Chapter 1: Raining thursday

Di selatan seoul, kira-kira 3 jam perjalanan naik bis dari sana, terdapat kota kecil bernama Damyang. Sebuah kota pegunungan dengan udara yang dingin, jalannya lebar dan cukup lelang, sepanjang jalan ditumbuhi tanaman kopi. Pada musim berbunganya pohon kopi, seperti hari kamis sore ini, wanginya akan memenuhi sepanjang jalan kota.

Pukul 5 hari kamis yang mendung. Sore itu hujan turun deras, padahal menurut kalender cuaca, bulan ini masih musim panas. Tapi hari itu, matahari tidak menampakan cahayanya, awan abu-abu menghiasi langit, percikan air mengenai tanah melepaskan wangi Petichor, atau yang biasa orang sebut wangi hujan.

Sore ini indah sekali. Walapun langit gelap dan hujannya deras, paduan wangi bunga kopi yang sedang bermekaran dan wangi hujan memenuhi setiap sudut kota Damyang.

Aroma itupun sayup-sayup dibawa angin dan memasuki jendela kamar di lantai atas sebuah rumah bercat putih yang terbuka, membuat seorang pria bertubuh mungil dengan rambut honey-brown mendekat ke arah jendela, menghirup wangi alam yang menyenangkan.

"Ah sejuk sekali hari ini" ucapnya sambil memejamkan mata, menikmati udara yang dihirupnya.

"tapi sepertinya hujannya belum akan berhenti, bagaimana aku bisa pulang?" katanya lagi setelah mendapati hujan turun semakin deras deras.

"tunggulah sebentar lagi, nanti ku antar" jawab seorang pria yang lebih tinggi. "kalau begitu aku mandi dulu ya. Selesai mandi mungkin hujannya reda, lalu aku akan mengantarmu pulang."

"Hm baiklah."

...

...

...

Pria bertubuh mungil itu bernama Luhan, and the other one whos taller, adalah Oh Sehun. Sehun dan Luhan bersekolah di sekolah yang sama. Luhan berada di grade akhir senior high school, sedangkan sehun satu tingkat dibawahnya. Luhan merupakan siswa cerdas yang cukup aktif di sekolah, ia mengikuti ekskul basket dan radio. Sedangkan sehun adalah siswa biasa-namun-populer, karna tampan. Paling tampan di sekolahnya, malah; yang terkadang mengikuti ekskul dance, kalau sedang mood. Mereka berdua tinggal di komplek pemukiman yang sama, jarak antar rumah keduanya hanya 15 menit berjalan kaki.

Luhan memiliki kepribadian yang ceria dan hangat. Sedangkan Sehun, dia adalah tipe manusia yang most of the time memasang ekspresi straight-facenya. Karena itu orang-orang di sekolah menyebutnya es batu. Orang-orang di sekolah terkadang heran mengapa luhan dan sehun bisa berteman dengan akrab, padahal dari kepribadian, mereka terlihat tidak cocok satu sama lain.

"cih es batu? Bukankah sebutan itu terlalu keren? Dia lebih cocok dipanggil menyebalkan dan kekanakan." Itulah tanggapan luhan apabila orang lain menyebut sehun dengan julukan es batu.

Hari ini hujan sudah turun bahkan sebelum sehun dan luhan turun dari busway sepulang sekolah. Rumah sehun berada lebih dekat dengan halte bis, sedangkan rumah luhan masih 15 menit lagi.

"tunggulah hujannya reda di rumahku, hm?" sehun menawarkan pada luhan ketika mereka berlari melewati hujan setelah turun dari bis.

"baiklah." jawab luhan.

Keduanyapun masuk ke rumah sehun, melepas sepatu, kemudian langsung berlari menyusuri beberapa anak tangga menuju kamar sehun.

Dua jam berlalu, namun hujan belum juga menandakan akan berhenti.

...

...

...

Luhan masih menunggu, hujan belum reda, dan sehun belum selesai mandi.

Aku akan menunggu sambil membaca buku saja, sepertinya duduk di dekat jendela sambil membaca buku akan menyenangkan, pikirnya. Kemudian ia berjalan ke rak buku. Setelah menemukan buku yang dianggapnya menarik, ia pergi ke meja belajar, menarik kursinya ke dekat jendela, dan duduk disana.

