Jaman dahulu kala… Ketika vampire masih menguasai dunia, terdapat tiga ras yang menempati dunia ini. Ras vampir, hunter, dan manusia biasa.

Dahulu, ras yang paling kuat adalah ras vampir, tepatnya vampir darah murni. Pemimpin dari segala vampir, yang terkuat, dan paling abadi dari segala vampir. Tapi seiring waktu berjalan… Para vampir mulai berbaur dengan manusia, melanjutkan keturunan mereka dengan manusia. Sehingga, ras vampir darah murni mulai menghilang satu persatu menjadi vampire berdarah campuran, bahkan ada yang kehilangan kekuatan vampirnya dan menjadi manusia biasa.

Tapi… Hunter tetap eksis di dunia, memburu vampir yang membahayakan manusia, vampir darah lumpur atau manusia yang diubah menjadi vampir oleh para ras darah murni tidak bertanggung jawab, membiarkan mereka menderita hingga tidak bisa mengontrol diri sendiri dan mencelakakan manusia.

Hunter akan terus berevolusi. Tidak peduli jaman karena mereka tahu, walau vampir darah murni sudah hampir habis… Tentunya masih ada beberapa yang bertahan… Hingga saat ini…

Yunouna Kyuketsuki no Sedai

Kuroko no Basuke by Tadatoshi Fujimaki

Rate: T

Warning: AU, Vampire! KiseDai,Fem!Kuroko, maybe a little blood scene, OOC tapi diusahakan se-IC mungkin, SMA Teiko.

Enjoy-ssu!

.

Chapter 1: Welcome to The Vampire Underground World

.

'Tap tap tap'

Terdengar suara sepatu bersentuhan dengan lantai koridor yang sepi itu. Seorang siswa menggunakan kemeja biru muda, dasi biru tua, yang dibalut dengan blazer putih dan celana panjang hitam serta sepatu pantopel berjalan menyusuri koridor itu. Rambut merahnya bergoyang seiring gerakan badannya, mata dwi warna itu sibuk memandang koridor dengan liar dibalik kacamata berlensa minusnya. Ya, dia adalah Akashi Seijuurou. Siswa kelas dua, Sang Ketua OSIS SMA Teikou, kapten tim basket Teikou, atlet shogi berbakat, dan—

'Srek!'

Suara mencurigakan tertangkap oleh telinga tajam si surai merah. Matanya langsung menerawang kearah koridor gelap di sebelah kirinya. Ia melangkahkan kakinya ke arah suara mencurigakan itu berasal, melupakan tujuan utamanya ke ruang OSIS.

Samar-samar dari koridor gelap tersebut, ia melihat siluet beberapa—tidak. Akashi sedikit terkejut mengenai penemuannya hari ini—

Sekelompok pemuda dengan mata merah menyala

-Untuk yang kesekian kalinya hari ini.

'Lagi-lagi,' batinnya jengkel.

"Kau! Kau harus bertanggung jawab tentang apa yang terjadi pada kami!" raung salah satu dari mereka, yang hanya direspon dengan pandangan bosan oleh Akashi.

"Kenapa harus aku yang bertanggung jawab? Bisa minta pada orang yang membuat kalian seperti ini kan?"

Akashi bosan berkata ini terus menerus. Tapi bagaimana lagi? Orang-orang ini sangat bebal membuatnya ingin menghancurkan tengkorak mereka. Antara tidak punya otak atau memang sengaja mencari masalah dengannya. Sedungu itukah mereka, sampai tidak bisa mengenali siapa sebenarnya yang mengubah hidup mereka jadi jungkir balik seperti ini?

Setahu Akashi, seharusnya mereka mengenali karena pasti ada secuil fragmen yang tertinggal di tubuh korban ketika taring makhluk predator itu tertancap di kulit yang melindungi berpuluh-puluh cabang pembuluh darah itu.

"Tapi kaulah pemimpin mereka! Kau yang harus bertanggung jawab!"

"Pemimpin bukanlah orang yang bertanggung jawab untuk masalah pribadi."

"Cih! Kau manusia brengsek!"

Kesal karena tidak direspon seperti yang mereka harapkan, sekelompok pemuda itu mulai menerjang Akashi berbarengan. Akashi sebagai pihak yang diserang hanya diam tidak bergeming, memandang mereka dengan tatapan kosong.

