Standard Disclaimer Applied
WARNING!
AU, Typo, Miss-Typo, OOC, Absurd dll
.
.
.
Enjoy Together!
.
.
.
Sinar matahari musim panas mengganggu tidurku. Kicauan burung gereja di balkon kamar bagaikan alarm pembangun dari mimpi indah yang terasa nyata. Kenapa pagi cepat sekali datang? Aku masih ingin terlelap karena rasanya badanku letih sekali seperti habis lari mengelilingi lapangan sekolah sebanyak lima putaran.
Jam weker menunjukkan pukul enam pagi. Aku berdecak kagum pada diriku sendiri karena sebelum jam sialan berbentuk kodok itu berbunyi, aku sudah bangun lebih dulu. Tumben sekali!
Aku ingin kembali terbang ke alam mimpi, tetapi mataku sudah sangat terjaga. Kududukkan diri dan bersandar di kepala ranjang. Kemudian aku merenggangkan tubuhku yang terasa kaku. Kakiku masih terasa pegal-pegal. Aku semakin mirip nenek-nenek saja kalau begini. Tsk. Tsk. Tsk...
"Sakura-chan, ayo bangun!"
Sasori nii-chan meneriakkan namaku dari luar kamar. Ia mengetuk pintu beberapa kali, lalu masuk begitu saja tanpa aku perintahkan. Kakakku yang satu ini memang kurang sopan. Sudah menjadi kebiasaannya masuk ke dalam kamarku tanpa izin. Oleh karena itu, mengingat kebiasaan buruk kakakku tersebut maka setiap aku akan berganti pakaian pintu kamar selalu aku kunci agar ia tidak bisa masuk sembarangan. Walaupun kami bersaudara, tetap saja jenis kelamin kami berbeda.
"Loh! Tumben Sakura-chan sudah bangun. Biasanya kau seperti beruang hibernasi di musim panas,"
Sasori nii-chan terkekeh geli melihat responku yang mengerucutkan bibir kesal. Kakakku ini memang hobi sekali menggodaku, selain sister complex tentunya. Lagipula beruang itu hibernasi di musim dingin. Lelaki bersurai merah ini benar-benar menyindirku.
"Memangnya tidak boleh aku bangun pagi?" aku mendengus kesal. Sasori nii-chan semakin tertawa lebar.
Ia berjalan menuju pintu kaca dan membuka tirainya lebih lebar. Pintu kaca yang langsung terhubung dengan balkon itu digeser olehnya hingga angin pagi yang sejuk memenuhi ruangan privasi milikku ini.
"Tentu saja boleh. Aku malah senang adikku yang manis bangun pagi, jadi bisa membantuku membereskan rumah,"
"Ternyata nii-chan modus," aku mendecakkan lidah dan menatapnya sengit.
Sasori nii-chan terkekeh lagi, lalu ia duduk di tepi ranjang bernuansa hijau milikku, "Aku tidak modus. Kau sebagai anak gadis harus belajar membereskan rumah. Nanti kalau kau punya pacar bagimana? Kalau dia mau main ke sini terus melihat rumahmu berantakan, apa kau tidak malu?" tanyanya dengan mimik dramatis persis seperti di sinetron-sinetron.
"Kayak Sasori nii-chan bolehin aku pacaran saja," aku melipat kedua tangan di bawah dada menatap kakakku tidak percaya.
Sasori niichan tertawa lepas, "Tentu saja tidak boleh! Kalau pun ada yang nekat, dia harus melewati uji kelayakan menjadi calon adik iparku!"
Benar 'kan seperti yang kuduga. Uji kelayakan? Apa pula itu? Kakakku yang kata Ino pengidap sister complex akut ini mana mau mengizinkanku pacaran. Makanya sampai di usia tujuh belas tahun ini aku sama sekali belum punya pacar. Tentunya itu disebabkan karena aku selalu ditolak cowok-cowok ganteng incaranku dan aniki-ku ini berkontribusi dalam penolakan itu.
...
...
...
