulit gelap itu mengalihkan pandangannya dan menyadari Sehun ada di tempat tak jauh dari situ. "Kau juga." Pria itu menunjuk Sehun. "Sedang apa kau di sini?"
Sehun meninggalkan Luhan dan menghampiri pria itu. "Tadi aku mencari Kyungsoo-jie. Tapi malah menemukan Luhan di sini." Sehun berbalik menatap Luhan. "Kemarilah Luhan."
Ragu-ragu Luhan mendekati Sehun.
"Xiumin, aku sudah tak bisa menyembunyikannya lagi. Aku menerima pertunangan ini hanya karena kedua orangtuaku memaksa dan mereka mengancam akan menlenyapkan Luhan. Bukan karena aku mencintaimu. Satu-satunya wanita yang aku cintai..."
"Hentikan Sehun!" tukas Xiumin. "Aku sudah mendengar semuanya."
Semua yang ada di situ menatap Xiumin heran.
"Ketika kau meninggalkan pesta tadi, diam-diam aku mengikutimu. Dan ternyata aku menemukanmu di sini bersama wanita itu." Xiumin menunjuk Luhan tepat di wajahnya.
Luhan menciut. Ia sadar dibandingkan dengan Xiumin dia bukanlah apa-apa. Xiumin gadis cantik dan pasti berpendidikan. Bukan seperti Luhan yang hanya berijazah SMA. Dilihat dari sudut pandang manapun, Xiumin jauh lebih pantas bersanding dengan Sehun.
"Pergilah Sehun..." ujar Xiumin di tengah isakannya. "Pergilah... Aku tak mungkin bertunangan dengan pria yang tidak pernah mencintaiku."
"Xiumin... apa maksudmu?" Jongin tak mengerti.
Xiumin tak mempedulikan Jongin. Ia malah menghampiri Sehun. "Kenapa kau tak pernah mengatakannya padaku? Kenapa?"
Sehun kehilangan kata-katanya.
"Kenapa kau tak pernah bilang jika kau punya kekasih?"
"Aku tak bisa mengatakannya padamu karena ayah mengancamku." Sehun mencoba mengatakan yang sejujurnya.
"Kau tau Sehun, aku suka padamu sejak dulu..."
"Maafkan aku Xiumin. Aku tau kau menyukaiku. Aku juga tidak pernah bermaksud untuk melukaimu.
Xiumin mengangguk. "Aku mengerti. Aku tak bisa memaksakan perasaanku padamu. Pergilah..." Xiumin menghampiri Luhan. "Kau mungkin sudah mendengar tentangku dari Sehun atau mungkin Kyungsoo-jie sudah menceritakan tentang diriku. Meskipun mereka tak pernah menceritakan sesuatu tentang dirimu kepadaku, aku yakin kau seorang wanita yang baik. Buktinya Sehun benar-benar mencintaimu."
Luhan membuka mulutnya sejenak ingin menyela. Darimana ia tau kalau Sehun benar-benar mencintainya? namun Xiumin buru-buru melanjutkan kalimatnya.
"Jika kau ingin bertanya dari mana aku mengetahuinya, akan kujawab." Xiumin benar-benar bisa membaca pikiran Luhan. "Aku, Sehun, Kris, Chen dan juga Chanyeol sudah lama saling mengenal. Dan aku tau betul bagaimana mereka. Aku bisa melihat dari tatapan mata Sehun untukmu. Baru kali ini aku melihat sorot matanya yang seperti itu ketika menatap seorang wanita."
"Jangan bicara seperti itu. Kau jauh lebih pantas jika bersanding dengan Sehun dibandingkan aku."
"Tidak, Luhan. Bukan aku yang dipilih Sehun, melainkan dirimu." Xiumin tak bisa lagi membendung air matanya. Sejujurnya ia tidak rela melepaskan Sehun yang sudah berada di genggaman tangannya. Namun apa daya, ternyata Sehun menerima pertunangan ini hanya karena paksaan. Dan Xiumin yakin kehidupannya bersama Sehun tak akan pernah bahagia seperti apa yang ia harapkan selama ini. Lebih baik ia terluka sekarang daripada ia harus menanggung luka yang lebih berat nantinya. Lagipula ia tak kan pernah melukai perasaan seseorang. Ia tak kan pernah bisa hidup di atas penderitaan seseorang. Bukankah cinta tidak harus saling memiliki?
