Hai...

Akiu autor baru disini...

Aku ingin sekali mencoba menjadi penulis. Jadi aku ingin berlatih lewat fanfic ini.

Mohon bimbingnannya teman teman sekalian...^^...Maaf kalau banyak Typo, Tolong tinggalkan Review kalian jika berkenan. Terimaksih...^^b

Rukia berjalan keluar dari sebuah gedung. Raut wajahnya terlihat sangat berjalan sambil sesekali bersenandung kaki kecilnya berjalan menyusuri pertokoan di kota langkahnya pun tertuju menuju sebuah caffe kecil di ujung perempatan lampu merah.

Seorang wanita yang mirip dengannya terlihat tengah duduk bersama seorang bocah laki laki sambil bercengkrama di meja yang terletak dekat jendela di sudut ruang Cafe tersebut. Rukia segera menghampiri mereka dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya.

" Ibuuuu...!" sorak bocah lelaki tersebut dan segera beranjak dari tempatnya duduk tadi dan berlari kecil menghampiri menyambut bocah yang memanggilnya tadi dengan sebuah pelukan hangat.

" Ibu, ibu terlihat sangat bahagia hari ini. Apa ibu baru saja dapat undian lotre? " celoteh bocah itu, Rukia hanya tersenyum menanggapi ucapan anaknya. Ia pun segera menghampiri meja tempat orang yang mirip dengannya duduk dan memangku anaknya.

" Jadi. Bagaimana? " tanya Hisana penasaran.

" Seperti yang kakak lihat. Aku dapat pekerjaan." Jawab Rukia bangga. Ia mencium pucuk rambut anaknya. Dan tersenyum kembali " Tapi aku harus siap di tempatkan di manapun dan sebagai apapun. Karena perusahaan itu bergerak di bidang Jasa kebersihan, jadi mungkin saja aku akan jadi pembantu rumah tangga atau Office Girl. Tapi gajinya cukup lumayan," Sambung Rukia.

" Baguslah. Tidak apa apa. Asalkan cukup untuk kalian berdua." Ucap Hisana.

" Ichiru, Ibu baru saja mendapat perkerjaan baru, " ucapnya pada anaknya, Ichiru.

" Benarkah Ibu? Kalau begitu aku bisa beli mainan lagi kan? " cengir Ichiru.

" Haaahh..,kau ini. Apa di otakmu itu hanya dipenuhi oleh mainan." Ucap Rukia dengan nada sedikit jengkel yang dibuat buat untuk menggoda anaknya.

" Baiklah Ibu, kalau begitu aku akan minta buah jeruk yang banyaaaakk..!" celoteh Ichiru sambil tangannya melebar untuk mendramatisir ucapannya.

" Haahh..dua duanya tidak , jika kau beli buah jeruk banyak banyak, rambutmu itu akan benar benar menjadi jaruk, kau tau. " Goda Rukia. Ichiru kecewa dan cemberut sambil memanyunkan bibir kecilnya.

" Hahaha...tentu saja! Ibu akan belikan apapun yang kau mau Ichiru!" ucap Rukia bangga.

" Tentu saja Ichiru. Mana mungkin ibumu tega tidak membelikannya. Bukankah ibumu bekerja hanya untuk membuatmu senang? Jadi jangan sedih lagi ya? " ucap Hisana menengahi dan memberikan senyum lembutnya pada Ichiru.

" Benarkah? " Tanya Ichiru. Terlihat ekspresinya berubah menjadi sangat senang.

Mereka pun tertawa bahagia dengan celotehan celotehan kecil dari ichiru.

xxxxxxxxxxxxx

" Selamat datang Tuan Kurosaki." Ucap pria berkacamata dan berambut hitam yang bernama Uryu Ishida sambil membungkuk memberi hormat kepada seseorang yang baru saja turun dari sebuah sedan mewah. Rambut mataharinya yang nyentrik menjadi ciri khas pria dengan perawakan tegap dan tinggi tersebut, Ichigo Kuroshaki.

" Mulai hari ini, saya akan menjadi asisten pribadi akan tunjukan ruangan anda. Mohon ikuti saya." Ucap Ishida dan segera menuntun Kurosaki Ichigo menuju ruangan yang dimaksud. Jas hitam yang pasbody membuat penampilan seorang Kurosaki Ichigo terlihat menawan dan elegan. Seluruh pegawai perempuan yang berada di kantor tersebut menatap kagum ke arahnya. Ketampanannya memang tak diragukan dengan otak yang brilyan. Apalagi usianya baru 26 tahun. Dan di usianya yang muda tersebut, ia telah mampu menjadi pemimpin sebuah perusahaan besar di Karakura. Hingga menjadikannya seorang eksekutif muda berbakat dan digilai banyak wanita.