Tunggu dulu! Sepertinya ada yang salah di sini. Mengingat soal pacar, sepertinya semalam aku bertemu dengan seorang laki-laki tampan yang memintaku—tidak! Dia memerintahkanku untuk menjadi pacarnya. Kalau tidak salah namanya Uchiha Sasuke. Ya! Uchiha Sasuke.
Pria itu memiliki keanehan. Matanya bisa berubah warna dan ia bisa bergerak dengan cepat serta bisa mengontrol tubuhku. Selain itu, ia mengatakan bahwa ia makhluk berjenis vampir.
Tidak! Aku pasti bermimpi semalam. Ya! Aku pasti mimpi.
Aku menepuk pipiku beberapa kali, mencoba menyadarkan diri bahwa yang aku alami semalam itu hanyalah mimpi. Mana ada 'kan di dunia penuh logika, sains dan teknologi ini yang namanya vampir. Itu pasti karena efek nonton film vampir bersama Ino semalam makanya terbawa sampai ke mimpi.
"Hei, kau kenapa?"
Sasori nii-chan menatapku heran. Aku tersenyum hingga menampilkan deretan gigiku yang belum disikat.
"Aku tidak kenapa-kenapa kok," sahutku.
"Yakin?"
"Hu'um!" aku mengangguk mantap.
"Ya sudah, sekarang kau mandi terus kita sarapan bersama,"
Sasori nii-chan menepuk kepalaku lembut, lalu pergi ke lantai satu. Mungkin ia mau menyiapkan sarapan untuk kami. Di rumah ini hanya tinggal aku dan kakakku itu. Orang tua kami sedang dinas di luar negeri selama liburan musim panas. Tak ingin berlama-lama di kasur, takut nanti aku ketiduran lagi maka aku segera pergi ke kamar mandi.
Aku mengambil sikat gigi lalu mengoleskan pasta gigi ke atasnya. Kegiatan pertama yang aku lakukan setiap ingin mandi adalah menggosok gigi.
"Aduh!"
Aku mengernyit saat merasakan nyeri ketika menggosok gigi. Kuperhatikan bayangan diriku di cermin yang berada di atas westafel. Ah! Ada luka di bibirku. Bagaimana bisa ada luka di sini?
...
...
!
Aku ingat! Semalam karena aku ketakutan berjalan sendirian di malam yang semakin larut, aku berlari lalu menabrak tiang listrik. Kemudian... kemudian...
"Apa kau melupakanku?"
DEG!
TRAK!
Aku menjatuhkan sikat gigi yang semula ada di tangan. Mulutku yang sedikit berbusa menganga melihat pantulan bayangan orang lain di cermin. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa Uchiha Sasuke masuk ke dalam kamar mandi yang kukunci rapat?!
"Kau lupa aku ini vampir?"
Aku membalikkan tubuh menatap tidak percaya pria di hadapanku. Aku sedikit merasa ketakutan. Tapi, pria tampan dan juga cantik ini menarik seluruh atensiku. Aku berdebar tidak jelas. Antara takut, senang, malu dan... dan... ah! Aku bingung menjelaskannya!
"Ja-jadi, yang semalam itu nyata?" tanyaku ragu.
"Kau pikir itu mimpi?" Sasuke melipat kedua tangannya di bawah dada dan bersandar di dinding kamar mandi. Mulutku terbuka dan tertutup karena bingung ingin berkata apa.
"I-ini pasti bercanda 'kan?"
Aku menatapnya dengan memohon supaya ia mengatakan kalau semua ini cuma lelucon. Apa ada kamera tersembunyi di sini? Di mana? Di mana kameranya? Sial, aku mencari ke setiap sudut tetap tidak menemukan kamera tersembunyi. Berarti ini nyata, tapi tetap saja akal sehatku sulit menerima ini.
"Aku tidak bercanda, cherry," Sasuke bergerak cepat dan berbisik di telingaku. Ia merangkul leherku dengan tangan kirinya dari depan.
Aku menelan ludah gugup, "Ja-jadi, kau va-va-va—"
"Vampir," Sasuke melanjutkan perkataan yang sulit sekali keluar dari tenggorokanku. Mungkin ini efek busa pasta gigi yang masih ada di dalam mulut. Ugh! Tidak elit banget sih!
