Gadis itu menatap jendela dari apartemen sederhananya, embun menghalangi pandangannya untuk menatap jelas keluar, hujan sedang turun dengan derasnya.

'hujan lagi' pikir gadis dalam hati.

Bibir plum-nya bergerak seraya mengunyah roti panggang ditangannya, tangannya terulur meraih segelas susu dihadapannya, namun gerakannya terhenti..

Dia berdiri, berjalan beberapa langkah menuju dapurnya dan membuka lemari penyimpanan, meraih toples berisi bubuk cokelat kehitaman dan membuat segelas kopi hitam.

Kembali ke meja makan, dia meletakkan kopi itu, dan memandanginya sebelum akhirnya menyeruput pahitnya cairan pekat itu

Bila dulu, dia akan meringis setiap meminum kopi hitam tanpa gula, dan mengatakam itu terlalu pahit, sekarang dia hanya tertawa pelan.

Cairan bening mulai menumpuk di pelupuk matanya.

"aku mencintaimu, Hime"

Kalimat itu bagai kaset rusak yang selalu dan terus muncul setiap saat seperti ini, disaat hujan ditemani kenangan tentang orang itu.

Air mata menuruni pipi putih gadis itu, namun nafasnya langsung tercekat saat merasakan sepasang lengan kekar melingkari pinggangnya dari belakang.

"selamat pagi" ucap pria itu parau.

"pagi" balas gadis itu sambil tersenyum, terpaksa

Pria itu mengambil posisi duduk di kursi diseberang gadis itu, dia dapat melihat dengan jelas jejak air mata yang berusaha ditutupi gadis itu.

"sudah kubilang jangan minum kopi hitam, kau selalu menangis setelah meminumnya" pria itu meraih gelas kopi dihadapan gadis itu dan meminumnya.

"pahit sekali" ringisnya.

"kau bangun pagi sekali Naruto-Kun" ucap gadis itu setelah keheningan meliputi mereka.

Selalu saja seperti itu, mengalihkan topik pembicaraan..

"ah iya, aku harus ke kantor setelah ini" jawab pria bernama Naruto itu sambil menatap gadis didepannya penuh perhatian

"akan kusiapkan sarapan" tepat saat gadis itu berdiri, tangan Naruto menahannya.

"katakan Hinata, apa kopi hitam juga kenangam tentang pria itu?" Hinata terdiam, rasa bersalah memuncak dalam dadanya..

Ya, setiap bersama Naruto, hanya rasa bersalah yang mendominasi perasaannya.

"jika iya, katakan padaku"

"a-apa yang akan kau lakukan bila itu benar?" tanya Hinata takut-takut

"aku akan membiarkannya, karena kenangan tidak bisa dihapus, tapi aku akan menambahkan susu, gula dan krim" Naruto tersenyum simpul.

"ke-kenapa?" Hinata mengira Naruto akan memarahinya.

"aku akan membiarkanmu mengingat kenangan pria itu, tapi aku akan pastikan kenangan denganku jauh lebih manis dan hangat"

Sungguh, Hinata sangat bersalah pada pria dihadapannya, membawanya dalam pusaran luka karena seseorang, menjadikannya pelarian dari perasaannya yang kacau..

Ya, pelarian..

Aya Heartfilia present:

About You

Disclaimer: Naruto hanya milik Masashi Kishimoto

Pria berambut kelam itu turun dari pesawat pribadi miliknya dengan raut wajah angkuh. Uchiha Sasuke, yang baru kembali dari Inggris itu hanya menatap sebuah mobil sedan mewah dan sosok pria berambut lebih panjang darinya berdiri tidak jauh.

"selamat datang kembali ke rumah, Sasuke" ucap kakaknya, Uchiha Itachi dengan raut wajah senang.

Namun adiknya itu langsung berlalu, memasuki mobil dan duduk dikursi penumpang.

"karena dia dan ayah, orang akan berpikir semua Uchiha judes" rutuk Itachi.

