Aldnoah Zero © Project A/Z, Olympus Knights, A-1 Pictures, Gen Urobuchi, Katsuhiko Takayama.

hai, saya anak baru yang nongol cuma buat ngado #NGGAK maaf ya kalau OOC, sebenernya kurang mendalami karakterisasi mereka ehe- tapi bisa saja nanti saya tertarik nulis di sini lagi /ngek

Happy birthday Arischa, our best newcomer for IFA 2016 :D


like you used to hug me

by winkiesempress


Inaho memeluk Slaine erat-erat, sebagaimana Slaine mendekapnya dalam kehangatan bertahun-tahun yang telah lampau.

Barangkali ia tak akan pernah melakukan ini, sekalipun Slaine memohon-mohon dengan pinta manja maupun berlutut di hadapannya. Barangkali Inaho akan tetap menolak untuk memeluk Inaho meski Slaine terus-terusan melontarinya dengan godaan-godaan picisan sepanjang hari. Inaho telah membangun benteng baja untuk segala rayuan dan kata-kata manis seperti itu.

Tapi kali ini situasinya berbeda.

Inaho membiarkan darah dari luka tembak yang menganga di dada Slaine turut melumuri bajunya. Sungguh, ini bukan reuni yang bagus setelah bertahun-tahun berpisah. Reuni seharusnya ditaburi dengan kata-kata manis, pertanyaan klise apa kabar dan jawaban baik-baik saja yang sama klisenya. Mungkin disertai pelukan manis sebagai formalitas. Bukan pelukan pedih secara sepihak seperti ini.

"Slaine?"

Inaho tak menghitung lagi berapa kali ia memanggil nama teman kecilnya. Seharusnya ia sudah cepat-cepat pergi dari sini. Tapi tidak, tidak sebelum Slaine memaafkannya dan mengucapkan selamat tinggal kalau ia memang benar-benar akan pergi. Ah, seandainya Inaho lebih cepat mengenali siapa korban tembakan itu, mungkin Slaine akan sempat mengucapkan kata-kata sambutan setelah mereka bertemu lagi. Tapi tidak. Inaho datang saat darah sudah berpadu membuat genangan dengan air hujan dan napas Slaine tak ada lagi.

Ia gagal membalas dekapan-dekapan Slaine bertahun-tahun lalu.

Semuanya masih terpatri jelas dalam benak Inaho. Tentang lelaki-lelaki bertubuh gempal, yang tiada henti mem-bully-nya entah sekadar lewat kata-kata yang mengiris atau pukulan-pukulan yang membuat kakaknya bertanya-tanya soal memar yang dihasilkan. Inaho biasa berbohong bahwa ia terjatuh, bahwa ia tak sengaja menabrak sesuatu.

Tapi suatu hari, laki-laki bodoh itu menghalangi tubuhnya yang dihantami oleh kerikil.

Inaho tak pernah meminta, sungguh. Inaho tahu ia tidak lemah meski ia tak pernah melawan. Inaho hanya berpikir, mungkin suatu hari ia akan menemukan cara lain untuk membalas mereka. Tapi lelaki itu bertindak sok pahlawan, mengenalkan diri sebagai Slaine Troyard, berkata bahwa ia akan menjadi pahlawan Inaho.

Sungguh, Inaho tidak butuh.

Inaho pernah menolaknya, tapi Slaine begitu bersikeras. Inaho semakin yakin bahwa lelaki ini hanya bersikap sok keren. Seterusnya, hubungan mereka menjadi semakin sulit dijelaskan. Ada bincang-bincang kecil yang kerap diwarnai dengan gerutuan-gerutuan Slaine yang dibalas dengan kalimat tak peduli dari Inaho. Ada argumen-argumen tak berujung, ada olok-olok yang menjadi kasual, ada cerita-cerita yang saling bertukar.

Mereka tak pernah sepakat untuk berteman, tapi semua terjadi begitu saja. Mereka menjadi semakin dekat. Slaine menyaksikan masa-masa di mana Inaho nyaris menyerah akan macam-macam hal, mendekapnya dan mengatakan semua baik-baik saja, berbagi kehangatan yang tak akan pernah Inaho lupakan.

Satu masa mereka berpisah karena kepindahan Slaine, satu masa di mana ada satu kekosongan yang merebut kehangatan di hati Inaho meski ia tak pernah mengatakannya.

Dan reuni saat Inaho harus mengejar musuh yang identitasnya tak diketahui dan menembaknya mati tentu adalah hal terburuk yang tak pernah dibayangkannya.

end