"Kuroko, ini yang terakhir. Aku tidak mau kau pingsan lagi di sini,ingat!"

Kagami mengomel dari tempat ia berdiri di belakang counter bar setelah meletakkan segelas kecil minuman beralkohol berkadar tujuh persen. Di depannya pemuda mungil merengut tidak suka, diteguknya cepat minuman yang membakar tenggorokan itu, tidak peduli kepalanya sudah terasa sangat berat dan penglihatannya berputar. Bahkan kelopak yang menyembunyikan sepasang azure itu terlihat sangat sayu. Meskipun ia tahu bahwa tubuhnya sudah mencapai batas, keinginannya untuk menghilangkan segala ingatan yang terjadi hari ini lebih mendominasi. Ia terlalu gamang untuk memikirkan segala macam tragedi akhir-akhir ini di dalam hidupnya sebagai perusak kokoro yang membuatnya muak dan sakit kepala.

Sehingga di sinilah dia. Sebuah bar bergaya klasik dimana sahabat semasa SMA-nya dulu bekerja sebagai bartender. Alunan musik jazz ataupun band indie mendominasi setiap sisi ruangan membuatnya merasa betah dan menjadikan bar bernama Mezzocity ini tempat untuk melepas penat setelah bekerja-atau lebih tepatnya mencari kerja-

"Kagami-kun kadarnya kau kurangi ya~?"

Lagi pemuda bernama Kuroko Tetsuya merengut tidak suka. Sahabatnya ini benar-benar,apa Kagami tidak tahu kalau saat ini ia sedang banyak masalah? Lagipula dirinya ini pelanggan, seharusnya Kagami melayaninya dengan baik. Bukannya melarang-larangnya seperti ibu-ibu yang khawatir kalau anak kecilnya belum bisa naik sepeda.

"Jangan egois Kuroko. Itu sudah sepuluh gelas sejak satu jam yang lalu. Aku tidak mau kau membuat kekacauan malam ini. Lebih baik kau pulang saja." Kagami bercakap seraya melanjutkan tugasnya membersihkan gelas.

Tekukan di wajah sang baby blue semakin banyak "Kau mengusirku Kagami-kun?" Apa-apaan orang ini, tadi melarangnya minum sekarang malah mengusirnya.

"Ya, aku mengusirmu," Si alis cabang berkata tanpa rasa berdosa, daripada ia sendiri yang susah nanti. Ia melanjutkan "biar aku panggilkan taksi untukmu."

"Kagami-kun, Aku belum mau pulang!" Kuroko menatap tajam pemuda beralis merah abnormal di depannya "Kau tidak tahukan betapa menyebalkannya hari ini Kagami-kun, Kau tidak tahu kan rasanya di tolak editor lima kali berturut-turut? Dalam satu hari, Kagami-kun!"

Manik azure itu menatap tajam pada si alis belang. Sementara yang ditatap malah asik melayani pelanggan yang lain. Kuroko masih mengoceh dalam keadaan mabuknya "Kau pikir menjadi seorang novelis itu enak, Hanya berfikir seenaknya, menjiplaknya ke dalam ketikan di word lalu di cetak. Kalau begitu aku pasti sudah kaya sekarang." Kagami hanya mengangguk mengiyakan. Orang mabuk itu jangan di lawan,ia tahu itu. Terlebih jika seorang Kuroko Tetsuya sedang mabuk, maka segala isi hatinya akan dikeluarkan tanpa filter. Dia akan berubah menjadi seorang yang cerewet melebihi teman serumahnya.

"Apa kau tahu kalau editor yang kutemui itu seleranya buruk sekali? Apalagi paman-paman botak itu, kau tidak tahu kan berapa kali aku hampir menjadi korban sekuharanya? Orang bernama fubuki itu juga sama—Oh, Kami-sama kenapa takdirku begitu menyedihkan,"Kuroko menggerutu. "kenapa kau tidak memberikanku editor tetap yang tidak punya maksud terselubung menistakan tubuhku." sekarang Kuroko meraung sedih.

