-HiddeN-

KYUMIN PAIRING!

DON'T COPY PASTE! THIS IS MY IDEA!

if you don't like 'the story' or 'KYUMIN' or 'GS', PLEASE... DON'T READ & GO AWAY! OK?!

.

.

owh... sorry, don't copy paste! This is real idea for my mind!

.

.

.

Memasuki winter, banyak orang memilih untuk berdiam diri di dalam rumah maupun apartement mereka. Duduk di atas bantal penghangat, menonton tayangan favorit, serta menikmati semangkut ramyeon panas yang masih mengeluarkan asap. Nikmat.

Berbeda dengan Donghae. Tak peduli cuaca panas, salju, ataupun badai besar sekalipun. Ia harus melawan rasa malasnya untuk tetap bekerja. Meskipun, rintangan kecil maupun besar datang menghampirinya. Benar-benar wajib dicontoh.

Seperti saat ini, mobil yang sebelumnya berhasil membawa dirinya ke kantor, kini mau tak mau, Donghae harus bersabar dikarenakan salah satu ban mobilnya bocor. Rasanya, percuma saja jika ia memaksa untuk membawa mobilnya ke bengkel. Ban yang bocor, tak mampu melewati jalanan yang penuh dengan es.

Sayangnya, i-Phone putih miliknya pun terpaksa mati karena baterai habis. Lebih miris lagi adalah, saat tau dirinya tidak membawa cas-an ataupun alat pengisi baterai lainnya. Meminta pertolongan orang lainpun, sangat tidak mungkin. Mengingat, dirinya orang terakhir di kantor tersebut. Saat winter seperti ini, jam pulang kantor di Seoul selalu dipercepat. Dengan alasan, keamanan.

Donghae menarik nafasnya dalam-dalam, dan melepaskannya dengan berat. Tidak ada pilihan lain untuknya, selain melawan serbuan es-es kecil yang datang beramai-ramai dari langit. Tak lupa, sebelum ia berlari melawan winter, ia membuka pintu mobilnya untuk mengambil kotak pink dari dalam dashboard Hyundai merahnya.

.

.

.

Ting dong deng… Ting dong deng…

Intercom pemilik kamar apartement nomor 115, Dream Hill, salah satu apartement yang terbilang cukup mewah di kawasan Yeouido tersebut, berbunyi. Pemiliknya yang tengah asyik menonton serial drama, segera berlari mendekati arah pintu.

"nuguseyo?" ujar gadis tersebut dengan sedikit berteriak. Tapi, tak ada tanggapan dari luar.

Segera ia menekan tombol 'open' yang terdapat di gagang pintu. Seketika bunyi 'nit nit' terdengar. Tanda bahwa kunci telah terbuka.

"noona, kenapa lama sekali membuka pintu?!" suara pria berasal dari arah luar.

Gadis pemilik kamar nomor 115 tersebut membuka pintu, dan mendapati seorang pria tinggi dengan jaket tebal berwarna merah, serta kulit tubuhnya yang terlihat sedikit pucat karena dinginnya cuaca hari ini, tengah membawa sebuket bunga mawar merah di tangan kanannya. Tersenyum padanya.

Senyumnya tak berlangsung lama setelah mengetahui gadis yang membukakan pintu untuknya, bukanlah orang yang dicarinya.

"eoh! Agassi, neo nuguya?" ujar pria tersebut penuh tanya.

"apa yang kau lakukan di apartementku?!" lanjutnya.

"ye?" gadis tadi mengernyit. Ia benar-benar tak mengerti dengan pertanyaan pria yang berdiri di hadapannya sekarang.

"maaf. Tapi, aku benar-benar tidak mengerti maksud pertanyaanmu. Seharusnya aku yang bertanya padamu. Kau itu siapa dan ada perlu apa?" lanjut gadis tadi tegas.

"agassi, ini kamar apartement nomor 116. Aku pemiliknya." Pria tadi tetap memaksa. Meyakinkan gadis tersebut bahwa kamar yang dihuninya adalah miliknya

"aniyo. Ini kamar nomor 115 dan pemiliknya sangat jelas, yaitu aku. Lee Sungmin. Aku harap kau tidak sedang mabuk, Tuan. Kamar 116 ada di sebelah sana." Gadis yang mengaku bernama Sungmin tersebut menunjuk kamar yang tepat berada di sebelah kiri dari kamarnya.