Mereka duduk bersampingan didalam mobil, namun baik itu Sasuke ataupun Itachi tidak ada yang membuka suara.

Itachi sibuk dengan telepon dari rekan bisnisnya, sedangkan Sasuke hanya terpaku didepan layar ponselnya, seakan membaca sesuatu yang menganggunya.

'from: Sai

Bos, mengenai permintaan-mu tentang seorang gadis, aku mendapatkannya.

Hyuuga Hinata bekerja di sebuah rumah mode Nam sebagai designer, dia tinggal di apartemen Konoha B28 ditengah kota Tokyo bersama kekasihnya, Uzumaki Naruto.'

Sasuke meremas ponselnya yang malang itu, pandangannya menatap keluar jendela.

"sudah lama sejak kau ada di Tokyo, apa kau akan tetap dengan ponselmu?" Itachi akhirnya membuka suara, menghentikan atmosfer mengerikan ini.

""diamlah" ucap Sasuke

"biar kutebak, kau memcari tau tentang Hinata dan mengetahui hal yang tidak kau suka?" kakaknya ini selalu tau yang ada dipikiran Sasuke. Namun rasa angkuh masih menahannya untuk bertanya pada kakaknya.

"kau belum melupakannya?" rahang Sasuke mengeras

"ini sudah 6 tahun Sasuke, kau bahkan sudah mengelilingi puluhan negara, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, hanya untuk melarikan diri dari kenyataan"

"aku tidak melarikan diri" ucapnya penuh penekanan.

"apakah kau tidak bisa melupakannya Sasuke? Aku tidak mau kau bertengkar lagi dengam ayah"

"jangan bicarakan ayahmu yang pengecut itu" itachi menatap adiknya nanar, bahkan setelah tahun berlalu, dia masih belum memadamkan api amarah pada ayah mereka.

Setelah itu, Itachi tidak lagi melanjutkan kalimatnya, matanya menangkap bekas luka sayatan di tangan kiri Sasuke, otaknya memaksanya kembali mengingat kejadian 6 tahun yang lalu, saat adiknya itu sangat menderita karena kehilangan orang yang dia cintai, Itachi tau betul rasanya karena mereka sudah kehilangam ibu mereka.

sasuke yang saat itu berumur 22 tahun, menderita depresi dan self-abuse, itu adaah masa-masa paling menakutkan bagi Itachi.

Didepan matanya, dan mengunci dirinya didalam kamarnya, masih jelas suara pecahan kaca, dan barang-barang yang dihancurkan oleh Sasuke. Dan setelah itu, senyap..

Saat dia membuka pintu, Tidak ada lagi suara bising, atau teriakan Sasuke, yang ada hanya adiknya yang duduk di pinggir kasur, dengan kaki penuh darah karena menginjak pecahan kaca, dan tangan kirinya yang tersayat.

Itu sangat mengerikan.

Adik satu satunya hampir mati dikamarnya sendiri, karena keputusan ayahnya yang menyakiti perasaannya.

Sungguh, bila waktu dapat diulang, Itachi akan berlutut disamping Sasuke dihadapan ayahnya, dan memohon agar Uchiha Fugaku tidak berusaha mengusir Hyuuga Hinata dari kehidupan Sasuke.

###

Tangan mungilnya merapikan dasi hitam di leher Naruto dengan cekatan.

Dia tidak menyadari bila kedua sapphire itu menatapnya intens.

"Hinata"

"hm?" gadis itu masih terpaku pada dasi didepannya.

"kau mau menikah denganku?" sontak gadis itu menatap cepat pria didepannya, kedua amethyst itu menatap Naruto.

"a-apa kau bilang?"

"menikahlah denganku" lidah Hinata terasa kelu untuk menjawab lamaran Naruto.

"hubungan kita baru 3 tahun, k-kurasa aku belum siap Naruto-kun" dia bisa mendengar pria didepannya menhela nafas pelan.

"jadi bila tahun depan aku melamarmu, kau akan menerimaku?" Hinata kembali terdiam.

