Cast:
Cho Kyuhyun (F)
Choi Siwon (M)
Pair: WonKyu
Support cast: Leeteuk
Warning: OOC, Typo(s), GS.
Genre: Romance
Rated: T
Don't like? Don't read!
P.O.V Kyuhyun
"Only Hope"
There's a song that's inside of my soul
It's the one that I've tried to write over and over again
I'm awake in the infinite cold
But You sing to me over and over and over again
Lagi-lagi aku terbangun malam-malam untuk yang kesekian kalinya. Mataku membuka, mencari-cari secercah cahaya bantuan untuk melihat jam. Dan lagi-lagi, sang jarum panjang tengah menuju angka 12, menyusul temannya-jarum pendek- yang berada di dekat angka 1.
Perlahan, kusingkap selimut babyblue yang membungkusku layaknya ulat kepompong, saking eratnya, karena musim dingin telah tiba. Tanpa kukenakan jaket, aku keluar, membuka pintu beranda yang otomatis, membiarkan angin masuk ke kamar.
Kutemukan bayangmu di seberang sana.
Kutemukan bayangmu yang masih setia memainkan piano yang kau letakkan di dekat pintu beranda, yang –untungnya- tepat berada di seberang beranda kamarku.
Suara alunan 'Because I Love You' karya dari Yiruma berganti menjadi 'Love Me'. Alisku berkerut, nada dari suara ini, nada yang sering dimainkan oleh oppaku dulu, terdengar sangat menyedihkan dibanding aslinya.
Tapi lagi-lagi aku hanya terdiam, tidak bisa protes, karena permainannya sangat lembut dan penuh perasaan. Bahkan kuakui, improvisasinya sangat indah, meskipun terlihat menyedihkan.
Jadi, kubiarkan diriku diterpa angin malam musim dingin yang bahkan membuat siapa saja lebih memilih untuk bersembunyi di bawah selimutnya dibanding keluar beranda hanya untuk sekedar mendengarkan permainan dari seorang pianis dan penyanyi terkenal, Choi Siwon.
Tapi tidak untukku, setidaknya sebelum aku melihat wajah tersiksanya saat tak sengaja pintu berandanya terbuka ketika ia tengah bermain. Sebelumnya, aku seperti mereka, hanya menjadi penikmat di tempat tidur, menjadikannya lagu ucapan selamat tidur karena ia memang memainnya selalu saat tengah malam.
Dan tanpa sadar, 'Kiss The Rain', menutup permainan pianonya malam ini. Manik coklatku yang sedari tadi terpejam membuka, memandang kamarnya sekilas sebelum akhirnya mengeluarkan sebuah buku catatan kecil dari kantong baju tidur, catatan yang selalu kubawa kemana-mana.
Tuhan...
Bintangku masih menangis di tengah hujan.
Bisakah kau kirim bulan untuk menemaninya?
Bisakah kau kirim bulan untuk menghapus air matanya?
Gila memang, tapi aku merasa bahwa ia kini tengah kesepian. Wajar memang, ia telah ditinggalkan orangtuanya sejak kecil –menurut berita yang kudengar-, dan tinggal seorang diri meskipun sang manajer terkadang menemaninya.
Mungkin itulah yang menyebabkannya selalu tersenyum palsu di depan publik. Hei, aku tentu saja bisa membedakan mana senyum tulus dan mana senyum yang dipaksa.
Memang, aku belum pernah mengenalnya secara langsung meskipun ia tinggal tepat di seberang rumahku karena jadwalnya yang sangat sibuk yang mengharuskannya berangkat pagi dan pulang larut.
Tapi, di semua pemberitaannya baik cetak maupun televisi, belum pernah sekalipun matanya ikut tersenyum ketika bibirnya tersenyum. Yang kutemukan hanyalah kekosongan dan kesepian di sana, di manik mata obsidian hitamnya.
.
.
So I lay my head back down
And I lift my hands
and pray to be only Yours
I pray to be only Yours
I know now you're my only hope
Tuhan...
Bolehkah aku memilikinya?
Bolehkah aku berada di sisinya?
Bisakah aku menghapus kesepian dan kekosongan itu dari matanya?
Izinkan aku, Tuhan...
