Author's Territorial
All : Ohayou/konnichiwa/konbanwa, minna-san~!
Adam : Ano ne, kami kembali di dunia FFN setelah beberapa bulan hiatus, jadi anggap aja ini fic pembuka lembar baru.
Aoi : Yah… jadi sesuai dengan judulnya 四季 (Shiki), latar belakang cerita ini adalah 4 musim di Jepang. Yaitu 春 (haru/spring), 夏 (natsu/summer), 秋 (aki/autumn), & 冬 (fuyu/winter).
Adam : Ya, selain itu pembawa acaranya(?) tiap chapter beda~
Aoi : Sayangnya… walaupun fic ini full normal POV, ini lebih dari sudut pandang para cowok. Yah… taulah kalau masutaa itu cowok.
Adam : Okay, happy reading, minna-san~
Summary :
Setiap musim punya caranya tersendiri untuk menarik. Begitu juga untuk menyatukan dua hati. Dimana setiap musimnya memiliki cerita tersendiri.
Disclaimer : Vocaloid milik YAMAHA.
Rated : T.
Genre : Romance, school life, drama, humor, friendship.
Warning : Normal POV only, typo(s), GaJe, abal, permusim beda pair, non mainstream pair, dll~
This Chapter Pair : LukixGakuko.
Kuro 'Kaito' Neko's proudly present : 四季 (Shiki).
Don't like? Don't read!
1 of 4
Season 1 : 春 (Haru), 桜 (Sakura).
Lagi, pemuda itu terdiam sambil memainkan gitar akustiknya. Kedua kelopak matanya terpejam, rambut merah mudanya dibelai angin dengan lembut, bersamaan dengan sakura yang berterbangan. Jari-jari remaja berusia 16 tahun itu memetik senar gitar berwarna kecoklatan itu dengan lihai. Seolah-olah benda itu adalah bagian dari tubuhnya.
Di bawah pohon sakura itu, hanya ada suara petikan senar gitar dan desiran angin lembut. Kedua kelopak matanya perlahan terbuka, memamerkan irisnya yang sewarna langit.
"Rupanya kau di sini, Ketua."
Sebuah suara perempuan dewasa terdengar. Dia menoleh pada seorang gadis yang telah berdiri di sampingnya, sama-sama berlindung dari sengatan matahari.
"Apa sensei yang menyuruhmu menemuiku?"
"Begitulah."
"Abaikan saja. Aku ingin istirahat sebentar."
Ketika sepasang azure terpejam, permata amethyst menatapnya. Hanya sesaat. Karena, mata itu akhirnya justru menatap langit. Keduanya sama-sama terhanyut oleh keheningan. Hanya desiran angin yang menjadi musik di antara mereka. Keduanya hanya diam, sama-sama ingin menghilang dari kesibukan sejenak.
"Kau tahu, sebagai Ketua kau tidak boleh terus-terusan membuat sensei khawatir."
Pemuda berseragam itu tidak menjawab. Ia justru meletakkan gitarnya, dan mengubah posisinya menjadi berbaring di antara rerumputan hijau. Wajahnya memantulkan cahaya di antara bayangan sakura. Masih, mata itu terpejam, seakan ingin menyembunyikan pesona yang dipendamnya.
Gadis berambut violet beralih pada pemuda yang sedang berbaring di antara rerumputan hijau itu. Kekehan kecil terdengar di antara kesunyian mereka, namun pemilik mahkota merah muda sama sekali tak mempedulikannya. Sejujurnya, suara tawa gadis itu terdengar begitu merdu, seperti nyanyian malaikat. Sungguh, ia sangat menyukainya.
Pemilik makhota ungu panjang itu pun ikut duduk di samping sosok yang setengah sadar itu. Remaja dengan usia sebaya itu hanya diam. Tak satu pun diantara mereka ingin memecah keheningan. Cukup. Hanya diam saja sudah cukup. Tidak ada dari mereka yang ingin menghapuskan keheningan, benar. Karena, terlalu berharga untuk dihapuskan.
Jemari lentik itu meraih benda berwarna kecoklatan. Perlahan, namun pasti, jari-jari lentik itu memetik benda milik pemuda yang tengah berbaring itu. Melodi yang lambat, namun menenangkan hati itu mengisi keheningan mereka. Sang pemuda membuka matanya. Azure menatap sosok disampingnya dengan intens. Tanpa merubah posisinya, ia berujar dengan pelan.
"Hei… kenapa kau masih di sini?"
"Entahlah. Menemanimu… mungkin…"
Kini, amethyst dan azure bertemu, saling menerka makna yang tersirat. Sembari memetik gitar kayu itu, pemilik mahkota violet menyempatkan diri untuk menyambangin langit tak berpenghuni itu. Indah dan mengerikan di saat yang bersamaan. Karena kita tidak tahu, kapan langit itu akan mendung.
"Kau sendiri?"
Helaan nafas terdengar setelah pertanyaan itu mengudara. Azure memilih untuk berpaling, menghindari tatapan amethyst. Cukup lama, sampai jawaban mengudara.
"Entahlah."