Kagami hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Malang sekali nasibmu Kuroko pikirnya. Tapi, dengan tubuh mungil seperti wanita serta suara merdu begitu ditambah dengan wangi manis vanilla di setiap senti tubuhnya, Siapa yang tidak ingin menyentuhnya. Kalau Kagami tidak sadar Kuroko itu sudah dicap hak milik, Kagami mau-mau saja menculiknya. Lebih bagus kau jadi seiyuu atau penyanyi Kuroko,pikirnya.

Kuroko mendongakkan wajahnya, menatap entah pada siapa di depannya. "Oh, apakah tubuhku begitu feminim sampai-sampai mereka tidak bisa membedakan seorang laki-laki dan— atau karena aku tidak punya massa otot? Oh,terkutuklah Kise-kun yang membuatku harus makan menu dietnya setiap hari di rumah~ Kenapa aku harus tinggal satu atap dengannya?" Kuroko kembali meraung. Tangan mungilnya menggebuk-gebuk meja kaca frustasi, lalu secepat kilat ia kembali merengut. "Mungkin besok aku harus mengusirnya dari apartement—Tapi, nanti siapa yang akan membayar sewa apartementnya," Kuroko terdiam sejenak, lalu ia tersenyum lebar. "Ah, benar juga. Lagi pula dia bisa tinggal di rumahnya Aomine-kun dan hidup bahagia— tapi aku tidak berani kalau di apartemen itu sendirian. Aku pernah dengar kerannya bisa terbuka sendiri ditengah malam. Kalau masih ada Akashi-kun aku pasti bisa—"

Kagami yang sedari tadi tidak menggubris celotehan Kuroko yang menurutnya tidak penting dan sedang asik melanjutkan pekerjaannya melayani pelanggan yang ingin menikmati kehidupan malam,menoleh pada sosok baby blue yang mendadak terdiam. Jangan-jangan Kuroko pingsan lagi,atau dia sudah keracunan minuman dan meregang nyawa, tapi Kagami yakin ia tidak memasukkan sianida kedalam minuman Kuroko. Lagipula yang Kuroko minum bukan kopi—itu kalau saja ia menemukan si mantan bayangannya tergeletak tidak berdaya di lantai bar dan kejang-kejang atau buih-buih keluar dari mulutnya. Kenyataannya yang ia dapati adalah sosok Kuroko yang tertunduk dalam. Poni biru mudanya menutupi kelopak yang menyembunyikan manik seindah samudra dengan sempurna, dan bahunya bergetar kecil lalu semakin lama semakin kencang,isakan-isakan terdengar dari si baby blue setelahnya.

Kerutan samar terlihat di dahinya,Kagami tidak yakin bocah di depannya ini dalam keadaan baik-baik saja. Apa lagi tadi ia sempat mendengar nama yang sangat tidak asing dari bocah bayangan ini.

Kagami menyentuh bahu kecil itu perlahan,Berhati-hati. "K-Kuroko, Kau baik-baik saj—"

"BAKASHI-KUN NO BAKAA!"

Kagami pun menghela nafa lelah.


PREWEDDING PLANS

Chap 1/?

Kuroko No Basket Doesn't Mine

Fujimaki Tadatoshi is owner

Akashi Seijuurou x Kuroko Tetsuya

Warn : Yaoi, BL, Malex male, OOCnees parah, typo, dsb.

Summary : /Mungkin sedikit kejutan sebelum pernikahan akan menarik./Akashi Seijuurou, Dua puluh lima tahun memberikan sebuah kejutan tidak terduga untuk sang mantan Kekasih, memangnya ia mau menerima? Tentu saja jawabannya, Absolutely yes.

Tidak suka. Tidak usah flame, tidak usah baca. Silahkan kembali dan Scrolling down cerita lain./becanda.Tidak suka. Silahkan klik kembali sebelum menyesal. Wanna review? Klik tulisannya di bawah.

DLDR!

Enjoy~


"Anda bisa mempertimbangkannya lagi Akashi-sama. Saya hanya tidak ingin di antara kita ada yang merasa di rugikan. Wilayah ini benar-benar sangat strategis untuk pembangunan cabang yang baru."