"Pergilah..." ucap Xiumin untuk kesekian kalinya.
"Xiumin..." panggil Sehun. "Maafkan aku..."
Xiumin menggeleng. "Tidak. Ini semua bukan kesalahanmu. Ini semua salahku. Jika aku tak memaksakan pertunangan ini pada orangtuaku, mungkin kalian tak harus mengalami hal seperti ini."
Sehun memeluk Xiumin, pelukan persahabatan. "Terimakasih banyak atas pengertianmu. Aku yakin kau akan menemukan pria yang jauh lebih baik dari diriku."
"Luhan..."
Luhan menoleh ke arah Sehun yang memanggilnya.
"Kita pergi sekarang."
"Tunggu! Kalian mau ke mana?" Jongin mencegah langkah Sehun dan Luhan.
"Tentu saja pergi dari tempat ini."
Kyungsoo menghampiri Sehun dan menjitaknya perlahan. "Kau tidak bisa pergi begitu saja. Jika kau melakukannya, posisi Luhan akan semakin berbahaya."
Diam-diam Sehun merasa kesal pada dirinya sendiri. Kenapa hal seperti itu tidak terpikir olehnya.
"Kita harus menyusun rencana untuk membatalkan pertunangan ini."
"Kyungsoo-jie benar. Kau harus menyelesaikan masalah ini dengan orangtuamu dulu." Luhan membenarkan ucapan Kyungsoo.
"Baiklah. Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang."
Semua saling berpandangan. Bingung harus melakukan apa.
"Begini saja." Xiumin memecah keheningan. "Kita, ehm... maksudku aku, Sehun, Jongin-ge dan Kyungsoo-jie, akan kembali ke pesta seperti tidak terjadi apa-apa. Setelah di sana, aku akan berpura-pura sakit sehingga mereka membawaku ke rumah sakit dan membatalkan acara pertunangan ini untuk sementara waktu. Pada saat itu, aku akan beralasan pada orangtuaku bahwa aku tak kan bisa menjadi pendamping Sehun jika kondisiku sakit-sakitan seperti ini. Aku tak ingin menjadi beban untuk Sehun."
"Tapi, apakah kedua orangtuamu akan percaya begitu saja? Hanya karena sakit sebentar saja, mereka bisa menunda pertunangan ini untuk beberapa hari sampai kau dinyatakan sembuh." tukas Sehun. "Ayolah, Xiumin. Sakit itu hal yang wajar. Kecuali kau memang punya penyakit serius."
"Orangtuaku pasti tak kan pernah mengabaikan kesehatanku. Karena..."
"Tentu saja!"
"Sehun diamlah!" perintah Kyungsoo muntlak.
"Sebenarnya beberapa tahun ini aku mengalami kelainan di tulang punggungku. Membuatku sering keluar masuk rumah sakit." Sebenarnya Xiumin tak ingin menceritakan hal ini. Tapi ia terpaksa.
"Kenapa aku tak pernah tau hal itu?" terlihat kecemasan di wajah Kyungsoo.
Xiumin tersenyum samar. "Sudahlah jie, aku tak ingin membahasnya. Aku sendiri tidak tau apa yang terjadi dengan diriku. Yang kutau, aku hanya harus keluar masuk rumah sakit dan minum obat secara teratur."
Kyungsoo masih ingin bertanya lebih banyak tentang penyakit Xiumin, namun Jongin mencegahnya. Sekarang bukan waktunya membahas hal itu. Yang terpenting bagaimana caranya agar pertunangan ini gagal.
"Lalu bagaimana selanjutnya?" tanya Jongin.
"Aku akan menghubungi dokter yang biasa menanganiku untuk berpura-pura bahwa kondisiku sedang tidak memungkinkan untuk melanjutkan pesta ini. Kebetulan beliau juga hadir."
"Bagaimana dengan Luhan? Kita sudah menghilang dari pesta cukup lama. Mereka pasti curiga. Apalagi ada Luhan di sini. Ayah pasti akan mengira semua ini ulah Luhan. Dan kalian pasti bisa menebak apa yang akan dilakukan ayah terhadap Luhan?"
