Choosing.
Kai Sehun KyungSoo Luhan
Road to rated M.
This is not for underage.
Sorry if any mistake, this is debut fanfict for rate M /laugh/cries/
Enjoy it, happy reading!
Don't like crack pair esp. KaiHun? Do not read juseyo^^
Little bit frontal, dirty talk, bdsm mebbe.
.
.
.
Maybe, this is not our story, but just yours.
But u called me so I came to you, made your story become worse.
And Imma gonna leave you like I never do anything toward you...
But ... I think I can't. You make me stuck in you.
Michil got gata.
.
.
.
2019
Ketika udara dingin membekuknya. Ia hanya bisa diam.
Ketika udara panas menyerangnya, ia hanya bisa diam.
Diam. Sehun selalu diam. Apapun yang akan alam atau siapa saja lalukan padanya, pemuda itu akan terus diam di kursi goyangnya. Menikmati jalan hidupnya yang berliku-liku. Berbelok tajam dan berakir di jurang, bangkit lagi dan terus begitu. Ia ingin berontak dari takdir klise yang sudah lelah ia tanggapi, sayangnya ia tidak bisa. Hingga akhirnya, titik terakhir masalahnya datang. Jurang terakhir menelannya. Menenggelamkan Oh Sehun dalam lautan penyesalan.
Namun apa yang dapat dilakukan oleh Sehun? Diam. Pemuda itu tersenyum melihat masa-masa remajanya yang sangat salah.
Ia membuka album kecil, sebuah kenangan yang begitu berarti baginya.
Ia tersenyum kecil. Mungkin jika tidak ada 'dia' maka Sehun akan benar-benar jatuh ke dalam jurang tak berujung karena terlalu laju di tikungan tajam. Terlalu berani mengambil jalan dengan resiko yang begitu besar.
Untungnya seseorang menyelamatkannya untuk tidak masuk ke jurang yang sama. Namun orang itu memasukannya ke jurang yang lain. Yang lebih dalam.
Dengan memberikan Sehun memakan cintanya yang hanya sebuah imitasi belaka.
Ia bisa mendengar suara kertas yang bertubrukan, dimasukan ke dalam tas dengan terburu-buru. Kertas-kertas itu sepertinya sudah bosah di perhatikan dari malam ke malam oleh 'orang' itu. Sehun hanya bisa terkekeh pelan ketika merasa pemuda di dalam kamarnya begitu terburu-buru. Tugasnya pasti banyak sekali.
"Aku pergi dulu, Sayang" suara derap langkah terdengar membentur lantai. Pemuda itu mencium sekilas pipinya, meninggalkan senyum manis Sehun yang tengah menikmati makan paginya di kursi goyang tercintanya dengan terburu-buru.
"Hati-hati" ucap Sehun. Tangannya terulur menyentuh permukaan kulit pemuda di depannya. Matanya menyorot hangat sepasang almond yang ada di ujung pandangannya.
"Oke" pemuda itu memberi cengiran hangat, kemudian mencium keningnya lebih lama. Mengacak poni Sehun kemudian segera meninggalkan pemuda itu sendiri di rumah besar mereka.
Sehun hanya dapat tersenyum tipis, kemudian setelah ia memerhatikan punggung yang kian jauh hingga punggung itu menghilang tertelan pintu rumah mereka, mengirimkan pemuda itu ke dunia luar dengan hiruk pikuk kota Seoul, matanya kembali menyorot ke depan. Memanjakan matanya pada pemandangan taman indah yang ada di belakang rumah mereka.
Apa kau sudah menatapku sebagai aku?
.
.
.
Kota Seoul yang dingin membuatnya malas keluar dari rumah, sebenarnya. Hanya saja pemuda itu perlu mengumpulkan tugasnya yang begitu banyak pada atasannya hari ini dan tidak boleh molor. Tidak ada istilah jam karet. Terlambat sedetik maka duitnya kurang.
Pemuda itu dengan cekatan memasuki mobilnya dan memarkirnya dengan sempurna di basement kantor. Tas kantor hitam yang ia jinjing terlihat lebih gemuk dari biasanya, menandakan tugasnya memang benar-benar banyak.
