Naruto © Masashi Kishimoto

SasuNaru

Shounen ai / BL

T

Happy Reading

.

.

Musim dingin hampir memasuki pertengahan. Awan-awan kelabu yang menggantung di atas langit berarakan membentuk gumpalan raksasa. Uap air yang mengalami proses kristalisasi melayang-layang di udara tertiup angin, sebelum kemudian jatuh ke tanah karena gaya gravitasi.

Suhu udara pada sore hari itu perlahan-lahan turun, hingga udara yang bertiup pelanpun terasa begitu membekukan. Beberapa warga desa yang masih berada di jalan masing-masing mengeratkan syal, sarung tangan, dan jaket mereka. Toko-toko disekitar sudah banyak yang tutup lebih awal dikarenakan udara yang begitu dingin.

Sepasang kaki milik pemuda berambut pirang melangkah di tengah-tengah jalanan bersalju. Sesekali ia terlihat menggosok-gosok kedua tangannya dan meniupkan uap panas dari celah mulutnya. Naruto yang saat itu baru saja kembali dari melaporkan hasil misinya yang memakan waktu sampai delapan hari dibuat begitu menggigil kedinginan. Sepanjang perjalanan tubuhnya hanya dilapisi sebuah pakaian oren yang biasa ia kenakan. Pemuda dengan marga Uzumaki itu mengutuk dirinya yang begitu ceroboh meninggalkan syalnya di rumah sebelum pergi melakukan misi.

Udara khas musim dingin sesekali bertiup, menusuk kulitnya yang tidak tertutupi kain, kedua tangannya bahkan hampir membeku karena kedinginan. ia berharap bisa segera pulang, berendam dalam bak mandi penuh dengan air hangat, lalu bergelung dalam selimut sepanjang malam. Ah... Memikirkannya saja sudah membuat begitu senang.

Hanya bermodalkan bayang-bayang kasur hangat yang menunggunya, sepasang tungkai kaki mulai berlari di tengah-tengah hujan salju menuju rumahnya. Langkahnya tergesa-gesa menapaki anak tangga menuju lantai dua. Tangannya yang sudah hampir mati rasa meronggoh kantong mencari kunci. Hal pertama yang dirasakan setelah masuk ialah suhu ruangan yang berbanding terbalik dengan udara dingin di luar, lalu kemudian aroma khas masakan yang membuat perutnya tiba-tiba menjadi lapar dan berbunyi keroncongan. Terakhir perhatiannya terarah pada cahaya lampu yang berasal dari arah kamar. Naruto tersenyum kecil. Ia sudah tidak kaget lagi dengan hal ini.

"Aku pulang!" kata-kata itu ia lontarkan sambil melangkah menuju kamarnya. Sebuah suara samar-samar menyahuti dirinya. Naruto membuka pintu kamar, di depan matanya terlihat sesosok pria sedang duduk bersila di samping tempat tidurnya. Seakan-akan tidak peduli dengan udara dingin di luar, pria itu hanya memakai baju berlengan pendek berwarna biru, di tangannya terdapat sebuah gulungan yang terbuka, sedangkan sisanya terletak di atas lantai secara acak. Kedua mata hitam menatap fokus, sedang wajahnya memasang ekspresi datar. Rambut raven khas miliknya yang biasanya selalu mencuat kini terlihat layu dan basah, bahkan beberapa tetes air terlihat jatuh dari anak rambutnya. Seakan-akan menegaskan bahwa pria itu baru saja selesai mandi tanpa mengeringkan rambutnya terlebih dahulu.

Hati Naruto menghangat, senyum kecil terlukis di bibirnya. Jika dulu setiap kali ia pulang ke rumah dan mengucapkan salam, hanya ada keheningan menyesakkan yang membalasnya. Maka sekarang, sebuah suara pelan bernada datar kadang-kadang akan membalas salamnya. Dan jika dulu kamarnya akan selalu berantakan, penuh dengan sisa sampah ramen instan dan pakaian bekas pakai yang tergeletak di sembarang tempat. Maka sekarang, tempat itu akan selalu rapi dan bersih walaupun kadang ada beberapa kertas dan gulungan bukan miliknya yang tercecer dilantai.

Naruto tidak pernah menyangka. Seorang Uchiha, lebih tepatnya seorang Uchiha Sasuke akan menjadi orang yang bisa leluasa keluar masuk tempat tinggalnya semaunya, menyentuh dan menggunakan semua barang miliknya dan bahkan kadang-kadang memasakkan sesuatu untuknya. Dan yang lebih tidak disangkanya adalah bahwa ia akan berakhir dengan menjalin sebuah hubungan layaknya sepasang kekasih dengan Sasuke.