"Kita sembunyikan Luhan untuk sementara waktu." celetuk Jongin.
Semua mata kini menatap Jongin meminta penjelasan lebih lanjut.
"Kita ungsikan(?) Luhan ke tempat yang aman untuk sementara waktu."
"Tapi ke mana Ge? Kau tau kan mata-mata ayah tersebar di mana-mana?" protes Sehun.
"Kita buat seolah-olah Luhan bekerja sebagai pemandu wisata dan sedang bertugas di Jepang."
"Apa kita benar-benar akan melempar Luhan ke Jepang? Lalu siapa yang akan menjaganya ketika ia berada di sana?"
Jongin menunjukkan seringaiannya. "Untuk masalah itu, kita butuh bantuan seseorang." Ia lantas menelpon seseorang.
Tak butuh waktu yang lama seseorang yang tadi ditelpom Jongin segera datang.
"Ada apa kau memanggilku? Eh, ternyata kalian semua berada di sini?"
"Kemarilah Chen. Kita butuh bantuanmu..." Jongin merangkul bahu Chen untuk segera bergabung pada rapat darurat ini. Jongin pun segera menceritakan rencana mereka pada Chen.
"Maka dari itu kita butuh bantuanmu. Aku tau kau mendapat tugas dari ayahmu untuk mengurus perusahaan yang berada di Jepang. Kurasa kami bisa menitipkan Luhan padamu." Jongin mengakhiri ceramahnya.
"Tapi kenapa harus aku? Kenapa bukan Kris atau Chanyeol?"
"Karena dari kalian berempat hanya kau yang akan berada di luar negeri untuk waktu yang lama."
Chen mengangguk mengerti.
.
.
.
Jongin, Kyungsoo, Sehun dan Xiumin kembali ke pesta dan mulai menjalankan rencana mereka. Sementara Luhan sudah dievakuasi oleh Chen.
"Kalian dari mana saja?" Leeteuk, ibu Sehun terlihat sangat khawatir. "Kami sudah mencarimu ke mana-mana kenapa tidak ada?"
"Kami hanya menghirup udara segar di luar." jawab Jongin cepat. Untung saja ruangan di mana mereka bersembunyi tadi sedang direnovasi jadi tidak ada kamera CCTV yang terpasang.
"Xiumin, kau kenapa? Kenapa dari tadi kau diam saja?" Leeteuk mengalihkan pandangannya pada Xiumin.
"Tidak. Mungkin aku hanya sedikit lelah."
"Lebih baik kau beristirahat. Sehun, antarkan calon istrimu beristirahat. Biar aku dan ayahmu yang menangani pesta ini."
Jujur, Sehun sangat risih mendengar ibunya memanggil Xiumin dengan sebutan calon istri. Seharusnya Luhan lah yang pantas mendapatkan julukan itu.
Xiumin mengangguk dan memejamkan matanya. Sudah saatnya untuk beraksi, pikirnya. Perlahan tapi pasti Xiumin menjatuhkan dirinya ke arah Sehun dan Jongin agar kedua pria tersebut bisa dengan cepat menangkapnya.
"Xiumin! Kau kenapa?" Kyungsoo terlihat panik.
Beberapa orang mulai memperhatikan dan mengerumuni mereka. "Xiumin..." panggil Kyungsoo. Ia menepuk-nepuk pipi Xiumin agar terbangun.
Leeteuk dan suaminya Kangin terlihat panik. Bahkan kedua orang tua Xiumin yakni Siwon dan Tiffany pun tak kalah panik.
"Cepat panggilkan ambulan!" teriak Kyungsoo yang masih memeluk tubuh Xiumin yang terbaring di lantai.
Dengan cekatan, Sehun segera mengangkat tubuh Xiumin dan berlari ke luar. Tanpa sengaja Luhan yang masih ada di halaman parkir hendak meninggalkan hotel tersebut dengan Chen, melihat Sehun yang tengah menggendong Xiumin menuju ambulance yang sudah stand by di sana. Meski Luhan tau bahwa itu hanya akting tetap saja ada rasa cemburu di hati Luhan.
