.
Consolidation
Sterben
.
"Tugas untukmu, V." Vernon meletakkan map berwarna hijau di dapan temannya yang sedang sibuk memainkan pisau lipat di tangannya.
"Aku tak menangani kasus murahan." Yang dipanggil V menghembuskan asap rokoknya dengan sombong dan tak memperdulikan Vernon sama sekali.
"Ini tidak." Vernon menarik kursi dan duduk, "Kau akan suka."
V menghisap rokoknya dalam-dalam kemudian menghembuskan asapnya perlahan. Mencoba meresapi setiap partikel kecil asap yang masuk ke dalam paru-paru.
V tak bereaksi apapun. Vernon memakluminya, dia menarik map itu dan membukanya, "Kau tau JJ Group?"
Tubuh V menegang, dia menghentikan hisapannya dan mematikan rokok, namun ia tetap duduk membelakangi Vernon.
Melihat reaksi V yang agaknya sedikit tertarik membuat Vernon tersenyum tipis, "JJ Group adalah perusahaan yang menggusur Panti Asuhan tempat kau dibesarkan demi membangun gedung apartemen. Aku hanya mengingatkan, jika kau lupa."
Rahang V mengeras. Tentu saja dia tahu perusahaan itu mana mungkin dia melupakannya.
"Sekarang kau memiliki kesempatan V," Vernon menyodorkan map tersebut ke hadapan V dengan posisi terbuka, "Kau bisa balas dendam, dan tentu saja selain itu kau akan mendapatkan bayaran yang tinggi. Mengingat klien kita satu ini adalah musuh bebuyutan JJ Group."
V masih tak bergeming dari posisi. Vernon terkekeh kecil, dia berdiri dari duduknya dan beranjak pergi dari ruangan yang dipenuhi aroma rokok tersebut. Sebelum benar-benar pergi, Vernon mengucapkan sesuatu yang membuat V kembali memikirkan tugas kali ini.
"Ini kesempatanmu, assassin."
.
Consolidation
Sterben
.
V menatap rumah megah yang disinari oleh cahaya bulan purnama itu beberapa saat. Cahaya Bulan diawal September tampaknya cukup terang hingga membuat V terpukau.
Tak butuh waktu lama bagi V untuk sampai ke halaman rumah mewah tersebut. V berhasil memanjat pagar tinggi tanpa menimbulkan suara sekecil apapun.
Di bawah kakinya ada beberapa penjaga yang sudah bersimbah darah. V mengedipkan matanya pelan ketika melihat seorang penjaga yang masih berusaha untuk bangkit dan menyerangnya. V menghela napas malas.
V menghampiri penjaga tersebut. Dia menilai penampilan penjaga yang sudah hancur dengan tatapan menghina. Rahang si penjaga patah, bibirnya pecah, tulang rusuk menusuk paru-parunya, dan tulang betisnya patah seperti pensil kayu yang dipatahkan.
"Tak kubiarkan kau menyentuh Tuan Besar dan keluarganya." Setidaknya itulah yang berhasil di tangkap oleh V. Sebab si penjaga itu sulit berbicara karena bibirnya yang pecah.
"Kenapa kau keras kepala sekali, sih?" V menendang kepala si penjaga dengan ujung sepatunya. Dia terus menendang hingga kepala si penjaga mengeluarkan darah.
"Oops. Kupikir tendanganku terlalu kuat. Aku bukan pemain bolah padahal."
"Biadab!"
"Kau masih bisa mengumpat? Hebat."
Setelah itu V hanya menatap si penjaga yang menghembuskan nafas terakhirnya dalam diam.
Setelah beberapa saat, dia kembali melanjutkan perjalanannya yang tadi sempat terganggu oleh sekelompok penjaga. V tetap santai saat dia membobol pintu masuk, dan lagi dia melakukannya tanpa suara. Sekarang sudah jam dua dini hari, jadi walaupun ada suara dia tidak akan ketahuan. Lagi pula dia sudah menghabisi seluruh penjaga.
Lelaki itu melangkahkan kakinya di dalam mansion megah tersebut, menerka-nerka di mana buruannya sembunyi. Sesekali dia mengedarkan pandangannya untuk mengagumi isi mansion yang ia masuki.
Jantung V berdetak kencang, tentu saja. Ada sensasi asing yang menyenangkan yang merambat hingga tulang belakangnya setiap kali dia melakukan tugasnya.
V bahkan tidak mengingat berapa banyak nyawa yang melayang di tangannya. Tapi rasa itu tetap ada dan terasa sama.
