PROLOG

.

.

.


Aku adalah sosok yang terbuang. Layaknya akar tanpa batang. Tubuhku rapuh. Serapuh karang yang di terjang ombak. Perlahan namun pasti. Mereka mengacuhkanku. Melewatiku tanpa memandang sekalipun. Seolah keberadaan sosok sepertiku ini hanyalah mitos atau bahkan—dongeng kelam sebelum tidur. Diatas penderitaanku—mereka menikmati dunia glamour yang tak dapat ku gapai. Aku hanya dapat meringkuk pasrah. Dengan keadaan mengenaskan. Baju kumuh tak layak pakai. Surai terurak seperti lilitan benang kusut yang tergeletak setelah si 'kucing' bosan dengan mainannya. Mataku tak dapat terpejam—memaksaku menatap kaki jenjang beralas barang bermerk—yang sekali lagi tak melihat keberadaanku. Benar-benar tak peduli. Oh, separah itukah dunia yang ku singgahi?

Entah sudah berapa detik-menit-jam-hari-atau—bulan aku meringkuk. Terbuang dan tak mati. Aku ingin mengatakan lelah. Tapi bibirku kelu. Tubuhku terlalu rentan terhadap deburan angin yang lebih kurasakan seperti topan. Badai lebih tepatnya. Rintikan hujan yang deras menusuk setiap jenjang permukaan kulitku yang mati rasa. Aku tak dapat merasakan apa-pun. Sungguh. Aku bosan. Aku lelah.

Tak jarang aku mendapat sebuah penghinaan. Dengan kondisiku yang seperti ini mempermudah bagi mereka untuk menyiksaku. Menendangku. Melilit. Menghempaskanku dengan bringas tanpa pandang bulu—membuatku gila. Sekali lagi—aku mati rasa. Bahkan seekor anjing liar pun tanpa pikir panjang menandai-ku dengan air seni miliknya. Ini sangat memuakan. Bahkan aku selalu berpikir 'apa terlindas truk bisa membuatku mati?'

Sampai—

—uluran tangan itu menggenggam lenganku lembut. Tanpa berniat untuk menyakitiku. Entahlah. Jari-jari mungilnya yang bertumpu padaku tak menampakan secarik rasa jijik yang selalu mereka lontarkan padaku. Dia tersenyum. Senyuman tulus yang dapat memukau-ku. Memabukan ku saat iris kembar yang bercahaya itu menatapku lekat. Terakhir kali seseorang menyadari keberadaanku dan menyentuhku lembut telah tiada. Dalam artian yang benar-benar menandakan 'dia tak akan pernah kembali'—satu hal yang menarik-ku kembali ke masa lalu.

"Apa kau sendirian?" suara lembut mengintrupsiku. Manis. Aku dapat membaca gerak bibir nya yang menawan. Bibir dengan warna pink yang alami. Ingin sekali aku mengangguk meng'iya'kan pertanyaannya. Tapi apa boleh buat. Aku lumpuh, kau ingat?

'Tolong bawa aku pergi bersamamu…'

Harapku. Aku berharap dia mau membawaku. Namun tak dapat ku hiraukan—rasa cemas yang menghampiriku—menusukku dengan benda tajam yang terasah layaknya pisau belati. Oh, Tuhan. Baiklah aku tahu diri. Sungguh. Bahkan aku sangat percaya diri untuk meramal setelah ini dia akan mendorongku—menghempaskanku ke tanah yang berlumuran kerikil. Dapat ku bayangkan seringainya setelah puas mem-bully-ku. Seringai penuh kemenangan seperti sebelum-sebelumnya. Percayalah.

Melihat—menyentuh—membuangku kasar.

Terlalu sering. Sampai aku malas untuk menghitungnya.

"Kau kesepian?" jeda lama seolah dia tengah mempertimbangkan sesuatu. Terlihat dari keningnya yang berkerut. Dan wajahnya yang sedikit di miringkan.

Ayolah—berhenti layaknya kau akan memberikan harapanmu padaku. Berhenti menatapku iba. Tak bisakah kau meninggalkan ku sendirian? Ah—lepaskan dan hempaskan aku dengan kuat bila itu maumu.

"Aku akan membawamu pulang, bagaimana? Aku akan merawatmu hingga kau tumbuh besar!"

Tunggu.