Jika perusahaan itu lebih cepat jatuh ke tangannya, maka ia tidak perlu melakukan hal merepotkan begini. Sayangnya kakak laki-lakinya mengambil jatah lebih dulu dan membuatnya menunda masa-masa sibuk yang tiada akhir.
Setelan jas dan celana hitam juga kemeja putih yang melapisi bajunya, tataan rambut yang modern juga cara jalannya yang khas mengundang setiap mata menatapnya.
"Selamat pagi" sapa salah satu dari mereka. Pemuda itu tersenyum kecil, membungkukan tubuhnya sedikit kemudian lanjut melangkah menju pintu lobi. Ia tidak perlu susah-susah mendorong pintu, cukup berdiri di keset yang terletak tepat di depan pintu lobi maka pintu tersebut akan terbuka dengan sendirinya.
"Nona Jung!" soraknya ketika wanita dengan kondean kecil di kepalanya lewat begitu saja di depan batang hidungnya.
"Eh? Ya?" respon wanita itu
"Apa kakakku sudah sampai?"
"Seperti biasa" wanita itu mengedikan bahunya sedikit, "Fighting!" ucapnya dalam bahasa isyarat, mengepalkan tangan kanannya kemudian melipatnya ke atas, memberi gerakan dari atas dan turun kebawah dengan cepat dan mengandung kata semangat yang membara. Pemuda itu tersenyum kecil, kakinya memutuskan untuk segera memasuki kantor kakaknya.
"Hyeong"
"Letakan tugasmu disini"
Pemuda itu mengangguk
"Apa kabar?" tanya pemuda itu, ia menjabat tangan kakaknya.
"Baik"
"Bagaimana kabar'nya'?"
"Kau sudah memiliki Sehun, jangan memikirkannya lagi. Ia dirawat dengan sangat baik disana" jawab kakaknya. Pemuda itu tersenyum kecil, terkesan kecut dengan emosi yang terkandung di dalamnya. Ia menarik nafasnya dalam, kemudian mengeluarkannya.
"Baguslah ..."
"Kita bisa mengunjunginya sewaktu-waktu, kau juga bisa ajak Sehun untuk ikut serta" ucap pemuda yang lebih tua sekitar tiga tahun itu.
"Ide bagus" pemuda itu menganggukan kepalanya semangat.
Jika mereka bertiga–pemuda itu, Sehun, dan pemuda lainnya–mengingat masa lalu mereka yang begitu mengerikan, pasti menyenangkan.
"Aku pulang dulu, Hyung"
Sehun adalah Sehun.
Dan aku harus mencintainya sebagai dirinya.
Aku sudah mulai. Dan ku harap aku bisa.
"Jangan selalu memikirkan masa lalumu" suara itu menghentikan tangan lelaki itu untuk membuka pintu ruang kerja kakaknya, "Masa lalu hanyalah masa lalu, yang perlu kau lakukan hanyalah menyusun bagaimana kedepannya"
"I got it"
Pemuda itu tersenyum kecil, kemudian memutuskan kembali ke rumahnya.
Bertemu dengan cintanya yang baru.
.
.
.
Alunan suara yang menangkan pikirannya terdengar. Air yang jatuh dari teko dan memenuhi gelas kecil berwarna putih kesayangannya terdengar begitu menenangkan.
Kai menyandarkan tubuhnya, matanya memandang lurus kearah gelas putih berisi teh celup buatan pemuda yang kini mulai menududukan diri di sofa seberang. Matanya hanya menatap, tubuhnya diam bak patung. Tidak berniat menyentuh teh yang sudah di sediakan.
"Minumlah selagi hangat" nasihat pemuda di depannya.
Kai menganggukan kepalanya, kemudian tangannya terulur. Bergerak meraih minumannya.
"Sudah lama kita tidak mengunjungi'nya'."
"Lalu?" pemuda itu mengedikan sebelah alisnya, "Lagipula kau tidak punya cukup waktu untuk menjenguknya"
"Minggu ini aku bisa, aku sudah menyelesaikan semua tugasku" Kai menaruh kembali gelas tehnya.
Sorotan matanya terangkat.
Melihat sepasang mata hazel yang mulai berair dengan senyuman yang menutupi kesedihan yang ia tanam selama lima tahun hubungan mereka.
Lima tahun. Bukan waktu yang sebentar.
