Romance in their love
Genre : Romance, fluff
Rating : T
Cast : Jung Yunho, Kim Jaejoong, and many more
Lenght : 2 Chapter
Warning : Ini ff cerita Yaoi (boyXboy) dengan ide cerita pasaran.
Disclamer : Karakter milik masing-masing, author cuma punya ide dan tulisan.
Chapter 1
Dentuman musik terdengar menggema di dalam club malam daerah itaewon. Jam sudah menunjukan pukul 1 pagi dan suasana semakin panas dengan tarian beberapa pria yang tak berpakaian.
Di sebuah sudut club itu, terlihat seorang pria yang cukup manis asik menghisap rokok yang di sodorkan oleh lelaki botak di sampingnya. Pria itu duduk di sofa club bersama beberapa pria yang merupakan teman-temannya. Mereka sedang merayakan ulang tahun pria manis itu.
"Hei, Jaejoong ah..aku kira kau tak akan kemari lagi" Kata Suk Chun atau yang biasa di sapa tony hong-pria botak tadi, pada pria manis bernama Jaejoong itu.
Jaejoong menghembuskan asap rokok dari sela bibir tipisnya, "Kau menyuruhku bunuh diri, Hyung?" Tanya Jaejoong sarkatis. Matanya memerah karena mabuk.
Suk Chun terkekeh, "Kau harus jadi anak yang baik, Jaejoong. Bukankah kau pewaris kerajaan bisnis ayahmu?"
"Kau kira aku suka? Aku lebih baik menghamburkan uang daripada harus bekerja pusing-pusing seperti Aboji"
"Kau itu beruntung, Jae. Kau tak perlu takut kelaparan, tidak seperti kami" Kata Yihan, salah satu temannya. Jaejoong tersenyum meremehkan.
"Iya, tapi kau juga akan takut kesepian sepertiku, harus berdiam diri di rumah seperti seorang putri" Katanya.
"Kau ini aneh" Koor temannya yang lain-Hyunjoong.
Baru Jaejoong akan menjawab, ponsel di celana jeans-nya bergetar. Ia berdecak kesal ketika nama ayahnya terlihat di sana.
"Ne, Aboji~" Jawabnya pelan, ini sudah kesekian kalinya sang ayah menelepon.
"KIM JAEJOONG! CEPAT PULANG!" Dan sudah kesekian kalinya juga sang ayah berteriak seperti itu.
.
.
.
Kim Minwo, ayah dari Kim Jaejoong itu terduduk di sofa ruang tamu, tampak sang istri sedang mengusap-usap dadanya, mencoba menenangkan si suami yang tampak sangat marah.
Wanita berusia 45 tahun itu menatap sedih sang anak yang berlutut di depannya dan sang suami, sedangkan Minwo menatap kesal kearah anaknya.
"Kau..harus berapa kali lagi Aboji bilang untuk tidak menjadi pembangkang, Kim Jaejoong?!" Katanya sambil menunjuk-nunjuk Jaejoong. Jaejoong berlutut, menundukkan kepalanya, tapi ia tidak benar-benar takut. Matanya terpejam karena ia sudah mengantuk, juga akibat mabuknya yang belum hilang.
"Mianhae, Aboji" Hanya kata-kata itu yang selalu di ulangnya tiap berbuat salah.
"Aku tak melarangmu menjadi seorang gay, tapi aku melarangmu untuk pergi ke club sialan itu. Demi Tuhan keluarga kita terhormat, Jae"
Jaejoong mengangkat wajahnya, ia menatap sang ayah dengan mata sayunya.
"Aku tahu itu, Aboji. Kau ingin aku menjaga sikap untuk kepentinganmu, karena kau takut para kolegamu tahu kalau anakmu seorang gay, begitu kan?" Kata Jaejoong membuat ayahnya bertambah geram.
"MWOYA?!" Minwo bangun dari duduknya, menghampiri Jaejoong yang kembali menunduk. Ia menarik tangan Jaejoong agar berdiri.
"Jaga ucapanmu!"
"Ucapan yang mana? Aku lupa" Kata Jaejoong dengan santainya. Minwo hampir memukul anaknya itu kalau saja sang istri tak menahan tangannya.
"Jangan, Yeobo" Minwo langsung menurunkan tangannya yang sempat terangkat.
"Lihat, Naomi. Kau terlalu memanjakannya hingga membuat ia seperti ini. Pembangkang dan tak tahu aturan" Minwo beralih pada istrinya. Naomi-ibu Jaejoong itu menatap sedih kearah Jaejoong yang membuang wajahnya.
"Kembalilah kekamarmu, Jae" Wanita keturunan jepang itu menyuruh Jaejoong dengan lembut. Ia juga marah pada anaknya itu, tapi sebagai seorang ibu ia harus bersabar.
Tanpa berkata apapun, Jaejoong berjalan gontai ke kamarnya di lantai dua. Kepalanya pusing dan ia tak mau memikirkan apapun.
"Kau harus tenang, Yeobo. Kalau kau mengkasarinya, ia akan semakin menjadi" Kata Naomi menenangkan.