Maka, V hanya tersenyum kecil menikmati perasaan yang mengelilinya sambil mencari-cari targetnya.
Langkahnya terhenti ketika melewati sebuah pintu yang terletak di lantai dua. V dapat merasakan ketakutan, kecemasan, serta kepanikan dari balik pintu tersebut. Insting pembunuhnya tak pernah salah. Dia sudah terlatih.
V menarik sudut bibirnya dan membuka pintu itu dengan sangat pelan sehingga tak menimbulkan suara.
Ketika pintu itu terbuka, V dapat melihat dengan jelas. Sepasang suami istri di atas tempat tidur sedang duduk.
Si suami menenangkan sang istri yang menangis tanpa suara.
V tersenyum lebar lalu melipat kedua tangannya, "Hai Tuan Jeon. Mengingatku?"
Tuan Jeon menahan amarahnya, dia masih menenangkan istrinya yang ketakutan dibalik punggungnya. Tuan Jeon mengalihkan pandangannya dan menatap sosok pemuda berambut silver di depannya.
Mana mungkin dia lupa. Lelaki yang berdiri didepannya adalah manusia yang sama dengan bocah limabelas tahun lalu yang ia temui di panti asuhan pinggir kota.
Limabelas tahun berlalu, dan banyak yang berubah. Mulai dari postur tubuh, perawakan, warna rambut dan tindik yang ada di telinga kiri dan kanan lelaki itu. Bukti yang tersisa bahwa lelaki yang berdiri didepannya ini adalah manusia yang sama dengan bocah yang ia temui bertahun-tahun lalu itu hanyalah sepasang mata berwarna Sienna.
Tuan Jeon ingat betul. Dulu mata berwarna Sienna itu memancarkan kebahagiaan, harapan, dan seluruh kebaikan dunia. Tapi kini yang Tuan Jeon lihat hanyalah kebencian yang dalam tanpa dasar.
"Oh, selamat malam Nyonya Jeon." V membungkukkan tubuhnya memberikan penghormatan khusus bagi Nyonya Jeon. V melakukannya bukan untuk benar-benar penghormatan. Ia melakukannya untuk meledek, tentu saja.
"Bagaimana kabar kalian?" V mengeluarkan Heckler & Koch Mark 23 dari balik sabuk kanannya dan berjalan mendekati pasangan tersebut, "Ini seperti nostalgia," ujar V sambil sambil menarik slide pistolnya.
"Ah ini.." V menggaruk-garuk kepalanya, "Kuperkenalkan pada kalian, kekasihku. Aku bertemu dengannya di Jerman saat sedang mengunjungi pasar gelap di sana."
V mengarahkan pistolnya kearah kepala Tuan Jeon, "Sterben bilang ingin menyapa kalian berdua. Lucu sekali."
"Apa yang kau inginkan?" desis Tuan Jeon saat muncung kekasih V menyentuh kepalanya. Pelukan istrinya semakin menguat, membuat Tuan Jeon ikut panik.
"Keinginanku?" Tanya V dengan ekspresi bingung yang lucu, ia menurunkan pistolnya dan mengertukan alis seolah-olah kebingungan, "Tidak ada. Aku hanya ditugaskan membunuh kalian berdua malam ini."
"Jadi.. siapa yang mau menemui Park Seonsaeng lebih dahulu? Tuan Jeon atau istrinya?"
V kembali mendongkan pistolnya, kali ini kearah Nyonya Jeon yang sontak membuat wanita paruh baya itu teriak tertahan dalam pelukan suaminya.
"Ssshh.." V meletakkan jari telunjukknya yang panjang di depan bibirnya, "Kudengar kalian punya bocah di rumah ini. Tentu kalian tidak ingin membangunkannya dan membutanya melihat adegan di mana sterben mengecup isi dalam kepala kalian berdua, kan?"
Tuan Jeon menarik pengusaha sukses membuat Tuan Jeon memiliki banyak musuh yang menginginkan dirinya hancur dan mati. Tentu ia tahu hari ini akan tiba, dia bahkan telah menyiapkan segala hal jauh-jauh hari agar anaknya tetap bisa hidup walaupun dia dan istrinya mati. Yang diluar perkiraan Tuan Jeon adalah siapa yang akan membunuhnya.
Tuan Jeon Pikir dia akan mati ditangan seorang assassin yang tidak dikenalnya. Tapi yang didapatkannya adalah V diujung penghidupannya.
"Jadi siapa yang lebih dulu? Cepatlah. Sekarang sudah pukul tiga."
"Kau hanya membawa satu kekasihmu?" Tanya Tuan Jeon tenang.