Kai .. tidak akan pernah melupakannya.
Sekalinya kedua, akan sampai seterusnya menjadi yang kedua.
Mungkin kau lupa bagaimana dulu kau membuatku jatuh dan tidak bisa bangkit lagi.
Mungkin kau tidak ingat bagaimana kau menarikku memasuki lubang menyakitkan bersamamu. Mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja.
Namun, semuanya jauh dari kata baik-baik saja.
Aku tidak sekuat yang kau kira, Kai.
"Ah? Benarkah? Aku setuju. Ayo kita pergi. Aku .. a .. aku juga, merindukan Kyungsoo"
Setetes air mata jatuh begitu saja.
Ingatan Sehun berputar ke masa lima tahun lalu.
Dimana sebuah kebohongan terindah membawanya ke sebuah penyesalan dan sakit tanpa ujung. Menyiksanya kian lama kian dalam. Membunuh hati kecilnya. Meremukan segala emosi dan perasaannya.
.
.
.
Tujuh tahun silam.
2012
"Malam nanti ada acara?" suara itu membuat kepalanya menoleh. Kim Jongin atau lebih akrab di panggil Kai itu mengedikan bahunya pelan, mengisyaratkan bahwa ia tidak tahu akan ada acara atau tidak malam nanti pada temannya.
"Entah. Mungkin orang tuaku akan mengajakku menemui tunanganku" pemuda itu kembali menatap layar computer yang berisi tulisan-tulisan membosankan. Pemuda itu mengeluh sedikit pusing, namun ia ingin cepat-cepat lepas dari jeratan tugasnya.
"Oh oh ... kapan-kapan kenalkan aku dengan tunanganmu" ucap temannya, berperawakan kecil namun begitu cerewet. Jongdae tertawa kecil di ujung pandangannya ketika Kai menyorot pemuda itu dengan tajam.
"Cukup ku beri ciri-cirinya saja. Dia putih, lebih pendek darimu, lebih kecil darimu, lebih menggemaskan darimu .."
"Lebih tampan dariku, lebih ini dariku, lebih itu dariku, aku tahu" Jongdae memutar matanya, "Aku tidak akan merebutnya darimu. Aku masih punya Minseok, ingat?"
Kai tahu, tapi ia masih sangat pelit untuk memperlihatkan wajah tunangannya pada Jongdae
"Baik .. akan ku beritahu besok"
"Ah?! Yang benar saja .."
"Aku pergi dulu, dah Jongdae!" Kai memotong ucapan temannya, mengambil tas hitamnya kemudian berjalan keluar. Mencari udara segar. Setidaknya ada tempat yang dapat ia temui untuk menghilangkan stress.
Kim Jongdae adalah rekan kerja yang paling dekat dengannya, setelah itu ada Luhan dan .. hanya mereka berdua. Dari sekian banyak pegawai yang dekat dengan Kai hanya Jongdae dan Luhan. Kai tidak terlalu pintar bergaul, maka dari itu yang nyantol dengan sikap dingin dan cueknya hanya dua manusia cerewet abnormal yang selalu mengisi harinya.
Kai mengeratkan jaketnya yang semula jatuh dari bahunya, ia memasang tudungan jaketnya karena di luar sangat dingin. Telinganya memerah dan setiap hembusan nafasnya selalu menghasilkan uap yang melayang di udara.
Pemuda itu memasuki mobilnya. Ia tidak tahu harus kemana. Ia tidak mau pulang, jauh di dalam lubuk hati Kai, ia belum siap menikah. Walaupun orang itu Kyungsoo, orang yang ia cintai, Kai masih belum ingin menikah. Ia masih ingin menikmati masa pacaran yang begitu manis.
Kyungsoo hanya menurut dan mungkin Kyungsoo memang menginginkannnya. Kai tidak ingin menolak karena bagaimanapun juga ia tidak ingin Kyungsoo merasa tersakiti.
Walaupun jauh di dalam sana Kai masih ingin menjadi orang yang belum terikat janji suci. Bebas kemana-mana tanpa perlu terikat dalam pekerjaan untuk mencari nafkah.
Namun sepertinya pandangan tentang menikah baginya akan terlihat lebih baik dari pada apa yang sudah ia kira. Mungkin dengan Kyungsoo, menikah bukanlah hal yang buruk-buruk sekali. Semoga saja.
