"Miku-nee.."

"Hng?"

"Matamu mengeluarkan hujan.."

"Oh. Terimakasih..", kata Miku sambil melanjutkan mendengarkan musik.

Mikuo terus memandanginya.

"Apa?", kata Miku yang merasa risih diperhatikan terus menerus.

"Sampai kapan mau seperti ini terus?", tanya Mikuo.

"Entah. Mungkin sampai mati. Dan ini sama sekali bukan urusanmu!", Miku meninggalkan meja makan.

Mikuo menghela nafas. "Selalu saja..."


Painful Stress

Chapter one

Miku x Mikuo (warn : twincest!)

Vocaloid isn't mine

Enjoy reading!


"Sampai kapan kau mau terus-terusan disini?!", tanya Miku.

"Sampai aku selesai mengerjakan ini tentunya..", kata Mikuo cuek sambil meminjam komputer yang ada di kamar Miku.

"Seriously, kau harus meminta komputer baru pada ayah dan ibu..", kata Miku.

"Jangan merepotkan mereka lah..", kata Mikuo mencari alasan.

Kemudian Mikuo melirik pigura di sebelah komputer Miku.

"Kapan ingin membuangnya?", tanya Mikuo.

"Entahlah.. Mau kau simpan?"

"Hmm... Boleh.. Kalau bisa sekalian saja aku ingin melakukan voodoo pada pria berambut biru ini..", kata Mikuo.

"Dosa. Dasar bodoh..", jawab Miku ketus.

Mikuo bangkit berdiri. Dia menuju kearah Miku.

"Ada apa?"

Tanpa berkata-kata lagi, Mikuo langsung mendekap Miku. Tidak peduli Miku mau meronta seperti apa pun, Mikuo tetap meraba tubuhnya.

"Dasar mesum! Kau mau kulaporkan pada ayah dan ibu?! Pelecehan seksual ini namanya!", teriak Miku.

"Laporkan saja.. Dan aku akan mengadukan silet yang kau sembunyikan dalam perutmu..", jawab Mikuo santai. Skakmat untuk Miku.

"Ada lagi barang-barang berbahaya seperti ini, Miku-nee?", tanya Mikuo.

"Mana ada orang yang mengaku jika menyembunyikan sesuatu?", jawab Mikuo.

"Hmmm.. Fine!", dengan kekuatan Mikuo, dia menggendong dan menarik Miku. Membawa Miku ke kamarnya.

"Hei lepaskan! Dasar sialan!", kata Miku meronta-ronta.

"Wowowowo.. Kasar sekali Miku-nee? Sudah kau disini saja dulu. Kamarku aman dari benda-benda berbahaya.. Jadilah gadis manis selama disini ya?", kata Mikuo sambil mengikat tubuh Miku. Tetapi dengan sengaja dia membuatnya untuk gampang dilepas. Setidaknya ini akan mengulur waktu untuknya bisa mengunci pintu.

"MIKUO BRENGSEK!", teriak Miku dari dalam kamar.

"Terima kasih Miku-nee~ sudah, diam saja dulu disana oke?", kata Mikuo.

Miku hanya bisa menggedor-gedor pintu, namun hasilnya sia-sia.

"Ohya, tambahan. Kalau kau ingin menangis, menangis saja. Ada tissue banyak di kamarku. Baiklah, kita bertukar kamar untuk malam ini, Miku-nee..", kata Mikuo kemudian pergi..

Miku diam, tetapi dia tidak menangis. Dia hanya mengumpat dalam hati, kesal dengan semua perbuatan Mikuo.

"Andai saja aku sekolah, aku sudah akan menghajar Bakaito sialan itu, Miku..", guman Mikuo.

...


"Antarkan aku ke bar..", kata Miku.

"Ma-maaf. Apa nona bilang?", tanya supir pribadi Miku.

"Bar. Antarkan aku ke BAR!", kata Miku sedikit teriak.

"Ta.. Tapi..", supir itu bingung harus bagaimana sampai Mikuo memukul pundak supir itu.

"Sudahlah, aku yang akan menyelesaikan ini..", kata Mikuo.

"Kau mau ikut campur lagi, bocah sialan?!", tanya Miku.

"Bukan mau, tetapi aku memang ikut campur. Ikut aku, Miku-nee!", kata Mikuo sambil menarik tangan Miku paksa.

"Sakit! Lepaskan!", ronta Miku.

"Aku tau ini sakit. Tetapi aku tidak akan melepaskanmu..", kata Mikuo.

Miku berusaha memukul, mencubit, bahkan sampai menggigit tangan Mikuo, tetapi Mikuo terus bertahan.

"Duduklah..", kata Mikuo.

Mikuo mendudukkan Miku dengan paksa. Tidak lupa dengan mengikatnya.