Tangan berkuku tajam terarah, dapat dihindari dengan mudah.

Salah seorang membawa pisau—

Dan lagi-lagi meleset, malah mengenai kawanan mereka sendiri yang kebetulan berdiri di belakang Akashi dengan niatan menyergap.

Akashi dapat menghindari serangan mereka semudah berjalan. Ia hanya perlu menghindar. Sesekali merendahkan tubuhnya. Dan menggunakan tinju untuk mencabut kepala-kepala tak berotak itu dari tubuh kurus dan mengenaskan—menurut Akashi, tersebut.

Makin kesal karena aksi awal mereka yang bertujuan untuk menyerang Akashi berbalik fakta menjadi kanibalisme terhadap kawanan sesama, salah seorang dari mereka, yang bertubuh paling besar nekat untuk mengacungkan pedang ke tubuh Akashi—mengarah ke dada sebelah kiri.

Namun tampaknya ia melupakan fakta bahwa yang didepannya ini adalah Akashi Seijuurou. Predator yang tidak akan bisa kau kalahkan dengan strategi picisan atau modal nekat.

Akashi mengangkat alisnya.

"Dasar kolot," gumamnya sebari menggerakkan tangan kanannya untuk posisikan di depan dada. Telapak tangan yang terbuka seakan-akan tengah menyedot energi-energi alam yang berada di sekitar pemuda itu dan mengumpulkannya sebagai sebuah siluet yang lonjong dan tajam.

CRASH!

"Karena kalian tidak bisa diajak berbicara dengan bahasa manusia, ada baiknya jika kalian diberi pelajaran seperti binatang."

Darah bercipratan di sekitar koridor begitu Akashi bergerak. Memenggal kepala mereka dengan pedang bermata ruby yang menjadi buah dari partikel-partikel alam yang ia kumpulkan.

Ia pun berjalan menuju ketiga mayat tanpa kepala itu, dan berdiri di atas genangan darah mereka.

"Kalian bodoh menantangku secara terang-terangan. Keluarga Akashi memang pemimpin vampir di dunia ini. Tapi, tidak semua—"

Ia mengambil kepala yang sudah terputus dari tubuhnya itu dan menjambak rambutnya,

"Dan tentunya, vampir tak bertanggung jawab yang melakukan ini kepada kalian bukanlah aliansi keluarga Akashi."

Berbicara seolah-olah kepala tak bernyawa itu bisa mendengarnya, "Mereka vampire sok yang memberotak, para darah pengkhianat. Camkan itu, darah lumpur bodoh."

Akashi melempar kepala itu dengan kasar. Ia pun membuat ilusi untuk menyembunyikan pemandangan mengerikan dimana darah bercipratan dan mayat-mayat tanpa kepala berserakan. Setelah itu, ia berbalik badan dan melanjutkan perjalanannya.

Selain Ketua OSIS dan Kapten Tim Basket Teiko, Akashi Seijuurou adalah keturunan vampir darah murni dari klan Akashi.

-x-

Di sebuah ruang kelas yang terletak di pojok koridor utama lantai tiga gedung bertingkat itu, terlihat beberapa remaja yang tengah bergelut dengan aktivitas masing-masing. Keenamnya seakan-akan tidak mengenal satu sama lain—lebih memilih untuk terlarut secara individual, menyebabkan aura mencekam yang sejak tadi menyelimuti mereka tidak mendapati perubahan.

"Akashi-kun lama sekali ya dari toilet," gumam gadis berambut biru muda panjang kepada teman pirangnya.

"Mungkin ia mampir ke ruang klub shogi untuk mengambil sesuatu, Kurokocchi."

Gadis yang dipanggil Kurokocchi itu hanya menghela napas dan mengerlingkan iris biru langitnya perihal omongannya tadi tidak dibalas serius oleh Kise, teman pirangnya yang tengah membaca sebuah majalah fashion.

"Atau dia dicegat oleh beberapa orang yang minta pertanggung jawaban, Ryouta." Sebuah suara mengagetkan dua orang yang sedang berbincang itu.