Kai melajukan mobilnya menuju sebuah apartemen sederhana yang terletak di tengah kota Seoul. Menerobos jalan yang dihiasi salju-salju putih disetiap sisi-sisinya. Membelah jalan untuk menuju tempat yang mungkin saja dapat menghilangkan penatnya. Bukan apartemennya, namun apartemen milik temannya. Mereka bisa di katakan dekat, bahkan sangat dekat.
Pemilik apartemen itu juga termasuk salah satu alasan mengapa Kai ingin bebas dan tidak ingin terjerat janji suci dengan Kyungsoo.
Kai memarkirkan mobilnya dengan sempurna, kemudian segera menaiki lift dan menuju lantai lima.
Kamar 509 tepat berada di sebelah kiri selang lima kamar dari lift yang membawanya ke lantai itu.
Kai memencet bel kamar itu, kemudian keluarlah namja berpakaian acak-acakan dengan kulit putih dan dingin seperti salju. Tubuhnya lemas dan jika Kai tidak menahannya maka pemuda itu akan mencium lantai.
Dia mabuk lagi, pikir Kai.
Mau tidak mau, Kai membantu pemuda itu masuk ke dalam apartemennya, kemudian membantu pemuda itu duduk di sofanya. Terlihat botol-botol minuman keras berjejer rapi di ruang tengah.
Pertama kali bagi Kai melihat Sehun minum sebanyak itu dan ia sempat kaget.
"Hei .. kau kenapa?" tanya Kai lembut, ia menghentikan tangan Sehun yang meraih botol minuman keras yang berhasil membuat pemuda itu kehilangan akal sehatnya.
"Kenapa kau kesini, eoh?!" bentakan kecil itu membuat dahi Kai berkerut bingung, "Pergi saja dengan tunanganmu" ucapnya dengan nada rendah dan dingin yang begitu membekukan.
Kai meletakan botol minuman keras itu ke lantai, "Oh .. kau sudah tahu masalah itu"
"Ya" Sehun mengangguk, matanya basah karena sedih yang tak beralasan. Sehun merasakan hatinya sakit seperti tercabik-cabik namun ia tidak tahu apa alasannya. Tidak mungkin ia cemburu karena Kai hanya temannya .. hanya teman.
"Jangan bilang kau cemburu" tawa Kai
"Entahlah" Sehun amburk di atas paha Kai, menjadikan dua kaki bagian atas Kai sebagai bantalnya, "Aku tidak tahu" kemudian pemuda itu menangis.
Kai bingung namun ia bisa merasakan sakit yang Sehun rasakan. Di dalam hatinya, ia merasakan sesak dan perih yang mendalam. Karena pengkhianatan? Kai tidak berkhianat. Kai dan Sehun hanya teman dekat. Sehun juga tahu masalah Kai menjalin hubungan dengan Kyungsoo. Sehun dan Kai hanya teman sepermainan yang sangat dekat.
Walaupun mereka juga sering bermain yang tidak seharusnya di mainkan di belakang Kyungsoo.
"Jangan menangis, kau jelek jika menangis" Kai mengusap pipi basah Sehun, merasakan dingin menyapa permukaan kulit tannya.
"Masa bodoh"
Sehun duduk dengan benar. Kemudian kembali menghabiskan satu botol minuman kerasnya tanpa ada halangan dari Kai. Pemuda berkulit tan itu hanya diam, ia hanya menyaksikan Sehun menghabiskan botol terakhirnya dalam diam.
"A-aku minta maaf jika gara-gara itu kau jadi begini"
Sehun menoleh, menubruk dua lensa bening yang indah itu dengan intens.
Pemuda itu melihat betapa kelamnya hari tanpa Kai ketika Kai sudah menjadi milik Kyungsoo seutuhnya. Dan itu menyakitkan.
Satu kesimpulan, Sehun memang cemburu dan ia benci pernyataan itu.
"Aku tidak akan memaafkanmu" kedua lensa itu menyorot dengan tajam, menghipnotis semua yang membalas tatapannya. Membuat Kai membeku di tempatnya dan memudahkan pemuda itu meraih dagu Kai, menggenggamnya erat. Kemudian menyantap bibir gemuk Kai dengan lahap.