Aku terdiam. Menelaah mimik yang tidak menampakan kebohongan. Senyumnya, suaranya, ucapannya—tulus? Apa dia benar-benar mau menerimaku? Bila ini hanya lelucon abad-20—sungguh berhasil membuatku tertawa hingga gila. Bersyukur bila aku mati.

"Aku tidak perlu jawabanmu… Aku tahu kau senang! Mulai sekarang kau adalah milikku. Sekarang dan… selamanya!"

Sekarang dia merengkuh-ku—tak menyakitiku—memelukku tanpa segetir rasa jijik yang ku yakini sangat memuakan. Tulus. Lembut. Hangat. Seolah dia akan selalu menjaga dan melindungiku. Berbagi beban yang selama ini menempel pada punggung dan tanganku. Belaian halusnya begitu memabukan. Sosok-ku yang hina ini disambutnya dengan tangan terbuka. Rengkuhannya yang mengatakan bahwa dialah yang membutuhkanku. Dialah yang menemukanku dalam bayang-bayang sampah busuk yang mengelilingiku. Dimatanya seolah mengisyaratkan bahwa aku adalah sebongkah berlian tanpa cacat. Kilauanku yang redup berhasil menarik perhatiannya.

Kumohon katakan padaku ini bukan mimpi. Tidak. Tidak mungkin. Bahkan aku tak bisa tidur. Tak pernah tidur. Ah—fatamorgana? Mustahil. Ini bukan gurun pasir yang tak berujung—jauh disebrang sana. Apa dewi Fortuna sedang berada dipihak ku? Baiklah. Boleh ku simpulkan bahwa ini nyata? Untukku? Hadiah dari Kami-sama mungkin? Untuk sosok lumpuh sepertiku yang selalu menelan pahit kehidupan seperti sarapan di pagi hari? Oh, Tuhan… mungkin ini balasan untukku atas semua hal yang sudah ku jalani dan kulewati? Beri aku jawaban yang masuk akal!

"Yakusoku!"

Eh?

Janji itu di lontarkan untukku?—

—Untuk… seonggok 'boneka' lusuh sepertiku?

.

.

Aku diambang antara kehidupan dan kematian.

Aku tidak mempunyai nyawa.

Namun terdapat jiwa dan perasaan pada tubuh ini.

Cinta dan kasih sayanglah yang membuatku hidup.

Aku hanya bisa 'menyaksikan' dan tak dapat bertindak sesuka-ku.

Yang dapat kulakukan hanya berbisik dalam hati.

Aku hanya sebuah boneka.

Dengan perasaan didalamnya.

Jika kau menyakitiku aku hanya bisa diam.

Jika kau menyayangiku aku dapat merasakan kehangatan.

Aku benda mati.

Tapi bukan berarti aku benar-benar mati.

Karna aku—

Diambang antara kehidupan dan kematian.

Menyaksikan roda kehidupan yang selalu berputar dan berpindah tangan.

.

.

"Nanti sampai dirumah kita bermain bersama ya? Kau mau kan? Aku akan membersihkan tubuhmu dan memberimu pakaian yang hangat! Kau boleh tidur dikamarku… Dan ettou—"

"—Ah! Sasori. Ku beri nama kau Sasori! Bagaimana, kau suka? Nama yang manis dan menurutku cocok untukmu, bukan?! Ne

Sasori-kun."

.

.

-Ningyou no Kokoro-

.

.


A/N : Ohisashiburi dessssuuuuu minna-saaann! MiSaRu kombek dari hiatus yang kira-kira setengah tahun kurang? Mungkin? Gomennasai~

Kali ini kita punya project baru, dan ketiga author ini memutuskan untuk singgah di fandom Naruto untuk collab~ Yaaay…

Kali ini—Atashi—Misa… bertugas buat bikin prolog nya dulu, dou? Gimana respon kalian? Dan setelah ini baru chap yang akan datang Author Sakura dan Rue ikut campur tangan…

Mainstream kah? Think agains.

Kita suka bikin project yang 'unik' salah satunya fict ini. PoV dari benda mati—boneka namun punya perasaan tapi gak bisa gerak, hanya menyaksikan dan mendengar. So, kelanjutannya gimana tergantung readers sekalian. Dan untuk sekedar bayangan… boneka ini sejenis 'Dollfie' tau kan? xD

Kalo berkenan sampai bertemu di next chap~

Jadi… Keep or Delete?

R

E

V

I

E

W

?