Derap langkah kaki yang berjalan cepat menggema di sepanjang jalan. Membelan kesunyian yang diselimuti malam. Membawa luka baru tak kasat mata yang begitu nyata.
Deru napas cepat seorang pria yang tengah berjalan tertatih sembari memegangi perutnya, seakan menjadi saksi bisu di malam yang akan menjadi sejarah baru dikehidupan. Membawa mimpi terburuk yang akan menghantui mereka setiap saat.
Menghirup udara cepat, pria bersurai perak itu terus melangkah tertatih melewati lorong gelap yang menjadi pijakannya. Menatap kosong pada kegelapan yang terasa begitu mencekam jiwa. Membawa secercah harapan yang tersisa.
Mengabaikan rasa nyeri yang mendera perut kirinya. Pria beriris hitam itu mencoba berjalan normal, saat menangkap sebuah cahaya remang-remang dari obor yang menjadi satu-satunya pencahayaan disana. Tampa melepaskan pegangannya pada perut kirinya yang terus mengeluarkan cairan hangat beraroma amis, yang terus merebes dari sana.
Tidak jauh dari cahaya itu, terlihat sesosok pemuda yang tengah memberontak dalam ikatan yang melilit ditubuhnya. Berharap ikatan yang membelit tubuhnya itu akan sedikit merenggang, walau dia tahu jika itu sia-sia.
Menghampiri sosok dihadapannya dengan cepat. Pria bermasker itu berjongkok dihadapan pemuda yang tengah mengeram murka padanya, "Anda baik-baik saja?" tanyanya senormal mungkin. Walau ia tahu jika itu sama sekali tidak membantunya.
Menatap berang pria bersurai perak dihadapannya. Pemuda beriris blue shappire itu mencoba berbicara, dan memprotes tindakan pria dihadapannya. Namun suara yang dihasilkan tidak lebih dari gumaan tidak jelas. Karena sumpalan kain yang mengganjal mulutnya.
Menatap prihatin pada sosok dihadapannya. Pria bersurai perak itu melepaskan kain yang menyumpal mulut pemuda pirang beralih pada ikatan yang membelit tubuh pemuda pirang itu.
Merasakan ikatan yang membengkuknya telah menghilang. Pemuda bersurai pirang itu menerjang pria dihadapannya "Kau pikir apa yang kaulakukan brengsek! Kenapa kau mengikatku hah!?" desisnya tajam. Namun tindakannya terhenti saat menyadari sesuatu berbau anyir yang membasahi baju bagian perut pria itu, yang sendari tadi terus ditutupi darinya.
Membulatkan matanya, pemuda bersurai pirang itu melepaskan cekikannya. Dan menyingkir dari atas tubuh pria dibawahnya. "I_ini, apa yang terjadi, Kakashi? Kenapa kau terluka?" tanyanya penuh selidik.
Tersenyum kecil dibalik maskernya, Kakashi mencoba untuk tidak meringkis saat merasakan rasa nyeri yang ditimbulkan lukanya. "Aku tidak apa-apa jangan khawatir," ucap Kakashi. Mencoba menenangkan pemuda di hadapannya.
"Apanya yang tidak apa-apa? Sebenarnya apa yang terjadi di Istana? Apa ini ada hubungannya dengan penyekapanku di sini? Jawab aku!" titahnya penuh tekanan.
Mengelengkan kepalanya. Kakashi mencengkram pundak pemuda bersurai pirang dihadapannya, menatap serius pada iris blue shappire yang tengah kalut dengan emosi itu. "Dengarkan saya baik-baik pangeran. Di kerajaan kita sedang terjadi kudeta."
Membulatkan matanya karena syok. Pemuda itu merasakan waktu seolah terhenti dengan oksigen yang tipis. Kudeta? Kata tabu tidak asing ditelinganya itu sedang terjadi di kerajaannya. Apa ini sebabnya dia diikat disini? Kalau begitu... Ayah? Ibu? Apa yang terjadi pada kalian?
.
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Genre: Fantasy, Adventure, Romance
Rating: M (untuk perkataan kasar, dan adegan berdarah.)
Pairing: Naruto x Sasuke, slight Naruto x Sai
Warn! OOC, AU, typo(s), Shou-ai, Yaoi, NaruSasu forever, dll.
.
.
...DON'T LIKE, DON'T READ...
.
Melangkahkan kakinya cepat. Sosok yang mengenakan hoodie hitam itu berlari cepat membelah hutan. Sementara tidak jauh dibelakangnya terlihat segerombolan prajurit bersenjata yang tengah mengejarnya dengan obor yang menyala terang, sebagai pencahayaan mereka untuk melewati jalan. Berbeda dengannya yang hanya mengandalkan cahaya rembulan yang menembus hutan, sebagai satu-satunya penerang jalannya.