Kubuka mataku yang terpejam, tersenyum simpul sebelum akhirnya beranjak dari kursi gereja. Tubuhku berhenti, kaku tiba-tiba, mendapat sesosok manusia yang amat kukenal tengah berdiri tepat di depan pintu gereja.
"Oppa!" aku segera berlari, menabrak tubuh lelaki berjas itu. Aku memeluknya erat, memeluk satu-satunya kakakku yang sudah beberapa bulan ini tidak pulang karena pekerjaannya di Jepang yang -amat sangat- menyita waktunya, "Kapan Oppa pulang? Kenapa tidak bilang?"
"Kejutan! Ayo kita jalan-jalan, oppa lusa sudah harus kembali," aku melepas pelukannya ketika mendengar kalimat terakhirnya.
"Kenapa cepat sekali? Bukankah oppa bilang akan seminggu berada disini?"
"Hhhhmm, soal itu...," Leeteuk Oppa menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal, salah satu tanda bahwa ia tengah gugup.
"Jangan bilang kalau Oppa membatalkan rencana kita untuk liburan bersama saat ulang tahunku?" aku menangkap keganjilan dari gerak-geriknya. Dan bibirku maju, melihat muka rasa bersalah di wajah tampannya.
"Kyu, kamu harus ngerti, Oppa ada...,"
"Kyu sudah cukup mengerti. Karena itu dari pada pekerjaan Oppa terbengkalai, Oppa pulang saja sekarang!" aku meninggalkannya termenung di depan pintu gereja setelah 'sedikit' membentaknya. Lagi-lagi pekerjaan, entah sudah yang keberapa kalinya hal seperti ini terjadi.
"Yah! Yah, Kyu!" tidak tanggapi panggilan itu.
Dan berikutnya, kurasakan tubuhku terasa ringan. Leeteuk Oppa mengangkat tubuhku dan mau tak mau aku berpegang pada lehernya. Lelaki itu tertawa senang melihat ekspresi panik dan terkejutku. Dan mau tidak mau, rasa kesal itu menguap sudah melihat tawa mengembang di wajah oppa kesayanganku.
Tanpa kusadari, sepasang manik obsidian hitam mengamati dengan tatapan kerinduan.
.
.
Sing to me the song of the stars
Of Your galaxy dancing and laughing
and laughing again
When it feels like my dreams are so far
Sing to me of the plans that You have for me over again
Kali ini bukan di beranda, aku mendengarkan 'Left My Hearts' dari Yiruma di teras depan rumah. Jarum jam menunjukkan pukul 00.05. Entah mengapa, Leeteuk Oppa sedari tadi belum selesai jalan-jalan bersama salah seorang teman lamanya yang tak sengaja kami temui saat perjalanan pulang dari Lotte World. Dan entah mengapa, 'sang bintang' memulai permainannya lebih cepat malam ini.
Aku mengeratkan jaket yang tengah kupakai ketika angin malam menerpaku, membangunkanku dari alam mimpi yang hampir saja kuarungi. Sudah hampir 30 menit aku di luar, Leeteuk Oppa seharusnya sudah tiba dari 15 menit yang lalu, tapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda keberadaannya.
Kukeluarkan buku catatanku ketika 'Farewell' mulai terdengar menyayat keheningan malam.
Tuhan, Bintang mungkin kini tidak berada di tengah hujan lagi...
Namun aku tahu, hatinya masih tertinggal disana...
Hatinya masih juga belum beranjak...
Tuhan, bisakah Kau secepatnya mengirimkan Bulan untuk mengingatkannya akan hal itu?
Mengingatkannya bahwa masih ada kebahagiaan yang menunggunya...
Masih ada seseorang yang membutuhkan hatinya...
Aku menutup buku itu, memandang ke langit atas, gelap tak berbintang ataupun bulan. Mataku menangkap bayang itu lagi di jendela beranda yang sama dan tanpa sadar, mataku mulai terpejam seiring dengan diakhirinya permainan malam itu dengan 'Passing By'.
.
.
Kurasakan tubuhku ringan, sepertinya ada seseorang yang menggendongku dan merebahkanku ke tempat tidur. Ingin ku buka mata, tapi hangatnya selimut membuatku menyerah dan memilih segera menghangat diri dibaliknya. Dan aku kembali lelap dalam dunia mimpi bersama dengan sebuah kecupan di dahiku.