Langkah mereka terhenti di depan sebuah pintu dengan papan nama ' Presiden Direktur' di lantai teratas gedung megah membukakan pintu untuk bosnya dan mempersilakannya masuk. Ichigo melangkahkan kakinya di ruangan yang bisa dibilang cukup mewah untuk sebuah ruang kerja. Namun mengingat ruang tersebut adalah digunakan untuk 'Presiden Direktur' sebuah perusahan besar, jadi wajarlah jika ruangan tersebut ditata sedemikan rupa untuk memberi kenyamanan bagi pimpinan perusahan besar tersebut.

" Silakan beristirahat sejenak. Nanti pukul 2 siang, anda ada rapat bersama Tuan Urahara." Jelas Ishida mengingatkan bosnya. " Baiklah, jika tak ada lagi yang Anda perlukan, saya permisi dulu. " sambungnya dan beranjak meninggalkan ruangan tersebut.

Ichigo berjalan menuju kursi di balik meja kerja dan mengistirahatkan badannya.' Akhirnya aku kembali.' Ucapnya dalam hati.

xxxxxxxxxxxxx

" Ichiru, selama ibu bekerja, kau bersama bibi Hisana dulu ya. Nanti malam ibu jemput. Ingat, jangan nakal dan berbuat yang aneh aneh apalagi sampai merepotkan bibi Hisana dan paman Byakuya." Jelas Rukia pada anaknya.

" Baik Ibu. Ibu tenang saja." Jawab Ichiru dengan cengiran Khasnya yang memamerkan deretan gigi susunya yang hampir sempurna. Rukia mengacak rambut anaknya dan tersenyum bangga. Untunglah Ichiru anak yang cukup cerdas dan pintar. Jadi dia bisa merasa tenang sekalipun Ichiru tidak dalam pengawasannya.

" Kakak, aku titip Ichiru ya? " pamit Rukia pada Hisana." Baiklah. Tenang saja. Aku pasti akan menjaganya. " Jawab Hisana tersenyum menenangkan. " Kalau begitu aku pergi dulu ya..! Bye.." Pamit Rukia kembali dan bergegas pergi.

Ini adalah hari pertama Rukia bekerja. Ia akan bekerja sebagai Ofice Girl di salah satu perusahan besar di Karakura. Langkahnya nampak bersemangat. Saat Ia tiba di pintu masuk sebuah gedung yang cukup besar tempatnya akan bekerja, Rukia menghela nafas dan meyakinkan dirinya untuk tetap bersemangat. Dan Ia pun segera beranjak masuk. Rukia menuju ruang ganti untuk mengganti bajunya dengan seragam Office Girl dan siap menjalani pekerjaannya.

Jam makan siang pun mulai. Bukannya dapat Istirahat, Rukia malah harus mondar mandir untuk memenuhi pesanan para pegawai kantor yang memintanya untuk membelikan mereka bekal makan siang di beberapa , meskipun badannya kecil, namun ketahanan fisiknya perlu diacungi jempol. Rukia menjalani pekerjaannya dengan senang hati. Ia tak peduli meskipun harus bekerja sekeras apapun, asalkan ia bisa bekerja dengan baik dan mendapatkan uang yang cukup untuk memenuhi kehidupannya dan malaikat kecilnya, Ichiru lah salah satu hal yang membuatnya bersemangat menjalani setiap pekerjaanya meski seberat apapun.

Tak terasa jam makan siang hampir mengantarkan makanan di lantai tujuh Rukia hendak menuju ruang Office Girl di lantai saat berada dalam lift, ia berpapasan dengan seorang wanita cantik dengan rambut pirangnya yang bergelombang dan dada yang bisa dikatakn cukup besar, Ia terlihat sangat anggun. Mata abu abunya sangat indah. Rukia membandingkan wanita itu dengan dirinya. Terlihat terpaut sangat jauh. Kaki wanita itu sangat jenjang dan indah, pinggangnya langsing,kulitnya putih mulus, sedangkan ia,'kebalikannya',pendek dan sama sekali tidak cantik, pastilah banyak lelaki yang tertarik pada wanita yang menurutnya, 'perfect'. Rukia merutuki dirinya yang terlihat bak itik buruk rupa. Wanita itu tidak menyadari keberadaan Rukia di Lift itu karena ia tengah sibuk dengan handphone di tangannya. Saat telah mencapai lantai 5,wanita itu keluar dari lift dan berlari kecil mengahampiri seorang lelaki yang seketika itu pula membuat darah Rukia berdesir ke ubun - ubun. Tanpa memperhatikan keadaan sekitar, si wanita mengecup bibir si pria. Setelah cuiman salam cukup lama yang diberikan wanita tersebut kepada si pria, mereka kemudian berjalan beriringan meninggalkan lift yang masih terbuka tanpa menyadari ada orang di dalam lift tersebut yang menatap mereka dengan debaran jatung yang sudah terpacu tak menentu.