"Akashi-kun lagi-lagi dicari oleh para darah lumpur itu? Sudah yang keberapa kali hari ini?" Sang gadis berambut biru muda panjang mendekati sang surai merah yang berdiri di depan pintu.

"Ya Tetsura, mereka sungguh menyebalkan tidak hentinya menggangguku. Entahlah tidak kuhitung, tak penting."

Melihat sikap tidak peduli dari yang ditanya, Kuroko Tetsura dan Kise Ryouta hanya menghela nafas dan kembali dengan aktivitas masing-masing.

"Kau apakan mereka, Akashi?" Kini giliran seorang pemuda bertubuh tinggi dan memiliki kulit tan yang bertanya.

Akashi menatap yang bertanya dengan tatapan sedikit menghina. "Kau bertanya lagi, Daiki? Tentu saja menghabisi mereka, karena mereka menentangku."

"Tch, harusnya kau panggil aku tadi. Tanganku sedang gatal ingin menghabisi mereka."

"Diamlah Daiki. Mereka muncul tiba-tiba dan aku malas memanggil kalian." Aomine Daiki mengerutkan dahinya kesal dengan jawaban Akashi tapi ia hanya diam. Malas berdebat dengan Akashi yang tengah dirundung badmood.

"Kalian ini seenaknya menghabisi orang saja. Terus mayatnya kau apakan, nanodayo?" tanya pemuda berkacamata pada Akashi.

"Seperti biasa, ilusi. Nanti biar Satsuki yang bersihkan."

"Akashi-kun tidak pernah berhenti merepotkanku dan Midorin ya." Si Satsuki ini mengeluh pada Akashi.

"Hm, itu memang tugas kalian kan."

Nada Akashi memang datar, namun bagi mereka yang sudah mengenalnya dari kecil, itu mengandung nada perintah yang sangat implisit. Midorima Shintarou dan Momoi Satsuki tidak berkata apa-apa lagi setelah mendengar titah dari Akashi. Malah, mereka sekarang tengah beranjak dari kursi yang bersembunyi di balik meja dan berjalan menuju pintu keluar.

"Di koridor yang gelap sebelah kiri koridor utama."

Akashi menatap kepergian keduanya dengan senyum puas. Memang tidak salah ia memilih mereka—segelintir dari para predator yang sudah ia kenal sejak kecil untuk bekerja dengannya.

"Akachin kau kejam. Harusnya kau serahkan mereka padaku, agar darahnya bisa kuminum. Aku sedang kehausan." Pemuda bersurai ungu berbadan besar berkata dengan tatapan malas ke arah Akashi.

"Menjijikkan sekali meminum darah mereka. Kau bisa menahan hausmu dengan pil darah itu, Atsushi." Melempar toples ukuran mikro yang ia ambil dari kantong jaket almamater putihnya kepada Murasakibara Atsushi, Akashi berjalan menuju meja guru dan duduk depan tidak sopan di atasnya.

"Mou Akachin aku bosan dengan pil darah. Aku mau yang asli."

"Itu nanti bisa menunggu. Sabarlah. Kalau mau berburu nanti saja, tapi ingat tanggung jawab jangan seperti para predator kolot itu." Murasakibara Atsushi menjilat bibirnya dengan lidahnya, tergiur oleh omongan Akashi.

"Akashi-kun kau seakan-akan menjilat ludah sendiri mengatai mereka predator kolot. Kau sendiri juga salah satu dari predator itu."

"Tapi aku tidak kolot seperti mereka, Tetsura. Itu perbedaan terbesar dari kita dan mereka."

Akashi melakukan peregangan pada lehernya yang dirasa cukup pegal sebelum ia mengatakan maksudnya untuk mengumpulkan keenam rekannya di ruang kelas hari ini.

"Ryota, Daiki, Atsushi. Setelah latihan basket nanti, kalian berkumpulah di tempat biasa. Pukul Sembilan tepat. Ada tugas baru untuk kalian. Dan Tetsura, periksa keadaan Satsuki dan Shintarou. Latihan akan segera dimulai."

Titah Akashi direspon oleh kerutan dahi di wajah sang gadis beriris blue baby.

-x-

Kuroko berjalan menuju koridor tempat kejadian berlangsung sambil menggerutu dalam hati soal Akashi yang seenaknya menyuruh dia mengecek keadaan Midorima dan Momoi.