"Kenapa kau terus berdiri di tengah pintu seperti itu?" kedua bola mata itu tidak lagi terpaku hanya pada gulungan kertas. Sasuke menatap heran pada sang pemuda pirang yang masih diam berdiri.

Naruto menggeleng kepala dan mengibas tangannya. "Tidak, hanya terpesona dengan sosok tampan seorang Uchiha Sasuke." bibir Naruto membentuk sebuah seringai nakal, kalimat itu disampaikan dengan nada candaan, sedang Sasuke hanya mendengus menanggapi.

Naruto menuju lemari dan mengeluarkan sebuah handuk kecil. Ia kemudian mendudukan dirinya di atas kasur, tepat disamping Sasuke. Tangannya pelahan-lahan menggosokkan rambut yang basah itu, namun sebuah tangan berkulit putih menghentikan gerakannya.

"Kau tidak perlu melakukannya. Sebaiknya kau segera mandi saja dan melepas pakaianmu yang basah itu. Kau bisa saja sakit kalau terus memakai pakaian itu lebih lama lagi."

Kalimat itu membuat pemuda keturunan Uzumaki itu tersadar kalau bajunya sedikit agak basah karena salju yang mencair.

"Kau juga bisa sakit kalau rambutmu dibiarkan basah seperti itu, jadi biarkan aku mengeringkannya."

Naruto berniat kembali menggosok rambut Sasuke dengan handuk, namun laki-laki itu kembali menolak dengan menjauhkan kepalanya.

"Sudah kubilang, kau mandi saja, bak mandinya sudah kuisi dengan air hangat. Dan kau tidak perlu mengeringkan rambutku, aku bisa mengeringkannya sendiri." Sasuke mendorong Naruto pelan.

Naruto mendengus kesal, ia menepuk keras bahu Sasuke hingga menghasilkan suara yang nyaring. Rasa nyeri langsung menusuk menembus kulit. Keturunan Uchiha itu hanya bisa meringis pelan dan mendelik pada sang pelaku.

Mengikuti apa yang diminta pemuda Uchiha, Naruto bangkit dari duduknya untuk melepaskan pakaian luarnya yang sudah basah terkena salju yang mencair. Sepasang mata safir menatap pada gulungan yang berserakan di lantai.

"Ngomong-ngomong apa isi semua gulungan ini?"

Sasuke sekilas mengalihkan perhatiannya pada Naruto, namun ia kembali fokus pada gulungan di tangannya dan berkata, "Gulungan perjanjian desa Konoha dengan desa lain dan gulungan Jutsu yang tidak terpakai. Nona Tsunade memintaku mencari beberapa gulungan perjanjian kerjasama dengan desa tetangga, dia bilang akan ada perubahan dengan perjanjian dalam gulungan itu, dan dia ingin agar gulungan itu segera ditemukan."

Naruto mengangguk paham menanggapi. "Lalu gulungan Jutsu untuk apa?"

"Bukan apa-apa. Karena terlalu lama disimpan dalam gudang gulungan-gulangan itu jadi tercampur." Sasuke memijit pelan keningnya, berjam-jam membaca semua tulisan itu tentulah membuat kepalanya sedikit pening. "Oh, aku lupa sesuatu. Ada sup di dapur, setelah mandi cepatlah makan, dengan begitu tubuhmu bisa lebih cepat hangat."

Sebuah suara yang terdengar seperti 'Baik~' teredam oleh pintu kamar mandi yang tertutup.

Sasuke kembali fokus pada pekerjaannya, ia menggulung kertas di tangannya dan beralih pada gulungan lain di sampingnya. Matanya membaca kalimat pertama pada gulungan dan langsung mendesah lelah mengetahui gulungan jenis apa yang ia pegang.

"Ah... Ternyata gulungan Jutsu lagi."

Sasuke menggerak-gerakkan kepalanya untuk meringankan pegal di lehernya karena terlalu banyak menunduk. Bukannya melanjutkan pada dokumen berikutnya, mata hitam itu membaca penjelasan pada gulungan di tangannya.