"Kau tetap wangi meski baru bangun tidur, membuatku ingin memakanmu," Sasuke menjilat leherku membuat tubuhku merinding seketika.
"Ja-ja-ja-jangan memakanku! Aku belum mau mati, aku belum nikah!" aku menyahut refleks dengan tubuh menegang sempurna. Sumpah aku takut sekali ini. Please, aku baru tujuh belas tahun. Masih banyak hal yang ingin aku lakukan sebelum mati.
Sasuke tertawa mendengar jawabanku. Ia menjauhkan dirinya meski jarak kami hanya terpaut satu langkah. Aku menatapnya bingung, antara takut dan juga lega.
"Hari ini kita kencan,"
"Ta-tapi kau tidak akan memakanku 'kan?" aku bertanya takut-takut dengan mata memelas.
Sasuke menggeleng, "Kau 'kan pacarku. Kalau pun aku ingin memakanmu tentu dengan cara yang berbeda," sahutnya dengan seringai tampan membuat dahiku berkerut makin bingung.
"Maksudmu?"
"Aku akan menjemputmu jam tiga sore," Sasuke mengecup pipi kiriku. Wajahku spontan memerah. Ia menyeringai menatapku.
"Sakura-chan, kau bicara dengan siapa di dalam?"
Suara Sasori nii-chan yang berada di luar kamar mandi sambil mengetuk pintu membuatku kaget. Aku segera menoleh ke tempat Sasuke berdiri dan ternyata kekasihku itu sudah menghilang entah ke mana.
"Sampai jumpa nanti sore, cherry," suara Sasuke terdengar berbisik di telingaku.
"A-aku sedang nyanyi, nii-chan!" aku menyahut, berharap kakakku itu tidak menyadari bahwa ada lelaki yang berada satu kamar mandi denganku. Bisa ngamuk nanti Sasori nii-chan kalau sampai tahu.
"Ya sudah, mandinya jangan lama-lama! Sarapan keburu dingin!"
"Hai'!"
Dan aku memungut sikat gigiku yang terjatuh. Hidupku benar-benar seperti lelucon.
.
.
.
Di sinilah aku sekarang. Berada di kamar bersama dengan sahabat pirangku, Yamanaka Ino. Gadis cerewet itu sedang asik menonton drama Korea yang tentu saja aktor utamanya cowok ganteng. Badannya yang tengkurap itu sesekali mengambil camilan yang aku suguhkan untuknya.
Ngomong-ngomong aku punya janji dengannya. Beritahu dia tidak ya kalau aku sudah punya pacar? Kalau aku beritahu nanti dia minta traktir. Tapi, kalau aku tidak menepati janjiku itu sama saja dengan menghancurkan harga diriku sebagai perempuan sejati.
"Ne, Ino. Kau mau makan apa?" tanyaku sambil memeluk boneka emoticon yang menampilkan ekspresi tertawa.
Ino menoleh padaku dengan alis terangkat sebelah, "Tumben kau bertanya seperti itu. Memang Sasori nii-san masak apa?"
Aku mendengus, "Dia tidak masak hari ini karena sibuk dengan kuliahnya. Karena aku semalam berjanji padamu, makanya aku mau menepatinya sekarang sebagai perempuan sejati,"
Ino mengernyitkan dahi tampak berpikir. Kemudian tidak sampai tiga detik gadis pirang itu berubah posisi menjadi duduk di hadapanku. Bahkan drama Korea yang bertema alien ganteng itu tidak dihiraukannya.
"Siapa laki-laki yang tidak beruntung itu?"
CTAK!
BUG!
Sial! Lemparan bantalku tidak kena di wajah menyebalkan Ino babi. Seenaknya saja ia bicara begitu. Membuat perempatan siku muncul di jidatku saja.
"Aku bercanda," Ino tertawa renyah, "jadi, siapa dia?"
Aku mendengus, "Namanya Uchiha Sasuke,"
"Uchiha?"
Ino melamatkan nama marga Sasuke dengan ekspresi terkejut. Kedua alisnya naik dan matanya membulat. Apa sahabatku ini mengenal Sasuke?