"Kau tau, aku jadi seperti psikopat akhir-akhir ini. Suka memaksa seorang gadis untuk diam, bahkan mengikatnya. Tetapi ini semua demi kamu, HATSUNE MIKU!", kata Mikuo setengah berteriak.

"Diam kau bocah penyakitan..", kata Miku.

"Suatu saat aku ingin menghajar mereka..", kata Mikuo.

"Siapa?"

"Ya kalau tidak si pria berambut biru itu, gadis merah jambu. Sama-sama memuakkan.. Atau si tante-tante girang berambut coklat itu?", kata Mikuo.

"Hooo.. Jadi kau mau menghajar seorang gadis? Dimana harga dirimu?", sindir Miku.

"Aku tidak peduli mau perempuan atau laki. Lihat, mereka sampai menyakitimu seperti ini, Miku-nee!", kata Mikuo.

"Apa hubungannya denganmu?! Aku hanya berusaha bersabar.. Aku tidak tersakiti..", jawab Miku.

"Pembohong..", kata Mikuo. Miku diam sambil menunjukkan wajahnya yang sangat dipenuhi amarah.

"Lepaskan aku. Aku haus..", kata Miku.

"Akan kuambilkan minuman.."

"Bodoh. Tetap saja aku tidak bisa minum jika posisiku seperti ini..", jawab Miku.

"Bisa..", Mikuo meneguk segelas air. Kemudian dia berjalan kearah Miku. Menciumnya dan menyalurkan air yang ada di mulutnya itu. Sedikit menjijikkan memang..

"Sudah lega?", tanya Mikuo.

"Sama sekali belum.."

"Baiklah mau lagi?"

"Tidak, terima kasih.

"Bibirmu lembut Miku-nee.."

"Oh ya? Tidak seperti bibirmu yang menjijikkan..", jawab Miku dan kemudian Mikuo tertawa garing.

"Apa yang kau lihat sih dari Kaito itu?! Lihat kau begitu mencintainya, tetapi dia menduakanmu. Eh salah, mungkin mentigakanmu? Karena kabarnya dia juga berskandal dengan Sakine Meiko..", kata Mikuo.

"Dia tidak berpenyakitan sepertimu..", jawab Miku ketus dan kasar.

"Hmmm.. Begitu ya? Jadi kalau aku sembuh, kau mau denganku?", tanya Mikuo.

"Kau bermimpi terlalu jauh. Kita ini saudara, tidak mungkin bisa bersatu..", jawab Miku.

"Tidak pernah mendengar istilah twincest ya? Ckkckck. Payah kau, Miku-nee..", jawab Mikuo dan merebahkan tubuhnya di kasur.

"Kaito.. Kaito..", guman Mikuo.

"Kenapa harus menyebutkan kata itu?"

"Tidak apa, hanya ingin~", jawab Mikuo.

Mikuo berjalan kearah meja belajar Miku. Dia melihat sesuatu benda yang tidak bisa dideskripsikan bentuknya, berwarna hijau dan biru.

"Aku akan membuang ini..", kata Mikuo pada Miku.

"Silahkan saja..", dan Mikuo memasukkan benda itu ke tong sampah.

"Kau tersakiti Miku-nee, sangat tersakiti..", kata Mikuo.

"Terus kau mau apa? Melamarku untuk menggantikannya?", tanya Miku.

"Hmmm, kau mau? Setidaknya aku tidak akan menyakitimu seperti yang dia lakukan..", kata Mikuo.

"Aku tidak tertarik menjalani hubungan incest. Cih.."

Mikuo diam sejenak. "Yaah.. Andai saja aku bukan adik kembarmu ya?"

Miku terdiam sebentar. Dan Mikuo mengutak-atik handphonenya.

"Miku-nee, mulai semester depan kita akan satu sekolah..", kata Mikuo.

"Oh. Kau tidak takut mati ya kalau sekolah?", tanya Miku.

"Hmmm.. Entahlah? Sepertinya sekolah menyenangkan..", kata Mikuo.

Miku menggeleng. "Kau tidak perlu sekolah. Bukankah teman-temanku juga teman-temanmu? Dan bukankah guru privatmu mengajar jauh lebih baik daripada sekolahku? Lagipula kondisi tubuhmu, sangat sangat tidak memungkinkan untuk sekolah..", tanya Miku. Miku tidak ingin Mikuo mengganggu kehidupannya di sekolah.

"Tidak apa-apa. Kurasa sekolah tidak akan berdampak buruk padaku selama aku tetap rutin meminum obat dan terapi...", jawab Mikuo.

"Dan aku berjanji padamu, aku akan menghajar si Shion Kaito itu!", tambah Mikuo.