"tahun kemarin, alasanmu karena kau masih mau melanjutkan kuliahmu, lalu bulan kemarin kau hanya mendiamkan ku seharian" suara pria itu sendu.

Ya, Naruto sudah 2 kali melamarnya dan berakhir dengan penolakan, dan rasanya kali ini juga.

"maafkan aku, tapi aku sungguh belum siap Naruto-kun" kali ini suara Hinata terdengar tegas dan mundur 1 langkah kebelakang setelah selesai dengan dasi Naruto.

"baiklah, aku mengerti" naruto berlalu dari hadapannya dan meraih tas kerjanya di atas kasur.

" maaf aku tidak , aku berangkat dulu, sampai jumpa nanti malam" Hinata bisa mendengar langkah kaki Naruto menuju pintu kamar, namun Hinata tetap enggan membalikkan badannya.

"dan, Hinata.." panggil Naruto membuat gadis itu akhirnya berbalik, menatap Naruto yang tersenyum simpul padanya.

"aku mencintaimu"

Dan Suara debaman pintu kamar yang menutup terdengar, meninggalkan Hinata sendirian didalam sana dengan pandangannya menatap hampa ke arah kotak bludru biru gelap yang terkunci dengan gembok kecil.

###

'Nam Exclusive'

Sasuke menatap papan nama yang terpajang rapi didepan toko seberang jalan itu dari dalam mobilnya.

Bila dia mengikuti hatinya , dia mungkin sudah menerobos kedalam toko itu dan meneriakkan nama gadisnya, Hinata-nya.

Karena itu dia memilih logikanya untuk saat ini..

Namun perhatiannya teralih pada seorang gadis yang berlari pelan memasuki toko itu, seketika nafasnya tercekat.

Gadis itu masih sama , surai indigo sepinggangnya masih tergerai indah, kulit putihnya masih terlihat memikat karena dia mengenakan dress dibawah lutut berwarna putih yang penuh dengan corak bunga biru, dengan sepatu stiletto biru muda.

Seakan kehilangan logikanya, Sasuke membuka pintu mobilnya dan memanggil nama Gadisnya.

"Hinata"

Namun sayang, Hinata sudah masuk kedalam Toko itu, meninggalkan Sasuke yang berdiri ditengah orang-orang yang lalu lalang.

####

TOK TOK

"masuk" Itachi membuka pintu coklat besar itu dan masuk ke dalam ruangan penuh buku itu.

"kuharap aku tidak mengganggu" ucap Itachi pelan pada ayahnya yang duduk di belakang meja kerjanya dengan wajah stoic.

"tentu tidak, ada apa?" tanya Fugaku.

"Sasuke sudah datang" wajah stoic Fugaku masih terlihat jelas.

"pesta penyambutannya akan diadakan lusa dengan ulang tahun perusahaan" kalimat ayahnya membuat Itachi meringis.

"kukira ayah sudah mengerti" ucap Itachi lemah.

"apa yang harus kumengerti?aku mengenal putra-putraku" perhatian Fugaku kembali pada berkas dihadapannya.

"lalu coba tebak apa yang kupikirkan untuk penyambutan adikku" tantang Itachi.

"jangan berusaha mencoba untuk membawa gadis itu kehadapanku"

"jadi bisa saja bila ayah tidak melihatnya?" tanya Itachi sambil tersenyum penuh arti.

BRAK

Kemarahan Fugaku sudah nampak diwajahnya, namun gebrakan meja semata tidak bisa membuat Itachi goyah dengan keputusannya, mendukung adiknya.

"JANGAN MEMANCING AMARAHKU"

"kenapa ayah? Hanya karena aku tidak mengamuk seperti Sasuke saat ayah mengusir Konan bukan berarti aku tidak bisa melakukan apapun" kalimat Itachi terdengar sangat menyakitkan, bahkan Fugaku terdiam saat mendengarnya.