'Jutsu pengganda tubuh?' ia terdiam sesaat. 'Jadi ini seperti Buns-' belum sempat ia selesai membatin, kalimat dalam gulungan itu meralat pemikirannya. 'Tunggu, dikatakan di sini kalau Jutsu ini berbeda dengan Bunshin. Jika Bunshin akan hilang saat terkena serangan, maka tubuh yang dibuat hasil dari Jutsu ini bila terkena serangan akan terluka, seperti tubuh asli. Lebih seperti membagi orang dengan satu tubuh menjadi beberapa tubuh. Walaupun tubuhnya terbagi namun kekuatannya sama sekali tidak ikut terbagi. Hm... Jurus yang menarik.' Sasuke terus melanjutkan membaca gulungan itu sampai pada bagian petunjuk cara melakukan jurus itu, tanpa sadar kedua tangannya membentuk segel tangan sesuai dengan instruksi pada gulungan di pangkuannya. Sebuah asap perlahan-lahan menyebar ke seluruh ruang di dalam kamar Naruto.

Di dalam kamar mandi, dengan bak yang diisi penuh dengan air hangat, Naruto merendam dirinya selama 10 menit. Tubuhnya yang awalnya menggigil kedinginan perlahan mulai menghangat. Setelah merasa cukup berendam dalam air hangat Naruto mulai membilas diri. Alis pirangnya mendadak mengernyit saat mendengar suara debuman dari arah luar kamar mandi.

"Suara apa itu? Apa Sasuke menjatuhkan sesuatu? Kuharap bukan benda yang mudah pecah."

Dengan khawatir Naruto buru-buru menyelesaikan membilas diri, tangannya dengan gesa-gesa mencoba meraih handuk yang tergantung di dinding, namun yang ada hanyalah kait yang tidak tergantung apapun di sana.

"Eh tunggu, dimana handuk ku? Apa jangan-jangan aku lupa membawanya!"

Seakan merasa mengalami kesialan berturut-turut, Naruto mengumpat beberapa kali pada dirinya sendiri. Jika ia terlalu lama berada di dalam kamar mandi tanpa pakaian ia pasti akan cepat masuk angin, dan dengan pasrah Naruto akhirnya memanggil pria lain di luar sana.

"Sasuke!" suara Naruto menggaung nyaring dalam kamar mandi, tapi tidak ada balasan dari luar.

"Hei, Sasuke!" suaranya kembali keluar, namun masih tidak ada sahutan.

"Sasuke, kau masih ada di sana, kan?" Naruto mulai mendadak khawatir karena belum adanya respon dari bersangkutan. Ia hampir saja menerobos keluar kamar mandi tanpa kain menutup tubuhnya jika saja suara yang diharapkan sedari tadi tidak menjawab.

"Ya, ada apa Naruto?"

Pemuda pirang itu bernapas lega, ia melonggarkan genggamannya pada ganggang pintu kamar mandi.

"Aku tadi lupa membawa handuk, bisakah kau membawakannya untukku?"

Hening selama beberapa detik, kemudian sebuah sahutan kembali terdengar dari arah luar.

"Tunggu sebentar!"

Sepasang kaki yang menapaki lantai kayu samar-samar menimbulkan debuman-debuman kecil dan perlahan-lahan terdengar jelas, suara dua kali ketukan pintu terdengar berasal dari arah luar, lalu kemudian disusul derit pintu kamar mandi yang terbuka dan sebuah kepala dengan helai rambut raven menyembul dari balik pintu. Naruto berjalan mendekati pintu dan berniat membuka sedikit lebih lebar, ketika Sasuke dengan tiba-tiba melesat masuk dan dengan cepat menutup pintu di belakangnya.

Naruto tersentak kaget akibat suara nyaring pintu yang ditutup tiba-tiba. Sedangkan pemuda lainnya, dengan wajahnya yang memerah malu mengulurkan handuk di tangan, sepasang mata hitam miliknya senantiasa menatap lantai kamar mandi.

"Ini handukmu."

Naruto tertegun sesaat, wajah memerah milik Sasuke terpantul jelas di bola mata safir Naruto, ia tidak pernah menyangka kalau Sasuke akan memakai ekspresi seperti itu. Naruto memang pernah beberapa kali melihat wajah Sasuke memerah, namun itu tidak pernah disandingkan dengan ekspresi malu, paling-paling hanya dengan wajah terkejut, datar, maupun cemberut.

"A-apa kau tidak mau berendam lebih lama lagi?"

Suara itu kembali menarik Naruto dalam kesadarannya, kepala dengan rambut pirang itu menggeleng pelan, raut penuh keterkejutan masih betah berada di wajah. "Tidak, aku sudah mulai lapar. Jadi... aku ingin segera makan." sepertinya karena ekspresi mengejutkan yang dibuat Sasuke otaknya sudah tidak bekerja dengan benar lagi, bahkan ia sudah lupa dengan niat awalnya untuk memeriksa suara debuman yang ia dengar sebelumnya.