"ah buku ini membosankan." Gumamnya setelah membaca beberapa halaman. Ia menutup buku tersebut, lalu memalingkan pandangannya mengintari kamar dengan dinding berwarna bright blue summer sky dan langit-langit putih. Ia menghela nafas. Hmm apa yang harus aku lakukan sekarang? Gumamnya bosan. Ia berdiri dan menghampiri meja belajar kecil disudut ruangan, mencari sesuatu yang dapat dibaca. Apa ini meja belajar anak TK? Boneka kuning aneh, corat-coretan gambar dengan krayon diatas kertas yang berserakan, kotak susu yang isinya sudah habis.. dan permen? Benar-benar bocah, orang-orang di sekolah akan menyesal pernah berpikir sehun itu cool jika melihat semua ini. pikirnya sambil mengambil jar biru kecil di antara tumpukan buku yang berisi permen, mengangkatnya lalu membaca tulisan di atas jar tersebut.

"Candies?" gumamnya. Ia membuka jar tersebut dan memakan salah satu permen. Enak juga, pikirnya, lalu mengambil satu lagi.

Membaca buku membuatnya berpikir terlalu berat. Ah sepertinya membaca komik lebih asik. Iapun akhirnya memutuskan mencari komik di rak buku.

Cklek. Suara pintu kamar mandi terbuka. Seorang pria yang memakai boxer abu-abu dan kaos putih polos berjalan keluar kamar mandi sambil menggosok-gosokan handuk ke rambutnya yang basah, kemudian duduk di sudut tempat tidur.

"Yak, Oh Sehun. Selesai juga kau mandi? Kenapa begitu lama? Aku bosan menunggu sendirian. Oh ya, dimana kau menyimpan komik detektif Conan episode 87 ? Aku tidak menemukannya." Ia memborong Sehun dengan berbagai pertanyaan, sementara sibuk menjalan-jalankan jarinya menyusuri satu persatu buku di rak dan matanya tetap terfokus mencari komik Conan yang ia inginkan.

"Disitu." Jawab sehun sambil menunjuk ke rak buku.

"Wow. Jawaban yang sangat kompatibel dengan pertanyaan yang panjang, oh sehun." Kata luhan menimpali.

"Oya sehun, tadi aku membaca novel bersampul biru yang ada di rak ke tiga. Apa itu novel yang baru kau beli kemarin? Itu sangat membosankan. Sudahku bilang lebih baik kau beli komik saja. Kalo memilih buku lebih baik kau ajak aku untuk menemaniku, aku kan pintar menerka apakah buku itu bag-"

"Lu, bisakah kau berhenti bicara? Cerewet sekali." Potong sehun yang acara mengeringkan rambutnya jadi terganggu.

"Conan episode 88, 36, 72, black butler ep.." Luhan kemudian melanjutkan kegiatannya mencari buku sambil bergumam membaca judul buku-buku yang disentuh jarinya.

"ish bocah ini kenapa tidak menyimpannya sesuai urutan sih?" Kesal Luhan.

Sehun berhenti menggosok-gosokan handuk ke rambutnya dan bangun dari duduknya lalu berjalan ke arah Luhan.

"Siapa yang kau pikir kau panggil bocah, huh?" Sekarang sehun yang menggerutu sambil berjalan ke arah Luhan.

"Lihat! Dia ada diatas situ, makanya kalau mencari sesuatu pakai matamu!" Sehun menunjuk buku yang ada di rak paling atas, kemudian menaruh tangannya di pinggang; menandakan kesal.

"tentu saja aku mencari dengan mataku, lalu apa menurutmu aku melakukannya dengan gigiku?" balas Luhan.

"Tentu saja! Tadi kau terus berbicara sambil menggerutukkan gigimu, makanya tidak ketemu. Lagian kau tidak mencarinya sampai ke atas kan? Itu karena kau pendek. Lihat siapa yang lebih cocok dipanggil bocah sekarang. Haha!"

Luhan yang sendari tadi berdiri menghadap rak buku dan membelakangi sehun, sekarang memutar tubuhnya dan berbalik. Kini mereka berdua berhadapan.

"Ya ya yak!" luhan berkata sambil tiga kali mendorong-dorong dahi sehun dengan telunjuknya. "Berani sekali. Kau lupa aku lebih tua darimu? Dan lihat ini, kita cuma beda beberapa senti, jangan terlalu menyombongkan diri." Luhan berkata sambil menggerakan tangannya dari atas kepalanya hingga ke dahi sehun. Dan ketika tangannya sampai ke dahi sehun, ia sengaja menghentakannya dengan keras.

"Aw. Yak! Rusa pendek, jahil sekali! kena kukumu tau" Sehun memegang dahinya lalu mengerucutkan bibirnya.

