Happy Reading

BREATH

Disclaimer : Masasahi Kishimoto

Pair : (Naruto x Hinata) Itachi

Warning : AU, Typo (s) dan segala kekurangan lainnya

DON'T LIKE! DON'T READ!

Chapter 1

Pagi ini hal yang sama kembali terulang, wanita bermata amytesis itu terbangun tanpa sang suami di sampingnya. Seingatnya semalam sang suami pulang, walaupun sudah agak larut. Wanita itu memang sudah tertidur saat sang suami tiba di kediaman mereka. Dia sempat terbangun ketika suaminya naik keatas tempat tidur dan mengecup keningnya sebelum tertidur di sampingnya.

Hinata itulah nama wanita tersebut, dia telah menikah dengan Naruto Namikaze selama dua bulan terakhir. Wanita indigo itu sempat berfikir saat Naruto melamarnya bahwa itu hanya sebuah mimpi. Bagaimana tidak, meskipun Hinata memang sudah cukup lama mencintai pria itu tapi, Naruto tak pernah menunjukan ketertarikan kepada wanita itu sebelumnya. Namun tiba-tiba suatu malam setelah mereka dekat selama dua bulan, Naruto bersama kedua orang tuanya datang melamar ke kediaman Hyuga.

.

.

.

.

Hinata gadis berusia 21 tahun itu sedang duduk di kafetaria kampus sendirian ketika dua orang pria yang dia kenali menghampiri dirinya.

"hai Hinata, sedang apa disini bukankah seharusnya kau ada di salon seperti cewek-cewek angkatan kita yang sedang merawat diri agar terlihat cantik di acara wisuda besok?" Kiba sahabat baiknya menghampiri bersama Naruto, pria yang sudah diam-diam Hinata kagumi selama 4 tahun belakangan semenjak mereka pertama bertemu di Kampus ini.

"ah Kiba, aku ada sedikit urusan yang harus kuselesaikan di kampus. Kau sendiri kenapa ada disini bersama Naruto juga?" Hinata menimpali sambil mendongakan wajahnya yang dari tadi terfokus ke buku menu makanan di tangannya.

"Aku dan Naruto kesini mau mengambil jubah kelulusan kami kebetulan waktu pembagian aku tidak datang ke kampus" jawab Kiba sambil memanggil seorang pelayan untuk memesan makanan. Sementara Naruto hanya diam saja, sesekali dia melirik ke arah Hinata yang sekarang malah memeriksa ponselnya setelah tadi memesan minuman ke pelayan yang di panggil Kiba.

"oh iya Hinata apakah kau sudah mendapat undangan dari keluarga Uchiha untuk menghadiri pesta kelulusan Sasuke?" Naruto bertanya sambil memeriksa cetakan undangan yang dibawanya.

"i-iya Naruto aku mendapatkannya, acaranya tanggal 21 kan tepat sehari setelah hari kelulusan?" jawabnya

"hmm.."jawab Naruto singkat.

Ada yang aneh dengan sikap Naruto yang bisa ditangkap Hinata hari ini, berbeda dari pria yang selalu ribut di manapun dia berada. Kali ini Naruto terlihat lebih pendiam, matanya seperti menyiratkan kesedihan.

"hei Hinata apakah kau mau datang bersamakku nanti ke acara Sasuke?" tiba-tiba Naruto bertanya mengabaikan Kiba yang cukup kaget dengan apa yang diucapkan Naruto. Ini pertama kalinya sahabatnya itu mengajak gadis indigo yang juga terlihat kaget untuk pergi bersamanya. hm..ternyata kau menjalankan saranku juga Naruto

"Naruto mengajak aku pergi bersamanya, apakah ini tidak salah" Hinata berfikir sambil melirik ke arah Naruto .

"Hinata apa kau mendengar ajakanku tadi, mau tidak?" suara Naruto mengintrupsi fikiran Hinata

"o-oh iya Naruto aku mau pergi bersamamu" jawab Hinata dengan bersemu merah .