Rukia masih terpaku diam. Ia tak percaya apa yang baru saja dilihatnya. ' Kenapa? Kenapa dia ada di sini? Bukankah seharusnya ia berada di Amerika? ' batinnya. Apakah yang baru saja dilihatnya hanya mimpi? Rukia mencoba mencubit pipinya dan terasa sakit. Dan artinya, ia tidak sedang bermimpi.

' Dia... Ichigo...'.

.

.

Sejak tenpa sengaja melihat Ichigo di lantai lima tadi, Rukia mulai bertanya dalam hati ' Apa yang dilakukannya disini? Apakah dia bekerja di sini? Jika memang begitu, berarti aku harus siap menghadapi Ichigo dalam kondisi apapun.' Rukia menghentikan lamunannya dan mulai menata hatinya yang tak karuan sejak tadi. Apalagi saat melihat Ichigo berciuman dengan wanita yang dianggapnya 'sempurna'. Rukia mengambil kesimpulan bahwa wanita itu adalah kekasih atau mungkin sudah menjadi istri Ichigo. Dan berarti Ichigo sudah melupakannya. Rukia merasa sesak di dadanya saat ia menarik kesimpulan terakhir, rasanya ia ingin menangis mengingat kenyataan bahwa Ichigo telah melupakannya. Namun ia mencoba tegar dan mulai menata hatinya. Ichigo saja sudah melupakannya, Kenapa ia tidak?

" Rukia tolong siapkan 10 gelas kopi beserta beberapa camilan. Lalu antarkan ke ruang rapat lantai 12! " perintah seorang karyawan padanya.

" Baiklah...segera ku antarkan."jawab Rukia mantap.

Tok tok tok

Terdengar ketukan dari pintu Ruang rapat." Office Girl" terdengar sedikit teriakan kecil dari balik pintu.

" Masuklah." Peritah Ishida.

Ichigo tengah duduk di kursi yang lurus dengan pintu membolak balik beberapa berkas untuk mengeceknya. Dan pintu yang terbuka membuatnya tanpa sengaja menoleh untuk mengetahui siapa yang masuk.

Betapa terkejutnya ia saat melihat seorang wanita dengan rambut hitamnya yang diikat rapi yang sangat familiar baginya. Matanya melebar menatap sosok yang sangat dikenalnya. Tanpa sengaja Ia menggumamkan cukup keras nama wanita itu " Ru – Rukia.."

Rukia menoleh dengan ekspresi datar. Ia menatap Ichigo yang terlihat sangat syok melihatnya. Dengan nada sopan, Rukia membungkuk dan menyapa Ichigo. " Apa yang bisa saya bantu Tuan?" Ichigo semakin terkejut dengan sikap Rukia yang seolah tak mengenalnya. Ia masih terpaku menatap wanita yang kini tengah sibuk menghidangkan kopi di atas meja rapat. Ia yakin itu Rukia. Tapi kenapa rukia seolah tak mengenalnya? Tidak mungkin ia salah orang. Ia masih ingat betul tiap lekuk wajah Rukia dan badan mungilnya.

Suara roda kereta yang di dorong menjauh menyadarkan Ichigo jika Rukia sudah pergi dari ruangan itu. Uryu mengingatkan Ichigo jika rapat akan segera dimulai. Ichigo berusaha mengenyahkan fikirannya dari Rukia sejank, tapi,meskipun pandangan Ichigo terarah pada layar monitor dimana ada salah satu pegawainya tengah mempresentasikan sebuah tender, pikiran Ichigo sama sekali melayang jauh. Ia masih tidak bisa mempercayai pertemuannya dengan Rukia beberapa saat yang lalu. Terlalu banyak pertanyaan yang ingin ia tau jawabannya.