"Tenang kau bilang? Usiaku sudah 50 tahun, aku tak bisa selamanya hidup dan menjalankan bisnis keluarga kita. Kau ingin anakmu itu miskin karena kita bangkrut? Aku marah demi kebaikannya. Ia satu-satunya anak kita" Kata Minwo kesal. Ia kini sudah duduk di sofa yang tadi, menerima teh hangat yang di buatkan oleh istrinya.
"Aku tahu, makanya kita harus pakai cara lembut. Kita buat Jaejoong berubah tanpa membuat ia menjadi pembangkang" Kata Naomi sambil tersenyum. Minwo mengangkat sebelah alisnya.
"Apa perkataanmu seminggu lalu akan kau lakukan?" Tanya Minwo curiga.
"Tentu saja, hanya itu satu-satunya cara untuk mengembalikan Joongie kecil kita yang lucu" Kata Naomi dengan senyum yang semakin lebar.
.
.
.
Di bandara Incheon siang itu, pesawat dari tokyo telah tiba. Seorang pria dengan papan nama di tangannya terus mengamati pintu keluar penumpang. Ia melihat satu persatu penumpang yang keluar, hingga orang yang ia kenal sebagai tuannya itu terlihat. Dengan semangat ia melambaikan papan nama itu sambil berteriak, "Tuan Jung!"
Orang yang merupakan pemilik nama itu menoleh kearahnya lalu tersenyum.
.
.
.
"Ne, aku mengerti"
Klik..
"Kita langsung kerumah atau ke kantor, Tuan?" Tanya orang bernama Jisuk itu pada tuannya.
"Kerumah saja, kepulanganku sekarang tidak mengharuskanku untuk kekantor"
"Oh, anda hanya liburan?"
"Ya bisa di bilang begitu. Tapi aku rasa ini jauh lebih mengasikkan" Katanya sambil tersenyum misterius. Jisuk hanya mengangguk tak mengerti.
.
.
.
"Jaejoong Hyuuung~"
Jaejoong menghentikan langkahnya lalu berdecak. Ia membenarkan letak kacamata hitamnya.
"Bisa tidak kau tak berteriak seperti itu? Jarang kita tak lebih 2 meter, Junsu" Katanya malas. Junsu yang sudah di sampingnya hanya terkekeh.
"Mian, Hyung. Aku hanya terlalu bersemangat" Kata Junsu sambil tertawa. Jaejoong menghela nafas lalu kembali berjalan.
"Loh Hyung, kelas kita tak ada di sana" Seru Junsu saat melihat Jaejoong berjalan kearah yang salah, tapi ia tetap mengejarnya.
"Hyung, kau mau kemana?" Junsu agak kesusahan menyamai langkah Jaejoong.
"Tidur" Jawab Jaejoong santai. Ia mengantuk sekali siang ini.
"Tidur?" Ulang Junsu bingung.
"Kau ingin membolos?" Tanyanya lagi.
"Jika kau tak ingin bolos, jangan mengikutiku!" Kata Jaejoong kesal.
"Aku ikut, Hyung~"
.
.
.
"Ini pakaian yang akan kau pakai selama bertugas. Ini profil calon bosmu, dan ini koper perlengkapan senjata untukmu" Yunho menerima semua itu sambil mengangguk. Ia melihat pada benda-benda yang ia butuhkan selama bertugas di pekerjaan sampingannya.
"Kau tau akan mengubah siapa kan, Yunho"
"Ne, aku tahu, Aboji" Kata Yunho sambil tersenyum.
.
.
.
Semilir angin menerpa wajah Jaejoong yang sedang terlelap dalam tidurnya. Ia tidur diatas kursi panjang yang ada di atap kampusnya. Junsu tidur di sebelah Jaejoong sama lelapnya karena itu sudah kebiasaan mereka saat bolos kuliah.
Ia sangat menyukai keadaan seperti ini, tenang dan tak ada pengganggu. Tapi sepertinya itu tidak berlangsung lama hingga getar handphone mengacaukannya.
"Ish, lagi.." Katanya kesal. Ia menjawab telepon dari seseorang dengan mata terpejam.
"Ne.."
"Jae, pulang sekarang juga"
Jaejoong berdecak, "Tapi aku sedang kuliah, Aboji"
"Sudahlah, Aboji tahu kalau kau tidur di atap kampus" Jaejoong semakin berdecak kesal.
"Ne, arraso"
Pik..
Jaejoong benar-benar kesal. Ia lalu menatap Junsu yang masih terlelap, tidak berniat membangunkan pria lugu itu.
.
.
.
"Aku tidak menyangka jarak antara kampus dan rumah ini mencapai 1 jam perjalanan" Kata Kim Minwo dengan tajam, karena Jaejoong baru saja tiba di rumah.
Jaejoong memutar bola matanya jengah. Ia selalu salah di mata ayahnya dan ia tak pernah berminat memperbaiki kesalahannya itu.
"Sudahlah, ada apa kau menyuruhku pulang?" Jaejoong tidak ingin membahasnya.
Minwo menahan emosinya. Ia selalu saja kesal jika di hadapkan oleh anaknya itu.
"Aku tidak mau penyakit jantungku terus kambuh karena kesal denganmu, jadi aku memberimu seorang pengawal untuk menahan sikap pembangkangmu" Kata Minwo langsung, Jaejoong membelalakan matanya.