Menggempalkan tangannya erat, sosok yang seolah menyatu dengan malam itu terus berlari menghindar dari kejaran mereka. Pikirannya kalut akan emosi yang terus meluap setiap detiknya. Namun diantara semua emosi yang ia rasakan. Rasa amarahlah yang mendominasi semuanya.
Berlari layaknya seorang pengecut yang lari dari kenyataan, benar-benar membuatnya semakin tidak bisa mengendalikan luapan emosinya. Akan tetapi kilasan ingatannya tentang pria bersurai perak itu benar-benar membuatnya berteriak prustasi.
Di kerajaannya sedang terjadi kudeta, sementara dia melarikan diri dari sana, tampa mengetahui bagaimana nasib kerajaan itu, termasuk nasib ayah, ibu, keluarga, serta orang-orang yang memperjuangkan hidup mereka untuk raja dan ratunya.
Menghentikan langkahnya dengan cepat. Pemuda itu berdecak kesal saat langkah kakinya terhenti dijalan buntu. Sementara gerombolan prajurit yang mengejarnya dengan cepat mengepungnya, dengan berbagai senjata yang mengacung kearahnya.
Tidak sadarkah mereka? Dengan siapa mereka berhadapan? Tapi, apa peduli mereka yang telah memihak pada musuh? Membuka kelompak matanya dengan perlahan. Sosok yang kini tengah dikepung itu menatap dingin mereka, tampa tersirat sedikitpun rasa takut yang terpancar disana.
"Kau sudah terkepung. Sekarang serahkan dirimu pangeran! Jika kau tidak ingin mati sia-sia disini." ucap salah satu dari mereka, dengan lantang.
Sementara sosok pangeran itu hanya terkekeh mendengar gertakan kecil itu. "Kau pasti bercanda," balasnya. Mengacungkan sebuah pedang berwarna perak, yang terlihat berkilau saat cahaya rembulan memantulkan sinarnya.
Detik berikutnya hanya suara dentingan pedang yang beradu kuat dengan berbagai senjata, yang menjadi saksi bisu saat pertarungan tidak seimbang itu berlangsung.
Akan tetapi, itu tidaklah menjadi masalah untuknya. Yang sudah menguasai berbagai teknik pedang, yang diajarkan di kerajaannya.
Bergerak cepat mengayuhkan pedangnya dengan lihai. Sosok pangeran yang seolah bergerak secepat angin, nyaris tidak terlihat itu sudah menumbangkan puluhan prajurit, yang kini bermandikan darah. Menatap dingin puluhan prajurit yang seolah tidak ada habisnya itu. Dia tidak menyangka, sebegitu banyaknyakah yang berhianat pada ayahnya?
Semua prajurit yang mengepungnya sedikit mengedik ngeri melihat sosok pemuda bersurai pirang dihadapan mereka mampu melumpuhkan puluhan prajurit, seorang diri. Sementara salah satu dari mereka yang duduk diatas kuda, bergerak cepat dengan mengambil anak panahnya.
Membidikan arah anak panahnya pada sosok yang bergerak cepat tidak jauh darinya. Sosok pria beriris hitam itu menghela nafas pendek, sebelum melepaskan anak panahnya yang melesat cepat membelah angin, dan menusuk tepat disebelah perut kiri sosok yang mengenakan hoodie hitam itu.
Terbelak kaget, pria bersurai pirang itu memegang perut kirinya yang tertembus anak panah yang berasal dari arah sosok yang tengah duduk diatas kuda sembari membidikan anak panahnya yang kedua padanya. Hingga secara tidak sadar menghentikan ayunan pedannya. Yang tidak disia-siakan para prajurit yang menyerangnya dengan membabi buta.
Melangkah mundur, sosok yang kini terlihat menatap tajam puluhan prajurit yang mengepungnya. Dimana keadaannya yang kini terlihat begitu mengenaskan, dengan luka sayatan disekujur tubuhnya, ditambah anak panah yang menamcap di perutnya, membuat sosok itu terlihat seperti tikus yang terpojok.
Sementara mata blue shappirenya menatap lurus pada iris mata malam yang kini tengah membidikan anak panah padanya. Dan sedetik kemudian anak panah itu melesat cepat padanya, namun dengan cepat pula ia bergerak menghindar. Tidak menyadari pijakan tanahnya yang kini tidak datar lagi.
Semuanya terjadi begitu cepat, saat sosok penuh luka sayatan itu terjatuh, dan terguling kejurang. "Apa yang kalian lakukan? Cepat turun, dan periksa dia!" titah, pemuda yang sendari tadi menunungangi kudanya itu.