"Cengeng. Akukan menghentakkannya dengan pelan." Jawab luhan.

Sehun masih memegangi dahinya sambil cemberut. Sepertinya ia benar kesakitan.

"A-apa yang ini?" luhan yang merasa sedikit bersalah menggerakkan tangannya hendak menyentuh dahi Sehun dan mendekatkan wajahnya.

..

Luhan dan sehun, memang sudah biasa berada berdekatan. Keduanya juga sering menginap di rumah salah satunya, tidur bersama, makan bersama, pergi dan pulang sekolah bersama, bertukar baju, topi, dan melakukan hal apapun layaknya teman dekat, selama tiga tahun belakangan ini. Karena sering melakukan segala sesuatu bersama, jika salah satunya sibuk, maka yang lainnya akan merasa kehilangan. Dan jika saat mereka berdekatan dalam posisi atau situasi tertentu, salah satu diantaranya-entah keduanya, terkadang-merasakan suatu getaran dalam hati. Entah canggung, entah merasa tidak nyaman. Atau merasa tidak nyaman karena canggung? Sepertinya jawaban yang terakhir yang benar. Contohnya saat ini, saat diluar hujan, mereka berdiri berhadapan, ketika luhan menyentuh dahi sehun sambil memberikan tatapan merasa bersalah dari matanya yang indah itu..

Jarak antara kedua pasang mata merekapun terlalu dekat untuk tidak saling merasa canggung. Dari jarak sedekat ini, iris mata Luhan yang coklat; dengan bulu matanya yang lentik, pupil matanya yang besar dan bagian matanya yang watery terlihat begitu.. um, indah sekali.

..

Karena Sehun sedikit lebih tinggi darinya, Luhan agak mendongkak ke atas kemudian mengusap dahi sehun, dan..

Damn, this is too close.

God. Those eyes, nose, lips..

Entah secara sadar atau tidak, Sehun melupakan rasa sakit di dahinya yang sedikit lecet, mengambil langkah kedepan, lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Luhan.

Wajah luhan kini hanya tinggal beberapa inchi lagi dari wajah sehun. Sehun menelan air liurnya, dan masih ragu apakah ia harus terus mendekat, tetapi ia tidak menjauh. Tepatnya, ia tidak bisa. Kedua mata luhan yang indah itu seakan menariknya, membuat sehun tidak bisa menggerakan kakinya untuk dilangkahkan ke arah belakang. Luhan menutup matanya, dan sehun akhirnya mencium bibir luhan dengan lembut.

...

Luhan membuka matanya saat sehun melepaskan ciumannya dan sedikit menarik wajahnya.

"Candies." Ucap sehun sambil menatap luhan.

Butuh beberapa detik untuk luhan menyadarkan dirinya sendiri dari pikirannya.

"m-mwo? Ah.. em.. iya ini tadi aku makan permen yang ada di mejamu." jawab luhan grogi.

"H-hah? Permen? Ah.. Yak! Kenapa memakan permenku?! Aish.. padahal rasa stroberinya tinggal satu." Sehun memalingkan wajahnya ke arah meja belajar, kemudian berjalan menghampiri toples berisi permen yang ada diatas meja belajarnya.

"Oh sehun, kau sadar dengan ucapanmu? Apa kau sekarang memarahiku karena aku mencuri permen bodohmu itu? Kau tak sadar baru saja menghilangkan sesuatu dariku?!" sekarang luhan yang memarahi sehun.

Tentu saja sesuatu itu berarti ciuman pertamanya.

"Sehun apa yang kau hilangkan?" Sahut seseorang membuka pintu kamar sehun.

"eo-omma" sehun dan luhan berkata berbarengan.

"Ah.. dia menghilangkan.. emh, tempat pensilku omma. I-iya kan sehun?!" Sahut luhan sambil melotot ke arah sehun.

"Hah.. oh.. iya tempat pensil. Akan ku ganti nanti." Jawab sehun sambil membalas pelototan luhan dengan ekspresi aneh.

"Aigoo.. uri adeul, walaupun sudah besar dan terlihat cool tetap saja teledor dan kekanakan. Polos sekali. Luhan yang malang.. pastikan kau minta dibelikan yang lebih bagus sebagai gantinya ya. Ayo turun dulu, makan malam sudah siap."

Apanya yang polos, dia baru saja mencuri kesempatan dan menciumku. luhan berkata dalam pikirannya.