Sakura berterbangan, angin bertiup lembut, melindungi mereka dari sengatan bola panas di langit. Jemari lentik masih bergerak di antara kabel melodi. Satu-satunya suara yang mengisi keheningan di antara mereka, setelah ucapan pemilik permata azure mengudara. Kali ini, amethyst memilih untuk memejamkan matanya. Tak lama, mahkota merah muda memilih untuk membuka suara.
"Hei, Kamui-san…"
"Hai'?"
Remaja bergender pria itu terdiam. Berusaha merangkai kata-kata yang hendak diucapkan. Amethyst hanya diam, seakan menunggu perkataan pemuda dihadapannya. Azure mengangkat wajahnya, membuat ia bisa menatap sepasang mata keunguan itu dengan jelas. Tatapan yang intens, namun lembut di waktu yang bersamaan. Meski sedikit, garis merah samar tampak di wajah mulus bak porselen itu. Tatapan sang azure benar-benar membuatnya… melayang.
"Aku-"
"Hei, kalian berdua ternyata ada di situ, Kamui-san, Ketua! Sensei mencari kalian!"
Suara itu menginterupsi perkataan sang pemuda. Ia menghela nafas pelan, mengeluarkan karbon dioksida. Ia pun menegakkan tubuhnya, kemudian mengulurkan tangannya. Sedikit ragu, tangan seputih porselen menyambut uluran tangan sang pemuda. Hangat tersalur melalui permukaan kulit yang saling bersentuhan.
Dengan lembut, pemuda bersurai merah muda menarik sang gadis. Amethyst hanya memperhatikan tangannya yang terbungkus oleh tangan sang pemuda. Ia tersenyum kecil. Rona merah tampak lebih jelas dibanding sebelumnya.
Langit sudah berwarna kemerahan. Matahari tampak hendak beristirahat di ufuk barat. Dua remaja berbeda gender berjalan bersama. Lagi, mereka hanya diam tanpa kata. Amethyst memilih untuk memandang pemuda di hadapannya. Semakin lama, ia baru sadar, wajah pemuda itu… tampan. Rahang yang kuat membingkai garis tegas, seolah-olah mahakarya terindah terpahat di situ. Merasa di perhatikan, azure menoleh. Sebelum sempat bertemu, amethyst memilih untuk berpaling, menyembunyikan garis merah berseri yang saat ini terlukis indah di wajah putihnya.
Sang pemuda kembali berpaling. Manik indahnya menatap sebuah objek. Sakura. Entah sejak kapan. Entah bagaimana. Entah kenapa. Entah mengapa. Bunga-bunga itu terlihat lebih indah. Bagaikan lautan sakura berwarna merah muda, dengan kanvas oranye. Indah… Menawan… Benar-benar sulit untuk dideskripsikan.
"Megurine-kun benar-benar menyukai sakura 'ya?"
"Benarkah?"
Gadis itu mengangguk pelan sebagai jawaban. Pemuda itu sama sekali tidak merespon. Tak terasa, mereka sudah berada di bangunan berwarna putih. Banyak manusia berlalu-lalang. Terkadang suara operator cantik berbicara melalui speaker. Mereka hanya diam diantara kerumunan orang, menunggu sebuah kereta datang.
"Tapi… ada yang lebih aku suka dibanding sakura…"
Gadis bersurai violet panjang itu menoleh. Didapatinya sepasang azure menatapnya dengan intens. Permata yang kini tengah merefleksikan bayangannya yang tengah merona saat ini.
"Sesuka apa pun aku pada sakura, aku tak bisa melihatnya di musim panas, gugur, atau pun dingin…"
Gadis itu masih terdiam membiarkan pemilik azure melanjutkan kalimatnya.
"Kau seperti sakura… namun… aku tak ingin kehilanganmu… Aku ingin, selalu ada di sisimu. Di musim panas, gugur, atau pun dingin… selalu…"
Keduanya terdiam. Rona merah muda lembut sudah benar-benar jelas terlukis di atas kanvas putih. Menyadari apa yang dikatakannya, mahkota merah muda berpaling, menyembunyikan garis merah di wajahnya.
"Lu-lupakan!"
Bersamaan dengan kereta yang tiba, azure dengan cepat masuk ke dalam kendaraan itu. Amethyst menatapnya sebentar, sebelum tertawa geli. Masih dengan senyuman, ia berlari-lari kecil menyusul pemuda merah muda. Dengan cepat, ia mengisi celah di antara jemari azure. Sang pemuda terlonjak, kemudian memilih memalingkan wajah. Si ungu terkekeh kecil. Disandarkannya kepalanya pada bahu tegap itu. Membiarkan kehangatan tersalur.
'Attention, please stay away from the door as they close…'
Seiring dengan kereta yang melaju, sihir sakura semakin menyatukan mereka. Karena sejak awal, sejak ketertarikan itu dimulai, mereka akan disatukan olehnya… Sakura…
おわり
…
つづく
…
春
Author's territorial
Aoi : Haru no chapputaa wa owari, demo kore no monogatari wa owaranai…
Adam : Okay then. Next chapter is Natsu or summer. It is interesting or sucks? Give your opinion at the review button.
Aoi : Jaa ne, minna-san.
Adam : Au revoir.
P.S. Apa menurut kalian gaya penulisanku sedikit berubah? Ada RintoLenka 'lho~ Tebak aja di musim apa~