Sehun melumat bibir itu kasar. Melampiaskan betapa sakit perasaannya ketika tahu masalah Kai harus pergi dari sisinya seutuhnya. Meninggalkannya di apartemen sederhana yang begitu dingin. Seharusnya Sehun tidak boleh melakukan hal-hal yang di luar batas hingga memancing perasaannya untuk ikut ke luar batas. Kemudian melahirkan ego untuk memiliki Kai di sisinya untuk selamanya. Namun kenyataan memintanya melepas genggaman tangannya dengan Kai. Sehun tidak mau, ia tidak rela.
Kai mengerti, mungkin Sehun butuh obat penenangnya. Ia menekan tengkuk putih Sehun, kemudian membalas setiap lumatan yang di beri pemuda itu.
Sepintar apapun Sehun memainkan bibir dan lidahnya di bibir Kai, pemuda itu tetap kalah.
Kai mulai menjilat bibir bawah pemuda itu, menyesapnya kemudian menggigitnya ketika Sehun tidak kunjung membuka mulutnya. Melesakan lidahnya dengan paksa dan mengabsen apa saja yang ada di dalam goa hangat Sehun. Menggelitik langit-langit mulut pemuda itu hingga membuat Sehun melenguh dan mencengkram bahunya, melampiaskan nafsunya yang kian memuncak.
Kai terus melumat bibir tipis itu, menyalurkan salivanya dan mengajak lidah kecil itu berdansa, melakukan frech kiss panas mereka yang membuat udara kian memanas.
"Nghh ..ah" bibir Sehun terbuka ketika Kai memutuskan memutuskan pagutan bibir mereka, meraup oksigen dengan rakus kemudian mata yang kini mulai ikut menyorot tajam mangsanya memerhatikan bagaimana lelehan saliva mereka turun dari sisi bibir Sehun.
"Sehun .. kau mabuk" ucap Kai, jempol pemuda itu menghapus jejak saliva yang mengalir lembut di permukaan.
"Kai .. kumohon" Sehun menatap mata Kai, sorotan mata yang membuatnya meleleh seketika, "Mungkin ini untuk terakhir kalinya ... setelah ini kau akan bersama Kyungsoo, kan?"
Pemuda itu mematung melihat dua mata Sehun yang kembali basah. Sehun terisak. Itu mencabik hatinya.
"Tidak ada kata terakhir, Sehunah .."
"Lalu? Apa kau berniat menjadikan aku sebagai tempat pelampiasanmu, Kai-ah? Apa aku terlihat begitu murah? Kau bisa melakukan ini dengan Kyungsoo setelahnya, kan?"
"Tidak, aku tidak bisa .."
"Aku tidak ingin menjadi perusak hubungan kalian berdua, jadi kumohon, jadikan ini yang terakhir Jongin. Setelah itu, kita jadi teman biasa saja, setuju?" jemari lentik Sehun merayap di wajah Kai, menyentuh kulit itu dengan lembut dan perlahan seakan wajah Kai akan rusak jika ia terlalu ceroboh menyentuhnya.
Kai kembali membawa Sehun ke dalam ciumannya yang begitu lembut, membuat hati Sehun kian sesak.
"Aku tidak bisa, Sehun. Maaf"
Sehun menangis dalam ciumannya, Kai menciumnya begitu lembut, menyapu bibirnya dengan lidah hangatnya. Menyusuri mulutnya dengan penuh perhatian.
Kai turun seiring lelehan saliva mereka mengalir ke leher Sehun. Pemuda berkulit putih itu hanya memejamkan matanya, meremas kerah kemeja Kai ketika Kai menyesap lehernya, menggigitnya dan membuat tanda di sana.
"Kai-ahh" ringisnya
"Sebut nama asliku, Sehun"
Kai mengecup ceruk leher Sehun, membuat tanda sebanyak yang ia bisa. Menggigit kemudian menyesapnya, menciumnya kemudian mencari sisi lain untuk membuat Sehun terus mengerang.
"Akhhh .. J-Jongin ahh"
Tangan Kai tidak tinggal diam, jemari itu mulai membuka kancing kemeja putih Sehun, membiarkan kulit putih itu terpampang begitu saja.
