A/N: My first fic at Death Note fandom.
Be nice please, with sugar on top? xD
Warning: Drabble, OOCness, maybe?
Don't like? I dare you to click the 'back' button :D
Words: 438
-
Death Note © 2003, Tsugumi Ohba & Takeshi Obata
Promise © 2009, Kumiko a.k.a Panda
Un
-
"Aku tidak mau keluar, Mello!" Seorang lelaki yang mengenggam erat PSP itu berteriak saat menyadari lengan bajunya ditarik oleh lelaki blonde yang merupakan sahabatnya tersebut.
"Baiklah Matt, tak perlu berteriak seperti itu. Let's go, Near!" Lelaki blonde yang dipanggil Mello itu kini menarik lengan kemeja lelaki berambut putih pucat dengan kasar.
"I don't want to." Lelaki yang bernama Near itu tak mengalihkan pandangannya sedikitpun dari puzzle di hadapannya. Dan hal ini membuat Mello amat sangat marah. Tak ada satupun orang yang bisa menghalangi keinginan seorang Mihael Keehl, walaupun ia sahabatnya. Atau rivalnya.
Tanpa banyak bicara, ia menyeret kedua lelaki rumahan itu menuju halaman luas Wammy's House.
xxx
"Lebih kencang, Matt!" Mello mengangkat kedua lengannya ke udara sambil menyandarkan tubuhnya ke salah satu bench di bawah pohon. Ia merasa sangat bangga dapat mengeluarkan kedua orang yang amat keras kepala ini.
"Memangnya sejak kapan aku menjadi tukang kipasmu?!" keluh Matt.
"… Aku juga." Onyx menatap jade, merasa dipertemukan oleh nasib.
"That just how Summer it is." seringai Mello.
"Huh, alasan saja kau." gerutu Matt, lalu ia memutarkan bola matanya ke arah langit yang dipenuhi oleh gumpalan awan putih yang terapung-apung. Tiba-tiba retinanya menangkap sesuatu yang menarik.
"Hei, apa kalian lihat awan itu?" Matt menunjuk pada sebuah tiga awan berbentuk pipih yang berdekatan, di antara mereka ada awan tipis yang mengikat satu sama lain. Tampak seperti tiga orang yang diikat oleh benang yang tak terlihat.
"Apa kita… bisa selalu seperti awan itu?" Bukannya menjawab pertanyaan Matt, Near malah balik bertanya. Entah ada kekuatan magis apa pada awan itu sehingga dapat membuat seorang Nate River berkata seperti itu.
"Kita harus bisa." Seolah perhatiannya tersedot oleh ketiga awan itu, Mello tak mengalihkan pandangan menuju Matt maupun Near. "Bagaimana kalau kita membuat janji?"
"What kind of promise?" Sama seperti kedua sahabatnya, Matt balik bertanya tanpa menjawab. Namun setidaknya ia memandang lawan bicaranya, tak seperti Near dan Mello.
"Kita akan selalu bersama. Sampai kapanpun." Near menjawab cepat.
"Aku baru saja mau bilang seperti itu!" geram Mello, ia selalu kesal jika didahului Near. Selalu seperti itu.
"Sampai kita… mati?" Hanya hembusan angin yang berniat menjawab pertanyaan Mail Jeevas. Baik Near ataupun Mello terdiam, sibuk mencari pola kata yang tepat. Siapa yang tahu kalau salah satu diantara mereka akan mati lebih dulu?
"Ya. Sampai kematian menjemput kita bersama…" Near dan Matt sedikit terhenyak, kagum akan pernyataan sahabat mereka ini. Namun sedetik kemudian mereka tersenyum, dan mengulurkan tangan pada Mello.
Lalu mereka berbaring di rerumputan dengan tangan berikatan satu sama lain. Tak ada puzzle, PSP, maupun cokelat. Hanya tangan.
TuBerCulosis
Kalau ada kesalahan pemakaian tenses, tolong beritahu saya!
Sejak smp saya paling nggak pernah ngerti tenses, dan sialnya buku tenses saya hilang T.T
RnR please?