.
.
I give You my destiny
I'm giving You all of me
I want Your symphony
Singing in all that I am
At the top of my lungs I'm giving it back
"Oppa?" aku mengerutkan keningku ketika kudapati Leeteuk Oppa tengah menata makanan untuk sarapan pagi kali ini.
"Ah, kau sudah bangun? Bagaimana dengan demammu, sudah turun?"
"Hm, hanya sedikit hangat. Mungkin hari ini aku masih bisa untuk pergi ke panti," ya, aku bekerja mengurusi panti sosial milik keluarga dan beberapa instansi sosial yang lain sambil menunggu hari wisuda kelulusanku beberapa minggu lagi.
"Syukurlah, untung dia segera menemukanmu dan menolongmu, jika tidak mungkin kau masih terbaring di tempat tidur sekarang. Maafkan Oppa, ne? Tadi malam Oppa tidak bisa menolak permintaan Heechul untuk menemaninya hingga laurut,"
"Dia?"
"Ah, duduklah, ada yang ingin Oppa bicarakan tapi kita sarapan dulu," seolah tidak mendengar ucapanku, Leeteuk Oppa menarikku untuk duduk dan mau tidak mau aku menurutinya.
.
.
Setelah sarapan, Leeteuk Oppa mencegahku untuk pergi kemana-mana dengan alasan demamku masih belum benar-benar sembuh dan ada hal penting yang harus disampaikan.
"Jadi, apa yang Oppa ingin bicarakan tadi?" kataku setelah menyamankan diri di sofa yang diubah Leeteuk Oppa menjadi tempat tidur dadakan karena keinginanku –yang terpaksa disetujui dengan senang hati- untuk menghabiskan waktu dengan menonton televisi seharian.
Hei, kami berdua jarang sekali bertemu dan mempunyai waktu seperti ini. Jadi, akhirnya aku memaksanya untuk menemaniku menonton televisi karena aku tak mungkin memintanya menemaniku di kamar yang hanya ada buku sebagai hiburan.
Kami berdua jauh berbeda, aku yang lebih tertarik pada sastra dan buku, meskipun aku kuliah mengambil jurusan Bisnis. Sementara ia, lebih tertarik pada dunia luar seperti berkumpul bersama temannya dan berorganisasi. Dan itulah yang mengantarnya menjadi Direktur dari perusahaan keluarga kami.
Orang tua kami, mereka di Perancis, melimpahkan semua kesibukan perusahaan dan memilih mengurus bisnis sampingan keluarga kami. Sebenarnya tidak dapat disebut sampingan karena bisnisnya cukup besar dan tentu saja, menghasilkan omzet yang tidak sedikit. Ya, umma mereka adalah perancang busana dunia yang brandednya sangat digemari orang-orang dan selalu menjadi rebutan, utamanya bagi artis dan orang-orang berkantong tebal.
Oleh karena itu, tak heran jika Leeteuk Oppa hampir semua waktunya tersita. Dan mau tidak mau, aku harus merelakan waktunya yang biasanya banyak diluangkan untukku, berkurang drastis, apalagi semenjak ia pindah ke Jepang untuk mengurusi kantor pusat –yang entah kenapa justru berada di Jepang-.
"Kyu, kamu pindah ke Jepang ya?"
"Mwo?!" aku langsung bangkit begitu mendengar permintaan itu.
"Iya, kamu pindah ke Jepang ya? Oppa membutuhkanmu disana,"
"Tapi kenapa? Bukankah disana sudah banyak orang-orang berpengalaman? Lagipula, bukankah sudah kukatakan bahwa aku akan mencoba dari bawah di perusahaan cabang korea? Dan appa menyetujuinya,"
"Ya, itu rencana awal kita dulu. Appa baru saja menelepon, katanya mereka akan segera pindah ke Jepang dan menetap disana. Umma ingin kita kembali tinggal serumah seperti dulu, sebelum kita menikah dan hidup masing-masing katanya. Selain itu, Oppa masih belum bisa benar-benar lepas darimu, dari adik kecil Oppa yang manis ini," Leeteuk Oppa mengacak rambutku.