"Mwo?" Tanya Jaejoong terkejut. Minwo tersenyum lalu menyuruh seseorang yang berdiri cukup jauh di belakang Jaejoong untuk mendekat. Jaejoong tidak menyadari adanya pria itu di belakangnya.
Pria berkacamata hitam itu berdiri di samping Minwo.
"Perkenalkan, dia pengawal baru mu. Jung Yunho"
Jaejoong tercengung tak percaya. Ia sama sekali tak menyangka kalau ayahnya akan bertindak sejauh ini. Menyewa pengawal hanya untuk mengawalnya. Demi Tuhan ia sudah berusia 23 tahun dan bukan anak kecil berusia 5 tahun.
"A-aku tidak mau, Aboji. Kau tidak bilang padaku sebelumnya"
"Aku tak perlu minta persetujuanmu. Kau tak bisa menolak untuk ini, Kim Jaejoong"
Jaejoong mengepalkan tangannya, "Terserah!" Setelah itu Jaejoong berlari ke kamarnya dengan wajah merah padam.
Minwo dan Yunho hanya menatap kepergian Jaejoong. Mereka sudah menebak reaksi itu yang akan di perlihatkan oleh Jaejoong.
"Kau lihat bagaimana sifatnya? Aku sudah lelah menghadapinya" Kata Minwo sambil memijat keningnya. Yunho tersenyum.
"Dia hanya perlu pelajaran, Ahjussi" Kata Yunho sambil menyeringai. Ia sudah menyiapkan banyak rencana untuk menghadapi sifat pria bermarga Kim itu.
"Ne, dan aku berharap banyak padamu, Yunho"
.
.
.
Duk duk duk..
Jaejoong mendrible bola basketnya dengan kencang hingga menimbulkan suara berisik. Ia mendrible bola itu tinggi-tinggi tanpa berniat menangkapnya, hingga bola itu terpental kesegala arah dan menjatuhkan sebuah lampu di atas nakas hingga pecah.
"ARRGGHHH!" Jaejoong berteriak dengan marah.
Tok..tok..tok..
"Tuan, boleh saya masuk?" Tanya Yunho dari luar kamar. Jaejoong berdecih kesal lalu melempar bola tadi tepat ke pintu.
Brak!
Yunho mundur selangkah karena terkejut.
"Aku hanya ingin berkenalan dengan anda, Tuan" Katanya masih dengan sabar.
"PERGI..." Teriak Jaejoong dari dalam.
Yunho tersenyum, Jaejoong memang bukan pria lembut.
"Apa aku sudah bilang kalau aku bisa membuka pintu ini dengan aikido?" Tanya Yunho sambil tersenyum.
Lama tak ada suara dari dalam membuat Yunho bingung, ia berniat melakukan kuda-kuda untuk menendang pintu di depannya, sebelum suara kunci terbuka terdengar.
Ceklek..
Yunho tersenyum, sepertinya tidak sulit juga.
Yunho mendorong pintu itu hingga terbuka lebar, menampilkan ruang kamar yang begitu berantakkan. Ia melihat Jaejoong duduk di tepi tempat tidur sambil membuang muka. Yunho berhenti di samping ranjang Jaejoong.
"Annyeong.." Yunho membungkukkan tubuhnya, "Aku Jung Yunho, 25 tahun, pengawal barumu. Lulusan akademi di Jepang dan baru saja tiba di Seoul" Kata Yunho memperkenalkan diri. Jaejoong tampak tak peduli dengan itu dan tetap memasang wajah kesalnya.
"Aku tidak suka dengan orang baru" Kata Jaejoong langsung. Yunho mengangguk.
"Aku tahu"
"Aku tidak suka ada orang asing yang masuk dalam kehidupanku, apalagi sampai menjadi pengganggu" Lanjutnya.
"Aku tidak sedang berusaha masuk kedalam hidup anda, aku hanya sedang menjalankan tugas" Jawab Yunho sambil tersenyum. Jaejoong mendengus kesal.
"Dan kau hanya seorang pengganggu" Kata Jaejoong lagi.
"Aku juga tahu itu, Tuan"
"Jadi..lakukanlah pengunduran diri sekarang juga!" Jaejoong cukup kesal pada orang yang terus tersenyum itu.
"Tentu, tapi setelah kontrak ku selesai"
"Apa?"
"Aku tidak ingin kehilangan uang jutaan won yang ayah anda tawarkan hanya karena menuruti kemauan anda, Jaejoong sshi" Kata Yunho keras kepala dan Jaejoong membenci itu.
"Cih, kau dan Aboji sama saja. Sama-sama menyebalkan!" Jaejoong menjatuhkan tubuhnya kekasur dengan keras.
"Terima kasih atas pujiannya, Tuan" Kata Yunho sopan.
.
.
.
Ini sudah jam kedua Yunho duduk di sofa samping ranjang Jaejoong, menunggu bos barunya itu bangun dari tidur. Ia hanya menatap wajah tenang Jaejoong yang terlihat begitu manis.
"Kau jauh lebih mempesona, Jae. Dan lebih nakal dari sebelumnya" Kata Yunho menerawang.