"A- um... Begitu." Sasuke terdiam sesaat dalam kegugupan dengan wajah yang masih memerah padam. "Kalau begitu, aku akan keluar dulu." setelah mengatakan itu Sasuke keluar dan kembali menutup pintu rapat-rapat.

Naruto menatap sambil terdiam, handuk masih tergantung di tangannya. Tiba-tiba pemuda pirang menyadari kalau pakaian Sasuke berbeda dengan yang tadi, sebuah sweater putih berlengan panjang.

Ah, mungkin saja dia memutuskan mengganti pakaian karena merasa dingin.

Sebuah suara ribut kembali terdengar dari balik pintu kamar mandi, dengan tergesa-gesa Naruto menggosok tubuh dengan handuk, melilitkannya di pinggang dan berjalan keluar.

Pemuda berkulit tan itu mematung di hadapan dua sosok yang tumpang tindih, satu sosok lagi berjongkok melerai keduanya yang terlihat saling menarik wajah masing-masing. Gulungan yang awalnya tergeletak di lantai berguling-guling ke sudut ruangan. Beberapa bekas memerah yang entah karena apa terlihat diatas kulit dua sosok yang tumpang tindih.

Merasa diabaikan Naruto berdehem sekali. Suara deheman itu membuat ketiga sosok itu serentak terdiam dan melihat kearah yang sama, masing-masing mata mereka melotot kaget pada pemuda yang tengah berdiri ruangan yang hanya berlapiskan handuk.

Dengan tangan kanan berkacak di pinggang dan salah satu alis terangkat tinggi Naruto berucap, "Sasuke, apa yang sedang kau lakukan?" sepasang safir menatap bingung pada tiga sosok Sasuke, matanya mengamati sosok mereka bertiga yang terlihat sama satu sama lain namun disatu sisi juga terlihat berbeda.

"Dan juga untuk apa kau menciptakan Bunshin?" lanjutnya. Kedua alis pirangnya mengernyit penasaran.

Dua sosok Sasuke yang saling tumpang tindih itu memisahkan diri, mereka merapikan pakaian mereka yang terlihat berantakan, salah satu dari sosok itu berucap kemudian.

"Bukan apa-apa, kau tidak perlu mempedulikannya."

Singkat dan tanpa penjelasan. Kalimat itu sukses membuat pemuda pirang menampilkan ekspresi penuh dengan ketidakpuasan. Sedangkan sosok yang berucap tadi menatap tanpa berkedip pada tubuh setengah telanjang miliki pemuda di depannya, seringai secara seketika terbit di wajah tampannya.

"Hei, Dobe!"

Naruto menatap menunggu kelanjutan.

"Kau itu-"

"Naruto, kau bisa kedinginan jika terus tanpa pakaian seperti itu. Sebaiknya kau segera memakai sesuatu."

Sepasang mata hitam mendelik tajam pada sosok lain Sasuke yang memotong perkataannya secara tiba. Dan dengan tenang sosok lain Sasuke itu mengabaikan tatapan tajam yang terarah padanya.

"Ah! Aku benar-benar lupa."

Naruto menuju lemari mengambil sepasang pakai hangat yang ia miliki dan memakainya. Sambil mengganti pakaian, matanya sesekali melirik pada tiga sosok yang terduduk di tengah ruangan. Otaknya sedari tadi sudah dihinggapi sebuah pertanyaan yang ingin ia ucapkan. Jika saja bukan karena perbedaan yang mencolok pada tiga sosok itu, mungkin pertanyaan itu tidak akan bersarang di dalam kepalanya. ia tidak terlalu tertarik dengan alasan Sasuke menciptakan Bunshin. Yang membuatnya penasaran, jika dua dari ketiga sosok itu adalah Bunshi lalu kenapa pakaian mereka terlihat berbeda, bukankah Bunshi mencopy wujud dari tubuh aslinya. Salah satu dari ketiganya itu adalah yang ia temui di kamar mandi, sweater putih yang nampak hangat membungkus tubuhnya, sikap tubuhnya menunjukkan kekakuan dan kegelisahan pada dua sosok lain yang saling bertatapan sengit.

Kedua, ada sosok Sasuke yang memakai jaket hitam dengan aksen bulu berwarna putih pada tudungnya. Di telinga kirinya terdapat sebuah anting dan pada telunjuk di tangan kanannya terpasang cincin berwarna perak. Alis Naruto mengernyit dalam, pasalnya Sasuke tidak pernah tertarik dengan aksesoris semacam itu. Dan sekarang, melihat sosok Sasuke di depannya memakai benda seperti itu... Hm, entahlah. Mungkin...