Untuk lebih memastikan, Sungmin juga menunjuk papan nomor yang menempel di dinding sebelah pintu rumahnya pada pria asing itu. Pria tadi melirik ke arah yang di tunjuk Sungmin.

"apa kau sudah mengerti, Tuan?" tanya Sungmin mantap.

Setelah mendengar serta melihat penjelasan dari Sungmin, nampaknya pria asing tadi malu untuk berkomentar lebih jauh. Buktinya? Ia diam. Kedua bola matanya bergerak cepat. Seolah mencari kata-kata yang tepat untuk meminta maaf pada gadis yang berdiri di hadapannya ini.

"umm… maafkan aku. Aku penghuni baru di apartement ini. Jadi… ah! Angka lima milikmu persis seperti angka enam milikku. Maaf kalau aku sulit membedakannya." Sungmin melirik papan nomor miliknya. Memastikan bahwa yang dibicarakan pria ini benar.

"kau benar. Mungkin lusa akan ku ganti. Terima kasih sudah mengoreksi." Jawab Sungmin datar tapi, masih dengan kesopanannya.

"satu lagi! Aku tidak mabuk seperti yang kau bilang sebelumnya."

Sungmin menarik ujung bibir kanannya sedikit. Smirk. "mianhamnida." Sungmin menundukkan kepalanya sebagai permintaan maaf.

"aniyo. Kau sama sekali tidak salah,"

"aku yang salah. Maaf, kalau waktumu terganggu karena pria yang tak jelas sepertiku." Pria tersebut ikut menundukkan kepalanya sebagai permintaan maaf pada Sungmin.

"ini."

Buket mawar merah yang sebelumnya dibawa pria tadi, diberikan pada Sungmin. Sungmin yang tak mengerti, hanya diam. Terkejut serta bingung, mengapa pria ini memberikan bunga untuknya?

"sebagai permohonan maaf." Jelas pria tadi, singkat.

"ah… begitu ya?" Sungmin menggaruk leher belakangnya. Ia baru mengerti maksud pria tadi.

"umm, apa… apa aku harus menerimanya?" tanya Sungmin gugup. Ah, kenapa juga ia harus gugup?

"aku tidak memaksamu untuk menerimanya."

Mendengar penjelasan pria ini, Sungmin merasa tak enak hati kalau ia menolak pemberian orang lain. Apalagi, mereka tinggal dalam apartement yang sama. Dan… Sungmin bukanlah orang yang sejahat itu.

"baiklah, aku terima." Kedua tangan Sungmin meraih buket mawar merah dari tangan pria itu sambil tersenyum kecil.

"namaku Cho Kyuhyun. Nona Lee Sungmin, terima kasih sudah memafkanku. Dan juga, maaf sudah menyita waktumu."

"ah, ne. Jangan berlebihan seperti itu. Aku sama sekali sedang tidak sibuk, Kyuhyun-ssi. Jadi, bersikap biasa saja padaku." Senyum Sungmin kali ini ikut mengembang. Begitupun dengan Kyuhyun, ia menunjukkan rentetan gigi putihnya pada Sungmin. Mengingat, situasi di antara keduanya mulai mencair. Tidak seperti sebelumnya.

"terima kasih untuk sebuket bunga mawarnya. Nan joha. (aku suka)"

"ah, sama-sama. Umm, aku permisi, Sungmin-ssi." Kyuhyun berpamitan pada Sungmin.

"ne. Annyeonghi gyeseyo."

Ucapan terakhir Sungmin membuat Kyuhyun harus mundur dua langkah, pergi dari hadapan Sungmin dan melangkah ke arah kamarnya, kamar nomor 116. Sungmin? setelah Kyuhyun pergi darinya, ia segera menutup pintu rumahnya. Sejenak menatap buket mawar merah yang digenggamnya sejak tadi.

"lumayan." Ucapnya. Sambil kemudian berjalan ke ruang tengah. Melanjutkan menonton drama favoritnya yang sempat tertunda. Dengan penuh harap, drama yang ditontonnya belum selesai.

.

.

.

Setelah berjalan menuju halte, menunggu bus datang, serta menikmati perjalanan yang dingin karena salju di mana-mana, sampailah Donghae di halte tujuannya, halte Yeouido. Sebelum melanjutkan perjalanannya, ia memilih untuk mampir ke coffee shop yang tak jauh darinya, sedikit berlari.

