The Destiny After

1st: Lavi and Akira

"Akira-chan, aku pergi dulu, ya!"

"Hati-hati, ya!"

Lavi melambaikan tangan ke arah Akira, lalu pergi.

Mereka berdua sudah menikah dan hidup bahagia. Mereka berdua adalah Exorcist, sehingga mereka tetap tinggal di Black Order. Kanda dan Yuufie sedang berbulan madu ke Jepang, kampung halaman Kanda. Allen dan Aya sedang menjalani misi bersama-sama sebagai bulan madu. Maklum, mereka berdua kan senang dengan tantangan.

Akira kembali masuk ke dalam. Tangannya membelai perutnya yang sudah membesar, janin dari benih cinta yang Lavi tanamkan di rahimnya sudah berkembang. Sekarang memasuki bulan kedelapan. Kadang-kadang, Akira merasa lemas. Tapi untung saja ada Aion, Nana, dan Lenalee yang senantiasa menjaganya bila Lavi pergi untuk misi.

"Fuuh, cuma jalan berapa langkah saja sudah capek." Keluh Akira. "Tubuhku rasanya berat sekali, jadi ingin tidur."

Akira berjalan menuju kamarnya dan Lavi. Matanya yang membara itu menatap ke arah jendela.

"Sisanya tinggal satu bulan lagi." Gumam Akira. "Aku harus siap sedini mungkin."

Akira berjalan pelan-pelan. Dia ingin sekali menggunakan Innocence-nya, Angel's Wings, tapi Lavi melarangnya.

"Akira!"

"Eh, Aion-sensei."

"Mau ke kamar, ya? Sini, kubantu." Aion menggandeng tangan Akira, menuntunnya ke kamar.

"Kamu istirahat saja, Akira. Jangan capek-capek, tanggung kan, tinggal sebulan lagi." Aion menasehati.

"Iya, Aion-sensei. Aku mengerti."

"Kalau mengerti, kau tidur saja. Kau perlu istirahat yang banyak. Tinggal dua hari lagi pas sekali, bulan kesembilan. Hanya tinggal menunggu beberapa minggu saja, kan?"

Akira mengangguk, membiarkan Aion menyelimuti tubuhnya.

"Istirahat, ya. Aku takkan kemana-mana, kok."

"Terimakasih ya, Aion-sensei. Sensei selalu saja yang paling perhatian padaku."

Aion tersenyum. Kemudian meninggalkan Akira untuk istirahat.

-X-X-X-

Hari Selasa, tanggal 2 September. Kandungan Akira memasuki bulan kesembilan. Hari ini, Akira hanya bermalas-malasan saja di beranda.

"Akira-neechan!"

"Ah, Nana!"

Nana Walker menghampirinya. "Akira-neechan lagi santai-santai, ya?"

"Hmm. Mau jalan, tubuhku rasanya berat sekali. Jadi kuputuskan untuk duduk-duduk saja."

"Kalau begitu, Nana mau nyanyikan satu lagu buat bayi di dalam perut Akira-neechan, boleh?" Tanya Nana. Akira dengan senang hati menerima.

"Nana mulai, ya."

Konna ni tsumetai tobari no fukaku de

Anata wa hitori de nemutteru

Inori no utagoe sabishii nohara wo

Chiisana hikari ga terashiteta

Anata no yume mo miteta

Kodomo no you ni waratteta

Natsukashiku mada tooku

Sore wa mirai no yakusoku

Itsuka midori no asa ni

Itsuka tadoritsukeru to

Fuyugareta kono sora wo

Shinjiteiru kara

Fields Of Hope

Umarete kita hi ni dakishimete kureta

Yasashii ano te wo sagashiteru

Inori no utagoe hitotsu kiete

Mata hajimaru

Tayorinaku setsunaku tsuzuku

Itsuka midori no asa e

Subete no yoru wo koete

Sore wa tada hitori zutsu

Mitsukete yuku basho dakara

Ima wa tada kono mune de

Anata wo atatametai

Natsukashiku mada tooi

Yasuragi no tame ni

Fields Of Hope

Natsukashiku mada tooi

Yakusoku no nohara

Fields Of Hope

Fields Of Hope

"Terimakasih, Nana! Suaramu bagaikan malaikat! Aku ingin anakku kelak memiliki suara seperti itu."

"Akira-neechan bisa saja." Nana tersipu malu.

"Doakan ya, Nana."

"Iya, tentu saja."

Hari berikutnya.

Akira baru saja bangun tidur. Dia hendak berjalan menuju kamar mandi saat dirasa perutnya sangat sakit.

"Aduh, sakitnya…. Kenapa, ya? Apa mungkin…."