"Eungh.." Jaejoong mengerang, mengusap wajah mengantuknya. Perlahan ia bangun dari tidurnya lalu mencoba menghilangkan pusing di kepalanya. Ia menoleh kesamping dan melihat pria menyebalkan tadi masih di kamarnya.
"Apa menungguku tidur adalah tugasmu juga?" Tanya Jaejoong heran.
"Iya. Bisa saja anda terluka saat tidur" Kata Yunho tegas.
Arrgh..
Jaejoong mengerang kesal, bagaimana bisa orang ini lebih menyebalkan dari ayahnya?
"Apa kau akan ikut masuk kekamar mandi saat aku mandi?"
"Tentu saja jika kau mengajakku"
Duagh..
Jaejoong menendang bantalnya hingga terlempar. Ia sangat kesal hari ini, dan ia tidak bisa membayangkan hari-hari berikutnya.
"Hei, Junho" Panggil Jaejoong.
"Yunho, Tuan" Kata Yunho membenarkan.
"Terserahlah" Jawab Jaejoong cuek, "Aku ingin kita melakukan kesepakatan"
"Tidak jika itu membuatku kehilangan kepala.."
"Aish kau berlebihan" Kata Jaejoong, "Ini akan menguntungkan kita"
Yunho menaikan sebelah alisnya, tidak bisa menebak apa yang telah Jaejoong rencanakan.
Tanpa mempedulikan wajah bingung Yunho, Jaejoong berjalan ke meja belajarnya, mengambil kertas dan pulpen. Ia menuliskan banyak kata di kertas itu dan tidak bisa di lihat oleh Yunho.
"Nah, sekarang kau baca lalu tanda tangan" Jaejoong menyerahkan kertas itu lalu menunjuk dimana tempat Yunho harus menandatanganinya.
Yunho membaca poin-poin yang tertulis disana, dan matanya semakin menyipit setelah membaca banyak kalimat.
Harus menghormati Kim Jaejoong,
Harus menjaga jarak sebanyak 2 meter jika ingin mengikuti,
Hanya boleh mengantar hingga gerbang kampus/menunggu disana,
Tidak boleh mengikutiku diam-diam,
Tidak mencampuri urusanku,
Melaporkan hal yang baik pada Aboji,
Tidak boleh banyak protes,
Tidak boleh macam-macam.
Yunho menatap datar tulisan itu. Bagian mana yang menguntungkannya? Semua membuatnya bertambah repot.
"Sudah selesai? Ayo cepat tanda tangan" Jaejoong menunjuk-nunjuk bagian yang harus Yunho tanda tangani.
"Aku tidak bisa"
"Apa?"
"Kalau seperti ini, tidak ada efek jera untuk anda, Tuan. Anda sama saja mengkekang kebebasan bertugasku" Kata Yunho lalu menyerahkan buku dan pulpen itu pada Jaejoong.
Jaejoong benar-benar tak percaya dengan apa yang baru ia dengar.
"Ta-tapi..." Jaejoong ingin protes tapi Yunho sudah berjalan kearah pintu.
"Anda hampir melewatkan makan siang anda, Tuan. Lekaslah ke meja makan" Kata Yunho sebelum menutup pintu kamar Jaejoong, meninggalkan pria manis itu dalam keadaan kesal.
Welcome to the hell, Jaejoong sshi.
.
.
.
Jaejoong mengawali awal bulan baru dengan kesengsaraan yang ia bayangkan sendiri akan menimpanya.
Bermula dari pagi tadi saat ia ingin pergi ke kampus karena ada kelas jam 8, saat sedang sarapan seorang diri, pengawalnya terus berdiri di samping meja makan, mengamatinya melahap satu persatu makanannya hingga habis. Jaejoong mengunyah dengan pelan, merasa terganggu dengan tatapan yang terus tertuju padanya, membuat nafsu makan menghilang.
"Bisa tidak kau menungguku di mobil?" Tanya Jaejoong tanpa melihat Yunho.
"Tidak, Tuan. Menemanimu makan adalah tugasku" Kata Yunho kalem.
Jaejoong menghela nafas kasar, "Kau bukannya menemaniku, tapi mengawasiku"
"Memang apa bedanya?" Kata Yunho cuek.
Oh God.
Jaejoong memegangi kepalanya yang sakit. Ia benar-benar kesal pada orang ini. Jika membunuh adalah halal di dunia, maka aku akan membakarnya hidup-hidup, batin Jaejoong kejam.
Brak..
"Aku selesai" Jaejoong bangun, mengambil tasnya kasar lalu meninggalkan Yunho yang tersenyum.
"Manis"
.
.
Begitu juga saat mereka tiba di gerbang kampus, Jaejoong berjalan menuju gedung universitas dengan terburu-buru karena ia hampir terlambat.
Ia berfikir kalau Yunho tak akan bisa mengejarnya. Ia berhenti ketika sampai di koridor, mengatur nafasnya yang terputus-putus.
Hahh hahh hahh
"Lain kali anda tak boleh berlari seperti itu"
Jaejoong menegang. Ia mendengar suara Yunho dari samping, dan ketika ia menoleh ia menemukan Yunho yang juga sedang terengah.
"Kau!" Jaejoong nyaris pingsan. Ia lupa kalau pria itu cukup tinggi dan berkaki panjang hingga bisa berlari lebih cepat darinya.