Sepatunya yang dipenuhi hiasan putih yang disebabkan oleh salju, ia bersihkan terlebih dahulu di atas keset sebelum masuk ke dalam. Setelah dirasanya bersih, ia melangkah ke arah kasir untuk memesan.

Tatapannya beralih ke arah daftar menu yang tertera di etalase, di mana kasir berada. Sibuk memilih. Saat memilih seperti ini, rasa laparnya muncul. Ditambah, cuaca di luar sangat dingin. Cuaca dingin dapat membuat siapapun cepat lapar. Termasuk Donghae.

"satu Smoked Beef Mushroom dan satu Macchiato panas ukuran medium." Pesan Donghae pada kasir perempuan di depannya.

Sang kasir mulai mengetik pesanan Donghae serta menghitungnya. "satu Smoked Beef Mushroom dan satu Macchiato panas ukuran medium." Ulang kasir tersebut untuk menyesuaikan pesanan Donghae, dan mendapat anggukan setuju dari Donghae.

"total semua 29.000won, Tuan. Di bayar dengan kartu atau cash?"

"bayar cash saja. Sebentar." Donghae mengeluarkan dompet hitam miliknya dari balik jas creamnya, yang dibalut jaket tebal berwarna merah. Mengambil lembaran uang yang akan ia bayarkan untuk pesanannya.

"ini."

Kasir tersebut menerima uang dari Donghae, dan kembali menghitung pesanan Donghae dengan teliti. Setelah selesai, kasir tadi berbalik badan untuk menyiapkan pesanan pelanggannya itu. Selama kasir menyiapkan pesanannya, pandangan Donghae beralih ke sebuah poster besar yang di tempel di dekat kasir. Sebuah sayembara yang dirasanya cukup unik.

"ini pesanan anda, Tuan. Dan ini kembaliannya." Kasir tadi memberikan pesanannya pada Donghae. Di nametag yang menempel pada seragam kerjanya, tertulis sebuah nama, Victoria.

"umm, cogiyo. Aku perhatikan di poster itu ada tulisan sayembara. Sayembara… maksudnya?" tanya Donghae tak mengerti sambil menunjuk poster yang menempel rekat di dinding kasir. Berharap kasir ini menjelaskan sedikit untuknya.

"ne. Majayo! Akan ada sayembara minum kopi dingin di sini. Syaratnya, harus berpasangan. Baik dengan pasangan anda, adik anda, maupun kakak anda. Tidak mengenal wanita atau pria, asal berpasangan, Tuan. Mungkin anda berminat, aku akan memberikan brosurnya untuk anda." Sang kasir mengambil lembaran brosur yang tersimpan di dekat komputernya.

"ini. Semua persyaratan tertulis lengkap di sana. Semoga anda tertarik." Donghae menerima brosur yang diberikan kasir wanita tadi, dan melihat sekilas.

"ne. kamsahamnida. Aku akan membacanya nanti, sambil menikmati makananku." Jawab Donghae polos sambil meraih nampan cokelat tua bersisi pesanannya. Saat ini dirinya memang tengah lapar. Satu porsi Smoked Beef Mushroom yang ada di depannya, seolah memanggilnya untuk segera di lahap.

"ah, ne. Jeosonghaeyo. Kamsahamnida, masitge deuseyo. (selamat menikmati)" Ujar kasir wanita, Victoria dengan sangat ramah.

.

.

.

Setelah mendapati posisi yang pas, Donghae segera melahap Smoked Beef Mushroom yang sebelumnya ia pesan. Diselingi Macchiato hangat yang masih mengeluarkan asap putih, terasa lebih nikmat. Rasa dingin yang sebelumnya mengusik dirinya, perlahan menghilang. Tubuhnya menghangat. Inilah yang membuatnya malas untuk beranjak dari coffee shop ini. Ke luar, sama dengan bertemu salju, lagi.

Suapan terakhir Smoked Beef Mushroom miliknya, cukup membuat perutnya kenyang. Ia ingat dengan brosur yang diberikan kasir tadi. Tangan kanannya meraih brosur hijau yang tergeletak di atas nampan cokelat tua, dan membacanya dengan seksama.

"mwoya ige?! Michigeta jinjja!" omel Donghae setelah selesai membaca semua tulisan di dalam brosur yang masih di pegangnya. Tidak ada yang mendengar omelannya, karena Donghae memilih kursi di pojokan untuk lebih santai, nyaman, dan juga… jauh dari suara bising.