"Kau mengenalnya?" tanyaku penasaran.
"Aku tidak mengenal kekasihmu secara spesifik, tapi aku pernah mendengar desas-desus nama keluarganya," aku semakin tertarik dengan pembicaraan ini. Ada untungnya juga memiliki sahabat ratu gosip.
"Apa yang kau tahu?"
Ino menatapku serius, "Keluarga Uchiha merupakan keluarga tertua penemu dataran Konoha. Dahulu kala, keluarga Uchiha mati-matian mempertahankan tanah kelahiran kita ini dari para iblis yang ingin menguasainya,"
"Serius? Kau tahu dari mana?" aku menatapnya tidak percaya.
Ino berdecak, "Jangan ragukan sumber informasiku. Seharusnya sesekali kau membaca buku sejarah Konoha dibanding membaca buku sains terus!"
"Wah! Kau membaca buku juga? Kukira hanya bisa menggosip," aku mengejek Ino sambil memakan pocky rasa cokelat kesukaanku.
"Mau kulanjutkan tidak?" Ino terlihat mulai kesal.
"Lanjutkan, lanjutkan," aku terkekeh melihatnya kesal.
Ino mengambil napas dramatis dan melanjutkan, "Kau tahu mereka keturunan apa?"
Aku dengan ragu menggeleng. Ada satu hal yang sangat aku takutkan walaupun aku tahu kenyataan yang sejak semalam menemaniku tidak bisa kuhindari. Tapi, bolehkah aku berharap? Jangan bilang Uchiha itu keturunan vampir, please! Tanpa sadar aku memeluk bantal semakin erat.
Ino kembali menatapku dengan serius, "Keluarga Uchiha merupakan keturunan makhluk yang bernama vampir."
"Kyaaaaa! Tidaaaak!"
"Hei, bodoh! Tidak usah teriak begitu! Aku tidak menceritakan cerita horror!" Ino menutup telinganya refleks saat mendengar teriakanku yang juga refleks kukeluarkan.
Ino sayang, ini lebih horror dari cerita horror!
"Refleks," sahutku singkat.
Ino mendecakkan lidahnya, "Yang aku dengar sih keluarga Uchiha tinggal di atas bukit. Di sebuah mansion yang megah,"
"Bukit yang hutannya lebat itu? Kalau tidak salah namanya hutan terlarang bukan?"
"Memang ada berapa bukit di Konoha, Saki?" Ino merotasikan matanya bosan, "ada lagi satu desas-desus yang sulit masuk akal,"
"Apa? Apa? Apa?" aku menatapnya penasaran, "apa mereka memakan manusia yang tersesat di hutan?" tanyaku memastikan. Aku takut jika nanti suatu saat Sasuke memakanku.
Ino menggeleng membuatku menghela napas lega, "Justru mereka selalu menolong manusia yang tersesat di hutan terlarang itu. Awalnya aku tidak percaya ketika penduduk di dekat kaki bukit menceritakan hal tersebut, tetapi saat mendengar penuturan salah satu temanku, aku jadi mempercayainya,"
"Memangnya temanmu kenapa?" aku makin penasaran. Sambil mengunyah camilan, Ino kembali tengkurap memandang layar televisi.
"Kau kenal Sai?"
"Anak yang jago melukis dari kelas sosial itu?"
Ino mengangguk, "Dua minggu yang lalu ia pergi ke bukit untuk membuat sebuah lukisan. Karena saking asiknya melukis, ia jadi lupa waktu. Padahal aku sudah memperingatkannya agar tidak lupa waktu, tetapi cowok menyebalkan itu tetap saja sulit diberitahu jika sudah menyangkut lukisan,"
Aku bisa mencium curhat colongan di sini. Rupanya si cerewet ini sedang dekat dengan Shimura Sai yang terkenal akan senyum palsunya itu. Tsk. Tsk. Tsk. Tak habis pikir aku sama seleranya Ino.
"Jadi, kau cemburu pada lukisannya?" tanyaku dengan mata berkilat jahil.