V terkekeh, "Aku adalah orang yang setia. Aku hanya mau pada Sterben."
"Di laci nomor tiga dari bawah ada Berretta 92. Gunakan dia bersama kekasihmu dan antar kami berdua secara bersamaan untuk bertemu Park Seonsaeng." Tuan Jeon menunjuk meja rias yang terletak di dekat jendela dengan dagunya karena kedua tangannya masih sibuk menenangkan istrinya.
V mengangkat bahunya tidak peduli dan berjalan menuju meja rias.
Selagi V mencari Berreta, Tuan Jeon menenangkan istrinya yang menangis sesegukan.
"Anakku.. Bagaimana dengan anakku.." isak nyonya Jeon. Dia sudah siap mati, tentu saja. Dia bahkan sudah siap sejak duabelas tahun yang lalu ketika Tuan Jeon melamarnya. Dia tahu bahwa suaminya memiliki banyak musuh, maka dari itu dia harus siap mati kapanpun. Yang Nyonya Jeon takutkan adalah, bagaimana anaknya nanti tanpa orangtua yang menjaganya.
"Tenanglah," Tuan Jeon mengusap punggung istrinya, "Besok pagi pengacara Go akan mengurus semuanya. Dia akan mengambil hak asuh anak kita dan merawatnya. Disaat umurnya cukup dan dinilai mampu, perusahaan akan sepenuhnya milik anak kita. Kau tidak perlu khawatir. Mari kita percayakan semuanya pada malaikat kecil kita."
"Well well, pidato yang bagus Tuan Jeon." V menarik slide Beretta yang ada di tangan kirinya lalu dia mengambil Sterben yang ia simpan di sabuk kirinya.
V menodongkan Sterben dan Berreta kearah pasangan suami istri tersebut, "Selamat tinggal. Kalian berdua."
.
Consolidation
Sterben
.
V mengelap mukanya yang basah dengan lengannya. Menolak mengelap dengan tisu yang jelas-jelas tersedia di depannya dengan alasan tidak mau meninggalkan jejak apapun. Pekerjaannya harus bersih dan steril dari jejak.
V kembali menggunakan sarung tangannya, dia berjalan menuju dapur dan membuka kulkas. Membunuh banyak orang dalam kurun waktu beberapa jam saja membuatnya haus. V membuka kulkas dan mengambil sekaleng soda lalu meneguknya tanpa menempelkan bibir.
V meletakkan kaleng soda itu ke meja dengan kasar hingga menimbulkan suara kemudian meneguknya sampai habis. Lalu V memasukkan kaleng tersebut kedalam tong sampah. Seolah-olah bukan dia yang meminum soda tersebut.
Saat hendak menuju pintu keluar, sebuah ruangan yang memiliki pintu berwarna Biru membuatnya penasaran. V membiarkan rasa penasaran menguasai dirinya dan membuka pintu tersebut.
Tubuh V membeku ketika mendapati seorang bocah sedang tidur terlelah didalam balutan selimut bergambar Iron Man.
Awalnya V ragu namun dia menguatkan dirinya untuk menghampiri bocah tersebut dan duduk di siai tempat tidur untuk dapat melihat lebih jelas wajah bocah kecil yang tengah tidur terlelap.
V menjulurkan telunjuknya untuk menyentuh pipi bulat bocah tersebut, ia penasaran seperti apa tekstur dari gumpalan adiposum tersebut.
Yan tengah tertidur merasa terganggu. Kemudian membuka mata, "Hyung siapa?" Tanya si bicah setengah sadar.
V tak bisa menjawab yang dia lakukan hanyalah meltakkan jari telunjuknya di pipi bocah kecil tersebut.
Karena tak mendapat jawaban, si bocah kembali tidur. Tak memikirkan sedikitpun bahwa ada bahaya besar yang sedang duduk di sisi tempat tidurnya.
.
Consolidation
Sterben
.
"Hyung cepatlah! Aku tak mau terlambat lagi! Astaga kenapa kau susah sekali dibangunkan!"
"Berisik bocah!"
"Aku membuatkanmu pancake."
"Thanks."
"Makan di mobil saja. Aku tidak mau terlambat!"
"Aku minum kopi dulu."
"Aku punya kopi kaleng. Asataga ceptalah Hyung! Aku bisa mati stress karenamu."
"Iya bocah. Ini kunci mobilnya. Kau siapkan mobilnya, aku menyusul."
"Janji?"
"Janji."
.
Consolidation
Sterben
.
TBC
Mohon reviewnya, hehe aku nggak gigit kok.