"menghabiskan sepuluh gelas kopi dingin ditambah es, dengan ukuran gelas super besar saat winter seperti ini?! Eoh? Pemilik coffee shop ini benar-benar sinting. Apa mereka ingin membunuh peserta lomba? Tsk, jeongmal. The owner must be crazy!" dengan bahasa campuran yang tidak tahu benar atau tidak, lagi-lagi Donghae kesal dengan sayembara yang diadakan oleh coffee shop yang tengah ia kunjungi sekarang. Imbasnya, brosur yang dibacanya barusan, harus rela terlempar kembali ke atas nampan cokelat tua tadi. Tanpa harus peduli, ia menyeruput kembali sisa Macchiato miliknya sampai tak bersisa.

.

.

.

Satu per satu, Sungmin memasukkan mawar merah hasil pemberian pria bernama Cho Kyuhyun tadi, ke dalam vas bunga ukuran besar warna putih miliknya yang tak terpakai. Sebenarnya, ia berniat mengisi vas tersebut dengan bunga mawar, minggu depan. Beruntung, Kyuhyun, pria yang menjadi tetangga barunya itu, memberikannya bunga mawar merah secara Cuma-Cuma. Tak tanggung-tanggung, Kyuhyun memberinya satu buket. Dan Sungmin merasa beruntung sekali hari ini.

Tapi, tidak semudah itu. Sejak tadi ia memikirkan bagaimana cara untuk membalas kebaikan Kyuhyun? Memberi Kyuhyun uang sebagai pengganti bunga mawar? Sangat tidak sopan. Seolah dirinya tak menghargai pemberian Kyuhyun. Belum lagi, Kyuhyun akan sangat kecewa. Memberinya barang? kurang tepat. Sungmin baru saja mengenal Kyuhyun, dan status mereka adalah tetangga. Ia takut, Kyuhyun mengira yang tidak-tidak padanya. Idenya untuk memberikan Kyuhyun hasil masakannya, ia rasa pantas. Apalagi, Sungmin sangat senang kalau hasil masakannya dinikmati dan di sukai orang lain.

Ting dong deng… Ting dong deng…

"aigoo… kali ini siapa lagi yang salah ruangan?" ucapnya setelah intercome kembali berbunyi. Ia masih asyik dengan kegiatan barunya, mencabuti daun tua pada mawar merahnya.

Ting dong deng… Ting dong deng…

"tunggu sebentaaaarrrr… ." kali ini Sungmin memilih berteriak. Ia beranjak dari kursi meja makan, dan berjalan ke arah pintu, lagi.

Ting dong deng… Ting dong deng…

"nuguseyo?" jawabnya dengan suara keras, sambil memegang gagang pintu dan setelahnya menekan tombol 'open'.

"eoh? Oppa?! Wasseo? Ada apa kemari? Aigoo… wajahmu pucat sekali. Ayo, cepat masuk!" tanpa menunggu jawaban dari sang tamu, Sungmin merangkul pundak pria yang tak lain adalah Donghae. Tamu kedua hari ini setelah Kyuhyun.

.

.

.

"ini." Donghae menyerahkan kantung plastik putih kecil, berlogo coffee shop yang sebelumnya ia kunjungi pada Sungmin setelah mereka berdua duduk di atas sofa putih ruang tengah.

"aigoo… kau mengorbankan dirimu saat winter seperti ini, hanya untuk segelas kopi?" cerca Sungmin.

"aku membelinya untukmu." Bela Donghae.

Sungmin menghela nafasnya berat. Untuk soal satu ini, Sungmin selalu kehabisan kata-kata bila berargumen dengan Donghae. Donghae selalu saja membela dirinya di banding Sungmin.

Sungmin menarik nafasnya dalam. Mencoba untuk lebih sabar. "kalau kopi seperti ini, di dapurku banyak, Oppa. Aku bisa menyeduhnya kapanpun. Semauku. Tak perlu membuang uang seperti ini." Jelas Sungmin.

"aku pikir, wanita akan suka dan senang melihat namja-chingunya membawa sesuatu untuk yeoja-chingunya. Tapi, kenapa kau tidak suka seperti ini?"

Sungmin menangkap aroma kesal dari cara bicara Donghae padanya. Dengan segera, ia menangkup kedua pipi Donghae dengan kedua tangannya, dan mengusapnya lembut. "tidak denganku, Oppa." Jawab singkat Sungmin diakhiri senyuman manis miliknya.