"Eh?" Ino terlihat kaget dengan pertanyaanku, sedetik kemudian wajahnya bersemu merah, "tidak mungkinlah! Lagipula siapa dia? Hei! Jangan mengalihkan pembicaraan!" si pemilik mata aquamarine ini menatapku sebal.
Aku tertawa melihatnya salah tingkah, "Habisnya kau seperti curhat colongan begitu sih,"
Ino mengembungkan pipinya kesal, "Lupakan soal yang itu!" ia lalu melanjutkan, "Sai bilang ketika ia tersesat di hutan dan ketika hari semakin gelap, ia melihat sebuah gerbang menjulang tinggi di tengah hutan. Saat itu pintu gerbang tiba-tiba terbuka dan seorang pria yang berwajah pucat dengan rambut diikat satu menghampirinya,"
Pria berwajah pucat dengan rambut diikat satu? Jika wajah pucat, Sasuke memang memilikinya. Tetapi, jika rambut diikat satu? Kurasa rambut Sasuke yang jabrik di bagian belakang itu akan sulit untuk dikuncir. Jadi, siapa yang dimaksud oleh Sai?
"Lalu, apa yang terjadi selanjutnya?"
Ino menghela napas dan mengubah posisinya menjadi duduk berhadapan denganku, "Sakura, sumpah aku sama sekali tidak tahu jika Sai adalah orang yang sangat nekat di saat yang tidak tepat!" Ino bicara menggebu-gebu membuatku menatapnya bingung.
"Maksudmu?"
"Kau tahu 'kan kalau Sai bicara itu ceplas-ceplos?" aku mengangguk mengiyakan karena aku merupakan salah satu korban lelaki senyum palsu itu, "dan kau tahu apa yang ditanyakannya pada pria asing di tengah hutan itu?" aku menggeleng menjawab pertanyaan Ino.
Ino mengambil napas dramatis dan menatapku lekat-lekat, "Sai bertanya pada pria itu, 'Apa kau vampir?'. Lalu kau tahu jawaban pria itu apa?"
Aku kembali menggeleng. Ino memang ahli dalam bercerita. Ia benar-benar pantas dijuluki ratu gosip. Lihat saja itu mimiknya yang mirip tante-tante penggosip di pasar.
"Pria itu menjawab, 'Menurutmu?'. Tentu saja Sai tahu jawaban pria itu dari taringnya yang di atas ukuran manusia normal!"
Aku sedikit kaget, "Kemudian?"
"Sai berkata, 'Apa kau akan memakanku?'. Dan pria itu dengan wajah datarnya menjawab, 'Aku tidak suka darah manusia'. Lalu, pria asing itu menyentuh bahu Sai dan tiba-tiba saja Sai berada di kaki bukit," Ino mengakhiri ceritanya dengan menghela napas panjang.
Aku bertepuk tangan mendengar cerita Ino yang sangat panjang ini, "Kau benar-benar pendongeng sejati. Selain menggosip, ternyata kau punya keahlian lain. Kau hebat, Ino!" aku mengacungkan jempol kanannku padanya.
"Aish!" Ino mendecih kesal, "aku tidak mendongeng. Itu kisah nyata!"
"Hai', hai'!" aku menganggukkan kepala. Sedikit demi sedikit aku mendapatkan informasi dari Ino, meski kenyataan ini masih sulit diterima oleh nalarku.
"Ne, Sakura. Jika pacarmu yang bermarga Uchiha itu memang benar keturunan vampir, maka sungguh suatu keajaiban perkataanmu semalam menjadi sebuah kenyataan," Ino menatapku dengan pandangan kagum.
Aku menghela napas, "Apa kau tidak takut kemungkinan aku akan dimakan olehnya?"
Ino menggerakkan jari telunjuknya ke kiri dan kanan di depan wajahku, "No, no! Kau tenang saja. Keturunan Uchiha tidak akan memangsa manusia," itu menurutmu, Ino. Kalau Sasuke khilaf bagaimana?
"By the way, aku mau makan pizza. Karena kau sudah membuatku menceritakan silsilah keturunan Uchiha plus hot news yang kudapatkan dari Sai, maka aku mau tambahan lasagna dan juga salad," Ino tersenyum lebar padaku.