Akira tak kuat lagi berjalan.

"Aduuh, sakit…. Tolong, tolong aku!"

Untung sekali saat itu Reever lewat. Dia mendengar Akira minta tolong.

"Akira? Hei, Akira?!"

Reever menghampiri Akira yang tergolek lemas di lantai.

"Hoi, Akira, kenapa?"

"Sakit…. Sepertinya sudah waktunya…."

"Bertahanlah! Aku akan beritahu Supervisor dan jendral Cloud! Kurasa mereka bisa membantumu!"

Kemudian Reever melesat keluar dan memanggil Aion dan Nana.

"Aion! Nana!"

"Hmm? Ada apa, Reever?"

"Akira! Sudah waktunya dia melahirkan! Nana, kau panggil Supervisor! Aion, kau jaga Akira! Aku akan berusaha bicara dengan jendral Cloud, siapa tahu jendral Cloud bisa membantu proses bersalin!"

Segera saja Nana dan Aion kalang-kabut.

-X-X-X-

Lavi, di tempat lain, sedang menjalankan misi. Dia ada di tengah-tengah pertempuran ketika Toma menyeretnya ke pinggir.

"Ada apa, Toma? Sedang seru, nih!" Gerutu Lavi.

"Ada telepon dari pusat." Toma memberikan gagang telepon pada Lavi.

"Telepon?" Lavi menerimanya.

"Halo?"

"Iya, ini aku. Ada apa? Aku sedang di tengah-tengah pertempuran."

"APA?! AKIRA MAU MELAHIRKAN? SEKARANG?!"

"Iya, akan kuusahakan selesai secepat mungkin!"

Lavi memberikan gagang telepon pada Toma. "Sekarang, jangan ganggu aku! Aku akan selesaikan ini secepat mungkin! HIBAN!"

-X-X-X-

Akira berbaring di ranjang klinik Black Order. Nafasnya terengah-engah.

"Baiklah Akira, kau sudah siap?" Tanya jendral Cloud sebagai bidan. Yah, sebagai jendral, dia kadang dituntut serba bisa, apalagi menangani hal gawat seperti ini…. Untung saja jendral Cloud pernah belajar kebidanan walau sebentar.

"Ya, Cloud-gensui…. aduuhh…."

Nana dan Aion siaga di dekat Akira, memegangi tangannya. Nana malah sudah sedia saputangan.

"Tenang saja, Akira. Kau pasti bisa." Aion menyemangati.

"Iya, Akira-neechan pasti bisa! Nana yakin."

Jendral Cloud ditemani Lenalee sebagai asistennya. "Siap ya, Akira. Saat kubilang dorong, dorong sekuatmu. Ini mungkin akan sakit, tapi jangan pikirkan! Berusahalah!"

Akira mengangguk lemah, menunggu aba-aba dari jendral Cloud.

"Oke, Akira…. 1, 2, 3, dorong sekarang!"

"Uuugh…." Akira mendorong sekuat tenaganya. Aion dan Nana mulai menyemangatinya.

"Ayo, Akira, berjuanglah! Pasti bisa!" Cloud-gensui juga ikut menyemangati sambil melihat perkembangan Akira.

"Uugh…. uuh…. uuh…."

"Ayo, kau pasti bisa!" Seru Aion. Nana mengulurkan saputangannya dan mengelap keringat Akira.

"Lagi, Akira! Ayo!"

"UUGH…. AAH…."

Nana mengulurkan saputangannya dan mengelap keringat Akira lagi. Tanpa terasa, air matanya sudah menetes.

"Akira-neechan, ayo! Jangan kalah! Kalau Akira-neechan selamat, Lavi juga pasti senang, kok! Ayo, Akira-neechan!"

Akira mulai mengeluarkan seluruh kekuatannya. Dia tidak peduli meski nafasnya tersengal, tubuhnya sakit, yang penting dia dan bayinya selamat dan melihat Lavi senang.

"Ayo Akira, kepalanya hampir keluar, ayo!"

"UUKH…. AAAHH….!"

Aion, Nana, Lenalee, dan Cloud-gensui juga berdebar-debar tak karuan. Mereka sedang dalam pertaruhan hidup dan mati.

"Ayo Akira, kepalanya sudah keluar! Sedikit lagi, jangan menyerah! Keluarkan seluruh tenagamu, Akira!"

Seluruh tenaga Akira mengumpul jadi satu, ditambah kekuatan Innocence-nya yang sudah agak lama tak dipakai ikut mendukungnya. Dia hendak mengeluarkannya dalam satu dorongan ini. Wajah Lavi yang tersenyum dan tangis bayinya sudah terbayang di benaknya.