Miku terdiam sejenak. "Kau mengerikan, Mikuo.."

Mikuo menghela nafas. Kemudian dia memutar balik tubuhnya sambil diam, merenung...

'Andai saja aku bisa membahagiakanmu, Miku...'

...


"Eh benarkah?! Mikuo akan sekolah disini?!", tanya Rin.

"Ya begitulah. Dan hari-hari neraka ku, akan segera dimulai..", kata Miku lemas.

Rin menoleh pada Miku. Sebenarnya Rin tau, Mikuo menyukai Miku. Karena itu dia sampai rela menemaninya ke sekolah?

"Sudahlah.. Mikuo menyayangimu..", kata Rin.

"Ya benar. Dan dia mencintaiku sebagai seorang gadis, bukan sebagai seorang kakak. Well, kau tau kan itu sangat merepotkan. Dia pasti overprotective terhadapku. Bahkan katanya, dia mau menghajar Kaito? Hahaha.. Konyol... Mana bisa bocah penyakitan seperti itu menghajar Kaito?", kata Miku sambil melahap rotinya.

"Mungkin saja bisa..", balas Rin enteng. Rin tau jika Miku juga menyayangi Mikuo, hanya saja tidak menunjukkannya?

"Kau ingin makan apa, Luka-chan?"

"Hmmm.. Sandwich tuna. Kaito-kun sendiri?"

Dan telinga Miku agak panas mendengar percakapan itu. Tidak bisa bertahan lama, akhirnya dia bangkit berdiri dan meninggalkan kantin.

Rin yang bisa langsung membaca suasana, langsung berlari mengejar Miku.

"Miku!", teriak Rin.

"Hng? Ada apa Rin?", tanya Miku datar.

"Aku tau kau mengarnya. Yang sabar ya.. Tidak usah perdulikan mereka..", kata Rin berusaha menenangkan Miku.

"Tidak apa-apa. Mungkin Kaito hanya ingin mengetesku saja?", kata Miku sekuat tenaga menahan air mata.

Rin hanya diam. Sudah berkali-kali dia beradu mulut dengan Miku, mengatakan Kaito telah mempermainkannya, tetapi Miku tetap bersih keras menjaga status pacaran dengan Kaito. Walau sudah terlihat jelas Kaito berskandal dengan wanita lain, Miku tetap saja keras kepala berusaha bersabar. Padahal hatinya berkata lain...

'Aku tau, Miku memang mencintai Kaito. Tetapi sebenarnya Miku juga mencintai Mikuo sejak dulu kan? Kalau tidak, pasti Miku sudah sangat membenci Mikuo dan benar-benar meninggalkan Mikuo. Tetapi Miku malah seperti memberinya kesempatan?', guman Rin dalam hati. Dia juga ingin Miku mengakhiri semua ini, dan menyadari perasaanya pada Mikuo jauh lebih besar sebenarnya daripada perasaannya terhadap Kaito.

"Rin..."

"I-iya? Ada apa Miku?"

"Sepertinya aku akan pulang lebih cepat. Aku merasa tidak enak badan.."

...

"Tadaima...", kata Miku kepada rumah besar yang hanya berisi maid dan saudara kembarnya.

"Okaeri, Miku-nee. Kau pulang lebih cepat?", tanya Mikuo. Miku tidak menjawab, dan langsung merebahkan tubuhnya diatas ranjang.

"Hmmm, menyembunyikan wajah sedih lagi, Miku-nee?", tanya Mikuo.

"Pergi sana. Aku sakit. Jangan menggangguku..", kata Miku.

"Okay. Aku tidak akan mengganggumu. Tetapi merawatmu..", kata Mikuo lalu mendekat kearah Miku.

"Apaaan..", dan Mikuo menarik bantal yang menutupi wajah Miku.

Wajah Miku memerah. Seperti baru saja menangis, atau menahan tangis?

"Hmmm..", Mikuo memegang jidat Miku.

"Sepertinya benar ya? Baiklah tunggu disini, akan kubawakan obat..", kata Mikuo lalu keluar dari kamar Miku.

Miku yang tidak menyangka langsung memegang jidatnya sendiri. Apa ini karma karena menggunakan alasan sakit untuk pulang sekolah lebih awal yang disebabkan badmood?

Tidak lama kemudian Mikuo datang dengan membawa obat dan segelas air. Miku yang sudah tau maksudnya, berusaha menghindari obat itu.

"Ayo minum.. Jangan membantah seperti biasa, Miku-nee..", kata Mikuo.

"Biarkan saja. Kalau sakit enak, tidak perlu masuk sekolah..", kata Miku.

"Hmm hmm.. Begitu ya?"