"itachi, ini bukan saat yang te-" Itachi sudah muak menjadi anak baik, dia akan memutuskan apa yang ingin dia lakukan mulai saat ini.

"Aku mengorbankan semuanya hanya karena 'posisi' berharga yang ayah berikan padaku, aku tidak menyangka bahwa Konan lebih berharga daripada kursi itu" pandangan Itachi menuju ke arah meja kerja ayahnya, sang CEO Uchiha Corp.

"ayah mengeksploitasi putra-putra ayah sendiri selama bertahun tahun, apa ayah masih tidak memahami yang kami inginkan?"

Fugaku nampak sedang mengendalikan emosinya, matanya terpejam rapat sebelum akhirnya menyenderkan punggungnya pada kursi.

"aku melakukan ini untuk kalian, apa kau pikir aku akan dengan mudahnya memberikan kalian kekuasaan hanya karena kalian putraku?"

Itachi tertawa miris, jarinya memijit pangkal hidungnya pelan.

"aku akan lepaskan kekuasaanku demi hidupku" suara baritone itu mengalihkan pandangan Itachi dan Fugaku menuju arah ambang pintu.

Tempat Sasuke berdiri saat ini.

"ini hidup yang ayah berikan untukmu" ucap Fugaku seraya sasuke berjalan mendekat.

"aku tidak mau lagi" jawabnya dingin, sontak Itachi membulatkan onyx-nya.

"apa maksudmu Sasuke!" bentak fugaku.

"aku akan membuat keputusanku sendiri mulai saat ini, ayah bisa cari 'putra mahkota' penggantiku yang lain" Sasuke membalikkan badannya menuju pintu.

"SASUKE!" amarah fugaku sudah membuncah namun sepertinya putranya benar-benar serius dengan keputusannya.

BLAM

Pintu tertutup rapat, Itachi masih terdiam ditempatnya, diam-diam dia menyetujui yang dilakukan sasuke.

"bawa adikmu kehadapanku lusa, kalau tidak-"

"kalau tidak apa?" tanya itachi balik sebelum Fugaku sempat mengatakannya.

"ayah akan mengusirku? Seperti ayah mengusir Konan dan Hinata?" kali ini wajah Itachi berubah stoic, ah tipikal Uchiha bersaudara.

"aku mungkin memimpikan tempat tertinggi yang ayah miliki saat ini, tapi Sasuke hanya menginginkan Hinata dalam hidupnya"

Dan Itachi keluar dari ruangan megah itu.

####

"Hinata, apa kau baik-baik saja?" tanya Ino, atasan Hinata seraya mengecek rancangan-rancangan Hinata yang tergambar rapi diatas kertas

"tentu saja, a-apa aku terlihat sakit?" Ino mengangguk meng-iya kan.

"apa mungkin kau hamil?" bila Hinata sedang minum atau memakan sesuatu, dia pasti sudah tersedak.

"ti-tidak mungkin, bagaimana mungkin aku hamil"

"tentu saja bisa, kau punya pacar" ucap Ino sambil tertawa.

"a-aku tidak hamil" jawab Hinata penuh penegasan.

"iya iya, aku mengerti" Ino mengedipkan sebelah matanya.

"Hyuuga-san, ada yang mencarimu" Hinata menengok ke arah Rizu yang muncul dari balik pintu.

"baiklah, tunggu sebentar, te-terima kasih Rizu-san" jawab Hinata sambil tersenyum.

"pasti anak buah perancang kolot itu, kau sangat sibuk hari ini, sudah berapa orang yang mencarimu hari ini" gurau Ino yang dibalas kekehan oleh Hinata.

"aku akan kembali untuk menanyakan pendapatmu" ucap hinata lalu keluar dari ruangan itu dan menuju lobby.

Langkah teratur dan senyum yang tidak pernah lepas dari wajahnya seraya karyawan lainnya menyapanya, Hinata akhirnya sampai di lobby lantai bawah.

Sebelum melihat wajah tamunya, pria itu menjatuhkan barang miliknya, tangan Hinata terulur membantu meraihnya yang menggelinding ke arah kaki hinata.