Akashi masih tekun menatap kertas yang menunjukkan setiap sudut dan ukuran dari sebuah denah bangunan yang akan direncanakan menjadi salah satu cabang perusahaannya di Tokyo. Letaknya masih di sekitar wilayah minato. Hanya saja ia merasa penempatan bangunan yang di lontarkan sang investor masih sangat jauh dari kata strategis. Tentu ia bisa mengatakan kalau ia tidak akan mendapatkan keuntungan besar dari cabang yang baru ini. Ia melempar denah itu di atas meja. Manik Heterokromianya menyipit tajam sang investor yang duduk depannya. "Kau tahu ada banyak sekali pelaku bisnis property di Jepang dan bukan hanya kami yang menjadi perusahaan besar di Jepang," Aura gelap mendadak menguar dari sang tubuh CEO, sementara pria yang lebih tua darinya mulai merasa tremor berkepanjangna. "lalu kau ingin kami membangun cabang di sekitar para pesaing perebut klient dengan berbagai cara? jangan konyol. Kami masih punya etika dalam berbisnis."

"Bukankah dengan begitu anda bisa mengalahkan para pesaing anda dengan mudah? Maksud saya,anda bisa menunjukkan bahwa Akashi Corp dapat bersaing tanpa campur tangan kotor?"

"Kami hanya bersaing dengan para pesaing yang sehat. Karena itu lebih baik kau cari tempat yang lebih tepat dan strategis lagi. Minato itu luas, masih banyak tempat yang bisa dijadikan lokasi."

"Tapi—"

"Aku butuh lokasi yang baru dua hari lagi, berikan yang terbaik atau perjanjian kita batal." Keputusan final keluar dari bibir sang CEO, sang lawan bicara hanya mengangguk pasrah.

"B-baik, Akashi-sama."

Akashi berdiri diikuti dengan lekaki paruh baya di depannya,setelah berjabat tangan mereka berpisah arah. Akashi berjalan kearah counter bar yang tidak jauh dari tempat duduknya tadi, kebetulan ia sudah lama tidak menyambangi bar ini. Dulu ia sering ke sini saat penat menyandera otak setelah bekerja. Pemuda beralis cabang yang sedang melayani pelanggan di ujung meja mendadak terdiam,ia sudah selesai menenangkan si pemuda biru dan ingin melanjutkan pekerjaan sebelum sosok merah berwibawa tertangkap oleh manik scarletnya.

Pucuk di cinta ulam pun tiba. Mungkin mereka memang jodoh pikir kagami. Segera ia mendekati sang CEO muda yang duduk di kursi putar paling sudut di bar.

"Yo, Akashi. Kau sudah pulang dari Amerika,heh?" Sapa Kagami pada teman lama.

"Seperti yang kau lihat Taiga." Jawab Akashi santai sambil memesan Tequila pada Kagami. Bulan ini memang sudah memasuki musim dingin, sekali-sekali bolehlah ia mampir ke sini apabila singgah ke Tokyo sembari menghangatkan diri.

"Omong-omong kau tahu dari mana aku ke Amerika , Taiga? Tidak biasanya kau perhatian pada rivalmu." Tanya Akashi, pandangannya masih memaku pada smartphone digenggaman. Jemarinya masih asik mengetik beberapa kalimat suruhan yang akan dikirimkan pada sekretarisnnya. Kagami berhenti menuangkan racikan minuman ke dalam gelas untuk Akashi sesaat lalu kembali menuangkannya.

"Oh, itu. Dari Kuroko."

Alis Akashi berkerut heran. "Maksudmu…Tetsuya?"

"Tentu saja. Kau pikir ada berapa orang bermarga Kuroko yang aku kenal."

"Aku kira dia tidak tahu kalau aku pergi. Rasanya aku tidak pernah bilang pada siapapun tentang kepergianku ke Amerika."

"Biar kau tahu saja Akashi, dia itu stalker. "Ucap Kagami, ibu jarinya menunjuk ke belakang punggung tepat pada pemuda baby blue yang – sepertinya sedang bernyanyi – lagu lonely milik duanesatu yang terdengar semakin aneh karena Kuroko menyanyikannya dengan gaya orang mabuk.