.
.
\(^o^)/
.
.
Membuka kelompak mata tannya dengan perlahan. Sepasang iris blue shappire itu menatap langit-langit kayu itu dengan pandangan kosong. Dimana aku? Apa yang terjadi? Mengapa aku ada disini? Apa aku sudah mati?
Deretan berbagai pertanyaan terus menyeruak dikepalanya. Namun tidak ada satu patah katapun yang terucap dari bibirnya. Membiarkan kesunyian mengambil alih ruangan yang ia tetapati.
Suara gesekan kayu yang berasal dari pintu kayu itu terbuka, menampilkan sesosok pemuda bersurai raven yang terlihat menghampiri futon. "Kau sudah sadar?" tanyanya datar. Meletakan baki berisi bubur hangat serta obat herbal itu disisi futonnya.
Iris mata onyxnya menatap datar tubuh yang penuh dengan balutan perban itu. Membiarkan kesunyian mengambil alih kembali ruangan yang kini ditepati dua sosok pemuda itu. Seolah engan untuk membuka percakapan.
Sementara iris mata blue shappire itu hanya memandangi sosok berwajah stoic dihadapannya dalam diam. Tampa ingin membuka percakapan, "Siapa kau?" tanya Naruto. Memecah keheningan.
Namun pemuda beriris onyx yang berada dihadapannya hanya diam, tampa terlihat tertarik dengan pertanyaannya.
"Aku dimana?" tanya pemuda bersurai pirang itu. Membuka mulutnya untuk yang kedua kali. Namun pemuda dihadapannya masih terdiam dengan wajah stoic andalannya.
Mengerutkan alisnya bingung. Pria bersurai pirang itu menatap ragu pada pemuda dihadapannya, seingatnya pemuda ini tidak bisu. Tapi kenapa dia hanya diam saja? "Bagaimana bisa aku berada disini?" tanya Naruto ragu-ragu.
"Begitukah caramu berterima kasih?" ucap pemuda itu datar. Sementara pemuda pirang itu masih terlihat mencerna perkataannya dengan memandang bingung padanya.
Pria bersurai raven itu hampir memutar bola mata bosan, saat melihat tingkah laku pemuda yang sudah ia selamatkan itu. "Siapa namamu?" tanyanya membuka suara. Sembari meletakan baki yang dibawanya ke atas futon yang sedang pemuda pirang itu tepati.
"Naruto," balasnya. Kemudian pemuda beriris onyx itu menatapnya. "Uzumaki Naruto, itu Namaku," ulang Naruto mendapat angukan dari sang raven.
"Makanlah, dan kau bisa pergi kapanpun kau mau. Aku akan pergi sebentar," ucap pemuda raven itu. Sementara Naruto hanya menatap bubur dan pemuda beriris onyx dihadapannya secara bergantian.
Apa dia barusaja menyuruhnya makan, lalu mengusirnya? Yang bahkan untuk mendudukan dirinya saja Naruto belum tentu mampu. Apa dia gila?
Tidak memperdulikan tatapan mamelas Naruto, pemuda itu beranjak berdiri dari duduknya, dan melenggang pergi begitu saja.
Menatap panik, Naruto sedikit mengeser posisinya. "He_hei, tunggu. Siapa namamu?" tanya Naruto menahan ringkisan yang keluar dari mulutnya. Yah, setidaknya dia tahu siapa sosok pemuda raven yang sudah menolongnya itu.
Menghentikan langkahnya sejenak, "Sasuke," jawabnya tampa membalikan badannya. Dan pergi dari ruangan itu, namun sunyup-suyup dia dapat mendengar ucapan sang Uzumaki yang terendam pintu. "Terimakasih, Sasuke," setidaknya itulah yang ia tangkap.
.
Menatap langit-langit kayu itu kembali. Naruto menatap kosong warna coklat kayu di atasnya. Pikirannya kembali kalut akan luapan emosi yang kapan saja dapat meledak dengan sendirinya.
Lalu meraba bekas luka panah yang kini sudah dibalut perban itu. Dan saat itu pandangan matanya mengelap penuh dendam. Bibirnya mendesir saat ia mencengram luka itu. Disusul cairan merah yang merebes membasahi perban itu dengan cepat.
.
.
TBC or END?
.
Hai hai, Mink balik lagi nih bawa fic geje multichapter. XD sebenernya sih Mink agak ragu buat publish ni fic. Soalnya Mink paling anti ama yang namanya 'multichapter'. :v tapi do'ain aja yah supaya mood Mint tetep ada. Dan ngak males lanjutin ni fic. xD *nyengir tampa dosa* #plok *dilempar kelaut*
.
RnR?