"Kenapa kau mengejarku eoh? Aku ingin kuliah"
"Ayah anda menyuruhku untuk memastikan anda masuk kelas, tidak pergi ke atap untuk membolos" Kata Yunho jujur. Sebenarnya tanpa di pinta pun ia akan melakukan itu.
Jaejoong mengangkat kedua tangannya, "Baiklah aku menyerah" Jaejoong berjalan memasuki sebuah kelas.
Yunho tersenyum melihat itu. Satu tugasnya sudah selesai.
.
.
.
Junsu menatap tak percaya pada Jaejoong yang duduk di sebelahnya. Ia tidak menyangka Jaejoong akan ikut mata kuliah bahasa inggris.
"Apa kepalamu terbentur tiang, Hyung?" Tanya Junsu, Jaejoong menggeleng, "Terantuk tembok?" Tanyanya lagi.
"Kau ini bicara apa sih?" Kesal Jaejoong.
"Tidak biasanya kau rajin, Hyung" Kata Junsu polos.
"Aku sedang berdiri di tepi neraka, su"
"Apa?"
.
.
.
"Oh, jadi begitu.." Junsu mengangguk seolah mengerti apa yang Jaejoong ceritakan tadi. Saat ini mereka berada di kantin setelah kelas usai.
Jaejoong menyerumput jus jeruknya, lalu mengangguk, "Aku benar-benar kesal"
"Tapi sepertinya dia baik dan juga...tampan" Kata Junsu lagi.
"Iya kau benar. Loh..!" Jaejoong baru sadar kalau ia belum pernah cerita bagaimana wajah Yunho.
"Bagaimana kau..." Junsu menunjuk-nunjuk belakang Jaejoong.
"Dia orangnya kan?" Tanya Junsu, Jaejoong menoleh dan langsung terkejut.
"MWOO?"
.
.
.
Duk..
Klontang..
"Bisa tidak sih kau berhenti mengikutiku? Aku lelah" Kata Jaejoong sambil terus menendang kaleng kosong di kakinya.
"Tugasku memang seperti itu, Tuan"
"Tapi aku butuh kebebasan. Kau tak bisa terus mengikutiku"
"Aku sudah tak menunggui anda tidur, tidak juga mengawasi anda mandi. Dan aku rasa itu sudah cukup" Jelas Yunho. Ia merasa apa yang di lakukannya tak terlalu berlebihan.
"Iya, tapi kau melebihi Aboji. Aku kira hanya Aboji yang menyebalkan"
"Anda tidak boleh berkata seperti itu tentang Tuan Kim. Beliau sangat menyayangi anda"
"Ck, sayang? Dia bahkan mengekang hidupku" Kata Jaejoong sambil mendudukkan pantatnya di kursi taman.
"Karena beliau menyayangi anda, maka beliau tidak ingin terjadi apa-apa pada anda"
"Cih, tahu apa kau tentang Aboji?" Jaejoong mulai menatap nyalang pada orang di depannya.
"Mungkin aku tidak begitu mengenal Tuan Kim, tapi aku punya seseorang ayah seperti beliau" Kata Yunho menerawang.
"Apa ayahmu mengekangmu juga?" Tanya Jaejoong, menatap Yunho yang berdiri didepannya, menutupi senja yang mulai tenggelam.
"Ya. Menjadi seorang pengawal bukan keinginanku, tapi itu impian ayahku dan aku tak bisa berbuat apa-apa selain mewujudkannya"
"Sepertinya kau anak yang patuh, tidak sepertiku" Kata Jaejoong sedih.
"Ya, karena aku ingin berguna untuk orang tuaku"
Jadi berguna ya? Bahkan aku menjadi gay sekarang, batin Jaejoong sedih.
.
.
.
Jaejoong tampak lebih diam hari ini, ia juga tidak memprotes segala tindakan yang Yunho lakukan yang selalu ia anggap berlebihan. Hal itu membuat Yunho bingung dan tak tahu harus bagaimana. Apakah orang yang duduk di sampingnya ini sedang sakit atau sedang ada masalah? Sepertinya pilihan kedua yang tepat.
"Ada yang menjahilimu, Tuan?" Tanya Yunho sambil fokus menyetir. Jaejoong tidak bergeming, ia tetap melihat kearah jendela mobil.
"Tidak. Sudah jangan bicara, menyetir saja yang benar" Jawabnya sedikit ketus.
Yunho tersenyum, "Aku tahu apa yang membuat anda diam" Jaejoong melirik Yunho tajam.
"Tuan Kim yang bilang, kalau anda pergi ke club tiap malam, dan anda sedang resah karena tidak bisa pergi" Tebak Yunho.
Jaejoong berdecih, "Memangnya kau akan membiarkanku pergi?" Tanyanya sambil mencibir.
"Tidak. Aku masih suka pekerjaan ini"
"Junho ah.."
"Yunho, Tuan" Kata Yunho membenarkan lagi. Jaejoong mengibaskan tangannya.
"Terserahlah. Aku hanya ingin membuat kesepakatan" Lanjutnya.
Yunho terkekeh karena Jaejoong tak pernah jera dengan ucapannya, "Anda fikir sedang bernegosiasi dengan anak kecil?"