Segera setelah rapat selesai, Ichigo kembali ke ruangannya." Ikaku, panggil Kuchiki Rukia ke ruanganku! " perintahnya pada salah seorang bawahannya dari telephon. Ia yakin, tidak perlu bertanya siapa nama Office Girl yang membawakan makanan ke ruang rapat tadi siang. Karena ia masih hafal betul nama Rukia.

" Maaf Tuan, tidak ada pegawai yang bernama Kuchiki Rukia." balas Ikaku dari sebrang telephon.' Apa? Tidak ada pegawai yang bernama Kuchiki Rukia? '

" Kalau begitu panggil saja siapa Office Girl yang menyiapkan makanan untuk rapat siang tadi! " perintah Ichigo kembali.

" Oo...maksud Tuan, Shiba Rukia? " Ikaku memperjelas.

' Apa? Shiba? Sejak kapan Rukia bermarga Shiba? ' batin Ichigo. Pertanyaan kembali bertambah di otaknya tentang Rukia. " Baiklah, kalau begitu panggil dia! " Perintah ichigo lagi.

" Baik Tuan Presidir." Jawab Ikaku dari seberang telephon dan segera menutuptelephonenya. Kerutan permanen semakin jelas di wajah Ichigo.

Beberapa saat kemudian terdengar ketukan dari balik pintu. " Masuk!" perintah Ichigo. Rukia muncul dari balik pintu dan berjalan memasuki ruang kerja Presidir yang mewah dan cukup kagum dengan desain interiornya. Saat ia telah sampai di dekat meja Presidir, Ia melihat sebuah papan nama di atasnya. Meskipun kursi yang di duduki Presidir itu tengah membelakanginya, namun rambut orange yang terlihat di ujung senderan kursi sudah cukup membuat Rukia tau wajah bosnya yang sedang duduk disana. Ia mencoba mengatur ekspresinya agar tetap tenang dan datar tanpa memperlihatkan sedikitpun emosi. Ia menghela nafas dan membungkuk memberi hormat.

" Selamat sore Tuan" sapa Rukia.

" Maaf Tuan Presidir, apa Anda memanggil saya? " Tanya Rukia sopan dan datar.

Ichigo berbalik dan menatap Rukia dari atas sampai bawah. Ia tersenyum dan bejalan mendekati Rukia. Rukia masih dengan ekspresi datarnya.

" Panggil aku dengan namaku, Rukia." Ucap Ichigo pelan.

" Baik...Tuan Kurosaki." Sahut Rukia.

" Tidak..tidak seperti itu.."Ichigo semakin mendekat padanya. Rukia menunduk dan memberi hormat. Ia sudah tidak tahan berlama lama di ruangan ini. Rukia ingin segera pergi ." Jika tidak ada yang Anda perlukan, saya mohon pamit." Ucap Rukia dan berbalik. Namun sebelum ia sampai di pintu, Ichigo menarik tangan Rukia dan mendekap Rukia dengan erat. Rukia berusaha melepas pelukan Ichigo. Ia mencoba mendorong tubuh Ichigo menjauh, namun sia - sia, Ichigo malah semakin mengeratkan pelukannya.

" Maaf Tuan Kurosaki, bisakah anda bersikap profesional? Ini di kantor,jadi tolong Anda jangan coba coba melecehkan saya! " Bentak Rukia. Ia terus berontak. Namun Ichigo tak bergeming. Ia tak peduli dengan omongan Rukia. Saat ini, ia sangat ingin mendekap tubuh mungil ini lebih lama. Menyesap aroma lavender yang sangat ia rindukan. Ia semakin lepas kontrol oleh si mungil dalam pelukannya ini. Aromanya benar benar memabukannya.

" Tuan Kurosaki! Anda menyakiti saya! " Protes Rukia mendorong - dorong tubuh Ichigo agar dapat terlepas." Tuan Kurosaki!Berhentilah! Lepaskan saya! " Rukia semakin meronta, kesabarannya mulai habis." APA KAU TULI HAH?AKU BILANG LEPASKAN AKU DASAR JERUK BAKA!BRENGhmmpp..." teriakan Rukia berhenti saat dirasanya bibir Ichigo tengah membekap mulutnya.

Ichigo membekap mulutnya dengan paksa. Ia memasukan lidahnya ke mulut Rukia. Ia mencium Rukia dengan berusaha melepaskan diri. Namun tubuh Ichigo yang jauh lebih kuat mengurungnya dan menguncinya hingga ia tak bisa bergarak dan tak memberi sedikitpun kesempatan untuk Rukia mengambil pasokan oksigen.