'Mereka kan bukan bayi, kenapa mesti diawasi yang sebenarnya direncanakan Akashi-kun?' Gerutu Kuroko dibalik wajah datarnya.

Tubuh semampainya yang terbalut seragam Teiko-kemeja biru muda, dasi pita biru tua dengan blazer putih dan rok sepanjang pertengahan paha yang mengekspos kaki jenjangnya-tiba di tempat Midorima dan Momoi. Dan ia sedikit terkejut dengan pemandangan di depan matanya.

Dalam perkiraannya, hanya sekitar tiga orang yang menyerang Akashi. Tapi ternyata, ada sekitar sepuluh mayat tanpa kepala di depannya.

'Ini gila. Ini bukan pemberontakan biasa,' batin Kuroko sambil mendekati mayat-mayat itu. Ia mengamati wajah mereka dan sebuah tanda asing di tubuh mereka. Dengan sedikit jijik, ia membalikkan tubuh mayat-mayat itu dan menyibak pakaian mereka, untuk menemukan sebuah tanda tidak asing yang nyaris tidak terlihat di punggung bawah bagian kiri mereka.

'Tidak salah lagi. Mereka ini kan… Pantas saja Akashi menyuruhku kesini.'

Melihat perubahan raut wajah dari gadis yang sejak tiba di sana tidak membuka mulut untuk berbasa-basi, bahkan untuk sekedar menyapa pun tidak, Momoi Satsuki berinisiatif untuk membuka percakapan.

"Tetsura-chan, kau tau siapa mereka?"

"Ya Momoi-san. Nanti akan kujelaskan, tapi sebaiknya kalian cepat selesaikan ini karena Akashi-kun memulai latihan basket sebentar lagi."

-x-

Pukul sembilan kurang lima belas, Kise, Aomine, dan Murasakibara sudah berkumpul di tempat yang diperintahkan Akashi.

Ketiganya tengah mendudukkan diri mereka di ruang tamu rumah kediaman keluarga Akashi yang sengaja dibuat di Tokyo. Rumah yang merupakan miniatur dari kediaman asli Klan Akashi yang berdomilisi di Kyoto, kota paling mistis di Jepang juga bertindak sebagai rumah kedua mereka semua—jika memang situasi mendesak yang mengharuskan mereka menjadi tamu menginap.

Walau berukuran tidak seluas di Kyoto, namun hal tidak mengurangi nilai estetika dan kemewahan yang terdapat. Guci-guci keramik yang artistik dan memiliki nilai sejarah tinggi pun tidak kalah menghiasi ruang tamu tersebut. Tidak lupa dengan lorong-lorong yang menurut Kise mirip seperti galeri lukisan, dihiasi dengan lukisan dari potret kepala Klan Akashi dari berabad-abad silam. Namun nampaknya belum terdapat lukisan potret dari Akashi Seijuurou sendiri.

Di tambah, kondisi terawat dikarenakan beberapa maid dan bulter terpercaya dari keluaga Akashi—dalam kasus ini mereka jugalah vampir, yang ditempatkan Akashi Masaomi ketika putranya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Tokyo, menambah kesan hidup dari rumah yang lebih cocok disebut sebagai mansion itu.

"Kira-kira, tugas baru apalagi yang akan diberikan Akashi pada kita ya, Kise?"

"Mana aku tau Ahominecchi, Akashicchi kan selalu penuh kejutan-ssu."

"Apapun tugas yang diberi Akachin, akan kujalani. Asal aku bisa berburu."

"Murasakicchi pikirannya makan terus ya, apa tidak bisa sedetik saja tidak memikirkan makanan?" sungut Kise sembari meneguk minuman berwarna merah yang disediakan oleh seorang maid ketika mereka baru beberapa menit menempati ruang tersebut.

"Kise, kau berisik!"

"Mou! Ahominecchi kejam!"

Ketiga vampir itu berbincang-bincang dengan nada yang sedikit saling menyentak, sampai suara Kuroko menggangu mereka.

"Murasakibara-kun sudah tidak sabar ya. Ayo, kalian sudah ditunggu Akashi-kun, Midorima-kun dan Momoi-san."