"Kalau anda meragukan keprofesionalitasan ku, anda salah besar, Tuan" Tambahnya.
"Aniya..kau berlebihan" Jaejoong mencoba mencairkan suasana. Ia terkekeh pelan, membuat Yunho tertegun.
"Aku tidak akan mengadu pada Aboji, jika kau mau bekerja sama denganku. Kita bisa saling menguntungkan, bukan?" Kata Jaejoong dengan tatapan memohon.
"Apa imbalannya untukku, Tuan?"
Jaejoong tertawa sambil menutupi mulutnya, "Tenang saja. Kau boleh minta berapa pun yang kau mau"
"Bukan berapapun, tapi apapun" Kata Yunho membenarkan. Jaejoong menaikan sebelah alisnya.
"Apa maksudmu?"
.
.
.
Kim Minwo duduk dengan santai di taman belakang rumahnya, di sampingnya sang istri sedang mengupas apel untuknya. Ia terus serius membaca sesuatu di dalam tablet yang ia pegang, sambil sesekali tersenyum.
"Ada apa, Yeobo?" Tanya naomi bingung.
"Anakmu itu memang ada-ada saja, Yeobo" Kata Minwo sambil terkekeh, "Dia sedang menyogok Yunho"
Naomi ikut tersenyum, "Apa Yunho bisa di sogok?"
"Tentu tidak. Aku yakin dia tahan godaan" Kata Minwo yakin. Tiap jam, Yunho akan melaporkan kemana dan apa saja yang mereka obrolkan padanya, dan ia selalu saja tertawa tiap membacanya.
Ia baru tahu kalau Jaejoong selucu itu.
"Jadi kau sudah menyetujui usulku kan, Yeobo?" Tanya Naomi pada sang suami. Minwo tampak berfikir.
"Usul yang mana?"
"Tsk, kau memang sudah tua. Itu yang tentang Yunho dan Jaejoong"
Baru setelahnya ia ingat, "Haha, sepertinya iya" Jawabnya sambil menatap tablet di tangannya dengan puas.
.
.
.
"Mwoya? 500 dollar? 500 dollar hanya untuk lukisan anjing itu?" Jaejoong menunjuk tak percaya pada kaca bening di depannya.
Yunho yang berdiri di sampingnya hanya mengangguk.
"Dan kau ingin aku membelikannya untukmu?" Tanya Jaejoong dengan wajah herannya.
"Ini imbalan pertama, Tuan. Dan keuntungannya aku akan memberi laporan yang baik pada Tuan Kim" Kata Yunho dengan wajah santai, tapi menyebalkan bagi Jaejoong.
"Kau ingin aku menghabiskan uang saku ku 1 bulan hanya untuk ini?"
"Itu pun kalau kau mau, Tuan" Jawab Yunho kalem. Jaejoong menghela nafas kasar. Ini seperti memilih jurang atau neraka.
"Baiklah, tapi nanti malam aku ingin pergi ke club" Kata Jaejoong, Yunho hampir protes sebelum Jaejoong memotong, "Dan kau jangan mengikutiku!" Lanjutnya.
Jaejoong pergi meninggalkan Yunho untuk masuk kedalam toko aksesoris dan lukisan itu.
"Untuk yang itu, aku tidak janji, Tuan" Kata Yunho datar.
.
.
.
Club malam di daerah Itaewon itu semakin malam semakin ramai. Banyak orang menghabiskan waktu dan uang hanya untuk berada disana. Dan itu juga yang di lakukan oleh Kim Jaejoong.
Seperti biasa, Jaejoong,Suk Chun, Yihan dan Hyunjoong berkumpul mengelilingi meja di club itu, tapi sepertinya keadaan itu berbeda dari sebelumnya.
Biasanya ada banyak botol dan gelas bir, rokok dan makanan kecil berserakkan di meja itu, tapi sekarang yang ada hanya minuman bersoda.
Jaejoong berulang kali membuang nafasnya kesal sedang teman-temannya yang lain memperhatikan seseorang lain yang duduk bersama mereka.
"Jadi dia pengawalmu, Jae?" Tanya Yihan sambil menunjuk Yunho. Jaejoong mengacak poninya lalu mengangguk.
Yunho duduk di sofa yang sama dengan mereka, berpakaian serba hitam, lengkap dengan kacamatanya. Dari tadi banyak orang yang lewat terus memperhatikan penampilan Yunho itu.
"Apa ini tren berbusana ke club malam?" Tanya Suk Chun. Jaejoong menenggelamkan kepalanya pada telapak tangan. Ia benar-benar malu sekarang.
Kenapa masalah datang bertubi-tubi beberapa hari ini setelah kehadiran pengawalnya itu? Ia harus segera bertindak.
Yang membuatnya lebih kesal adalah kekeras kepalaan Yunho yang membantah perintahnya. Jika memang Yunho ingin ikut ke club, setidaknya berpakaianlah yang layak, bukan seperti teroris begini.
Yunho yang tahu kalau dirinya menjadi pusat perhatian hanya menanggapi dengan cuek, ia sudah biasa seperti itu dan sudah tak heran lagi.
"Anggap saja dia tidak ada, Hyung" Kata Jaejoong kesal. Ia lalu memanggil waiters yang berada di dekatnya.