"Teriak saja, Akira! Tidak apa-apa!"

"LAVIIII…..!!!!"

Kemudian…..

"Oeeek! Oeeek!"

Akira mendengar tangis bayi di sela kelelahannya.

"Cloud…. gensui…."

"Selamat! Bayi perempuan yang sehat dan lucu."

Akira tersenyum dan di saat yang sama dia pun menangis karena bahagia.

"Selamat ya, Akira. Aku tahu kau pasti bisa." Dengan lembut Aion memberi selamat pada muridnya.

"Akira-neechan berhasil…. Nana jadi senang sekali…."

Nana pun ikut menangis, sambil tangannya mengusap keringat Akira agar tidak turun ke matanya.

-X-X-X-

Lavi berlari dengan rusuh di koridor. Dia secepat mungkin menyelesaikan misinya dan berlari menuju ruangan Komui.

"KOMUI, INI INNOCENCE-NYA!! SEKARANG DIMANA AKIRA??"

"Lavi, jangan teriak-teriak begitu."

"Iya, tapi dimana Akira????" Lavi kelihatan begitu tegang.

"Akira ada di kamar rawat. Tapi sebelum kau kesana, berikan dulu Innocence itu."

"NIH!"

Lavi melemparkan botol kecil berisi Innocence ke wajah Komui. Kemudian berlari ke ruang rawat yang tak seberapa jauh.

"AKIRA!"

"Ada apa, Lavi?"

Lavi tak bisa berkata-kata. Dia melihat Akira sudah menggendong bayi mungil, buah dari benih cintanya.

"Akira, ini…."

"Iya, Lavi. Dia anak kita." Jawab Akira lembut.

"Anak kita…. aku--aku tak bisa mempercayai penglihatanku…. Bayi ini begitu lucu…." Lavi menyentuh bayi di dalam buaian Akira dengan tangan bergetar.

"Kau ayahnya, Lavi…. kau boleh menggendongnya."

Lavi mengangkat bayi dalam buaian Akira. "Dia…. perempuan?"

"Iya."

"Oh, dia…. dia mirip kau…."

Akira hanya tersenyum.

"Anakku…. ini ayah, nak…. Oh! Kau sudah beri nama?"

"Belum, karena aku menunggumu."

"Nama yang bagus untuk anak kita…. Nama yang indah…. Nama yang cantik…."

Akira dan Lavi diam sejenak.

"Ah, bagaimana kalau Esterna?" Usul Akira.

"Esterna?"

"Iya, dari kata estern yang artinya bintang…. Dia menandakan cinta kita yang berkelip terang, seperti bintang di langit malam."

"Esterna…. Ya, Esterna…. Nama yang bagus…. Esterna."

-X-X-X-

Sudah beberapa hari sejak Akira melahirkan anak pertamanya dengan Lavi. Lavi pun jadi sering berada di Black Order, menemani Akira dan anaknya. Allen dan Aya pun sudah pulang, dengan berita mengejutkan kalau Aya sedang hamil tiga bulan.

Kanda menelepon dari Jepang, katanya Yuufie juga sudah melahirkan anak laki-laki yang sehat. Kanda memberinya nama Yuuki. Bulan depan mereka akan pulang.

Tengah malam, saat semuanya sedang tidur, Esterna terbangun dan menangis.

"Duuh…. Begini lagi…." Keluh Lavi sambil terbangun bersama Akira.

"Jangan bilang begitu, dia kan masih bayi, lagipula kamu jarang terganggu. Aku setiap malam harus menjaga Esterna, jadi kurang tidur."

"Aku harus pergi misi pagi-pagi, jadi mengurus anak itu urusanmu."

Akira mulai marah. "Misi apanya? Kau tidak pernah kemana-mana selama ini! Siapa yang membuat?"

"Yang mau siapa?"

Kemudian mereka berhenti saat Esterna menangis lebih keras.

"Ah…. sekarang bukan waktunya bertengkar."

"Iya, Akira. Kau benar."

Akira menghampiri Esterna. "Iya sayang, kenapa? Lapar, ya?"

Lavi membawa selimut. "Aku akan pindah ke kamar kosong di sebelah kamar mandi, ngantuk."

"Huh, tidak mau gantian." Cela Akira sedikit kesal. Kemudian kembali ke Esterna yang terus menangis. "Iya, mau susu, ya?"

Akira membuka kemeja dan bra-nya untuk menyusui Esterna. Lavi melihatnya, payudara Akira lebih besar karena dia habis melahirkan. Tiba-tiba, nafsunya muncul.

"A…. Akira…."

BUAKK!!