Memiliki daya tariknya tersendiri?

Yang terakhir adalah Sasuke yang memakai kimono abu-abu dengan haori biru. Wajahnya menampakkan ketenangan walaupun sepasang matanya masih saling menyorot tajam dengan sosok berjaket.

Naruto terdiam sambil menatap keheranan. Ia tidak tahu sebenarnya ada apa dengan dua orang itu, sedari awal terlihat sekali kalau ada aura permusuhan diantara mereka. Bagaimana bisa dua sosok yang err... sama (?) saling membenci seperti itu?

Dan sebenarnya yang mana Sasuke asli? Diantara mereka bertiga entah kenapa tidak ada yang cukup menyakinkan untuk menjadi yang asli.

"Hei, diantara kalian yang mana Sasuke?" sosok pirang bertanya dengan tubuh yang sudah terpakai baju lengkap.

Ketiganya menoleh dan serentak menjawab, "Tentu saja aku."

Setetes keringat menggantung di kening Naruto. Naruto baru menyadari kalau ia mengutarakan kalimat yang salah.

"Tidak-tidak, maksudku Sasuke yang asli."

Ketiganya kembali menjawab bersamaan.

"Aku."

Sambil menahan kesabaran dan mengusap wajahnya, Naruto berucap, "Berhenti bercanda, mana mungkin kalian bertiga asli. Sasuke yang asli hanya satu dan yang dua lainnya pasti Bunshi."

Karena ketidakpercayaan Naruto, Sasuke berjaket hitam dengan kesal menjawab, "Oi Dobe, di sini tidak ada Bunshi. Kami bertiga adalah yang asli."

"Itu benar, Naruto-san. Kami semua adalah yang asli." Sosok lain dengan sweater putih menambahkan.

"Sudah kubilang berhenti bercanda, kau pikir..." Kalimatnya terhenti sejenak saat ia menyadari sesuatu.

"Eh?!... Tunggu-tunggu, kau tadi memanggilku apa?" ucap Naruto sambil menunjuk pada sosok dengan sweater putih yang dipakainya.

Sasuke yang ditunjuk menegang dengan gerak tubuh yang menunjukkan kegugupan, dalam hati bertanya-tanya apakah ada yang salah dengan yang ia ucapkan sebelumnya. Dengan suara yang terbata-bata akhirnya ia berucap, "Na-Naruto-san?"

Hah!

Naruto terdiam dengan ekspresi melongo. Ia pikir kalau tadi hanya pendengarannya saja yang salah, ternyata Sasuke benar-benar memanggilnya seperti itu. Lagipula ada apa dengan Sasuke, kenapa ia dipanggil dengan sopan seperti itu. Bukan dia biasanya hanya memanggil sebutan Dobe, Usuratonkachi, atau dengan nama miliknya. Tapi kenapa sekarang...

"Sasuke, kenapa kau memanggil namaku dengan sopan seperti itu?"

Kedua alis hitam mengernyit kebingungan.

"Memangnya ada apa dengan itu, apakah salah? Aku tidak nyaman jika tidak menyebut nama orang lain seperti itu."

Naruto positif ingin mengumpat keras. Tidak nyaman, dia bilang tidak nyaman! Kalau begitu apa maksudnya selama ini ia disebut bodoh, payah, dan segala macamnya oleh Sasuke.

Mulut pemuda Uzumaki itu mengeluarkan suara ringisan. Tentu saja karena jawaban absurd nan tidak disangka-sangka yang keluar dari mulut seorang Uchiha Sasuke.

"Tidak, itu tidak salah. Hanya saja... Ugh..." kepalanya rasanya hampir meledak saat mengingat alasan Sasuke. "Arrrgh...! Aku tidak tahu. Sebenarnya apa yang terjadi! Kalian mengatakan kalau kalian adalah yang asli. Dan lalu salah satu dari kalian memanggilku 'NARUTO-SAN'! NARUTO-SAN?!" Naruto berteriak sambil mengacak-acak rambutnya secara brutal.

Ketiga sosok Sasuke terdiam memperhatikan, lebih tepatnya bingung dengan apa yang harus dilakukan untuk menghentikan tingkah konyol pemuda di depan mereka.

.

.

Naruto kembali tenang setelah beberapa menit kemudian, bersamaan dengan itu juga akhirnya ia bisa mengerti dengan semua kejadian yang terjadi melalui penjelasan dari ketiga sosok di depannya.