"Aku pesan 2 botol red wine, rokok dan kacang" Katanya, si pelayan baru akan menulis sebelum suara Yunho terdengar.
"Anda masih punya jus soda, Tuan" Kata Yunho dengan sopan. Jaejoong pura-pura tak mendengar dan tetap melanjutkan bicara pada waiters.
"Berikan es batu yang banyak..." Katanya cuek. Yunho diam. Ia tidak suka di acuhkan seperti itu.
Drrtt..drrtt
Jaejoong berdecak ketika ponsel di saku celananya bergetar. Ia tahu siapa yang menelponnya.
"Ne, Aboji" Jawabnya malas.
"Aku tahu kau ada di club itu, tidak apa karena ada Yunho di sana, tapi ingat..jangan coba-coba untuk mabuk" Kata Minwo menasehati. Jaejoong melirik Yunho yang sedang melihatnya.
"Ne, Aboji" Kata Jaejoong lalu menutup teleponnya. Ia melihat pada Yunho dengan wajah galak, tapi tak membuat pria itu gentar.
"Kau!" Jaejoong hampir menubruk Yunho kalau saja Yihan tidak menahannya.
"Sudahlah, Jae. Kau tidak lihat kalau dia tidak melaporkannya pada ayahmu" Kata Yihan mencoba menghilangkan kekesalan sahabatnya itu. Jaejoong kembali duduk karena ucapan Yihan ada benarnya.
Tapi ia melewati kerah kemeja Yunho yang terdapat alat penyadapnya.
Tak lama waiters datang membawa pesanan mereka, membuat suasana kembali meriah. Jaejoong ingin menuang bir kedalam gelas sebelum sebuah tangan menahan tangannya. Ia mendelik, semakin kesal dengan tingkah pengawalnya.
"Anda tidak boleh mabuk, Tuan" Kata Yunho kembali memperingatkan. Kekesalan Jaejoong tak dapat di tahan lagi, dengan tiba-tiba di bantingnya botol bir yang ia pegang hingga menimbulkan bunyi yang cukup kencang. Beberapa pengunjung club yang mendengar bunyi pecah di tengah dentuman musik menoleh ke arah Jaejoong.
"Aku muak denganmu, Yunho!" Kata Jaejoong dengan kilat marah di matanya.
Jaejoong bangun dari duduknya, berjalan ketengah lantai dansa yang di penuhi oleh pengunjung. Jam menunjukkan pukul 11 malam dan semakin sesak ketika hari semakin malam.
Jaejoong meliukkan tubuhnya di antara dua pria yang tengah asik bergoyang, menggoda keduanya dengan gerakan yang menggiurkan. Jaejoong sudah biasa melakukan itu ketika berada di club, tapi biasanya ia selalu dalam keadaan mabuk.
Yunho terdiam, memperhatikan pria yang menjadi tanggung jawabnya itu sedang berjoget tak jauh di depannya. Ia ingin menarik Jaejoong keluar dari club ini, tapi ia ingin tahu apa lagi yang akan di lakukan pria itu.
Di lihatnya seorang pria tinggi dan cukup tampan menghampiri Jaejoong, memegang pinggangnya tanpa penolakan dari pria manis itu.
Jaejoong sudah tak terkejut lagi dan ia hanya tersenyum ketika orang yang sudah di kenalnya itu berada di belakangnya. Pria itu bernama Siwon yang berkenalan dengannya dua hari lalu.
"Kau sendiri, Jae?" Tanya Siwon agak berteriak untuk mengalahkan suara musik.
"Menurutmu?" Tanya Jaejoong sambil mengerling. Mereka tertawa dan kembali hanyut dalam percakapan ringan sambil terus bergerak dengan intim.
Di tempatnya, Yunho melihat pria di belakang Jaejoong itu mencium pipi Jaejoong dari samping dan hal itu membuat Yunho tak tahan lagi.
Ia menghampiri Jaejoong dengan langkah panjang, menarik tangan Jaejoong hingga pria itu terlepas dari pelukan Siwon.
"Yunho..hei!" Jaejoong mencoba menarik tangannya dan menghentikan langkahnya ketika Yunho menyeretnya, berjalan keluar club tanpa ragu.
Sesampainya di luar club, Yunho melonggarkan pegangannya pada tangan Jaejoong hingga pria itu mudah menariknya.
Plak..
Jaejoong menampar Yunho hingga kacamata hitam yang dipakainya terlepas. Yunho tidak bergeming dan tetap menatap orang yang ada di depannya. Nafas Jaejoong terengah ketika emosi sudah naik ke kepala.
"Jika kau ingin mengekangku seperti Aboji, mengikuti kemanapun aku pergi, mengaturku tidak boleh mabuk atau apapun, itu memang pekerjaanmu. Tapi mengaturku agar tidak berhubungan dengan teman-temanku itu bukan tugasmu, kau tahu?" Kata Jaejoong mengeluarkan kekesalannya.
"Dia punya maksud lain, Tuan" Kata Yunho dengan santai. Ia tidak merasa bersalah atau takut dengan tindakannya tadi, karena perkiraannya selalu benar. Ia tahu mana yang ingin berteman dan mana yang ingin berkencan.