Mereka berjalan menuju ruang Akashi yang berada di lantai dua. Mereka kembali melewati lorong 'Galeri Lukisan' itu.

Dalam ruangan bernuasa arsitektur yang menggunakan warna merah marun sebagai dominasi, Akashi sudah duduk di belakangan mejanya. Momoi dan Midorima duduk di sofa yang tersedia di ruangan itu. Sedangkan Kuroko berjalan dan berdiri di samping meja Akashi.

"Tentang misi yang akan kuberikan pada kalian, mungkin akan sedikit sulit. Karena menyangkut vampir lain yang merecoki desa di luar negeri." Akashi memulai titahnya pada ketiga vampir di depannya.

"Kalian ingat wanita ini?" Akashi melampirkan sebuah foto yang menggambarkan sesosok wanita cantik dengan rambut pirang bergelombang. "Vampir darah murni tidak bertanggung jawab yang sudah menggigit banyak orang tidak bersalah yang diburu ayahku beberapa tahun silam?" Ketiganya hanya mengangguk.

"Sekarang ia dan pengikutnya kembali merusuh di desa-desa di Bulgaria. Kudengar ia dan para darah lumpur kesayangannya sudah menggigiti seratus orang lebih. Maka dari itu, kuminta kalian bertiga, tangani dia. Jangan takut karena kalian membunuh darah murni. Kelakuan Renata Svarovski tidak pantas disebut sebagai darah murni."

Kise mengeratkan kepalan tangannya begitu mendengar kalimat lanjutan Akashi.

Akashi menoleh ke arah Midorima yang tengah mengaduk-aduk isi tas kecil miliknya, melanjutkan titah. "Shintarou bekali mereka dengan ramuan obat untuk menghilangkan efek agar para warga tidak bersalah itu tidak menjadi darah lumpur." Menoleh kembali ke arah Kise, "Bunuh Renata dengan menancapkan besi di jantungnya. Ingat itu. Ada pertanyaan?"

Kise mengangkat tangannya ragu-ragu.

"Ya?"

"Uhm, ano… Kudengar kalau Madame Renata sudah dikubur dan dikalahkan dulu. Kenapa dia bisa bangkit kembali?"

Keempat remaja yang sejak tadi berdiam diri di ruangan itu saling memandang. Akashi menghela nafas dan menoleh kearah Kuroko.

"Jelaskan, Tetsura."

"Kise-kun. Memang, ayah Akashi-kun sudah mengalahkan Madame Renata dulu. Tapi kesalahan beliau adalah, beliau tidak menusuk jantung Madame Renata dengan sepenuhnya. Setahuku beliau gagal melakukan hal itu karena ia sedang berada dalam posisi terdesak. Sehingga ketika pengikutnya menggali lubang kuburnya dan menyumbangkan darah mereka pada Madame Renata, ia bisa bangkit kembali."

Kise mengangguk tanda mengerti.

"Jadi apa kalian mengerti tugas kalian?"

Ketiga orang itu menggangguk. Akashi tersenyum puas.

"Kalian bisa pergi malam ini. Urusan sekolah serahkan padaku. Usahakan kembali dalam waktu seminggu." Ketiga orang itu langsung membalik badan, berjalan menuju pintu, dan saat itu Akashi melanjutkan perkataannya.

"Dan— jangan sampai berurusan dengan para hunter sok tahu itu karena kita ini bertugas membereskan dan menghapus eksistensi vampir yang tidak pantas untuk disebut sebagai darah murni. Bukan mengkoleksi kesalahan dan mengkoar-koarkannya pada keturunannya tanpa pandang bulu, sehingga keturunan kita yang tidak tahu apa-apa kena imbasnya."

Nada tajam Akashi membuat rahang Aomine mengeras, lalu ia melanjutkan perjalannya bersama Kise dan Murasakibara.

Sepeninggalan mereka, Kuroko langsung bertanya pada Akashi, "Akashi-kun, apa tidak apa-apa tidak membawa serta Midorima-kun atau Momoi-san dengan mereka?"

Akashi hanya tersenyum kecil, tidak langsung menjawab pertanyaan Kuroko.

"Tenang saja Tetsura, Aku yakin mereka bisa mengatasinya. Karena, aku selalu benar—"

-x-

"Tetsura-chan kau jadi kan memberitahuku dan Midorin tentang siapa yang menyerang Akashi tadi sore?"