"Hei! Bukankah kau selalu menjunjung tinggi yang namanya diet?" aku mendecak sebal. Dia ini paling bisa memanfaatkanku.
Sekali lagi Ino menggerakkan jari telunjuknya jenaka, membuatku ingin menggigitnya gemas.
"Untuk kali ini aku akan melupakan soal diet. Kapan lagi kau mentraktirku," Ino tertawa penuh kemenangan.
Aku mendecih, "Jangan senang dulu, pig! Jika kau sudah jadian sama Sai, jangan harap kau bisa lepas dariku. Aku pasti akan meminta jatah makan siangku padamu!" khu khu khu... Aku berhasil membungkam mulut Ino yang tertawa kemenangan. Sahabat pirangku itu sangat tahu porsi makanku sebanyak apa.
.
.
.
Di sebuah mansion bergaya eropa klasik yang tampak megah terlihat seorang laki-laki yang sedang berdiri sambil menopang dagunya di teralis balkon. Pandangannya menatap lurus ke arah kota Konoha dengan senyum tipis yang masih tersungging di bibirnya yang biasa datar.
Gadis bersurai merah muda dengan rambut sepinggang selalu terlintas di pikiran Sasuke. Ia masih bisa mengingat jelas bagaimana penampilan acak-acakan Sakura ketika baru bangun tidur. Bukannya terlihat jelek, rambut yang terlihat kusut dengan piyama bermotif beruang cokelat justru membuat gadis itu terlihat semakin menggemaskan. Apalagi jika mengingat busa pasta gigi yang bersarang di mulut Sakura, Sasuke sampai tidak bisa menahan tawa gelinya saat ini ketika mengingat wajah polos Sakura tadi pagi.
"Sepertinya adikku ini sedang bahagia," seorang pemuda yang terlihat lebih tua dari Sasuke tiba-tiba muncul dan bersandar di dinding dengan tangan yang terlipat di bawah dada.
"Pergilah, Itachi! Jangan menggangguku," Sasuke kembali berwajah datar memandang kakak kandungnya tersebut.
"Seperti biasa, selalu ketus," Itachi mengangkat bahu cuek, "bagaimana dunia manusia? Kau sudah melihatnya beberapa minggu ini, bukan?"
Sasuke bersandar di teralis balkon dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam celana, "Menarik,"
"Wow!" Itachi bersiul mendengar jawaban Sasuke, "pasti sudah terjadi sesuatu di bawah sana. Kau mendapatkan pacar manusia, eh Sasuke?" godanya dengan seringai menyebalkan—menurut Sasuke.
Sasuke memalingkan wajahnya malu, "Berisik!"
Secepat kilat Sasuke menghilang dari hadapan Itachi membuat pria yang memiliki rambut diikat satu itu tersenyum tipis.
"Siapa gadis yang akan menjadi adik iparku itu?" gumam Itachi memandang kota Konoha dari mansion-nya.
.
.
.
Tsuzuku
.
.
.
Pojok curhat penulis:
Halo minna-san!
Akhirnya saya dapat ide juga buat bikin sequel dari Beautiful Man. Mungkin bukan sequel ya tapi cerita berseri. Ini khusus saya persembahkan untuk reviewers-sama yang udah request di kolom review BM kemarin! Sankyu na Shawokey, Seijuurou Elisha, sonedinda2, Tomat-23, Febri Feven, Natsumo Kagerou, hanazono yuri, ichiro kenichi, poetri-chan, Alany Rien, tharaaw, pw, Nakatsuki Kasuke, Shin 41, Ricchi, Aka no Rei, Zee, iya baka-san, lele, Lhylia Kiryu, Uchiha Shesura-chan, mega naxxtridaya, hanna azmi, Yumeka Himuro, dan IzumiChiaki. Maaf kalau ada salah penulisan nama. Ehe..
Semoga chapter 1 ini membawa kesan yang bagus untuk readers-sama. Saya tunggu kritik, saran, masukan, pujian *ngarep*, komentar di kolom review ya! Sampai jumpa di chapter selanjutnya. Bubye! XD