Akashi melirik kearah yang ditunjukkan oleh Kagami, alisnya merahnya menyatu, dahinya berkerut heran dan bibirnya menyunggingkan senyum geli. Tanpa menoleh pada Kagami ia bertanya. "Sejak kapan bocah tengil itu di sini?" kagami ikut memperhatikan Kuroko di sebelah Akashi. "Sudah hampir dua jam ia di sini. Dia mabuk tapi tidak mau pulang."

"Apa dia sering ke sini?"

"Ya, tidak sering,cuma beberapa minggu ini dia datang hampir setiap hari."

Kuroko yang masih asik bernyanyi sendiri tanpa menyadari ada dua intitas merah yang menatapnya geli. "Kau tahu kalau Tetsuya tidak kuat dengan alkohol Taiga,minum dua tenggak sake saja dia bisa mabuk. Hebat juga dia bisa tahan sampai di sini,Tetsuya sudah banyak berubah ,heh?"

"Ya, aku tahu. Biasanya dia hanya bercerita padaku kalau ke sini. Dan tidak pernah menerima tawaran apapun dariku,setelah itu dia pulang." Kagami meletakkan gelas kerucut berisi cairan biru di depan Akashi. "Kau tahu Akashi,dia seperti itu semenjak tahu kau pergi ke Amerika."

"Please don't go go go ~ tolong jangan tinggalkan aku~ sekali saja cukup, berbalik lihatlah aku~ Please don't go go go~ aku tak suka perpisahan yang sedih~ aku mencintaimu kembalilah padaku~" sekarang lagunya sudah ganti menjadi lagu milik boyband biru-biru asal negeri tetangga. Sementara intitas yang lain masih menatap Kuroko dengan pandangan setengah heran setengah geli. Siapa suruh memutuskanku kemarin,pikir Akashi. Kuroko curhatnya tidak lihat-lihat sekeliling, ya. Kagami sweetdrop di tempat.

Akashi menghela nafas geli. Mantan kekasihnya ini ternyata lebih tsundere dari temannya yang hijau-hijau itu. Yang benar saja,padahal Kuroko sendiri yang meminta putus denganya. Nyatanya malah ia sendiri yang gagal move on. Akashi sejak awal sudah memprediksikan hal semacam ini. Makanya ia mau-mau saja sewaktu diajak putus oleh Kuroko dulu. Sedikit pertanyaan 'Kenapa?' dan Kuroko sudah menangis terisak-isak. Di tinggal beberapa minggu ke Kyoto saja, ponselnya sudah penuh dengan pesan khawatir dari Kuroko,apalagi setelah putus ditinggal ke Amerika hampir lima bulan. Dan lihat hasilnya sekarang,Kuroko kacau sekali.

"Sebenarnya tujuanmu membuat Kuroko seperti ini untuk apa Akashi?" Kagami bertanya. Jujur saja dia tidak mengerti dengan peringai dua sosok di depannya ini. Bayangkan saja, Kuroko datang ke rumahnya malam-malam sambil menangis seperti istri yang baru di ceraikan suaminya setelah bertengkar hebat. Bahkan kagami sempat curiga kalau sosok yang menangis di bahunya bukan Kuroko bayanganya semasa SMA dulu. Awalnya dia bahkan hampir melambrak Akashi yang menurutnya penyebab Kuroko berubah jadi OOC begitu.

Benar saja, Kalau Akashi yang melakukannya dia tidak akan segan-segan untuk menghajar kepala merah itu. Tapi, kata 'Aku yang memutuskan Akashi-kun.' Terlontar dari bibir sang baby blue, Kagami dengan sukarela menjitak kepala biru muda kesal. Kalau masih sayang kenapa minta putus Kuroko batinnya frustasi saat itu. Ketika Kuroko Mengatakan bahwa ayah Akashi tidak merestui hubungan mereka, Kagami jadi tidak bisa memarahi Kuroko. Lalu Pemuda merah di depannya juga sama,setelah putus dari Kuroko, secara diam-diam ia pergi ke Amerika. Meski begitu, setiap minggu dia meminta Aomine melaporkan kondisi Kuroko padanya. Apa saja yang dilakukannya, apa menu makanannya, dan jam berapa dia tidur. Kenapa Kagami tahu? Aomine sering berteriak frustasi saat dia main ke bar tempat Kagami bekerja.