"Selamat pagi, maaf membuatmu me-" kalimat Hinata terhenti saat melihat benda mungil itu dan mengangkat wajahnya untuk melihat pria itu.

Pria itu menatapnya lama, tidak ada tatapan angkuh ataupun dingin seperti perlakuannya pada orang lain, hanya tatapan rindu dan sulit diartikan.

"U-Uchiha-san" rasa gugup seakan menelan Hinata.

"kau sangat cantik hari ini, Hinata" ah, betapa Hinata diam-diam merindukan kalimat itu.

Namun rasa takut menyelimutinya saat itu juga.

"apa yang kau lakukan disini?dan ini kurasa milikmu" tanya Hinata ketus seraya memberikan cincin emas putih yang dipegangnya

"itu milikmu"

"apa maksudmu, ini cincin laki-laki" Hinata terdiam, seakan tau bahwa kalimatnya salah

"tapi hatiku milikmu" enggan bicara, Bibir hinata terkatup rapat walaupun Sasuke sudah meraih cincin itu dan mengenakannya di jari manisnya.

"aku merindukanmu" pria itu seakan meneguk ludahnya.

Sungguh, bila kau mendengar seorang Uchiha Sasuke mengatakan hal-hal romansa seperti ini, kau dapat jackpot.

Dan sejak 8 tahun yang lalu, hanya Hinata yang beruntung bisa mendengarnya.

"Hinata, setidaknya katakan sesuatu" Sasuke mengambil satu langkah lebih maju ke arah Hinata, namun Gadis itu mengambil langkah mundur.

"jangan mendekat"

"Hinata a-" kalimat Sasuke terpotong oleh Hinata yang wajahnya nampak datar, tanpa ekspresi, dan terlihat bukan seperti Hinata-nya yang ceria.

"aku sudah katakan kalau aku tidak akan berurusan dengan anggota keluarga Uchiha lagi, lantas apa maumu kesini?"

"kenapa bicara seperti itu Padaku? Hinata, aku sudah kembali"

"lalu? Apa bila kau kembali kita bisa kembali bersama? Maaf, tapi itu tidak ada di da-" kali ini kalimat Hinata yang dipotong dengan lantang oleh Sasuke, membuat mereka menjadi perhatian pegawai yang lewat, sedangkan pegawai lain ada di lantai 2.

"didalam kontrak? Apa hidupmu sendiri tidak lebih penting dari beberapa lembar kertas?"

"tentu saja hidupku jauh lebih penting, tapi 6 tahun yang lalu, aku putuskan untuk memilihmu, dan itu adalah keputusan yang salah" andai Hinata tau, wajah datar dan kalimat itu benar-benar menyakiti Sasuke.

"aku memilihmu diatas hidupku sendiri, tapi aku kehilangan bagian penting dalam hidupku" pandangan Hinata mengabur karena air mata yang menumpuk, tangan kanannya refleks menyentuh perutnya yang rata.

"jadi benar" Hinata menatap Sasuke horror.

"kau hamil anakku" kalimat Sasuke lebih terdengar seperti bisikan, wajahnya menunduk, seakan menyembunyikan rasa bersalahnya.

Hinata terdiam, air mata mulai membasahi pipinya, namun dibanding memilih pilihan terbaik saat ini, yaitu menjelaskan segalanya seperti dulu, Hinata lebih memilih menjauh dari tempat itu.

Meninggalkan Sasuke dengan segala kerinduan yang membuncah dalam dadanya.

###

Hinata membasuh wajahnya di kamar kecil, kalimat Sasuke seakan terngiang di kepalanya.

"kau hamil anakku"

Sungguh, bagai petir di siang hari, Hinata ternyata dibohongi selama ini..

FLASHBACK (6 YEARS BEFORE)

Hinata duduk diatas kasur rumah sakit, wajahnya pucat dan tubuhnya terlihat ringkih, bahkan rambut indahnya terlihat lepek karena peluh.