"Tahu apa kau tentang orang lain? Bahkan tentangku saja kau tak tahu. Kau sama saja seperti Aboji yang selalu memaksakan kehendak kalian. AKU MEMBENCIMU!" Setelah berkata itu Jaejoong meninggalkan Yunho, menghentikan taksi yang lewat lalu pergi dengan itu. Yunho terdiam, ternyata sangat sulit mengubah seorang Kim Jaejoong yang keras kepala.
.
.
.
Brak..
Tuan Kim yang masih terjaga di ruang tv terkejut mendengar pintu yang terbuka cukup keras, siapa lagi pelakunya kalau bukan sang anak yang baru datang.
"Apa kau tak punya sopan santun, Kim Jaejoong?!" Pertanyaan itu menyambut kedatangan Jaejoong. Ia menghentikan langkahnya ketika mendengar ucapan ayahnya.
"Mana Yunho?" Tanya Minwo heran karena tidak melihat Yunho. Jaejoong hanya diam, menatap ayahnya yang bingung, lalu berjalan mendekati ayahnya dengan langkah yakin.
"Aboji, aku tidak ingin melihat Yunho lagi!" Kata Jaejoong kesal. Minwo semakin tak mengerti dengan maksud anaknya itu.
"Kenapa? Apa dia membuatmu kesal?"
"Ya, SELALU. Aku benci dengan sikapnya yang selalu mencampuri urusanku, dia bahkan melarangku bersama temanku" Katanya penuh penekanan. Sebelum Minwo menjawab, pintu depan terbuka kembali, menampilkan sosok tegap Yunho.
Jaejoong membuang pandangan ketika mata mereka bertemu, sedang Yunho hanya menatap datar Tuannya.
"Aku mengantuk" Kata Jaejoong ketika Yunho sudah berjalan kearahnya, ia langsung pergi dari sana.
Minwo memasang wajah bingung di depan Yunho sambil bertanya, "Ada apa?"
"Aku ingin membicarakan tentang rencanaku pada Ahjussi" Kata Yunho sambil tersenyum, dan perkataan Yunho itu membuat Minwo bertambah bingung.
.
.
.
Jaejoong terus menggerutu di dalam kamarnya, membuka celana jeans yang ia pakai lalu melemparnya kesembarang arah. Ia kini hanya memakai celana dalam saja. Tanpa peduli apapun ia langsung masuk kedalam selimut di ranjang, masih dengan gerutuan di bibir mungilnya.
"Lihat saja, besok aku akan demo pada Aboji untuk memecat si menyebalkan itu" Cibirnya kesal dan masih banyak lagi kata-kata makian yang keluar dari bibirnya hingga ia terlelap dalam tidur.
.
.
.
Keesokan harinya, meski matahari sudah bersinar cukup terang tapi tetap saja itu tidak bisa mengusik tidur cantik seorang Kim Jaejoong. Ia tetap bergelung di bawah selimut yang sudah tak berbentuk lagi, mengabaikan atau bahkan tak tahu jika seseorang tengah menatap datar padanya.
Yunho ingin sekali tertawa melihat gaya tidur Tuannya itu, tapi ia tidak ingin membuat Jaejoong bertambah marah.
Lihat bagaimana seorang Jaejoong—pria nakal dan pembangkang itu tidur tanpa memakai celana selain celana mini yang menutupi pusakanya, dan yang membuat Yunho heran bagaimana bisa Jaejoong menggerakkan wajahnya seperti itu, seingatnya dulu Jaejoong tidak melakukan itu.
"Tuan bangun, Ayah anda menunggu di meja makan" Yunho menggoyangkan bahu Jaejoong yang langsung di tepis oleh pria itu.
Tak menyerah, Yunho kembali melakukan hal yang sama tapi kali ini lebih kencang, dan di tepis dengan kencang juga oleh Jaejoong.
"Yak! Apa-apaan kau?" Tanya Jaejoong kesal. Ia duduk dari tidurnya lalu menatap Yunho dengan mata sayunya.
Yunho hanya menatap datar wajah Jaejoong, "Ini sudah siang, anda harus bangun" Kata Yunho dengan nada biasa.
Jaejoong mengibaskan tangannya di depan wajah lalu kembali tidur, "Atau setidaknya, pakai celana anda, Tuan" Kata Yunho santai.
.
.
Dan Jaejoong perlu beberapa detik untuk mengerti ucapan Yunho lalu berteriak.
"MWOYAA?!"
PLAK..
.
.
T
B
C
.
.
APAAAAA? FF BARU LAGIIIII? #lebay
Ini bukan ff baru sebenernya karena ini udah lama ada di draf hp tapi baru aku lanjut setelah sekian lama gegara ke pentok ide XD dan sekarang ff ini uda selesai aku tulis karena hanya 2 Chapter, tapi 1 Chapter ya panjang kayak gini, mudah-mudahan gak ngantuk bacanya ^^
Please jangan tanya lanjutan ff one night stand sama ku dulu, karena part terakhir ff itu yang harusnya bisa aku post tiba-tiba menghilang dari laptopku karena tangan kreatif keponakanku dan aku butuh waktu lama untuk menata hatiku #lebayLagi
Hehe oke lah..silahkan di baca dan jangan lupa review-nya yah ^_^