"Jadi, menurut kalian semua ini berawal dari gulunganJutsu yang kalian kira adalah jutsu yang sejenis dengan Bunshi, dan saat kau membaca instruksi penggunaan jutsu itu, tanganmu tanpa sadar mempraktekkan segel tangan yang terdapat pada gulungan, lalu semuanya berakhir menjadi seperti ini?"

Salah satu Sasuke mengangguk, sedangkan dua lainnya hanya bersikap acuh tak acuh.

"Aku tidak menyangka kalau kau bisa menjadi bodoh seperti itu." Naruto mendengus geli. "Membaca gulungan, dan tanpa sengaja tangan membentuk segel Jutsu yang terdapat di sana." jujur saja, jika bukan dalam situasi seperti ini Naruto pasti akan tertawa terpingkal-pingkal akibat tingkah bodoh Sasuke.

"Aku tidak ingin dikatai seperti itu oleh orang bodoh, Do-be." Sasuke dengan jaket hitam duduk bersandar di depan lemari dengan salah satu tangan menumpu pada kaki yang ditekuk. Mata hitamnya memandang Naruto disertai dengan ekspresi meremehkan.

Sudut bibir Naruto berkedut-kedut kesal karena ejekan tersebut.

Tadi, saat ketiga sosok di depannya menjelaskan tentang kondisi yang terjadi, Naruto mulai memahami bahwa mereka bertiga memiliki perbedaan sikap satu dengan yang lainnya dan juga masing-masing dari mereka memiliki panggilan berbeda untuknya.

Sasuke dengan jaket hitam yang bersandar pada lemari di sana. Penampilannya sungguh mencerminkan bagaimana sikapnya; bermulut pedas, memandang remeh orang lain, mudah terbawa emosi, dan yang terakhir sangat suka mengatai orang lain, bahkan kata Dobe dan Usuratonkachi dijadikannya sebagai nama panggilan untuk Naruto.

Kedua, Sasuke yang sedang duduk bersimpuh dengan punggung yang tegak. Kimono abu-abu dengan haori biru melekat di tubuhnya, ini adalah pertama kalinya Naruto melihat Sasuke memakai pakaian seperti itu. Ah... seandainya ia bisa mengabadikannya. Sayangnya, Sasuke yang satu ini tidak terlalu banyak mengeluarkan ekspresi, membuatnya terlihat mirip dengan Sasuke yang asli. Sikapnya selalu tenang, berbanding terbalik dengan sosok yang disebutkan sebelumnya, bahkan cara bicaranya cukup sopan. Yah, setidak dia tidak akan menyebut orang lain dengan bodoh, payah, atau segala macamnya dan hanya memanggil diri Naruto sesuai dengan namanya. Terkadang Naruto jadi berpikir dalam hati, apakah karena perbedaan sikap yang sangat kontras ini sosok Sasuke yang disebutkan pertama dengan Sasuke yang ini terlihat seperti tidak suka dengan satu sama lainnya.

Lalu sekarang adalah sosok yang terakhir dengan memakai sweater putih. Ah... ini adalah yang paling mengejutkan Naruto diantara ketiganya. Dan mungkin mulai sekarang Naruto harus mulai membiasakan diri dengan panggilan 'Naruto-san'. Sasuke yang satu ini benar-benar terlihat begitu berbeda dengan yang aslinya. Sikapnya yang pemalu membuat ia menjadi mudah gugup saat berbicara dengan orang lain, kalau dipikir-pikir ini mengingatkannya dengan sosok Hinata. Walaupun begitu, Sasuke ini adalah sosok yang sopan dan baik hati. Terbukti dari saat ia mencoba melerai kedua sosok lainnya tadi. jika itu adalah Sasuke yang asli pasti dia akan mengabaikannya.

"Dijelaskan dalam gulungan kalau jutsu ini belumlah sempurna, dan lagi tidak tertulis di sini cara untuk menghilangkan efek jutsu." Sepasang safir membaca kata demi kata dalam gulungan, tangan kanannya menyangga dagu dalam pose berpikir.

"Jadi menurutmu sekarang apa yang harus kita lakukan, Naruto-san?"

"Hm..."

"Hei, percuma kau menanyakan hal itu pada otak bodoh ini."

Naruto menatap tajam si jaket Hitam, yang kemudian di balas dengan seringai menantang.