Akashi mengalihkan pandangannya pada Kagami. Seringai khasnya tercetak jelas di wajahnya."Hanya memberinya kejutan," Ia menegak minuman di gelas kerucut perlahan."sekalian memberi pelajaran pada bocah tidak tahu terima kasih ini." Akashi mengedikkan bahunya acuh "Ya,begitulah."

Kagami menggangguk saja. Dia memang tidak pernah tahu dan tidak mau tahu jalan pemikiran pemuda merah di depannya ini. Sudah pasti rencanannya diluar akal sehat, malah terkesan kurang ajar. Bisa pusing tujuh keliling dia kalau memikirkannya. Namun,tiba-tiba saja ia jadi teringat perkataan Aomine beberapa hari yang lalu. Ditatapnya manik heterokrom itu dengan curiga.

"Jangan-jangan benar kata Aomine,kau ingin menik—"

Suara debuman cukup keras dari kursi di ujung mengalihkan pandangan beberapa orang di sana termasuk dua sosok merah. Sosok baby blue itu sudah tidak ada di kursinya. Mungkin ia sudah pulang tapi bagaimana bisa dia sedang mabuk,ingat. Lalu darimana suara debuman dengan lantai itu? pandangan mereka beralih ke bawah, dan disanalah sosok berbalut coat abu-abu itu tergeletak tidak berdaya di atas lantai marmer bar. Kuroko Pingsan.

Kagami lagi-lagi cengo sementara Akashi menghela nafas penat.

.


.

Kelopak yang menyembunyikan azure itu berkedip, awalnya perlahan lalu beberapa kali mengedip cepat. Ugh, kepalanya pusing sekali. Sepertinya ia terlalu banyak minum tadi malam dan sekarang tenggorokannya terasa sangat kering.

Aku butuh air,pikirnya. Tanpa basa-basi ia beranjak bangun. Merangkak mundur ke belakang untuk menginjakkan kakinya ke lantai berlapis karpet tebal. ia terdiam. Meski matanya masih terpejam ia yakin kamar di apartemennya tidak memiliki karpet halus seperti ini,yang ada juga alas kaki yang di tiduri Nigou. Ah, masa bodoh,sekarang yang dibutuhkannya air. tangan pucat itu meraba-raba perabotan di sekitarnya. Meski matanya terpejam ia sangat hapal dengan seluk beluk isi kamarnya. Merasa sebuah meja nakas berada dalam jangkauannya,jemarinya meraba-raba barang yang ada di atas nakas,kosong? Tidak ada apa-apa di sana. Biasanya juga selalu ada air mineral disini. Apa aku salah meletakkannya. "Biasanya di sini." gumamnya pelan. Manik azure sayunya mengamati sekitar. Ia tersenyum tipis saat bayangan sebuah botol mineral tertangkap penglihatannya yang setengah sadar. Kembali ia merangkak dan dengan cepat meraih botol di atas meja. Tunggu, sepertinya ada yang salah. Kuroko yakin ia tidak punya meja kecil seperti ini. Dan kalau diingat-ingat memang tidak ada meja di depan tempat tidurnya. Omong-omong tempat tidurnya tadi juga lebih besar dari biasanya.

Dengan terpaksa Kuroko harus membuka matanya lebar-lebar. Sebelum Manik azurenya mengamati ruang sekitar, pandangannya sudah menangkap sosok pemuda bersurai merah berpakaian semi formal—kemeja merah marun dengan merah hitam di padu bersama jas abu-abu bergaris, tidak lupa sebuah dasi ungu muda melilit di lehernya—yang sedang duduk elegan di atas sofa di depannya. Kaki jenjang berbalun celana katun hitam yang bersilang,tangan kirinya menopang dagu angkuh dan senyum seringai itu—Oh, Kuroko sangat ingat dengan ciri khas dari orang ini. Hanya saja, bukannya orang ini seharusnya sedang di Amerika? jangan-jangan ia paman-paman ero yang sedang bercosplay jadi mantan kekasihnya. Jangan-jangan ia ingin memperkosanya— manik azure itu membulat, bibir mungilnya terbuka lebar siap melepaskan teriakan yang sangat kuat— sebelum jari telunjuk dari sosok itu menempel pada bibirnya.