"Asik makan! Aku sudah lapar ommaa." Sehun bergelayutan sok manja di tangan ibunya.

"ish memang manja dan kekanakan." "terus saja bergelayutan seperti anak monyet." Gumam luhan dibelakang sehun.

Sehun berhenti berjalan dan membiarkan ibunya menuruni tangga terlebih dahulu dan menunggu luhan.

"Heh aku mendengarnya." Sehun berkata sambil menyedekapkan tangannya di dada dan menatap tajam ke arah luhan.

"Kau mengataiku anak monyet padahal kau mencuri permenku seperti tikus mencuri keju." Ucap luhan ketus. Dan kau juuga mencuri ciuman pertamaku. Katanya meneruskan dalam hati.

Luhan tetap berjalan melewati sehun dan menuruni anak tangga dan tidak menghiraukan sehun yang tampak kesal karena dikatai anak monyet yang manja.

"Jadi apa monyet sudah mencuri ciuman perta-" teriak sehun sambil sedikit mengejar luhan yang mendahuluinya dan menaruh tangannya di pundak luhan.

"Yak! oh sehun, apa kau bodoh? Kecilkan suaramu, mereka bisa tau." Luhan berbisik sambil menutup mulut sehun dengan tangannya dan memelototinya.

"Berhenti bertengkar dan duduklah dengan benar." Ucap ibu sehun yang sibuk menyiapkan makan malam.

Mereka berdua akhirnya duduk berhadapan. Ibu sehun menaruh beberapa piring berisi makanan ke atas meja makan.

Mereka akhirnya duduk dan mulai makan malam. Ayah sehun dan kakak laki-laki sehunpun datang dari ruang tamu ikut bergabung dan makan bersama.

"Apa kalian habis mengunjungi kebun binatang?" tanya kakak laki-laki sehun.

"Ah, aniya top hyung.. itu.." jawab sehun. well, itu tidak menjawab apapun.

"tadi ku dengar monyet itu mencuri sesuatu darimu?" tanya top sambil melihat ke arah luhan.

"benar hyung, dia mencuri ciuman pertama dariku." Jawab luhan.

"UHUK!" sehun terbatuk sampai hampir menyemburkan makanannya.

"Sehuna, gwenchana?" Ucap ibu sehun sambil menuangkan air putih ke gelas dan memberikannya pada sehun.

"Gwenchana." Jawab sehun sambil menepuk-nepuk dadanya. Ia mengalihkan pandangannya memelototi luhan, dan kakinya yang berada di bawah meja menendang kaki luhan yang berada di hadapannya.

"lain kali berhati-hatilah, luhan. kasihan sekali ciuman pertamamu dengan seekor monyet" sahut top.

"UHUK!" seseorang batuk lagi. Tentu saja dia oh sehun. Ia lalu menendang kaki luhan lebih keras.

"Haha aniya hyung, aku cuma bercanda." Jawab luhan karena tidak mau ditendang lagi.

"Kita makan dulu dengan tenang, jangan berbicara sambil makan nanti saja mengobrolnya. Araci?" Ayah sehun berkata kemudian melanjutkan makanannya.

"Dee~" jawab semuanya.

...

...

...

Makan malampun selesai. Ibu sehun membereskan piring-piring kotor sedangkan ke empat pria lainnya beranjak dari dari duduknya.

"eomonim, sini kubantu" luhan menghampiri ibu sehun.

"tidak usah, lu. Ini Cuma sedikit, kau dan sehun pergilah ke kamar dan bawa beberapa makanan penutup yang ada di kulkas"

"Wah asik! Strawberry cheese cake!" sahut sehun yang membuka kulkas.

"nah bawa dan habiskan saja semua. Ayah dan kakakmu kan tak suka, omma juga kekenyangan" kata ibu sehun.

"dee eomma~" jawab sehun sambil mengeluarkan strawberry cheese cake dan pergi naik tangga diikuti luhan di belakangnya.

Sehun duduk di atas kasur dan hendak memakan strawberry cheese cakenya. Namun luhan menarik ke atas kerah bajunya dari belakang, seakan hendak menjinjing sehun.

"anak nakal, ayo makan di lantai saja nanti kotor kena kasurmu."

"ish iya lepaskan" kata sehun sambil bangun dan duduk di atas lantai, di bawah jendela.

"Wah sepertinya enak" luhan hendak mencongkel stroberi cheesecake namun sehun memukul kepalanya dengan sendok.

"yak! Apa-apaan!" teriak luhan sambil reflek memegang kepalanya.

