Al-Shira Aohoshi deviantArt
Proudly Presents
.
a 2011 NARUTO FanFiction
© Andromeda no Rei
.
.
くそ! Sharingan Itu Memang Ajaib!
.
Original Tittle :
Kiseki no Mirai to Sharingan Aida ni Dake yo
「奇跡の未来と車輪がん間にだけよ」
.
.
Standard Disclaimer Applied
.
Family/Drama/Romance/Slight Humor
T-Rated
Slight SasuSaku
.
Warning :
CANON—Alternate Timeline, Stright, OCs, Typo, (i'm trying so hard not to make it)OOC, abal, aneh
.
DON'T LIKE? Then Get Back to Your World!
~I am Warning You~
.
.
.
Sekelebat bayang-bayang beberapa orang shinobi tampak berlompatan di antara pepohonan rindang hutan Kumogakure. Cuaca desa yang terletak di Negara Petir itu tampak cerah, dengan sinar matahari yang menerobos setiap celah dedaunan dan ranting pohon—memaksa salah satu dari shinobi-shinobi yang tampak terburu-buru itu menyipitkan mata, menatap kagum berkas-berkas cahaya putih yang menerobos di antara celah-celah dedaunan.
"Perhatikan di depanmu, Juugo." Suara seorang gadis mengalihkan perhatian shinobi yang sempat melamun tadi.
"Santai saja," sambung seorang pemuda bergigi hiu yang berada di posisi paling belakang dari gerombolan itu. "Konoha 'kan baru saja diserang Pein. Jadi kenapa kita mesti buru-buru?"
"Aku nggak bicara denganmu, Bodoh!" gadis itu membentak si-pemuda-hiu. Helaian rambut merah panjangnya tampak menari-nari akibat terpaan angin. Ia menaikkan kacamatanya yang meresot dan menatap iris violet pemuda di belakangnya dengan bola mata sewarna ruby-nya.
"Memangnya aku bicara padamu?" balas si-pemuda-hiu sambil terkekeh geli.
"Diam kau, Suigetsu!"
"Apa? Kau saja yang kegeeran—"
"Cukup, Suigetsu."
Suara berat nan tenang dari arah paling depan kelompok itu berhasil membuat kedua orang yang berdebat kecil itu berhenti total. Ini membuat Karin—nama gadis berkacamata itu—mencibir ke arah Suigetsu. Sedangkan pemuda yang hobi minum itu hanya memutar bola matanya bosan.
TAP
Uchiha Sasuke menghentikan langkahnya pada sebuah cabang pohon dan berbalik menghadap ketiga pengikutnya. Kaget—ketiga orang yang berwajah bingung itu hanya saling memandang satu sama lain sebelum akhirnya turut menghentikan langkah mereka tak jauh dari sang pemimpin.
"Ada apa, Sasuke?" Suigetsu angkat bicara. Ia menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal—bingung atas tingkah ketua tim Taka yang mendadak berhenti tanpa memberi aba-aba.
Sasuke menatap ketiga manusia di hadapannya bergantian. Mata onyx-nya berkilat tajam, menjelajahi setiap detil iris mata para nuke-nin itu. Angin sepoi berhembus lembut membelai rambut raven uniknya, menambah pesona 'wah' sang Uchiha terakhir.
"Karin," panggil si bungsu Uchiha setelah cukup lama mereka terdiam.
"Nanda?" Karin melipat lengannya di depan dada, memutar bola matanya dan mengetuk-ngetuk sebelah kakinya tidak sabar. Sekilas, jika diperhatikan secara jelas, terdapat semburat berwarna jingga pada pipi gadis itu—yang dengan susah payah disembunyikannya di depan dua orang di sampingnya.
"Kau nggak merasakan ada cakra yang cukup kuat di sekitar sini?" tangan Sasuke mengepal, menahan perasaan tertusuk-tusuk yang mendadak muncul akibat sebuah cakra hebat di sekitar tempat itu.
"Aliran cakra kuat?" Karin menautkan alisnya. "Semuanya aman, Sasuke—tenang saja."
"Iie," jawab Sasuke singkat. Bola mata onyx-nya melirik kanan-kiri, memastikan tidak ada yang sedang memata-matai mereka. Perlahan iris sehitam malam itu berganti warna menjadi semerah darah, dengan tiga titik hitam yang menyimbolkan kekuatan istimewa salah satu klan besar dunia shinobi, Uchiha. "Ada sesuatu," lanjutnya pelan.