Akira menonjok Lavi sekeras mungkin. Pukulan pertama setelah melahirkan….

"Pergi tidur, sana! Katanya ngantuk, hah?" Semprot Akira.

"Iya, iya…."

Dan Lavi pun meninggalkan kamar dengan sebagian wajah babak belur karena ditonjok Akira.

Akira menyusui bayinya untuk beberapa saat.

"Sudah kenyang?" Tanyanya saat melihat Esterna yang mulai mengantuk. Akira menganggap itu cukup dan mulai meninabobokan Esterna.

"Kalau sudah kenyang, tidur, ya."

Setelah melihat Esterna tidur, Akira menghela nafas lega. Kemudian kembali menaruh Esterna di boksnya.

"Fuah, jam 2. Masih bisa empat jam lagi."

Akira kembali tidur.

Jam setengah tiga, Esterna terbangun dan menangis lagi. Akira spontan terbangun, kemudian pergi ke kamar tempat Lavi tidur.

Akira mengangkat Heavenly Guns-nya.

DRR DD DD DD DD DD!!

"BANGUN!!"

DRR DD DD DD DD DD!!

Lavi terguling dari tempat tidur. "Kamu ini apa-apaan, sih?!" Teriaknya sambil memegangi dadanya yang dag-dig-dug.

"Bantu aku mengganti popok Esterna! Tidur melulu."

"Kalau gitu, bilang baik-baik, dong!"

Lavi mengikuti Akira ke kamar utama dan membantu istrinya itu mengganti popok Esterna.

"Terimakasih."

"Yaa…. sudah ah, aku ngantuk." Lavi beranjak ke tempat tidur utama, berhubung tempat tidur di kamar tambahan rusak ditembaki Akira.

"Sayang, lapar lagi, ya? Iya, sini ibu kasih susu."

Untuk kedua kalinya, Lavi melihat.

"Akira…."

DUAKK!!

Akira menendang Lavi.

"Dasar otak mesum! Sana cepat tidur, bukannya kau ada misi besok?"

"Tapi, Akira…. aku juga mau…." Lavi memelas.

"MAU! Bukannya kau sudah sering? Pokoknya, selama masa menyusui, aku takkan biarkan kau mendekatiku saat menyusui Esterna!" Akira memberi ultimatum yang membuat Lavi serasa dihantam Tessei-nya sendiri.

"Akira, kau kejam sekali…."

"Itu bagus agar kau belajar mengendalikan otakmu yang mesum itu!"

Tapi bukan Lavi namanya kalau tidak nekat. Dia menghampiri Akira dari belakang.

"Hehe, aku dapat!"

"LAVI BOOKMAN JR.! DASAR PEMUDA KEKANAK-KANAKAN! MESUM!!"

DZIGG!

DRR DD DD DD DD!!

DUAAR!

Seluruh Black Order terbangun mendengar teriakan dan suara ledakan sekeras itu. Mereka mengira itu serangan akuma dan mempersiapkan senjata masing-masing.

"Ada apa itu?" Lenalee keluar dari kamarnya.

"Suaranya dari kamar Lavi!" Allen menghampiri Lenalee.

"Hee, ada apaan?" Aion diikuti Nana dan Komui juga keluar kamar.

"Apa mungkin Lavi dan Akira diserang akuma?"

"Ayo kita cek!"

Lenalee, Allen, Aion, Nana, dan Komui bergegas ke kamar Lavi dan Akira.

"Lavi-kun! Akira-chan!"

"Hmm? Ada apa?"

Mereka terheran saat melihat Akira keluar dengan tenangnya sambil menggendong Esterna.

"Kamu…. nggak apa-apa?" Tanya Allen.

"Memang aku kenapa?"

"Tapi, suara ledakan tadi….?"

"Oh itu, lihat saja sendiri ke kamar. Eh sensei, malam ini aku numpang di kamarmu, ya?" Pinta Akira pada Aion.

"Iya, boleh saja."

Akira berjalan menuju kamar Aion, sementara lima orang itu heran sendiri.

"Ada apa sih, emangnya?"

"Kita masuk saja."

Lima orang itu masuk dan menemukan Lavi tepar di lantai….

"Lavi, kamu…. kenapa?"

Tiba-tiba Aion tertawa. "Ahahahaha….. hahaha…. Lavi, kamu dihajar Akira pakai Heavenly Guns dia, ya?"

Lavi menggangguk kaku.

"BUAHAHAHAHAHA….."

Semuanya jadi ketawa. "Kenapa lagi, heh?"

"Tanya aja sama dia…."

Teman-temannya masih saja tertawa. Lavi keki.

-X-X-X-