Kuroko hampir saja lupa kalau Momoi tidak menanyakannya. Akashi yang ada di depan mereka hanya mengangkat alis, tidak berkata apapun menunggu jawaban Kuroko.

"Maaf. Nampaknya konsentrasiku teralihkan dari hal itu, Momoi-san. Akashi-kun bolehkah aku duduk? Kakiku pegal sekali berdiri." Akashi mengangguk pelan lalu Kuroko menghempaskan tubuhnya di samping Momoi.

"Akashi-kun kau pasti tau kalau mereka bukan darah lumpur yang biasa minta pertanggung jawaban. Mereka bukan bodoh tidak tau kalau bukan kau yang bertanggung jawab atas yang terjadi pada mereka. Mereka diperintah. Ada yang menfitnahmu, Akashi-kun."

"Ya, aku tau itu Tetsura."

"Lalu kenapa kau diam saja Akashi-kun?" Kuroko menatap Akashi dan bertanya dengan nada agak menyentak. Momoi bingung mencoba mencerna percakapan kedua temannya ini. Kuroko melanjutkan perkataannya,

"Akashi-kun tau kan mereka itu dari klan Shinamure, klan manusia yang ia ubah seluruhnya menjadi darah lumpur beberapa bulan yang lalu." Akashi mengangguk pelan.

Mendengar kata kunci nama klan yang tidak asing di telinganya, Momoi nampaknya sudah mulai bisa mengikuti alur percakapan ini. "Tunggu—Tetsura-chan. Berarti yang tadi itu— Lalu kenapa mereka menyerang Akashi-kun?"

"Mudah saja Momoi-san. Yang tadi itu hanya sepertiga dari anggota klan mereka. Anggota yang tidak tahu menahu mengenai siapa yang menghancurkan hidup mereka. Yang dimanfaatkan olehnya untuk mengetahui lokasi Akashi-kun. Yang masih bisa ia hasut untuk menyerang Akashi-kun-"

"Kenapa ia menyuruh mereka seperti itu?"

"Karena Hanamiya Makoto membenciku. Ia ingin aku diburu pemburu dengan cara ini." Akashi menjawab pertanyaan Momoi.

"Jika para darah lumpur berkeliaran dan berteriak kalau Akashi-kun yang bertanggung jawab, mereka pasti akan mengincar Akashi-kun, bukan dia. Hanamiya Makoto adalah darah murni yang memberontak dan memaksa ingin melepaskan aliansi dengan keluarga Akashi. Ia memberontak dengan cara seperti sekarang. Entah apa lagi nanti yang akan ia katakan dengan mulut manis menjijikkannya," lanjut Kuroko. Momoi mengangguk tanda mengerti.

"Ah, sebenarnya banyak yang ingin aku tanyakan lagi, namun aku harus pulang sekarang karena aku yakin Ibu akan memarahiku jika aku menyia-nyiakan darah yang sudah ia siapkan untukku di rumah. Sampai jumpa besok."

Momoi bangkit dari sofa beludru merah marun tersebut dan berjalan menuju pintu keluar—

BLAM.

Sekarang, di ruangan itu hanya tersisa Akashi dan Kuroko. Akashi bangkit dari kursinya dan berjalan menuju arah Tetsura yang duduk di sofa.

"Tetsura…"

"Ya, Akashi-kun." Kuroko merespon panggilan Akashi dengan wajah datarnya.

"Kau tahu sekali ya tentang siapa saja yang memusuhiku. Darimana kau tahu itu? Seingatku aku tidak pernah memberitahumu." Kuroko menatap intens Akashi.

"Hm, Akashi-kun jangan meremehkanku. Aku adalah asisten pribadimu, kan?" Akashi tersenyum misterius dan mendudukkan dirinya di sebelah Kuroko. "Lagipula, memang kau pikir aku ngapain saja di perpustakaan bawah tanah selama ini? Bengong memandangi buku-buku yang mulai menguning itu? Tidak Akashi-kun. Aku membaca dan mengingat mereka."

Tidak berniat lagi bertanya hal yang berhubungan dengan perpustakaan dan buku-buku menguning, Akashi mengalihkan pembicaraan.