Kemudian Mikuo meminum obat Miku. Mikuo menyalurkan obat itu dari mulut ke mulut. Dengan begini, mau tidak mau Miku pasti akan meminum obatnya bukan?

"Istirahatlah..", kata Mikuo tersenyum dan menutupi tubuh Miku dengan selimut.

"Kau tidak pergi?"

"Tidak. Aku akan menjagamu, Miku..", balas Mikuo.

Miku menaikkan selimutnya hingga menutupi wajahnya. Memang sudah sering Miku merasa bersalah karena telah menjahati Mikuo, tetapi Mikuo tetap baik padanya?

"Ingatlah.. Sebaik apapun kamu padaku, aku tidak akan menjadi milikmu.. Usahamu akan sia-sia saja..", kata Miku tiba-tiba.

"Oh, begitu kah? Aku tidak berusaha apapun, hanya bersikap baik padamu, itu saja..", kata Mikuo..

"Hmph.. Mikuo bodoh..", kata Miku.

"Ada yang lebih bodoh kok. Seseorang yang harus segera kau lupakan. Dia benar-benar bodoh karena telah mempermainkan perasaan wanita yang sudah percaya padanya.. Ckckckck, rendahan sekali..", kata Mikuo.

"Ya.. Sudahlah.. Mungkin dia hanya mengerjaiku, atau mengetesku..", jawab Miku.

Mikuo menunduk sambil memegangi jidatnya.

"Entah kau ini juga bodoh, polos, atau terlalu sabar, yang jelas teorimu itu salah, Miku-neee..", kata Mikuo.

Terjadi keheningan sejenak diantara mereka. Tiba-tiba terdengar suara isakan tangis yang ditutupi oleh bantal. Mikuo langsung membuka bantal yang menutupi wajah Miku lagi. "Kenapa kau, Miku? Masih terasa sakit?", tanya Mikuo sedikit panik.

Miku menggeleng. "Entahlah.. Tiba-tiba air mata sialan ini mengalir saja..", kata Miku.

"Cukup Miku-nee! Kau sangat terluka! Kenapa tidak kau hajar saja si Kaito itu? Setidaknya agar dia mendapat pelajaran..", kata Mikuo sedikit geram melihat Miku menangis karena Kaito.

Miku menggeleng, kemudian Miku memegang telapak tangan Mikuo.

"Hei, kau pernah berkata akan membahagiakan aku kan?", tanya Miku.

"Iya, lalu kenapa?"

"Kalau begitu, bisakah kau berjanji tidak akan menyakitiku?"

"Tentu saja. Tidak perlu kau suruhpun aku akan melakukannya!"

"Buat aku bahagia.."

"Tentu.."

"Lindungi aku dari orang-orang yang menyakitiku.."

"Beres.."

"Kalau kau mengingkarinya, mungkin aku akan berbuat lebih dari ini. Mungkin aku akan melompat dari gedung yang sangat tinggi.."

Mikuo memeluk Miku.

"Aku berjanji akan melakukan semua itu, Hatsune Miku.. Aku menyukaimu! Aku mencintaimu!", kata Mikuo.

Mikuo mencium Miku lagi. Dan kali ini Miku membalasnya dengan tulus. Memang Miku bisa berpura-pura tegar dan menahan semua rasa sakit yang disebabkan oleh Kaito. Namun sepertinya, perasaan terhadap saudaranya sendiri tidak bisa ditahan dan disembunyikannya lagi.. Dan Miku merasa bersalah. Karena dirinya, selama ini Mikuo juga menderita?

"Aku mencintaimu, Miku.."

"Aku juga, Mikuo.."

Mikuo memegangi pipi Miku.

"Jangan menangis lagi. Aku disini akan menggantikannya, dan tidak mengulangi perbuatannya kepadamu..", kata Mikuo..

"Hmm.. Aku percaya..", balas Miku.

"Aku tahu kau akan menjadi milikku..", goda Mikuo.

"Kenapa memangnya?"

"Karena kau mencintaiku sebenarnya?"

"Hmmm, entahlah. GR sekali kau jadi orang..", Miku mencubit pipi Mikuo.

"Hahhaha. Baiklah. Sekarang saatnya membuang segala sesuatu yang masih berkaitan dengan si rambut biru itu..", kata Mikuo bersemangat sambil sedikit menggeledah barang-barang Miku.

"Silahkan. Buang yang jauh, kalau perlu bakar saja..."

...


"Ada anak baru yang mirip Hatsune?"

"Bagaimana tidak mirip kalau mereka saudara kembar?"

"Benarkah? Bukankah mereka sepasang kekasih?"

Dan masih banyak gossip-gossip lainnya tentang Miku dan Mikuo semenjak Mikuo masuk sekolah...


To be continued

mind to review after read this?

1000thankyou for you, minna san! :D