"ya sudah aku harus membagikan undangan si teme yang belum aku bagikan ke beberapa teman, aku pergi dulu Kiba, jangan lupa Hinata aku akan mejemputmu nanti jam tujuh malam, takutnya kita tidak tidak bertemu besok di acara Wisuda, kita kan beda fakultas" jelas Naruto sambil berdiri dari tempat duduknya dan Hinata hanya menganguk mengiyakan.

Universitas Konoha memang terdiri dari beberapa fakultas yang berbeda, Hinata dan teman-temannya menyebar di beberapa fakultas di kampus ini. Naruto, dia berada di fakultas Bisnis bersama Sasuke dan juga shikamaru. Kiba, Shino serta Sakura di fakultas kedokteran. Ino dan Sai di fakulas kesenian. Sementara Hinata sendiri di fakultas pendidikan, meskipun kakak nya Neji malah lulusan dari fakultas Hukum di universitas ini.

"wow Hinata selamat akhirnya Naruto mengajakmu menjadi teman kencannya" ujar Kiba tiba-tiba setelah kepergian Naruto

"te-teman kencan? Maksud Kiba dengan teman kencan itu..." ujar Hinata malu-malu

"iya Hinata, Naruto mengajakmu bersama datang ke pesta kelulusan Sasuke, apalagi dia akan menjemputmu seperti seorang gentelman langsung ke rumahmu, ini kemajuan Hinata, bukankah kau menyukai Naruto? Ini kesempatan yang langka jadi kau harus bisa memanfaatkan kesempatan ini agar bisa lebih dekat dengannya?" mode crewet Kiba mulai mendominasi

"aahh Kiba mu-mungkin kebetulan saja Naruto belum punya teman yang bisa di ajak bersama datang ke acara itu, jadi...jadi dia mengajak aku yang kebetulan bisa di temuinya saat ini". Jawab Hinata dengan raut yang terlihat agak sedih " apa lagi Naruto kan menyukai Sakura, aku..aku tidak mau berharap terlalu besar." Ujarnya lagi sambil menunduk

Kiba yang melihat hal itu langsung menggenggam lengan sahabatnya "maaf Hinata bukannya aku ingin kau berekspetasi terlalu berlebihan, tapi kau juga harus punya kepercayaan diri bahwa kau bisa mendapatkan Naruto. Apalagi kudengar, acara besok itu ada kaitannya dengan Sakura dan Sasuke dan sepertinya hal itulah yang membuat Naruto agak murung akhir-akhir ini"

Hinata hanya terdiam dengan penjelasan Kiba"apa mungkin karena Sasuke akan bertunangan dengan Sakura makanya Naruto mengajak ku, tapi bukannkah acara itu rahasia sampai waktunya tiba, karena Sasuke ingin membuat kejutan untuk Sakura. Ah Naruto kan teman dekat Sasuke mungkin saja dia sudah di beritahu oleh Sasuke".

Pesta kelulusan Sasuke hanya kamuflase dari Sasuke karena acara yang akan di adakan sebenarnya adalah acara pertunangan dirinya bersama Sakura. Kenapa Hinata bisa tahu, karena keluarga uchiha dan keluarga hyuga cukup akrab. Selain rekan bisnis, keluarga mereka juga bersahabat baik, sampai-sampai Mikoto Uchiha menganggap Hinata seperti anaknya sendiri. Jadi dia sudah di beritahu oleh bibi Mikoto mengenai acara itu.

"hei Hinata kau melamun!" tiba-tiba suara Kiba mengintrupsi fikiran Hinata. "apa kau ada masalah, kau terlihat bengong dari tadi" lanjutnya

"ti-tidak Kiba aku hanya terfikirkan sesuatu" jawabnya, tiba-tiba suara dering ponsel Hinata mengntrupsi pembicaraan mereka, ternyata e-mail dari kakanya "oh iya Kiba aku pergi duluan ya, kak Neji sudah menunggu di gerbang kampus" ujarnya sambil berdiri dan Kiba hanya mengangguk kemudian melambaikan tangan.

.

.

.

.