"Hm, permasalahan ini membuatku lapar. Aku belum makan apapun sejak tadi siang karena diganggu terus oleh orang-orang bodoh itu."

"Ya, terus? Ya makan, Akashi-kun. Jangan-jangan kau jadi ikutan bodoh setelah berkali-kali berhadapan dengan makhluk yang katamu tidak berotak."

Sarkastik, seperti biasa.

Akashi hanya tertawa. Jika ia mengatakan sesuatu secara implisit, mungkin yang ia dapatkan adalah gamparan majas sarkasme dari bibir mungil gadis ini.

"Bukan begitu maksudku, bodoh. Maksudku-boleh kan... Tetsura?" Akashi langsung mendekatkan wajahnya ke wajah Kuroko.

"Hm, terserahmu Akashi-kun. Jangan kebablasan saja."

Mendapat lampu hijau, Akashi tersenyum. Ia menjilat leher Kuroko, dan mendekatkan taringnnya yang kelaparan ke ceruk leher jenjang milik gadis Kuroko itu.

"Ngh—" Kuroko melenguh sedikit karena taring Akashi mulai merobek permukaan kulit lehernya.

"Darahmu sangat lezat Tetsura," gumam Akashi di sela kegiatan 'makan malam'nya. Kuroko tersenyum kecil sambil merapikan rambut panjangnya dan mendongakkan kepalanya, untuk memberi Akashi akses lebih luas.

"Wah, suatu kehormatan bagiku dipuji oleh Yang Mulia Darah Murni. Pastinya anda sangat lapar ya?"

Akashi tidak menghiraukan perkataan Kuroko dan asyik menyesap darah lezat tersebut. Bahkan ada yang mulai menetes, lolos dari taring tajam Akashi dan merebes, mengotori kemeja putih yang dikenakan Tetsura.

"Ohh ... cukup Akashi-kun aku mulai lemas." Kuroko mencubit lengan Akashi yang bertengger di sisi kanan tubuhnya, sisi kiri tubuh Kuroko diambil alih oleh taring Akashi.

Akashi menghentikan kegiatannya dan mendongak kearah Kuroko. Masih dengan bibir yang dikotori darah dibagian ujung, ia kemudian menggigit nadinya pelan hingga mengeluarkan sedikit darah.

Kuroko keheranan dengan tingkah Akashi. "Untuk apa kau lakukan itu, Akashi-kun?"

"Tentunya untuk berterima kasih untuk makan malam lezat darimu, Tetsura."

Akashi langsung menghisap darah dari tangannya sendiri dan mencium bibir Kuroko untuk menyalurkan darahnya pada Kuroko. Kuroko awalnya terkejut dengan sikap tiba-tiba Akashi itu. Namun ia tidak bisa memberontak. Kedua lengan kekar Akashi mengunci tubuhnya yang sudah tersudut di sofa marun tersebut. Ditambah dengan tubuh Akashi yang menghalangi aksesnya dengan ruang kosong yang tersisa. Dengan wajah memerah ia menerima asupan cairan yang mengandung zat besi itu dari Akashi.

"Terima kasih Seijuurou-kun," kata Kuroko sebelum ia merasa kelopak matanya semakin berat, dan tanpa sengaja terlelap karena kelelahan. Walau sudah mendapat 'ucapan terima kasih' dari Akashi, tentunya itu tidak cukup mengembalikan yang dihisap Akashi. Paduka bersurai merah tersebut sangat rakus dalam menyangkut darah Tetsura.

Akashi hanya tersenyum dan mencium kening Kuroko lalu menggendongnya ala pengantin ke kamar yang menjadi tempat peristirahatan pribadi Akashi Seijuurou.

"Sama-sama Tetsura. Itulah gunanya aku di sampingmu—"

Akashi berjalan di tengah kegelapan malam dengan sinar bulan yang menembus medan partikel kaca transparan yang telah didesain sedemikian rupa sebagai salah satu unsur estetika dari rumah kediamannya.

Sebenarnya- Siapa mereka sebenarnya?

Kemampuan yang melebihi standar dari keluarga asal masing-masing, di mana ketujuh remaja itu menjadi buah bibir di setiap pertemuan koalisi antar kepala klan predator penghisap darah yang merupakan titisan neraka.