Di tengah keheningan serta kedua pasang mata yang saling menatap tajam yang terjadi diantara keduanya, tiba-tiba terdengar suara deheman meminta perhatian. Setelah merasa bahwa semua yang berada di dalam ruangan itu menaruh perhatian padanya barulah sosok berkimono itu dengan nada yang tenang menjawab, "Mungkin lebih baik kita menunggu sampai besok, dan jika belum ada perubahan sama sekali, maka kita sebaiknya bertanya pada hokage kelima. Mungkin saja ia tahu sesuatu mengenai gulungan ini."

"Hm... aku memang tidak menyukaimu, tapi kurasa itu ide yang bagus." Yang berjaket hitam mengiyakan, walaupun terdengar begitu jelas ada nada keengganan dalam suaranya.

Naruto mengangguk setuju dan kemudian berkata, "Baiklah, kalau begitu kita tunggu sampai besok saja. Dan karena masalahnya sudah selesai dibahas aku ingin makan malam dulu."

Naruto beranjak dari duduknya dan menuju dapur. Ia hampir saja melupakan makan malamnya yang dibuat oleh Sasuke akibat kejadian aneh ini. Sedangkan ketiga sosok Sasuke berdiam diri di dalam kamar dengan kesibukan mereka masing-masing.

.

.

Naruto baru saja akan langsung terlelap tepat ketika ia menutupi tubuhnya dengan selimut untuk menghalau angin musim dingin yang berhasil masuk melalui celah-celah bangunan. Namun entah karena apa, tiba-tiba ia merasa sulit menggerakkan tubuhnya dan juga ada sesuatu yang menimpa tubuhnya, suatu benda yang cukup besar hingga mampu membuatnya merasa sesak. Naruto membuka kedua matanya. Tepat saat mengetahui apa penyebabnya, Naruto mengumpat keras dalam hati.

"Apa yang kalian lakukan di tempat tidurku!" sepasang mata safirnya menatap kesal ketiga sosok di depannya, dua orang di sisi kanan dan kirinya, sedangkan satu lagi membaringkan tubuh tepat di atasnya.

"Untuk apa lagi, tentu saja untuk tidur."

Naruto menggerak-gerakkan tubuhnya agar makhluk di atas tubuhnya menyingkir, mulai dari mendorong dengan tangan sampai menendang dengan kaki, namun sosok dengan jaket hitam itu sama sekali tidak menyingkir. Naruto menghela napas frustasi.

"Kalau begitu pulang dan tidurlah di rumahmu. Bukankah biasa kau juga lebih memilih pulang daripada bermalam di sini."

Sasuke memang tidak pernah bermalam ditempat Naruto, ia selalu akan pulang ke rumahnya untuk tidur, tidak peduli seberapa larutnya malam. Bukannya Naruto tidak pernah menawarkan Sasuke untuk menginap, tapi jutsu laki-laki berambut raven inilah yang selalu menolaknya sembari berucap, 'Kau akan berakhir dimakan olehku, jika aku menginap.' Sasuke selalu berucap seperti itu, dan sampai sekarang ia tidak pernah tahu maksudnya. Memangnya Sasuke itu kanibal hingga dia berucap seperti itu.

"Tapi Naruto-san, di luar sedang terjadi badai."

Naruto menatap keluar dari balik jendela, di luar sana terlihat sangat gelap, angin bertiup dengan kencang hingga mampu menggoyang-goyangkan batang pohon, bahkan sesekali jendela ikut bergetar karena kuatnya angin di luar sana.

"Kalau begitu apa boleh buat, mungkin memang lebih baik kalau kalian menginap saja malam ini." Naruto memberi jeda sesaat untuk menetap ketiga makhluk didekatnya dan mengusap wajahnya yang sangat mengantuk. "Tapi jangan di tempat tidurku, cari tempat tidur kalian sendiri!"

"Memangnya kenapa?" sosok yang masih betah berbaring di atas tubuhnya berbicara. "Kita adalah sepasang kekasih, lagipula kita juga sama-sama laki-laki. Jadi tidak masalah bukan jika kita tidur di tempat yang sama."

Wajah Naruto memerah malu mendengar ucapan tersebut. Naruto memalingkan wajahnya ke kiri berniat untuk menghindari sosok di atasnya, namun yang ada dia malah bertemu muka dengan laki-laki berkimono. Wajahnya memerah dua kali lipat. Dan saat ia menghindar dengan memalingkan wajah ke kanan, lagi-lagi ia bertemu muka dengan laki-laki memakai sweater. Sepasang mata hitam menatap tepat pada wajah yang memerah milik sang pemuda Uzumaki. Naruto buru-buru menarik selimut menutupi wajahnya. Wajahnya memanas dan terasa terbakar, membenam wajahnya di atas tumpukan salju di luar sana terasa benar untuknya kali, bahkan meskipun ia harus menggigil kedinginan akibat cuaca yang begitu buruk.