Suara derit pintu membuyarkan lamunan Hinata, "hei sleeping beauty apakah kau sudah bangun?" disusul suara baritone suami tercintanya yang membuat rona merah di pipi Hinata mulai menjalar " hehe.. syukurlah kalau begitu, ayo bantu suamimu ini memakai dasi Hinata" rajuknya sambil duduk ditepian ranjang dan menyodorkan dasinya kearah Hinata.

"kau harus mulai belajar memakai dasi sendiri Naruto, setidaknya jika nanti aku tidak bisa memakai kan dasi padamu, kau kan bisa sendiri" ujarnya sambil menerima uluran dasi dan kemudian mulai memasangkannya di kerah kemeja yang dikenakan suaminya itu.

"buat apa aku belajar memakai dasi, kalau disini ada istriku yang pintar mengerjakannya" timpalnya sambil nyengir kuda.. Hinata hanya tersenyum menanggapi.

"maaf pagi ini aku bangun terlambat, jadi tak sempat membuat kan sarapan untukmu Naruto" ujar Hinata setelah selesai memakaikan dasi sambil merapikan kemeja suami didepannya itu.

"bukan masalah Hinata, lagian ini masih cukup pagi, kebetulan hari ini akan diadakan rapat dewan direksi jadi aku sengaja berangkat lebih pagi untuk mempersiapkan materi, hehe.. kau santai saja OK.." jawabnya sambil merapikan rambut di wajah hinata. " aku akan berangkat sekarang, kau hati-hati di rumah ya.. " kemudian dia mengecup kening Hinata dan berlalu keluar kamar mereka.

"Naruto, tunggu" panggil Hinata sebelum Naruto sampai ke pintu kamar dan otomatis dia menghentikan langkahnya mendengar panggilan istrinya itu. Hinata menghampiri Naruto dan kemudian memeluknya membuat Naruto sedikit heran dengan prilaku istrinya itu.

"Ada apa? Apa kau sedang ada masalah Hinata?" tanya Naruto penasaran

"Mmmm... I love you Naruto" jawaban yang tidak sesuai itulah yang keluar dari mulut mungil wanita bermahkota indigo itu.

"Aku juga menyangimu Hinata" jawabnya sambil membalas pelukan istrinya tersebut, sebenarnya Hinata agak kecewa dengan jawaban suaminya itu, tapi hinata berusaha berfikir positif

"mungkin Naruto masih belum mencintaiku, tapi dia menyayangiku tak apa seiring berjalannya waktu mungkin kata cinta nanti akan terucap dari bibir Naruto" fikirnya mengobati kekecewaan hatinya sendiri. Akhirnya Hinata melepaskan pelukannya dan berjalan di samping Naruto menuju halaman kediaman mereka.

"hati-hati Naruto" wanti Hinata ketika Naruto mulai menjalankan mobilnya

"OK..aku pergi dulu ya sayang..." jawabnya sambil melambiakan tangan dan berlalu menuju jalanan padat kota Tokyo. Memang semenjak menikah, Hinata ikut Naruto pindah ke kota Tokyo, karena Naruto harus mengurus perusahaan keluarganya di kota ini.

Meskipun jauh dari keluarganya Hinata tidak merasa kesepian saat suaminya berangkat kerja, Sesekali dia berkunjung ke Mansion besar keluarga Namikaze di pinggir kota, dan mengobrol dengan ibu mertuanya. Hinata memang tidak tinggal di mansion keluarga mereka karena dia ingin hidup mandiri. Dia lebih memilih membeli rumah sederhana yang asri dan berada di pusat kota agar lebih dekat dengan kantor suaminya. Ah ngomong-ngomong tentang ibu mertuanya Hinata jadi merindukan ibu mertuanya itu, Kushina Namikaze. Sudah seminggu ini mereka tidak bertemu karena beliau sedang berkunjung ke Konoha. Dia jadi ingat pertemuan pertamanya dengan sang ibu mertua.

Sesuai janji yang diucapkannya, Naruto tiba di Mansion keluarga Hyuga tepat pukul tujuh. Setelah sedikit berbincang-bincang dengan Neji merekapun akhirnya berangkat menuju kediaman Uchiha tempat diadakannya pesta.