" Ich..ichhhii..." desah Rukia di sela sela ciuman Ichigo. Pipinya merona merah, entah karena kehabisan oksigen atau karena debaran jantungnya yang sudah terpacu tak menentu.

" Begitu baru benar.." ucap Ichigo mengakhiri ciumannya dengan sedikit senyum tipis yang mengembang di wajahnya. Namun ia masih tetap mengurung Rukia dalam pelukannya." Jadi bisa tolong lepaskan aku sekarang? " pinta Rukia kembali datar.

" Tidak akan." Jawab Ichigo kembali mendekap helaian helaian rambut hitamnya yang terikat rapi. Ichigo menarik kepala Rukia untuk tenggelam di dadanya." Aku merindukanmu..." aku ichigo jujur." Bagaiman denganmu?" tanyanya pada Rukia.

" ow ya..? " Rukia menyeringai kecil." Aku tidak sama sekali." Lanjutnya dingin.

Ichigo terkejut. Ia menatap tajam Rukia. Ia ingin mencari bahwa perkataannya barusan adalah bohong. Namun dari ekspresi Rukia yang terlihat sangat datar dan terkesan cuek, harapannya pupus.

Apakah Rukia melupakannya?

Ichigo perlahan melepas tubuh mungil Rukia. Rukia masih mempertahankan ekspresi datarnya di depan Ichigo. Meskipun sebenarnya dalam hati, adalah kebalikannya. " Jadi, apa yang Anda inginkan tuan Kurosaki? " tanya Rukia memperjelas maksudnya kemari.

" Duduklah.." perintah Ichigo sambil berbalik dan membelakangi Rukia.

Rukia menuruti kata kata atasannya. Ia duduk di sofa yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Sedangkan Ichigo duduk di Sofa yang berseberangan dengannya. Ichigo menatap Rukia dalam. Tersirat kerinduan dalam tatapannya. Rukia hanya membalasnya tetap dengan ekspresi datar dan bosan.

" Kenapa denganmu? Apa kau mengalami gegar otak sehingga melupakanku dan menganggapku orang lain yang tak kau kenal? " tanya Ichigo memulai.

" Tidak." Jawab Rukia singkat.

" Lalu kenapa denganmu? Dan kenapa namamu bisa berubah menjadi Shiba Rukia? Apa kau...menikah dengan- Shiba...Kaien...?" tanya Ichigo ragu. Ia berharap semua itu tidak terjadi.

" Ya "

" Apa?" Ichigo kaget setengah mati." Kau benar benar sudah menikah dengannya Rukia?" terdengar nada Ichigo sedikit meninggi.

" Seperti yang kau fikirkan tadi"

" Apa? Apa kau gila?"

" Tidak, aku waras"

" Rukia, kenapa kau bisa menikahinya?"

" Dia baik."

" Heh? Hanya itu? "

" Apa pedulimu?"

" Jelas saja aku peduli! Kau itu..." Namun sebelum Ichigo menyelesaikan kalimatnya, Rukia telah berdiri dan memotong omongannya.

" Maaf sekali Tuan Kurosaki. Aku masih ada banyak pekerjaan. Dan Anda juga sepertinya masih cukup sibuk. Jadi pembicaraan tidak penting ini, kita bahas lain kali saja. Permisi! " Ucap Rukia mantap dan membungkuk memberi hormat, Ia segera berlalu meninggalkan ruang itu sebelum Ichigo kembali berhasil menangkap tangannya.

" Rukia tunggu! Aku belum selesai bicara!" bentak Ichigo. Ia mengejar Rukia keluar dan kembali menangkap tangannya. Rukia berbalik dan menatap Ichigo dingin.

" Tenang saja Tuan Kurosaki, jika anda merasa tidak nyaman dengan keberadaan saya disini, besokpagi, anda akan menerima surat pengunduran diri saya telah tergeletak rapi di atas meja anda bahkan sebelum Anda tiba. Permisi!" Rukia menepis tangan Ichigo dan berlalu pergi. Para pegawai yang melihat pertengkaran mereka terheran penuh tanya. Ichigo kembali ke ruangannya dengan perasaan jengkel dan membanting pintu.

Rukia bergegas menuju lokernya dan segera membereskan barang barangnya yang baru tadi pagi diletakannya. Ia masih menahan tangisnya. Setidaknya ia tak menangis disini. Di kantor milik Ichigo. Secepat mungkin ia berusaha meninggalkan gedung megah itu sebelum air matanya tumpah.

To be coninue...

.

.

.