"Apa maksudmu?" Suigetsu menelengkan kepalanya bingung.
"Aku nggak merasakan apa pun, Sasuke." Karin mengernyit, memperhatikan pemimpinnya yang tampak tegang. "Mungkin itu hanya—"
"Kalian tunggu di sini," potong Sasuke tegas sebelum akhirnya pemuda berambut raven itu melesat pergi tanpa jejak.
"—perasaanmu saja," ujar Suigetsu melanjutkan kalimat Karin yang terpotong.
Karin melirik pemuda berambut keperakan itu melalui ekor matanya. Sedangkan Suigetsu hanya nyengir kuda—memperlihatkan deretan gigi-gigi runcingnya.
Karin berdecak kesal.
BLETAKK
"Adow! Heh kacamata—sakit, tahu!"
.
.
.
Cahaya kekuningan itu sungguh menyiksa siapa pun yang melihatnya meski dengan kacamata hitam, bahkan sharingan. Mata legendaris itu menyipit. Saraf-saraf di sekitar pelipisnya berkedut tak nyaman. Namun Uchiha Sasuke, meski dengan sharingan yang sudah sedikit melemah—masih terus menatap pendaran cahaya itu.
"Genjutsu." Sasuke bergumam pada dirinya sendiri. Ia berdiri pada radius tujuh meter dari sebuah pohon besar dengan celah di tengah akar-akar raksasanya. Cahaya kecil yang menari-nari pada celah itu cukup menyilaukan, membuat si bungsu Uchiha mendecih kesal karena penasaran. Bagaimana mungkin hanya dirinya yang menyadari sumber aliran cakra kuat itu, yang ternyata adalah sebuah celah bercahaya seukuran manusia dewasa pada batang pohon?
Benarkah hanya genjutsu?
Namun mengapa hanya Sasuke yang dapat merasakannya?
Dengan sharingan yang masih aktif, Sasuke memantapkan dirinya untuk melangkah mendekati tempat ganjil itu. Ia yakin, dengan kekuatannya saat ini—setelah mendapati kematian Itachi dengan tangannya sendiri, ia tidak terkalahkan.
TEP
Kaki Sasuke berpijak pada sebuah akar besar yang terjulur ke atas tanah. Tangan kanannya perlahan bergerak masuk ke dalam pendaran kekuningan itu, dan—
Sasuke merasa waktu berhenti berjalan tatkala tubuhnya tertarik gaya grafitasi yang cukup kuat—menarik seluruh tubuhnya masuk menyusuri cahaya menyilaukan itu.
.
.
SYUUT
.
.
Bola mata onyx Sasuke mengerjap beberapa kali. Ia menoleh ke belakang, memperhatikan pohon yang sama—celah yang sama. Namun celah itu tidak lagi mengerluarkan pendaran kekuningan.
"Kuso." Tiga titik hitam pada sharingan Sasuke berputar ketika ia akhirnya menyadari satu hal; kakinya tak lagi berpijak pada sebuah akar besar, atau pun tanah. Udara bebas—jurang. Pohon bercelah yang dilihatnya sepersekian detik lalu ternyata terletak di tepi tebing yang tidak terlihat ujungnya.
Sasuke sempat mengeluarkan kusanagi-nya tepat saat tubuhnya jatuh bebas ke dalam jurang yang seolah tak berujung itu.
.
.
.
.
"Apa dia mati?"
"Jangan dekati dia, Tsuyoshi!"
"Apa, sih? Ini nggak berbahaya, kok."
"Kaa-san nggak bakal suka kau dekat-dekat orang asing, bodoh."
"Tapi orang ini terluka, Satsuki."
"Hn."
"Lagian kau perhatikan nggak? Dia mirip too-san, lho..."
"Eh? Terserah."
Sasuke bersumpah ia mendengar suara-suara cempreng yang bahkan lebih mengganggu dari suara melengking Sakura saat di akademi dulu. Tapi—dari mana suara-suara itu berasal? Semuanya gelap—tidak ada apa pun. Ah, tentu saja karena nuke-nin itu masih belum sadarkan diri.
Perlahan Sasuke membuka kelopak matanya yang terasa berat—seolah ia baru saja bangun dari tidur panjang karena kelelahan menjalankan misi. Hal pertama yang dapat ditangkap oleh retina Sasuke adalah sepasang mata gelap yang indah. Sejenak ia merasa bertatapan dengan salah satu anggota klan Uchiha, atau Sai—ANBU Ne yang memiliki warna mata yang sama dengannya.