"Tidak bisa benar-benar lepas tapi Oppa sendiri tak punya waktu untuk pulang," aku menyindirnya.
"Karena itu, karena Oppa tidak bisa pulang, kamu pindah ke Jepang, ya?"
"Bisnis Umma, bagaimana?"
"Mereka akan mendirikan cabangnya di Jepang. Besok, kau berangkat bersama Oppa ya? Dan minggu depan kita merayakan ulang tahunmu di Jepang sekeluarga, appa sudah menyewakan sebuah resort untuk kita berlibur,"
"Mwo? Jadi appa sudah mengatur semuanya?"
"Iya, karena itu... Kau mau kan, kita kembali seperti dulu, ke Jepang?"
Dan aku hanya bisa memandangi wajah Leeteuk Oppa yang menyiratkan permohonan.
Ke Jepang? Menetap disana, kembali berkumpul dengan keluarga yang selalu mempunyai kesibukan sendiri-sendiri? Siapa yang tidak mau, karena hal itu sendiri sebenarnya adalah keinginanku dulu.
Tapi, jika ke Jepang, bagaimana dengan rumah ini? Bagaimana dengan bintangku, Choi Siwon? Bagaimana dengan keinginanku untuk menghapus kekosongannya? Bagaimana dengan alunan permainan dari kumpulan karya Yiruma yang selalu terdengar menyedihkan di tiap malam?
Apakah aku sanggup meninggalkan itu semua begitu saja?
"Baiklah, tapi...,"
.
.
So I lay my head back down
And I lift my hands and pray
To be only yours
I pray to be only yours
I pray to be only yours
I know now you're my only hope
Tuhan...
Aku tidak akan meminta-Mu agar menjadikannya milikku...
Aku tak akan meminta-Mu agar aku berada di sisinya...
Aku hanya akan meminta agar kau hapus kesepian dan kekosongan dari hidupnya...
Aku tak peduli entah itu bukan olehku atau bukan...
Aku rela asal ia tak lagi tersiksa oleh kesendiriannya...
Setetes air mataku jatuh ketika menyadari bahwa mungkin ini adalah yang terakhir kalinya aku mengunjungi gereja ini karena besok, pagi-pagi aku sudah akan terbang ke Negeri Sakura. Ya, aku menyetujui permintaan Leeteuk Oppa dengan syarat keberangkatannya diundur sehari, aku ingin memberikan salam perpisahan terakhir.
Kubuka mataku perlahan, mataku memandang ke depan, mencoba merekam baik-baik semua yang kulihat sebelum kutinggalkan besok. Tanganku kembali saling menggenggam, melantunkan doa terakhirku kali ini disini...
Tuhan, jaga dan bahagiakanlah ia, buatlah ia tersenyum tulus... Aamiin...
Aku beranjak setelah menghapus bulir air mata terakhir yang turun. Kulangkahkan kakiku keluar dari gereja setelah beberapa kali menyapa dan berpamitan pada beberapa orang yang kukenal disana.
Aku berjalan menyusuri trotoar dan berhenti ketika mataku tertarik pada salah satu toko bunga.
"Selamat datang, ada yang bisa kami bantu?"
"Aku ingin sebuket mawar putih,"
"Baik, silahkan tunggu sebentar,"
Tak sampai 10 menit aku sudah keluar toko dengan sebuah buket mawar putih di tanganku dan sebuah kartu ucapan. Aku melanjutkan langkahku, ketika sampai di depan rumah, bukannya masuk, aku justru menyeberang jalan.
Kubuka pagar besi, maju beberapa langkah, dan aku telah berada tepat di depan pintu coklat itu. Kuletakkan bunga mawar putih itu, kutekan bel, dan balik badan pergi.
Ya, percuma saja menekan bel di jam-jam seperti ini. Tidak ada seorang pun di dalam sana, ini masih pukul 10 pagi.
.
.
Malam ini aku benar-benar lelah dan mengantuk, padahal jam baru menunjukkan pukul 7 malam. Pengepakan barang membuat seluruh tenagaku terkuras. Bahkan demam yang kemarin, sempat meninggi lagi, membuat oppa memaksaku untuk berbaring di sofa karena aku menolak untuk tidur di kamar dengan alasan yang sama, ingin menemani –melihat lebih tepatnya- Leeteuk Oppa berberes.