Kai terdiam sebentar ketika tangannya menyentuh dada Sehun, merasakan debaran jantung Sehun yang begitu kencang, kemudian matanya naik ke atas, melihat Sehun yang memejamkan matanya, terengah dengan wajah yang mencoba mengubur segala perasaan sakitnya. Tangan Kai memeluk tubuh ramping itu, sementara tangan Sehun memeluk leher Kai erat, tidak ingin pemuda itu pergi darinya mala mini.
"Jangan takut .. aku akan tetap di sini" suara rendah itu mengisi gendang telinganya, Sehun merenggangkan sedikit tangannya namun pemuda itu tetap menahan kepedihan karena panah yang terus menerus menghunus hatinya.
Kai mengencangkan dekapannya, kemudian menggendong pemuda itu ke kamar yang terletak tak jauh dari ruang tengah.
Tangan Kai meraih satu tombol merah yang ada di tembok, tepat di samping sakelar lampu, menurunkan tombol itu, mematikan penghangat ruangan yang ada di kamar Sehun.
"Jo-jongin! Kau gila?!" Sehun memeluk pemuda itu kian erat, ia dapat merasakan dinginnya malam yang masuk lewat ventilasinya. Udara malam yang begitu dingin di tambah salju yang turun menghiasi halaman depannya.
"Kau tidak akan beku, Huna" Kai terkekeh pelan, kemudian kembali memagut bibir tipis itu seraya membaringkan Sehun di kasurnya.
Sehun di bawah, Kai di atas. Selalu begitu.
"Jong-ahh" desah Sehun ketika Kai kembali bermain pada leher putihnya dan tangan tan itu memutari dadanya tanpa berniat menyentuh tonjolan yang kian mengeras itu.
Sehun menutup bibirnya, walaupun ini untuk terakhir kalinya, ia tidak boleh jatuh lebih dalam, ia tidak boleh jatuh dalam pesona Kai ketika pemuda itu menyentuhnya. Mendesahkan nama Kai sama saja seperti Sehun menyesap rokoknya, selalu membuat pemuda itu ketagihan.
"Jangan di tutup" Kai sadar akan pergerakan tangan Sehun, pemuda itu melepas dasi hitamnya kemudian mengikat tangan Sehun ke atas, mengikat kedua tangan putih itu di kepala ranjang Sehun, membuat kulit putih itu merasakan dinginnya besi yang menyapa. Sehun menggeleng, mengisyaratkan kata 'jangan'. Namun Kai telah menutup matanya. Ia akan membuat semuanya tidak akan pernah Sehun lupakan.
"Kumoho-annhh!" jerit Sehun ketika gigi Kai menggigit tonjolan pink yang berdiri di dadanya.
"Aku akan membuat kau mengingat ini seumur hidupmu, Sehun"
"Jonginhh"
Sehun meremas dasi Kai ketika pemuda itu memilin putingnya. Yang pemuda itu bisa lakukan hanyalah mendesah.
"Akhh! Kaihh"
Kai menggigit kasar puting pink Sehun, kemudian sebelah tangannya meremas kuat tonjolan itu, "Ingat janji kita, Sehun-ah. Panggil nama asliku ketika kita 'bermain'."
Sehun menggelengkan kepalanya, menahan desahan yang kian menjadi.
Kepala bersurai hitam itu merayap kian bawah, bertemu dengan pusar putih Sehun, lidahnya bermain dengan senang di sana, membiarkan telinganya mendengar setiap desahan Sehun untuknya.
Kedua tangannya membuka celana dan segala macam kain yang menghalangi permainan Kai.
"Kai .. henti-aakhh!"
Kai meremas barang Sehun yang kini berdiri tegak di hadapannya. Mata tajam Kai naik ke atas, bertemu langsung dengan mata sayu Sehun.
"Berhenti? Serius?" tanyanya seraya terus memijat barang Sehun yang semakin mengeras.
"Kai-aahh"
"Apa masih merasa kedinginan, sayang?" Kai menaikan smirknya. Ia bisa merasakan Sehun tidak sepenuhnya mabuk. Yang mabuk di sini adalah Kai, pemuda itu selalu larut dalam nafsunya setiap mendengar desahan Sehun, menjadikan Kai kehilangan akalnya.