"kuku panjangmu itu kotor dan penuh bakteri, ini dahiku sudah jadi korbannya, sekarang jangan makananku!" teriak sehun.

Luhan cemberut.

"iya iya. mana sendokku kalau begitu"

Sehun menengok ke kiri dan kanannya. "ah sepertinya aku lupa hanya bawa satu" jawab sehun.

"yasudah kau tak usah makan kalau begitu" luhan merebut sendok dari tangan sehun dan menarik piring berisi stroberi cheesecake menjauhi sehun.

"kalau begitu aku makan pakai tangan saja" Sehun hendak mencolek stroberi cheesecake dengan telunjuknya.

"hey kau ini! tadi kau yang bilang kalau tangan banyak bakterinya, sana turun ambil sendok lagi" teriak luhan.

"Siro~ aku malas turun. Kau suapi aku saja ya"

"Aish.. ini, anak manja. aaaa" luhan akhirnya mengalah.

Sehun membuka mulutnya dan melahap strawberry cheese cakenya.

"strawberry~" kata sehun sambil mengunyah kuenya.

Strawberry candies.Tiba-tiba luhan ingat kejadian tadi. Ia kemudian menatap sehun.

"Apa yang kau lihat?" tanya sehun membuyarkan lamunan luhan.

"a-ah, tidak. Sehuna, jeogi.." luhan terbata-bata. "jeogi, dahimu. Sepertinya sedikit lecet ya." Luhan menunjuk dahinya sendiri memberi tahu sehun.

"benarkah? Yak! Ini gara-gara kau. kau tadi sangat kasar dan kukumu pasti panjang makanya jadi lecet." Sehun melihat tangan luhan dan memperhatikan bahwa kukunya memang panjang-panjang.

"benarkan." ucap sehun lalu beranjak dari duduknya dan berjalan menuju meja belajar. Membuka laci, mencari sesuatu disana, lalu kembali duduk di lantai menghadap luhan.

Sehun kemudian menarik tangan kiri luhan.

"nanti kau bisa tidak sengaja melukai dirimu sendiri juga saat menggaruk." Sehun memegang pergelangan tangan luhan dan menyentuh jari-jarinya sambil memperhatikan kuku luhan.

Luhan merasa pipinya menghangat, sepertinya darah sudah berkumpul di sekitar situ, dan membuat luhan merona. Blushing? Of course he is. Jantungnya berdengup kencang. Kupu-kupu memenuhi perutnya. Manis sekali. Pikir luhan.

Ia berusaha mengendalikan dirinya yang gugup dan grogi karena perlakuan sehun.

"Apa kau dingin?" tanya sehun yang menyadari ujung-ujung jari tangan luhan yang dipegangnya dingin. "oh jendelanya belum didutup dan hujan di luar deras sekali, pantas saja"

"tidak bukan" jawab luhan. Aku bukan dingin, tapi grogi karena sikapmu. Katanya meneruskan dalam hati.

"tapi kenapa tanganmu dingin?"

"a-ah? Iya, dingin. Aku akan menutup jendelanya kalau begitu." Jawab luhan menarik tangannya, melepaskannya dari genggaman tangan sehun yang hangat.

"fyuh" luhan menghela nafas. Ia berjalan ke arah jendela, memandang keluar, dan melihat langit yang terlihat semakin gelap. Hari mulai malam. Lampu-lampu jalan kota Damyang mulai bersinar, berpendar. Hujan turun semakin deras. Bulir-bulir air hujan mendarat di kaca jendela yang ada di hadapannya dan setiap tetesnya bergerak berlari-larian menuruni kaca jendela yang bening. Bulir air yang terlalu kecil untuk mengalir menetap di atas kaca jendela dan membiaskan cahaya lampu-lampu jalan menjadi warna warni.

yeppeoda~. Gumam luhan.

Wush. Angin kembali menyelinap masuk lewat jendela. Tangan luhan yang dingin akibat grogi karena sikap sehun pun semakin membeku terkena udara dingin yang menyelinap masuk lewat jendela. Luhan menarik ujung bagian tangan switter abu-abu yang dikenakannya hingga menutupi setengah telapak tangan. Kemudian ujung-ujung jarinya ia tempelkan ke pipinya yang hangat.

"Lu, kau bilang dingin. Kenapa malah berdiri disana?" suara sehun membuyarkan lamunan luhan.

"ah, d-de" jawab luhan. ia lalu menutup jendela dan duduk kembali ke arah sehun yang masih melanjutkan acara memakan stroberi cheesecakenya.