"Ah, dia bangun!"
Suara itu lagi. Sasuke menyipitkan matanya, berusaha melihat dengan jelas siapa orang yang sedang menatapnya itu. That's it. Seorang anak laki-laki berusia sekitar sembilan tahun, memiliki bola mata sewarna onyx, rambut merah muda jabrik, kulit kuning langsat, dan senyum lebar. Hn, seperti perpaduan antara Sasuke dan Sakura.
—what?
Sasuke membelalakkan matanya. Ia buru-buru bangkit dari tidurnya, menatap sosok bocah yang duduk bersimpuh di sebelahnya dengan dahi berkerut.
Senyum anak laki-laki itu mendadak lenyap, tergantikan oleh tatapan polos penuh tanya khas anak kecil. Bibir anak itu sedikit terbuka, hendak mengatakan sesuatu. "Satsuki—"
"Kau dalam masalah," sahut suara cempreng lainnya dari balik sebuah pohon oak besar, namun kali ini cenderung terdengar seperti anak perempuan.
Sasuke mengernyit. Ia mendongak, menatap setiap sudut hutan aneh tempatnya berada sekarang. Beda. Sasuke berada di tempat yang berbeda. Tapi tidak mungkin ini adalah dasar jurang tempatnya jatuh sesaat sebelumnya. Pemuda berwajah stoic itu tidak mendapati tebing di mana pun. Yang ia lihat hanyalah hutan hijau luas dengan pohon-pohon besar yang berjarak renggang.
"Tapi dia terluka!" anak laki-laki yang dipanggil Tsuyoshi itu kembali bersuara. Pandangannya kini tertuju pada bahu kiri Sasuke yang berdarah. Kerah tinggi putihnya robek, mengekspos pundaknya yang juga terluka. "Kata kaa-san kita harus menolong ora—"
"Aku nggak ikut-ikut." Suara anak perempuan itu terdengar lagi.
Sasuke mengalihkan pandangannya ke asal suara cempreng itu. Dari balik sebuah pohon oak besar yang sudah berlumut, tampak seorang bocah yang seusia dengan Tsuyoshi. Bocah itu berambut dongker mencuat sebahu, dan memakai topi hitam dengan lambang Konoha pada bagian depannya.
Matte kudasai.
Konoha?
Apa ini artinya Sasuke berada di Konoha? Desa kelahirannya itu? Tapi bagaimana mungkin? Kumogakure dan Konoha cukup jauh—butuh waktu sekitar tiga hari untuk melakukan perjalanan nonstop untuk sampai.
"Kau nggak bertanggung jawab." Tsuyoshi kembali berujar, membuyarkan lamunan Sasuke.
"Dia bukan tanggung jawab kita," jawab Satsuki singkat. Ia berjalan mendekati Tsuyoshi dan Sasuke yang masih duduk diam. Tsuyoshi kemudian berdiri, memperhatikan bocah bertopi yang menghampiri mereka.
Lho? Bukankah Satsuki itu nama untuk perempuan?
Sebelah alis Sasuke terangkat. Ia memperhatikan kedua bocah yang sekilas tampak berbeda itu. Tapi Sasuke baru menyadari satu hal; mereka mengenakan pakaian yang sama. Sweater lengan panjang ber-chapucho dengan stripped pada lengannya dan celana pendek abu-abu. Yang berbeda hanyalah warna sweater Satsuki ungu terong dengan stripped biru muda, sedangkan Tsuyoshi sebaliknya—dan celana abu-abu Satsuki lebih pendek, sekitar sepuluh senti di atas lututnya.
Kesimpulan Sasuke; Satsuki itu perempuan, dan kedua anak ini kembar.
Sasuke mendongak, menatap mata Satsuki yang sedaritadi tersembunyi karena terhalang topi hitam yang dikenakan anak perempuan itu.
Emerald cerah.
Persis seperti iris mata Sakura.
Sasuke kembali mengernyit dan sedikit membelalakkan matanya. Ada di mana dia sekarang? Siapa sebenarnya anak-anak ini? Beribu pertanyaan tak terpecahkan memenuhi otak jeniusnya. Namun lagi-lagi pikiran itu tiba-tiba terputus ketika suara cempreng Tsuyoshi kembali bergema.