"Tid-aakhh"
"Bagus"
Kai mengocok benda panjang–yang tidak lebih panjang dari miliknya–itu dengan tempo lembut, membuat Sehun melayang karenanya. Di ujung pandangannya, Kai bisa melihat Sehun memejamkan matanya kemudian mengigit bibirnya.
"Kau terlihat lebih seksi dari sebelumnya" bisik Kai, "Mendesahlah, Sehunah .. jangan ditahan" bibirnya melumat telinga Sehun, menjilatnya, menusuk-nusuk telinga itu dengan lidah hangatnya.
"Nghh.. akhh..hnnhh"
"Good boy .."
Rasanya seperti pertama kali Kai melakukannya dengan Sehun dan hal itulah yang selalu membuat Kai kecanduan untuk menyentuh sahabatnya. Gila, Kai memang gila karena nafsunya.
Kai mempercepat tempo tangannya, bibirnya mulai melukiskan kiss mark lagi di tubuh Sehun, menjadikan tanda itu adalah tato terindah di tubuh Sehun, tangannya yang bebas membelai surai coklat emas Sehun dengan penuh perhatian. Sehun benar-benar melayang dibuatnya. Karena Sehun akan terus terbuai dengan sentuhan Kai.
"J-jonginhhh"
Kai menyeringai ketika leher Sehun penuh dengan karyanya.
"Apa sayang?"
"Se.. ahh .. harusnya kauhh melepas..nghh..bajumu..akhh" ucapnya dengan tertatih, ia tidak bisa tahan dengan tangan Kai yang terus mengocok juniornya, "Jongin-ahh"
"Setelah kau mengeluarkan cairanmu, sayang"
Tatapan Kai yang selalu membuatnya mabuk. Panggilan sayang yang seharusnya tidak untuknya. Semuanya membuat Sehun melayang dan sakit setelahnya.
Kai makin mempercepat kocokan junior Sehun di tangannya, bibirnya terus melumat kasar bibir tipis itu, mengemut bibir bawah Sehun yang begitu manis di lidahnya, kemudian turun ke dua tonjolan yang ada di dada Sehun, menghisap tonjolan berwarna pink indah itu bergantian dengan penuh hasrat sementara tangannya mulai hilang kendali untuk terus mengocok penis Sehun. Tangan Kai mulai merasakan milik Sehun kian membesar, berkedut siap mengeluarkan laharnya.
"Ak.. akuh.. KAI-AKHH"
Sehun keluar, matanya terpejam untuk menikmati masa orgasmenya, tubuhnya lelah seketika padahal ia hanya mendesah dan berbaring di kasurnya.
Ketika Sehun membuka kelopak matanya, ia bisa melihat tatapan gelap Kai.
Ia sadar, ia melakukan kesalahan.
"Kau melanggar peraturan, Sehun. Kau harus menerima hukumannya"
Sehun hanya bisa diam. Ia sengaja. Biarkan Kai memperlakukannya dengan begitu kasar. Mungkin dengan begitu ia bisa berhenti untuk menginginkan Kai. Mungkin dengan begitu ia akan melepas genggaman tangannya pada Kai dengan bahagia.
Kai melumat bibir Sehun kasar hingga bibir tipi situ memerah dan bengkak.
"Buka bajuku, Sehunah"
"Tapi kau .."
"Tidak ada penolakan, kau sedang dalam masa hukuman" tangan Kai mengelus lembut pipi Sehun, mengirimkan sinyal mengerikan untuk pemuda salju itu, "Gunakan mulut manismu, sayang"
Sehun berusaha meraih kancing kemeja Kai, membukanya dengan gigi-giginya. Susah, Sehun bahkan membutuhkan waktu yang lama untuk membuka satu kacing. Belum lagi salivanya yang membasahi kemeja Kai.
Mau tidak mau Sehun kehilangan kehangatannya untuk sementara, ia kembali merasakan dingin menghunus tubuh telanjangnya.
"Nyahh.." Sehun mengaktifkan aegyeonya, memberi isyarat bahwa kancing masternya telah terbuka semua.
"Pintar" Kai mengacak poni Sehun, melepas kemejanya kemudian melemparnya ke sembarang arah.