Donghae membalas senyuman Sungmin namun, terlihat masam. Tatapannya menangkap kedua bola mata Sungmin dengan tajam. Menatap keindahan bola mata Sungmin, sekaligus mencari kejujuran dari matanya.

"kau tidak mencintaiku, kan?"

Sungmin melebarkan kedua matanya, serta mengernyitkan dahinya. Setelah Kyuhyun, kini Donghae berhasil membuatnya benar-benar bingung untuk satu hari ini. Tak mengerti maksud pertanyaan Donghae, yang tak lain adalah kekasihnya.

"kenapa kau diam?"

"kau tidak bisa menjawabnya, bukan?" lanjut Donghae dengan logat tajam, sedikit memaksa.

"aniyo. Aku mencintaimu, Oppa,"

"sangat." Lanjut Sungmin, masih menangkup kedua pipi Donghae. Untuk ucapan ini, ia mengatakannya dengan penuh keyakinan.

"tebakanku benar. Lima tahun menjalin hubungan, tebakanku ternyata benar. Kekasihku sendiri tidak mencintaiku. Lalu, aku apa? Aku seperti mencintai bayanganku sendiri. Belum lagi, kau tak pernah jujur denganku tentang perasaanmu padaku. Itu yang kau sebut cinta?" tutur Donghae dingin.

"mengumbar perasaan dalam suatu hubungan, bukan cinta, Donghae-ssi. Tidakkah itu nafsu? Jelas, bukan cinta yang sebenarnya. Cinta yang sebenarnya menurutku adalah, hanya Tuhan dan aku yang tahu. Alasan klasik, memang. Tapi, dengan sedikit perhatian yang kita berikan untuk kekasihku… ia akan tahu dengan sendirinya. Dengan perhatian, ia merasa diperhatikan. Dengan perhatian, ia akan menyadari cinta yang sesungguhnya seperti apa. Selanjutnya, rasa sayang serta cinta akan menyusulnya. Karena cinta adalah perhatian. Bukan pemberian." Sungmin masih mengusap kedua pipi Donghae lembut. Ia tidak tahu Donghae akan mengerti penjelasannya atau tidak, yang pasti, Sungmin mengeluarkan kata-kata tersebut dari lubuk hatinya.

"oppa, saranghaeyo."

Sungmin berusaha membentuk senyuman manis untuk Donghaenya tersebut. Namun, gagal untuk menahan air matanya agar tidak jatuh. Dengan segera Sungmin mengusap kedua pipinya dari air mata. Donghae yang melihatnya, ikut membantu mengusapnya dengan ibu jarinya.

"arasseo, uljima." Ucap Donghae lembut.

"dan selamat!" Sungmin dengan mata yang masih memerah, menoleh kembali pada Donghae. Ia tidak mengerti dengan kata 'selamat' dari mulut Donghae.

"Lee Sungmin, my princess of pumpkin… ,"

"selamat! kau masuk perangkapku! hahaha… ." Donghae tertawa terbahak-bahak karena berhasil mengerjai Sungmin. Sungmin sendiri masih diam, belum mengerti.

"dan selamat. Buku hasil karyamu yang berjudul 'Love & Liar' akan segera diterbitkan! huuuuuu…!" ujar Donghae sangat girang. Berbeda dengan Sungmin yang masih menatapnya dengan tatapan bodoh.

Donghae menghentikan kegirangannya. "kau tidak senang?" tanya Donghae.

"maksudmu buku hasil karyaku akan terbit, apa?"

Donghae menghempaskan tubuhnya keras ke pinggir sofa putih yang didudukinya bersama Sungmin. ia memilih untuk merebahkan tubuhnya, sambil memijat pelipisnya pelan.

"tadi siang, penerbit Dream mengirim E-mail padaku." Kali ini, logat Donghae terdengar malas untuk menjelaskannya pada Sungmin.

"di sana tertulis, kalau bukumu akan mulai dicetak minggu depan, dan diterbitkan dua minggu berikutnya."

Plak.

Suara nyaring tersebut berasal dari betis Donghae yang dipukul oleh Sungmin dengan telapak tangannya. Sang pemilik mengusapnya sambil merasakan nyeri.

Sungmin menatap Donghae sejenak, dan… "KYAAAAAAAAAAAAAAAAA…!"

"OPPA, JINJJAYO? AAAAHHH… JEONGMALYO?! KYAAAAAAAA…!" Donghae tak kuasa mendengar yeoja-chingunya berteriak. Menutup kedua telinganya, pilihan tepat.