Dihadapannya adalah Uchiha Fugaku yang berdiri dengan angkuh dikawal dengan 2 bodyguard, di tangannya ada beberapa lembar kertas yang dirangkap.

"tanda tangani ini" Fugaku melempar kertas-kertas itu ke hadapan Hinata, dan salah seorang bodyguard nya memberikan sebuah pulpen.

"a-aku tidak mau" ucap Hinata pelan.

"jadi kau mau Sasuke hidup miskin bersamamu di apartemen kumuh mu itu, tanpa marga Uchiha di namanya?" kalinat Fugaku terdengar menekan Hinata yang air matanya sudah mengering di pipinya, dia sudah terlalu lelah menangis.

"a-aku dan Sa-Sasuke-kun sudah menikah, dan kami baru saja kehilangan bayi kami, aku ti-tidak mungkin meninggalkannya juga dan U-Uchiha-sama tidak bisa memaksaku menanda tangani itu"

"oh? Apa kau belum tau?" tatapan Fugaku seakan memandangnya jijik dan datar.

"Sasuke sudah pergi ke Italia, dia sama sekali tidak peduli dengan kepergian bayi kalian" hati Hinata mencelos, matanya membulat.

"a-apa?"

"Pada akhirnya dia tetap anakku, Dia memilih kekuasaan yang kuberikan dibanding kehidupan menyedihkan bersamamu" Fugaku membalikkan badannya yang tadinya menghadap jendela ke arah Hinata.

"tidak peduli apa kau sudah menikah dengannya, kau tidak bisa tawarkan atau berikan apapun pada Sasuke, bahkan bayimu yang selamanya tidak akan pernah bisa menyandang nama Uchiha, akhirnya meninggalkanmu"

Sudah.

Air mata Hinata terus menetes, matanya menatap ke arah kertas kontrak dihadapannya, yang salah satu isinya adalah

'Hyuuga Hinata harus pergi dari negara ini, tanpa memberitau siapapun, dan apabila kontrak ini dilanggar, Uchiha Sasuke akan diturunkan dari jabatannya, kepemilikkan atas aset apapun yang mengatas namakan Uchiha ataupun perusahaan akan dicabut, dan dikeluarkan dari keluarga Uchiha'

Tangan Hinata terulur meraih pulpen itu dan menandatanganinya tanpa mengucapkan apapun.

Hinata yang sudah termakan 'kenyataan' dari Fugaku, tidak akan menyadari bahwa itu hanya kebohongan semata, yang meatas namakan kasih ayah pada putranya.

Tanpa dia sadari, Uchiha Sasuke yang dilarikan ke rumah sakit yang sama karena self-abuse yang dideritanya, masih berada begitu dekat dengannya.

Hanya saja, Sasuke terkunci didalam ruangan, dijaga sangat ketat dan pria itu tidak sadarkan diri.

Namun Hinata hanya sendiri saat itu, menangis didalam bangsal rumah sakitnya sendirian sambil memeluk perutnya yang tidak lagi berisi nyawa bayinya, sambil menelan pil pahit bahwa Sasuke sudah meninggalkannya.

TBC

Holla minna-san! ^^

Aya kembali lagi setelah menghilang dari peredaran selama berbulan-bulan dengan fanfic SasuHina .

Bagi pembaca fanfic Aya sebelumnya yaitu My First Love is a Dryad, mohon maaf karena ada keterlambatan, karena beberapa bulan lalu, Aya berangkat keluar kota dan tidak bawa laptop karena file-nya sudah selesai tapi ada di laptop, dan sekarang pun Aya masih disibukkan dengan pekerjaan di kantor..tapi fanfic tersebut akan segera dilanjutkan secepatnya ^^

Dan fanfi ini Aya ketik di handphone, jadi maafkan karena terlalu banyak typo T.T

Mohon Review-nya, segala kritik, saran, dan pertanyaan, akan Aya terima dan balas dengan senang hati ^^