"Bahkan tidak perlu berteriak, wajahmu sudah menunjukkan rasa terkejutmu Tetsuya." Akashi menarik jarinya menjauh.

Kuroko tidak bergeming dari posisinya beberapa detik. Entah dia harus senang atau takut karena orang yang— harus diakuinya—ia rindukan namun juga tidak ingin ia temui ada di hadapannya.

Kelopaknya berkedip ragu."A-Akashi-kun ?"Akhirnya sebuah pertanyaan kepastian yang terlontar.

"Ya, aku Akashi-kun." Jawab Akashi masih dengan smirk andalannya.

Kuroko menggosok matanya tidak percaya. Masa, sih. Jangan-jangan ia hanya bermimpi. Sebegitu rindukah ia sampai memimpikan mantan kekasihnya ada di hadapannya sedekat ini. Tapi kok sepertinya ini real. Kuroko memicingkan matanya skeptis. Alih-alih menyadarkan diri,tangan kanannya menampar pipi. Akashi terkejut,Kuroko mengaduh sakit.

"Apa yang kau lakukan Tetsuya?" Akashi mendadak khawatir.

Kuroko masih mengaduh sakit, menggosok pipi kanan yang terkena tamparan sendiri. "Ini bukan mimpi," Ia menatap Akashi tajam "K-kau benar Akashi-kun?"

Karbon dioksida dihembus keluar dari mulut. "Kau sudah lupa pada mantan kekasihmu Tetsuya, tega sekali." Kuroko memalingkan wajah sebal "Akashi-kun jangan bilang begitu." Kau membuatku galau saja,lanjutnya membatin.

Kuroko mengamati sekitarnya. Satu buah tempat tidur berukuran queen size, meja kecil beralas kaca di depannya, sebuah nakas kecil di sebelah tempat tidur. Lampu kecil di samping tempat tidur, sebuah lemari kayu yang tidak berisi apa-apa dan tidak jauh dari tempatnya sekarang ada sebuah pintu. Ini jelas bukan apartemennya.

"Lalu kenapa kita di sini? Bukannya aku tadi …sedang ada di bar dengan Kagami-kun?"

"Tujuh jam tiga puluh lima menit dua puluh satu detik yang lalu."

"Hah?"

"Tujuh jam tiga puluh lima menit dua puluh satu detik yang lalu kau ada di bar Tetsuya. Sekarang kita di hotel."

Kuroko Terhenyak "Ja-jadi.. selama tujuh jam Aka—"

"Aku memperhatikanmu" sambung Akashi santai. Tidak tahu kah ia bahwa bocah biru muda di depannya sudah merasa sakit jantungnya kambuh mendelik horror,reflek menyilangkan kedua lengannya di depan dada."Fetishmu belum hilang juga ya, Akashi-kun?"

Kaki kanan gantian memangku kaki kiri "Aku yakin Tetsuya tahu hobbi yang paling aku sukai."

"Lalu kenapa kita di hotel— maksudku, kenapa kau menolongku—tidak, kenapa Akashi-kun tidak membawaku pulang saja. Apa Akashi-kun sudah lupa apartemenku ?"—Akashi masih mengamati. Oh, betapa ia merindukan mantannya yang selalu banyak bicara kalau di depannya.— "Hah, jangan-jangan Akashi-kun ingin…" Kuroko cepat-cepat merapatkan pakaiannya. Memasang wajah setengah melotot pada Akashi. Meskipun, yang di lihat oleh Akashi tetaplah wajah datar miliknya.