.

.

.

"bukakan pintu untukku!" Pria berambut pirang yang tengah berdiri di depan pintu kamar apartement nomor 116, memasukkan ponselnya ke dalam kantung celana setelah menelpon seseorang untuk membukakan pintu untuknya.
'nit-nit' . Tanda pintu telah terbuka. Di baliknya, Kyuhyun menatap pria rambut pirang tadi dengan penuh tanya.

"kau dari mana?"

"biarkan aku masuk terlebih dahulu sebelum kau mewawancaraiku layaknya seorang HRD." Celetuknya. Ia masuk ke dalam tanpa suruhan dari sang pemilik apartement. Melepas sepatu kulit hitamnya, dan berjalan ke ruang tengah. Duduk di sofa hitam, meraih remote tv, kemudian memindahkan channel tv yang tengah ditonton Kyuhyun.

"yak! Lee Hyukjae, bersikaplah sopan di rumah orang! Aku sedang menonton berita." Bentak Kyuhyun yang tak rela channel tv yang tengah di tontonnya, dipindah oleh Hyukjae.

Hyukjae menampakkan smirknya. "sejak kapan seorang Kyuhyun menyukai berita?" ledek Hyukjae.

"sejak bertemu gadis pemilik kamar apartement nomor 115." Hyukjae menjawab pertanyaannya sendiri, dengan meniru suara Kyuhyun.

"benar, kan?"

"ish!" Kyuhyun memilih untuk merebut kembali remote tv miliknya. Namun, sayang… gagal. Disaat Kyuhyun ingin merebut, Tangan Hyukjae yang tengah memegang remotenya, ia alihkan ke arah lain. Menghindari sentuhan Kyuhyun.

"aku baru tahu kalau kau mempunyai tetangga cantik di sini. Pantas saja kau pindah ke apartement ini. Ada berlian tersembunyi. Hahaha… ." Hyukjae tertawa lepas. Tak peduli dengan tatapan tajam dari Kyuhyun yang duduk di samping kanannya.

"tapi… trikmu yang tadi itu sangat bagus! Kau belajar dari mana? Bahkan, aku sendiripun tidak mengajari hal tadi. Kau belajar dengan siapa, Cho Kyuhyun?" tanya Hyukjae penasaran.

"mulutmu benar-benar tidak pernah sekolah." Celetuk Kyuhyun tajam.

"aniyo. Selama sekolah, mulutku tidak pernah ke mana-mana. Dia selalu bersamaku sampai aku lulus kuliah. Sekarang, kerjapun, dia masih bersamaku."

Kyuhyun benar-benar kesal dengan kata-kata Hyukjae yang dirasanya terlalu berlebihan untuk sekedar mengejek. Hanya saja, ia tak mau merusak harinya dengan kemarahan. Untuk menyiasatinya, ia hanya tersenyum, sabar.

"ani. Itu bukan trik khusus atau apapun. Aku benar-benar salah ruangan. Bunga yang aku berikan untuknya tadi, sebenarnya aku membelinya untuk Ahra noona. Noona bilang, ia akan sampai di apartementku sebelum aku datang. Karena salah ruangan, terpaksa… untuk meminta maaf dan menutupi rasa maluku, aku memberikan bunganya untuk Lee Sungmin."

Hyukjae terkejut mendengar Kyuhyun menyebut nama Sungmin. "Sungmin? Lee Sungmin? gadis tadi namanya Sungmin? Lee Sungmin?!"

Kyuhyun mengernyitkan dahinya. "wae? Kau mengenalnya?"

Hyukjae terlihat tengah memikirkan sesuatu. "umm… ani. Bukan apa-apa. Hanya saja, sepertinya aku mengenal nama itu."

Hyukjae memilih untuk kembali menonton berita yang sebelumnya dilihat Kyuhyun, karena acara tv tidak ada yang seru saat sore hari. Sambil terus berpikir tentang nama 'Lee Sungmin'. begitu juga dengan Kyuhyun. Hyukjae merasa gerak-gerik sahabatnya tersebut, terlihat aneh setelah bertemu gadis tadi. 'Ah, semoga ini salah', pikirnya.

-TBC-

NB: maaf… typo di mana-mana ya? Sebenernya gak ada niatan buat ff baru. Karena ff lama belom beres :(

ini bener2 di luar dugaan karena inspirasinya dapet dari talas goreng dooonggg….. gak tau kenapa gini hasilnya -_-