"Ayo, Gaijin-san!" Tsuyoshi memegang lengan Sasuke, sedikit menariknya untuk berdiri. "Kita ke rumah kami!"
Gaijin? Apa lagi ini? selama enam belas tahun hidup, Sasuke belum pernah seperenam detik pun dipanggil dengan istilah menyebalkan seperti itu. Gaijin, orang asing. Sasuke memang seorang nuke-nin. Ia pergi berpindah-pindah dari satu desa ke desa lainnya, dan semua orang bahkan nenek-nenek sekali pun akan tersenyum ramah padanya—well, paling tidak memanggilnya dengan sebutan yang lebih sopan. And now what? Seorang anak laki-laki berambut sewarna permen karet yang bahkan tidak lebih tinggi dari bahunya malah memanggilnya gaijin?
Anak itu pasti sudah tidak sayang nyawa.
Beruntung mood Sasuke sedang baik—atau lebih tepatnya penasaran pada kedua bocah kembar ini.
"Tsuyoshi! Kau nggak dengar—" terdengar Satsuki memprotes.
"Kau terluka, 'kan?" Tsuyoshi mengabaikan Satsuki yang mengeryit menatapnya. "Kaa-san seorang medic-nin yang hebat, lho! Kau pasti bisa cepat sembuh kalau diobati kaa-san."
"Aku nggak mau tahu kalau too-san sampai marah." Satsuki bersedekap dan membuang muka—yang hanya dibalas cibiran oleh Tsuyoshi.
"Memangnya siapa orangtua kalian?" tanya Sasuke reflek—sambil bangkit berdiri, menahan rasa sakit yang tiba-tiba muncul di bahu kirinya.
"Kau nggak tahu?" Tsuyoshi menatap Sasuke tak percaya. "Wah, kau benar-benar orang asing, ne. Ayahku itu—"
"—Uchiha Sasuke," potong Satsuki seraya melenggang pergi.
What did she say?
Mata onyx Sasuke melebar.
"Eh—oiii! Satsuki~! Matte yo!" Tsuyoshi berlari kecil mengejar Satsuki yang sudah agak jauh di depan. Sejenak langkahnya terhenti dan berbalik menghadap Sasuke yang masih berdiri mematung. "Ne, Gaijin-san! Ayo!" serunya sambil melambaikan sebelah tangannya.
"Hn."
Sekali lagi, apa-apaan itu? Sasuke masih sangat tidak mengerti situasi ini. Bukankah Uchiha Sasuke adalah dirinya sendiri? Mengapa ia bisa sudah punya anak? Apa ada Uchiha Sasuke lain di dunia ini? Jangan bercanda! Klan Uchiha satu-satunya hanya terdapat di Konoha dan mereka semua telah habis terbantai oleh kakaknya sendiri.
Ah, Sasuke baru ingat. Pada bagian dada sweater anak-anak itu memang terdapat lambang kipas—simbol klan Uchiha.
Tidak salah lagi. Mereka memang Uchiha.
Tapi bagaimana bisa?
.
.
.
"TARAAA~!" Tsuyoshi merentangan sebelah tangannya ketika mereka sampai di depan sebuah rumah unik yang cukup besar—perpaduan antara rumah tradisional khas Uchiha dan rumah penduduk Konoha pada umumnya, dengan lambang kipas raksasa pada dinding paling atas dan pada menara di belakang bangunan. "Ini dia rumah kami!"
Satsuki hanya memutar bola mata emeraldnya bosan dan melangkah masuk mendahului Tsuyoshi dan Sasuke yang masih sibuk memandangi bangunan yang terletak di pinggiran hutan itu.
"Sebelah sana Konohagakure!" Tsuyoshi menunjuk arah timur dari tempatnya berdiri. "Di sana ada kantor Hokage, akademi, warung Icharaku dan Yakiniku-Q, toko bunga Yamanaka, lalu beberapa training field."
"Konoha?" Sasuke mengikuti arah telunjuk Tsuyoshi.
"Iya!" lanjut Tsuyoshi seraya mengangguk mantap. "Too-san adalah kepala keamanan Konoha, jadi katanya nggak pa-pa kalau rumah kami di tepi hutan perbatasan barat Konoha, yang cuma berjarak sekitar setengah kilometer dari bukit Hokage."
"Hn."
"Ah, sampai lupa." Tsuyoshi menepuk dahinya. "Ayo masuk, agar kaa-san bisa mengobatimu," ujarnya seraya menarik lengan Sasuke.