"kau mau aku meneruskan memotong kukumu?" tanya sehun.

"tidak usah, aku akan melakukannya sendiri" jawab luhan sambil mengambil gunting kuku yang ada di atas lantai di hadapan sehun.

"baiklah kalau begitu sambil makan ini. aaa" sehun menyodorkan sendok berisi stroberi cheesecake ke mulut luhan.

Luhan tertegun sebentar. Astaga, oh sehun kenapa terus bersikap seperti ini? membuatku gugup.

"cepat makan. Kau mau aku gendut karena memakannya sendiri?" kata sehun kembali membuyarkan lamunan luhan.

Luhan lalu membuka mulutnya dan memakan stroberi cheese cake tersebut.

"anak pintar." Ucap sehun sambil mengacak rambut luhan.

"Ish aku bukan anak-anak" kata luhan.

"Hujannya semakin deras, hyung. Kau menginap disini saja." Ucap sehun yang melihat keluar jendela.

"aku bisa pulang dengan payung, nanti ibuku khawatir." Jawab luhan.

"dia akan lebih khawatir kalau kau pulang ditengah hujan seperti ini. aku akan menelponnya dan minta ijin, bagaimana?" tanya sehun.

"Hmm. tapi aku tidak bawa seragam untuk besok."

"kau kan bisa pulang pagi-pagi. rumah kita kan tidak jauh."

"baiklah." luhan akhirnya menurut.

..

Stroberi cheese cakenya sudah habis. Kuku luhan selesai dipotong.

"sudah selesaii~" kata sehun.

"gumawo sehuna" jawab luhan

"iyaaa. Hujannya cantik ya. Geserlah sedikit. Aku cape habis memotong sepuluh jari-jarimu. Aku ingin bersandar sambil melihat keluar." Jawab sehun.

"tapi kepalamu besar sehuuun" gerutu luhan

"ish gamau tau. Anggap saja bayaran aku sudah memotong kukumu, kau pikir yang tadi itu gratis?" jawab sehun.

"yasudah iya."

Luhan menyamankan posisi duduknya, lalu sehun menyandarkan kepalanya di pangkuan luhan. Lagi-lagi jantungnya berdetak kencang.

...

...

...

I dont know how to hide my feelings for you

(aku tidak tau bagaimana cara menyembunyikan perasaanku padamu)

You're my best friend

(kau adalah sahabatku)

Today when we were sitting by the window

(hari ini ketika kita duduk di dekat jendela)

You leaned over my lap

(kau bersandar di pangkuanku)

Overlooking the view of the night city in the rain out of the window

(sambil melihat pemandangan malam hari kota yang diguyur hujan di luar jendela)

You said "what an amazing view"

(kau berkata "pemandangan yang indah")

Then I looked at you

(kemudian aku melihat kearahmu)

And i thought to myself

(kemudian aku berkata kepada diriku sendiri)

What an amazing view

(iya, pemandangan yang indah)

Then you looked at me

(kemudian kau melihat ke arahku)

But i just smiled at you instead

(tetapi aku hanya tersenyum kepadamu)

..

..

Luhan menunggu di kamar ketika Sehun turun kebawah menyimpan sendok dan piring kecil yang tadi ia pakai untuk menaruh stroberi cheese cakenya.

Drrrt drrrt. Hp sehun bergetar.

Miranda? Luhan membaca nama kontak yang berada pada layar.

Luhan mengangkat telpon, namun sebelum ia mulai berbicara, seseorang dari sebrang sana berbicara lebih dulu;

"Sehuna, bisakah kau menjemputku? Aku kedinginan.."

Cklek. Suara pintu kamar terbuka.

Luhan yang terkagetpun buru-buru mematikan telpon dan menaruh handphone sehun di atas meja.

"Lu, kau kenapa? Kau terlihat pucat." Sehun menghampiri luhan dan memegang dahinya.

"Astaga badanmu hangat, sepetinya kau terkena flu gara-gara kehujanan tadi." Ucap sehun.

Drrrt drrrt. Hp sehun kembali bergetar. Iapun lalu mengangkatnya.

"Yeoboseo?"

"Apa?"

"Astaga, dimana kamu sekarang?"

"Iya aku mengerti. Tunggu sebentar"

Sehun hendak pergi namun seseorang memegang pergelangan tangannya.

"sehuna,

.

.

.

Hajima."

.

.

.

.

...

ini pertama kali aku nulis ff, hehe. semoga suka dan selamat membaca :D