Akashi mencondongkan badanya ke depan, memenjarakan manik azure ke dalam lautanrubu dan emas milikya, ia menjawab santai—diangkatnya jari telunjuknya di depan Kuroko "Yang pertama,hanya aku yang ada di dekatmu saat itu. Tidak mungkin Taiga kubiarkan membopongmu pulang ke rumah—aku tidak suka kau dekat-dekat dengannya Tetsuya." Bibir mungil bocah biru mengerucut lucu. Merasa Akashi tetap posesif padanya meski sudah jadi mantan. Jari tengah ikut diangkat "Yang kedua, aku tidak mungkin lupa apartemenmu, tapi aku tidak terbiasa masuk rumah milik mantan kekasihku." Mendadak Kuroko menjadi patung. Ada sesuatu yang menohok ulu hatinya sekarang dan rasanya perih. Ya, ia sungguh tahu apa penyebabnya. "Dan yang ketiga—jari manis bergabung dengan kedua jari yang lain— aku tidak akan menyentuh sesuatu yang sudah tidak menjadi milikku, jadi Tetsuya jangan berfikir aneh-aneh." Sepertinya Akashi ingin membalas dendam pada Kuroko dengan ucapan sarkasnya. Kuroko merasa sudah melempar bumerang sekarang.

"Tapi, kalau Tetsuya mau menjadi kekasihku sekarang,tidak masalah. Aku bisa mengantar Tetsuya sampai kamar."

Kuroko terhenyak. Lalu menatap datar Akashi tanpa minat sama sekali. Sementara Akashi makin menyunggingkan senyum mencurigakan.

"Tidak, Terima kasih Akashi-kun."

Kuroko beranjak berdiri dan memunguti coat dan sepatunya,tidak ingin berlama-lama di ruang sempit bersama masa lalu. Semakin cepat ia pergi semakin baik. Lagipula, sedang apa Akashi disini? bukankah ia seharusnya masih di Amerika? Apa pekerjaannya di Amerika sudah selesai? tapi kenapa ia ada di Tokyo bukankah seharusnya ia ke Kyoto dulu?

"Kalau kau bertanya kenapa aku ada di Tokyo. Jawabannya adalah aku punya urusan yang sangat penting."

Terkutuklah keahlian Akashi-kun yang bisa membaca pikiran orang.

"Jangan ge-er Akashi-kun. Aku tidak bertanya sedang apa kau di Tokyo,aku rasa itu bukan urusanku sama sekali." Oh, Kuroko mulai terkena sindrom tsundere pada mantan sendiri.

"Oh, benarkah? tapi kau terlihat sangat terkejut saat melihatku tadi,bukan?"

"Aku hanya kaget saja Akashi-kun bisa ada di di sini,Itu saja."

"Kau tidak merindukanku, Tetsuya?"

Perjalananan kecil ke arah pintu keluar terhenti,langkahnyamendadak begitu terasa berat. Kuroko menarik nafas panjang. Kuroko tidak pernah menyadari perasaan macam apa yang sedang dirasakannya sekarang, yang ia tahu adalah ia memang manusia paling naïf di dunia. "…Aku tidak merindukan masa lalu Akashi-kun. Selamat malam."

"Ah, Tetsuya. Ada taksi yang menunggumu di bawah. Berhati-hatilah ini masih jam lima pagi." Akashi mungkin memang manusia paling tidak tahu diri yang pernah Kuroko kenal.

"… Terima kasih, Akashi-kun. Maaf jadi merepotkanmu."

Pintu coklat berukir rumit itu tertutup meninggalkan sang pemuda merah yang masih setia duduk menopak dagu mengamati kepergian sang mantan kekasih. Ia menyeringai lebar.

"Semoga kau tidak menyesal Tetsuya." Ujarnya pelan tanpa tahu di balik pintu kamar itu sosok sang baby blue sedang mengusap tetesan dari kelopak indahnya.

.


.

Mau Dilanjutkan?


A/N : Hai, ketemu lagi dengan saya Kali ini saya bawa cerita baru, sayangnya ini multichapter/haha~. Silakan Review, fav,dan follow bila berkenan. Apakah saya harus melanjutkan fict absurd ini? Semoga para reader bisa memberi jawaban.

Wanna Review?