"Pulang sekarang?" suara Chen membuyarkan lamunan Luhan.
Luhan mengangguk.
.
.
.
Satu minggu sudah Xiumin terbaring di rumah sakit. Dan ia benar-benar mati kebosanan. Banyangkan saja ia terus saja duduk di atas ranjang tak diizinkan turun walaupun hanya satu kali. Tapi ini semua harus dilakukan. Demi Sehun. Demi kebahagiaan Sehun dengan Luhan nantinya.
"Hai, Xiumin apa kabar?"
Xiumin menoleh ke arah pintu. Nampaklah Chanyeol dan kekasihnya Baekhyun yang datang menjenguk.
"Apa kau sudah sembuh?" tanya Chanyeol.
"Hahahaha!" Xiumin tertawa. "Aku memang tidak pernah sakit."
"Aku hampir tidak percaya kau melakukannya. Setahuku, Xiumin yang kukenal tak pernah suka dengan rumah sakit."
"Ini semua demi Sehun." Xiumin tersenyum meski terpaksa. "Eh, Baekhyun ke mana saja kau akhir-akhir ini? Kenapa aku jarang melihatmu?" Xiumin berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
Baekhyun duduk di tepi ranjang. "Aku tidak kemana-mana. Masih tetap sibuk dengan pekerjaanku sebagai model. Kau saja mungkin yang terlalu sibuk hingga kau tak pernah tau bahwa wajahku semakin banyak bermunculan di majalah."
"Benarkah?"
Baekhyun mengangguk menangapi pertanyaan Xiumin.
"Ehm, lalu ke mana Kris? Sudah lama aku tak bertemu dengannya. Apa dia sudah punya kekasih?"
Baekhyun mengendikkan bahunya. "Kami sendiri juga tidak tau. Dia memang sudah punya kekasih. Tapi sudah satu minggu ini kami tak pernah melihat mereka bersama."
"Apa mungkin mereka sedang ada masalah?" penyakit kepo(?) Xiumin mulai kambuh.
"Mungkin saja mereka sedang sibuk."
"Xiumin..." Chanyeol menyela pembicaraan Baekhyun dan Xiumin. Ia tidak sanggup jika harus mendengarkan gadis-gadis ini bergosip. "Bagaimana hasilnya?"
"Hasil?" Xiumin mengerutkan dahinya.
"Iya 'hasilnya'. Rencanamu itu..." Chanyeol mengecilkan suaranya.
"Sepertinya berjalan dengan lancar. Dokter berhasil meyakinkan kedua orangtuaku bahwa peyakitku semakin parah. Dan mereka bersedia untuk membatalkan pertunangan itu."
"Lalu orangtua Sehun?"
"Entahlah. Tapi sepertinya mereka juga tak mempermasalahkan hal itu." Pandangan Xiumin menerawang ke langit-langit di kamar itu. "Tapi ada hal yang kutakutkan."
"Apa yang membuatmu takut?"
"Kau pasti tau, bahwa Kangin-shushu tidak mudah percaya dengan orang. Aku takut jika dia mencari informasi tentang semua ini dan sandiwara kita akhirnya terbongkar. Bagaimana Sehun dan Luhan nantinya?"
.
.
.
~~~ Bersambung ~~~
Fuih! Akhirnya selesai juga ngetik ulang cerita ini. Kenapa harus diketik ulang? Kenapa tidak mengedit file yang sudah ada? Itu dia masalahnya pemirsa! File cerita ini hilang entah kemana T_T Sudah kucari di setiap penjuru harddisk tapi tidak ketemu. Bahkan document recovery pun tak banyak membantu. Mungkin saja file cerita ini hilang ketika komputerku masuk ke rumah sakit(?) beberapa waktu yang lalu.
Btw saya mau nanya nich. Cerita ini kan latarnya di ambil di Beijing yang tidak lain tidak bukan adalah ibukota negeri tirai bambu. Lalu haruskah saya men-Cina-kan nama setiap karakternya? (Misalnya Kyungsoo jadi Qingzhu.) Mohon sarannya dari reader semuanya :) Xiexie ni… Zaijian…!