Kukeluarkan buku catatanku sebelum terbang ke alam mimpi.
Tuhan...
Seperti doaku pagi ini, jagalah ia...
Buat ia bahagia dan tersenyum tulus...
Tuhan...
Tolong kirimkan Bulan untuk menemani Bintang...
.
.
Belum lama aku terlelap, dentingan permainan piano yang amat familiar tertangkap oleh telingaku. Tapi mataku terlalu berat untuk sekedar membuka. Jadi, kunikmati saja alunan nada yang terdengar ceria itu mengantarku ke alam mimpi lagi.
Ya, apakah aku sekarang juga tengah bermimpi? Mendengarkan seorang Choi Siwon bermain 'If I Could See You Again' dalam suasan ceria, tidak diimprovisasi menjadi sedih seperti biasanya.
Tanpa sadar, bibirku tersenyum ketika permainan itu berakhir dan kurasakan sebuah kecupan hinggap di pipiku.
.
.
Hari ini adalah hari ulang tahunku. Setelah beberapa hari yang lalu aku dan Leeteuk Oppa tiba di Jepang, kami langsung disambut Umma dan Appa yang ternyata secara diam-diam sudah tiba disana. Mereka langsung membawa kami ke rumah baru yang akan kami tempati mulai saat ini.
Rumah itu terletak di sebuah pedesaan yang cukup tenang dan asri, tidak terlalu jauh dari kota dan perusahaan. Dan 2 hari menjelang ulangtahunku, kami pergi ke sebuah resort dengan semua kejutan yang telah disiapkan Appa. Dimulai dari dinner, jalan-jalan, shopping, dan semua kegiatan keluarga yang memang jarang sekali kami lakukan seperti ini.
Leeteuk Oppa, Umma, dan Appa memang sengaja meluangkan waktunya dan mencancel semua jadwalnya untuk beberapa hari ke depan agar waktu-waktu yang hilang dulu dapat terbalas liburan kali ini.
Dan malam ini, setelah seharian menghabiskan waktu bersama, aku menikmati langit malam yang bertabur bintang dengan sang bulan yang tengah purnama seorang diri di beranda kamar. Kupejamkan mataku, mencoba menikmati keheningan malam.
Tuhan, sudahkah kau kirimkan Bulan pada Bintang?
Mataku terbuka ketika telingaku menangkap permainan piano yang khas.
"When The Love Falls," aku menggumam begitu mengenali alunan permainan piano ini.
Choi Siwon?
Hatiku membisikkan suatu nama.
.
.
Dan ia ada disana.
Bukan lagi bayangnya yang tengah bermain piano yang biasa kulihat melalui jendela berandanya. Lebih dari itu, aku melihat sosoknya dalam keremangan cahaya bulan tengah bermain piano di tengah-tengah taman di depan resort yang entah kenapa sudah disulap sedemikian rupa.
Aku memperhatikan sekelilingku, lampu-lampu menghias di sepanjang jalan setapak yang berakhir pada sebuah piano putih. Dan, oh, jangan lupa dengan seorang pianis yang kini tengah melantunkan 'Till I Found You'.
Tunggu, tapi dia bukan Choi Siwon, suara permainan mereka berbeda.
Bukankah tadi ia disana, kemana ia?
Aku menengok kesana kemari, mencoba mencari sosok lelaki itu yang tiba-tiba menghilang.
"Kau mencariku, Kyu?" sebuah suara berat tepat dibisikkan di telingaku. Aku terkesiap dan berbalik, menemukannya dalam balutan jas hitam yang membuatnya semakin tampan. Jarak kami berdua hanya terpisahkan oleh sebuket bunga mawar merah.
Eh, bunga mawar merah?
Aku memandangi bunga itu keheranan dan beralih memandang wajah tampan di depanku. "Ini untukmu, sebagai ucapan terima kasihku untuk mawar putih yang kau berikan," ia tersenyum.
Kehangatan itu menjalar tiba-tiba, merasuki seluruh sistem tubuhku. Dan kebahagiaan itu, melambungkanku ke langit yang tertinggi. Tanpa sadar, setetes air mataku jatuh.