"Ugh... Bu-bukan begitu!" teriakannya teredam oleh selimut yang menutupi wajah. "Kasurku tidak akan muat untuk kita berempat, jadi kalian gunakan futon yang ada di lemari."

"Siapa bilang kita harus berempat, kau bisa mengusir mereka berdua. Jadi kita bisa tidur berdua di kasur ini." Sosok berjaket itu kembali berbicara.

"Dan membiarkan serigala liar seperti mu bebas melakukan semaunya pada Naruto? Tidak akan, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Untuk kebaikannya, lebih baik aku yang tidur bersama Naruto."

"Hah! Kau pikir aku akan membiarkan muka datar sepertimu tidur dengan si Dobe. Jangan pernah berharap!"

Kedua orang itu saling menatap tajam satu satu sama lain. Naruto yang masih menutupi diri dengan selimut mencoba menahan kesal. Tubuhnya terasa sesak karena dihimpit oleh tiga orang dan ditambah lagi satu sosok menindihnya hingga membuat tubuhnya terasa mulai sakit dan pegal.

"A- Um... Bagaimana kalau aku saja yang tidur bersama Naruto-san? "

"Tidak boleh!"

Sosok Sasuke tersebut berjengit kaget karena dibentak dua orang lainnya. Ia memilih duduk diam dan menutup mulutnya rapat, tidak ingin ikut campur lagi dalam pertikaian dua orang itu.

Naruto yang berada dibalik selimut sudah menutup telinga dengan jari, namun suara dua orang yang bertengkar itu masih bisa terdengar. Tubuhnya sudah terasa sakit karena tidak kuat menahan beban di atas tubuhnya. Dan akhirnya dengan penuh kekesalan ia menyibak selimut yang menutupi wajahnya.

"Argh, berisik! Kalian bertiga tidur di lantai. Yang boleh tidur di sini hanyalah aku sendiri, jadi cepat menyingkir dari kasurku!"

Naruto sekuat tenaga mendorong ketiganya hingga menjauh dari kasur. Setelahnya ia pun kembali merebahkan diri dan menarik selimut sampai sebatas leher.

Ketiga Sasuke hanya bisa menatap pasrah karena tidak diperbolehkan tidur di atas kasur.

"Kalau itu kemauanmu, apa boleh buat."

Sosok Sasuke dengan pakaian kimono mendekati kasur, tubuhnya menunduk untuk memberikan kecupan di dahi pemuda pirang.

"Baiklah, kalau begitu selamat malam, Naruto."

Naruto yang tadi sudah menutup matanya kini menatap penuh keterkejutan pada Sasuke di depannya. Kedua sosok Sasuke lainnya juga tidak beda jauh terkejutnya dengan Naruto.

"Sialan, bisa-bisanya kau bermain curang. Kalau begitu aku juga." tubuh dengan jaket hitam itu mendekat dan memberikan ciuman singkat di bibir Naruto. Pipi tan itu memerah dua kali lipat.

"Tidurlah, lalu mimpikan aku. Jangan coba-coba untuk memimpikan orang lain, bahkan termasuk orang di sebelahku ini." Kedua mata onyxnya memicing tajam pada pria berkimono.

Kini tinggal sosok terakhirnya yang mendekati kasur, pipinya memerah malu namun tidak semerah milik Naruto, dengan gugup ia menundukkan tubuhnya dan memberikan ciuman di pipi Naruto. "Selamat malam, Naruto-san." Nada suaranya terdengar menenangkan walaupun ia begitu gugup.

Ketiga sosok itu menjauh dari kasur, membiarkan pemuda Uzumaki itu agar bisa segera beristirahat. Mereka menggelar futon yang mereka dapat masing-masing di lantai. Sedangkan Naruto, ia yang awalnya berniat menghabiskan sisa malamnya tidur dibalik selimut yang hangat, berakhir dengan menghabiskan waktu beberapa jam kedepan menenangkan jantungnya yang berdetak kencang.

.

.

TBC

Awalnya hanya sebuah oneshot, tapi karena kepanjangan jadi dipotong. Ditambah lagi mata jadi pedih gara-gara harus baca ulang dan diedit juga, ngeditnya dihp lagi. Tulisannya kecil-kecil kayak semut, bikin sakit mata jadinya. Part berikutnya diusahakan update secepat kalau tidak ada kendala. Terima kasih sudah membaca! :)