Sasuke dengan hati yang semakin penasaran hanya mengikuti kemana langkah kakinya membawanya. Toh pada kenyataannya dia memang sedang membutuhkan pengobatan—disamping rasa penasarannya terhadap keluarga ini.
"Tadaimaa~!" Tsuyoshi membuka pintu depan rumahnya, masih menyeret Uchiha Sasuke—ketua tim Taka—di belakangnya. "Kaa-san, aku pu—"
"Kaa-san nggak ada," potong Satsuki yang tiba-tiba muncul.
"Nani?"
"Nih." Satsuki melemparkan sebuah kertas yang terlipat rapih pada kembarannya yang menatapnya bingung.
Tsuyoshi menatap lipatan kertas itu. "Dari kaa-san?" tanyanya yang dijawab dengan 'hn' pelan oleh Satsuki. Bocah berambut unik itu melepaskan pegangannya pada tangan Sasuke dan membuka lipatan kertas itu.
Sayang,
Kaa-san dan too-san mendadak dapat misi ke Sunagakure, mungkin minggu depan baru bisa pulang—jika nggak terjadi badai pasir.
Kalian jaga rumah baik-baik, ne. Ken jangan lupa masak! Kalau bahan di kulkas sudah habis, kalian boleh sesekali makan di Icharaku sama Naruto-jiisan. Tapi nggak boleh terlalu sering, oke?
Kaa-san dan too-san percaya kalian akan baik-baik saja.
Baiklah, sampai jumpa minggu depan (^_^)ノ
Love,
Kaa-san
"Satu minggu?" gumam Tsuyoshi dengan nada protes.
Satsuki hanya mengangguk pelan dan merampas kertas memo dari tangan Tsuyoshi kemudian beranjak menaiki tangga menuju lantai dua rumah itu.
"Ne, sepertinya kaa-san nggak bakal pulang sampai minggu depan," ucap Tsuyoshi seraya berbalik menghadap Sasuke yang menatapnya dengan ekspresi datar. "Tapi nggak apa! Nii-san pasti bisa mengobatimu," lanjutnya dengan senyum lebar.
"Nii-san?" Sasuke mengangkat sebelah alisnya.
"Iya, namanya Ken," jawab Tsuyoshi. "Nii-san bisa ninjuts medis kok—sedikit-sedikit, meski nggak sejago kaa-san. Tapi nii-san sekarang sedang latihan sama timnya. Nanti kalau nii-san sudah pulang, kita bisa memintanya untuk mengobatimu, ne?"
"Hn."
"Tenang saja, nii-san orang baik kok—meski pun agak kaku, sih." Tsuyoshi membuka sandal ninjanya. "Kira-kira dia sebaya denganmu."
"Hn."
"Oh ya, Gaijin-san."
"Hn?"
"Kau mirip ayah kami, lho."
Alis Sasuke menyatu.
"Siapa namamu?"
"Sa—Sanosuke," jawab Sasuke terbata. "Mushikui Sanosuke."
.
.
.
.
つづく
[To Be Continued]
Author's Note :
yang ngerti nihon-go pasti sweatdrop baca nama marga palsu nya sasuke tadiiiii~! that mushikui itu artinya kan *tttiiiiittt* -bakal rei kasitau di chap depan! muhahhahahahaaa *digebukin* xD
Yak yak yak bener-bener Unleash Your Imagination! xD maap yak rei apdet fic baru padahal yang lama belom kelar (oke i can't help it, really ==") ごめんなさいね~
Ide ini sudah nongkrong di otak rei agak lama dan yahh, karena ada site yang appreciate what so called FanFiction and FanArt, then why not? Di sini rei yakin semuanya udah bisa pada nebak siapa orangtua si kembar Satsuki-Tsuyoshi ^^
Trus, kalo readers pengen tau kayak apa sih si kembar ini—beserta kakak mereka, Ken—bisa diliat di gallery rei deviantArt (linknya ada di profil rei paling bawah), di folder NARUTO. Silakan liat-liat juga karya fanart rei yang lain—tapi nggak boleh nyolong lho yaah~ harus pake izin rei dulu kalo mau pake ^^ oke?
Nah, mungkin ini cuma bakal jadi 2 shots kok. Jadi berkenankah untuk review, PLEASE?
Salam
Andromeda no Rei
a.k.a
Al-Shira Aohoshi