Tuhan, terima kasih Kau telah mengabulkan permohonanku...
Aku tersenyum bahagia, mendapati bibirnya tengah tersenyum diiikuti dengan binar senyum di kedua manik obsidian hitamnya.
"Hei, mau kumainkan When The Love Falls?" dan aku semakin menunduk ketika tangan hangat itu menyentuh pipiku untuk menghapus air mataku yang jatuh.
Tuhan, jika ini mimpi, jangan pernah bangunkan aku...
.
.
"Kau tidak ingin bertanya?" jariku berhenti menekan-nekan tuts-tuts piano tanpa aturan.
"Tanya? Hhhmm, mungkin tidak,"
"Kenapa?"
"Karena apapun pertanyaanku dan jawaban yang kau berikan, aku tidak peduli. Bagiku yang penting kau bukan ilusi saja saat ini. Dan yang paling penting, kau sudah kembali seperti dulu, bukan sekedar raga yang kosong," aku jujur.
Aku jujur masih mengharapkannya. Aku jujur masih mencintainya. Aku jujur tidak ingin malam ini berakhir, tidak ingin esok matahari datang dan meniadakan kehadirannya.
Dan aku jujur, aku takut mendengar kejujurannya. Mendengarnya mengucap perpisahan setelah melambungkan hatiku. Mendengar bagaimana ia berterima kasih dan mengatakan bahwa ia kesini untuk mengabarkan berita bahagia bahwa ia berhasil menemukan 'bulan'nya. Mendengarnya menyebut nama 'sang bulan' yang berhasil merebut hatinya.
"Kau yakin?" Siwon tersenyum menggoda.
"Apakah ada hal lain yang harus kuketahui?" Siwon menghentikan gerakan jemariku, menggenggam erat kedua tanganku dan menarik tubuhku untuk menghadapnya.
"Kau tidak ingin tahu mengapa aku disini? Kau tidak ingin tahu mengapa aku membatalkan semua kontrakku selama beberapa hari ke depan untuk kesini? Kau tidak ingin tahu kenapa aku bisa tersenyum seperti ini lagi? Dan yang terakhir, kau tidak tahu bagaimana perasaanku padamu?" ia memandangku lekat-lekat. Dan rasanya, aku benar-benar dibuatnya jatuh cinta lagi kali ini.
Obsidiannya memancarkan kelembutan dan aku terhenyak, mata itu tersenyum. Tanpa sadar, bibir kami sudah saling menyatu. Saling merasakan lembutnya permukaan bibir nafsu, hanya perwujudan bertemunya dua perasaan yang kini saling memenuhi rongga hati masing-masing.
END
A/N : berita baik readers tercinta, sebab akhirnya saya memasukkan adegan kissing dalam FF oneshot Wonkyu... XD (padahal aslinya saya minta bantuan Ariesassy buat nulis adegan akhir itu). Untuk yang ga tau ariesassy itu siapa, dia author dg pen name tsuki hime undefinite yang sampe sekarang hiatus (bwahahaha dibajak ariesassy nih, selanjutnya saya serahkan pada author sesungguhnya, dazzledaisy).
A/N 2 : Baik, saya ucapkan terima kasih pada tsuki hime undefinite atas tempat dan waktu yang telah diberikan #berasa pidato. #CUT
Ah, biar gak terlalu panjang, saya hanya ingin mengucapkan terima kasih untuk yang udah nyempetin review FF saya yang terakhir kemarin, mohon maaf banget alur gak jelas dan banyak typo, mungkin lain waktu akan diperjelas :P
Thanks for: shawon20 maaf, itu typo... maklum, remake, kurang teliti author :P
Ryu memang, saya orangnya sedikit rumit #kata tsuki hime undefinite
FiWonkyu0201 yes! Proses FF baru, #lirik tsuki hime undefinite yang lagi galau salah tempat tapa nyari ide
Anin arlunerz Enjoy this!
Evil kyu apapun untuk Babykyu! :D
Kayla Wonkyu salahkan Kyuhyun yang kelewat manisnya sampe bikin Siwon kayak gitu :D
Sebagai gantinya, ini #nyuguhin teh ##eh
Hope you enjoy it... Review please.. :D