"apa kau kenal dengan kak Neji Naruto? Kalian terlihat cukup akrab saat berbincang tadi" Hinata memecah kesunyian selama perjalanan.

"hmm, dia adalah kakak tingkatku di organisasi kendo di kampus, dia orang yang jutek sama seperti si teme, aku tak menyangka kalau dia adalah kakakmu kalian sangat berbanding terbalik." Mata Naruto tetap fokus kejalanan

"maksudmu Naruto?"

"lihatlah dirimu Hinata, kau wanita yang sangat lembut, baik hati, cantik. Wanita yang sangat cocok untuk di jadikan seorang istri idaman setiap pria, tapi si Neji itu dia menakutkan. Sikapnya dingin dan angkuh" jelas Naruto sambil tetap menyetir tanpa sadar Hinata sekarang telah bersemu merah karena ucapannya

"istri idaman katanya, apakah aku tidak salah dengar, Naruto menyebutku cocok untuk menjadi isri idaman..oh ya Tuhan mimpi apa aku semalam"fikir Hinata berusaha menutupi kegugupannya.

Tak lama mereka telah sampai di mansion megah keluarga Uchiha. Setelah memarkikan mobilnya Naruto segera turun dari mobilnya kemudian memutar melalui depan mobilnya membukakan pintu mobil untuk Hinata

"ayo Hinata kita segera masuk" ajaknya sambil mengulurkan tangan ke arah Hnata

"apa tidak akan ada masalah kalau kita masuk bersama-sama Naruto, aku tak enak jika nanti ada yang salah faham denganku?" Hinata agak ragu menyambut uluran tangan Naruto

"tenang saja Hinata tidak akan ada yang cemburu kepadamu karena kita datang bersama-sama ke acara ini, tapi kalau kasusnya apakah akan ada yang cemburu padaku? Maka jawabannya pasti banyak.."

"ma-maksudnya?"

"lihatlah dirimu Hinata, seperti bidadari yang turun dari khayangan, begitu cantik dan menawan .you are so stunning.. akan banyak laki-laki yang berebut untuk berada di tempatku saat ini" jawab Naruto lagi-lagi tidak sadar dengan ucapannya yang membuat wajah hinata seperti kepiting rebus.

"te-terimakasih Naruto, kau terlalu berlebihan"

Hinata segera menerima uluran tangan Naruto kemudian mereka berduapun berjalan menuju tempat diselenggarakan acara.

Sesampainya di tempat acara Hinata langsung melepaskan rangkulan tangannya di lengan Naruto, bagaimanapun Hinata tidak ingin ada yang salah paham dengan kedatangan mereka bersama-sama, apalagi di sini pasti akan banyak sahabt-sahabat mereka berdua.

"Ohh.. Naru-chan akhirnya kau datang juga, siapa gadis cantik yang bersamamu Naruto, apa dia kekasihmu yang sering kau ceritakan itu? Gadis yang membuat kau selalu menolak semua calon yang kami ajukan?" seorang wanita paruh baya tiba-tiba menghampiri Naruto dan Hinata saat mereka akan memasuki area pesta. Hinata hanya terpana mendengar ucapan yang dilontarkan kepadanya.. "siapa mereka" fikir Hinata sambil sesekali melihat kearah wanita tersebut. Dia jadi minder sendiri melihatnya. Wanita iu begiu cantik, dengan rambut semerah darah dan matanya yang berkilauan berwarna ungu. Di sebelah wanita itu berdiri seorang pria paru baya dengan setelan jas yang senada dengan gaun wanitanya, rambutnya kuning dan matanya biru mengingatkan dia pada pria disampingnya "jangan-jangan.."

"kalau seperti ini, ibu dan ayahmu pasti menerimanya Naruto tanpa kau paksapun.." belum sempat fikiran Hinata lebih jauh suara pria di sebelah wanita itu menimpali memebenarkan dugaan yang Hinata fikirkan tadi. Karena tidak ada respon dari Naruto untuk menjelaskan dugaan-dugaan yang tadi di lontarkan kedua orang tuanya, akhirnya Hinata mencoba memperkenalkan diri.