Di bawah pimpinan calon kepala keluarga Akashi yang selanjutnya—

Mereka dijuluki,

Yunouna Kyuketsuki no Sedai*

.

.

.

T

B

C

.

.

.

Huwa! Akhirnya chapter satu selesai! Sekarang aku akan menjelaskan mereka masing-masing.

Akashi Sejuurou : Vampire darah murni yang terlahir di keluarga Akashi. Mempunyai iris dwiwarna dan kemampuan "Emperor Eye" yaitu kemampuan melihat masa depan. Anak tunggal keluarga Akashi yang keras kepala dan mengklaim dirinya selalu benar. Calon penerus keluarga Akashi. Bisa mengendalikan lima elemen utama di dunia (air, api, tanah, udara, ruang dan waktu) Tinggi Akashi sama seperti di anime.

Kuroko Tetsura: Gadis berambutblue babypanjang yang merupakan vampire darah murni juga. Bernama asli Tsurara tapi ia ingin identitasnya dirahasiakan dan menyamar menjadi Kuroko Tetsura. Mempunyai kemampuan analisis yang tidak diragukan dan karena kegemarannya membaca pengetahuannya luas tentang vampire. Bisa mengendalikan alam disekitarnya dan memiliki hawa keberadaan yang tipis. Tinggi Tetsura kurang lebih 160 cm.

Kise Ryota: Pria bertubuh tinggi dengan rambut pirang, bermata emas dan memiliki pekerjaan sampingan sebagai model karena wajahnya yang tampan. Memiliki kemampuan meniru teknik seseorang dengan sempurna sehingga ia bisa menguasai beberapa teknik hunter dan vampire. Ia adalah keturunan keluarga vampire darah murni tapi karena ayahnya menikah dengan vampire darah campuran. Kise tidak mewarisi darah murni. Vampire paling cerewet.

Aomine Daiki: Pria berkulit tan dengan tatapan mata tajam, rambut dan irisdark blue. Mempunyai fisik yang kuat dan gila pertarungan. Ia akan semangat membunuh para vampire darah lumpur karena mereka sudah menghancurkan kehidupan menyukai para hunter karena suatu alasan. Aomine merupakan vampire hasil pernikahan dari vampire darah murni dan manusia biasa. Selain memiliki fisik yang kuat ia bisa mengendalikan es. Agak sensi dengan sifat cerewet Kise.

Murasakibara Atsushi: Pria bertubuh raksasa seperti anak titan ini bersurai dan beriris ungu. Sangat suka makan snack dan berburu. Ia mau menerima misi dari Akashi dengan iming-iming 'berburu'. Karena fisiknya yang besar membuatnya bisa mengalahkan darah lumpur dengan mudah. Dengan memecahkan kepala mereka. Ia dulu merupakan anak manusia yang diubah menjadi vampire oleh ayah Akashi karena sedang sekarat dan ibu Murasakibara meminta tolong Ayah Akashi mengubahnya, dan merawat Murasakibara. Ia sangat patuh pada Akashi dan kadang suka merengek layaknya anak kecil.

Midorima Shintarou: Pria berkacamata dan memiliki rambut dan iris berwarna hijau ini seorang tsundere akut dengan ciri khas di akhir omongan suffixnanodayo. Sangat percaya dengan ramalan. Ia terlahir di keluarga vampire darah murni yang ahli medis sehingga kadang ia terlihat sebagai 'dokter pribadi Akashi'. Ia ahli menggunakan senapan karenashoot-nya selalu tepat sasaran dan mudah melumpuhkan musuh karena tau titik-titik vitalnya.

Momoi Satsuki: Gadis vampire berambut pink dan beriris merah memiliki kemampuan aneh, bisa mengendalikan orang sesuka hatinya. Kepribadiannya ceria dan dekat dengan Kuroko. Ia suka disuruh bekerja dengan Midorima dalam hal 'membereskan kekacauan'. Selain mengendalikan orang, ia juga bisa mengendalikan api. Ia dan Tetsura suka bekerja sama dalam membahas strategi.

*generasi vampire berbakat

Ditunggu reviewnya ya :3 untuk yang bersedia baca~ Makasi banyak :3

-shizuo miyuki-