"perkenalkan Namikaze-sama, nama saya Hyuga Hinata. Saya hanya teman kampus Naruto yang kebetulan datang bersama ke acara ini" sopan Hinata mencoba menutupi kegugupannya

"Hyuga Hinata ... Ya Tuhan, apakah kau Hyuga Hinata putri dari Hyuga Hiashi dan Hyuga Hitomi?" kali ini suara ibu Naruto terdengar agak kaget

"ahh..anda kenal dengan kedua orang tua saya nyonya, tapi maaf ka.." belum sempat Hinata melanjutkan ucapannya tubuhnya terengkuh oleh pelukan hangat seseorang dan orang itu adalah ibu Naruto..

"kau tidak mengingatku Hina, ini bibi Kushina. Dulu jika aku sedang berkunjung ke Konoha aku selalu bertemu denganmu dan ibumu"

"ma-maaf bibi aku sama sekali tidak mengingat kalau kita pernah bertemu"

"tidak apa-apa Hinata lagian waktu itu, kau masih sangat kecil. Kira-kira umurmu masih 5 tahun kalau tidak salah, dan semenjak kematian ibumu aku memang belum pernah berkunjuung ke Konoha lagi, maaf kan aku ya sayang tidak ada saat ibumu meninggal padahal Hitomi adalah sahabat karibku tapi aku malah tidak datang sama sekali ke pemakamannya, saat aku mendengar tentang kematian ibumu karena pendarahan saat melahirkan adikmu bibi sedang mengalami pemulihan pasca keguguran putra keduaku, kemudian aku langsung pindah ke London tak lama kemudian dan menetap permanen disana. Bibi baru mau kekonoha lagi kemarin, itu pun untuk menghadiri acara wisuda Naruto" jelasnya sendu

"tidak apa-apa bibi, ibu sekarang sudah tenang disisi Tuhan, lagian ibu pasti tidak tenang jika melihat sahabat karibnya bersedih karena beliau." Jawab Hinata sambil memeluk Kushina.

"hei..cukup adegan mengharukannya ayo cari tempat duduk, kita sudah mulai diperhatikan banyak orang" intrupsi Naruto tak sabar

"ibu masih mau mengobrol dengan Hinata, Naruto. Hinata mau kan duduk bersama bibi dan paman?"

"aaa..."

"dia kesini denganku bu, jadi dia akan duduk bersamaku, lagian apakah ibu tidak kasihan padanya kalau dia harus bergabung dengan orang-orang yang sudah tua, pasti obrolannya sangat membosankan" balasnya tanpa memberikan Hinata kesempatan menjawab dan langsung menarik tangan Hinata sedikit tak sabar.

"maafkan ibu ku Hinata dia memang seperi itu" ujar Naruto setelah mereka duduk di kursi yang telah di sediakan

"tidak apa Naruto, aku malah senang bisa bertemu salah satu sahabat karib ibuku" balasnya sambil tersenyum

Acara malam itu cukup meriah dan menyenangkan. Sakura yang terkejut saat tiba-tiba Sasuke berlutut di hadapannya dan berujar "will you marry me" adalah momen yang paling menegangkan, karena bukannya menjawab Sakura malah menangis. Tapi tak lama ketegangan itu terobati ketika wanita berambut pink itu menganggukan kepalanya dan mencium bibir sasuke di depan semua orang di latar belakangi oleh tepukan para undangan. Tepuk tangan semakin meriah ketika Sasuke measangkan cincin pertunangan mereka. Siapapun gadis yang menghadiri acara tersebut pasti merasa bahagia sekaligus cemburu karena ingin mengalami hal yang sama dengan Sakura, termasuk gadis manis berambut indigo, Hinata. Berbanding terbalik dengan pria yang duduk disampingnya yang terlihat sendu dengan tangan yang mengepal kuat sampai jari-jarinya memutih menahan gejolak perasaan yang dirasakannya. Seolah nafas kehidupannya telah direnggut darinya.