"Ka-anhh" jemari Kai mencubit tonjolan di dadanya kencang
"Jongin"
Sehun mengangguk lemas. Kai bisa saja mengigit pipi tembam itu karena gemas, namun ia tidak akan melakukannya. Bagian pipi adalah bagian penutup.
Kai beranjak dari tempatnya, membuat Sehun melukiskan wajah kecewanya. Pemuda itu menutup pintu Sehun dari luar, lenyap dari kamar Sehun. Permuda berkulit es itu menekukan kakinya, dingin menyergapnya.
"Jongin-aahh!" jeritnya.
Sehun bisa saja menanagis sejadi-jadinya jika Kai tidak datang lagi ke kamarnya dengan kantong yang membesar di sebelah kanan.
Sehun tahu apa yang saku celana Kai simpan.
"Aku tidak akan pergi begitu saja, tenang" Kai mengangkangi tubuh kecil Sehun, merunduk untuk meraup bibir tipis itu. Bibir manis yang selalu membuatnya candu.
Satu yang ia sadari, hal ini tidak akan pernah berakhir. Ia tidak akan pernah bisa menyelesaikan hubungannya dengan Sehun.
Dengan satu sentakan yang diiringi ringisan Sehun, Kai memutar tubuh Sehun hingga pemuda itu tengkurap. Kai menindih tubuh ramping itu setelah ia melepaskan celananya. Kemudian memeluk tubuh dingin itu, mencari puting Sehun yang kembali menengang ketika bibirnya mengecup leher dan bahu Sehun.
Tangannya meraba kasur Sehun, mencari apa yang baru saja ia letakan ketika ia melepas celananya. Penis buatan manusia yang berukuran besar.
Kai menepi, "Menungging" dan Sehun menurut.
Pemuda itu bisa melihat manhole Sehun yang berkedut lapar. Lidahnya menyentuh lubang kecil itu, merasakan bagaimana lubang itu menyempit ketika lidahnya masuk. Tangannya kembali mengocok penis Sehun
"Jonginhh!"
"Rileks, Sehun"
Kai tidak membawa pelumas, maka ia menjadikan salivanya sendiri sebagai pelumas. Walaupun ia tahu itu tidak akan cukup.
Kai mulai menyapa lubang Sehun dengan vibrator besar handalannya, memutar-mutar lubang kecil yang begitu indah itu tanpa berniat memasukinya.
"Jonginaahh.. don't tease me aahhh"
Ia melakukan apa yang Sehun inginkan, kemudian dengan kasar ia melesakan vibrator besar itu ke dalam lubang Sehun dalam sekali hentak.
"AAAKKHH JONGINH!" jerit Sehun, kepalanya menengadah ke atas dan Kai langsung menyerang leher Sehun. Bagian yang paling sensitive bagi Sehun.
Kai mengeluarkan vibrator itu sepenuhnya, kemudian melesakannya lagi dengan kasar ke dalam lubang sempit Sehun hingga sempurna
"JONGINHH SAKIT AKHH"
"Aku tahu ini nikmat sayang" Kai menyalakan mainannya hingga volume maximal, membuat tubuh Sehun gemetar. Ia menutup akses keluar Sehun dengan jarinya, kemudian melumat Sehun dengan kasar. Tangannya mengocok penis yang kian menegang itu seraya menutup akses keluarnya, membuat Sehun makin tersiksa.
Kai menjilat darah yang keluar dari bokong Sehun, menggelitik bagian sensitive Sehun, "Kau berdarah sayang"
"Jongin-ahh... ku mo-aahh..hon"
"Apa?"
"Ahh.. Jonginh... I want akh .. your nghh big dick ..akhhh"
Wajah Sehun sepenuhnya merah, ia benar-benar melayang. Otaknya tidak bekerja dengan baik. Hanya nafsu yang menggerakannya.
Kai memasang cock ring ketika tangannya merasa pegal. Menyentil penis Sehun untuk sekedar menggodanya.
"Ahh... Jongiinhh.. auchh... shhahh"
Pemuda itu menyingkir dari ranjang, ia menyaksikan pertunjukannya. Sehun dengan penis dan pre-cum yang menggiurkan, vibrator yang kian dalam menghunus anusnya dan bibir yang terus-terusan menyebut namanya.
"Jatah untuk bibir indahmu, sayang" Kai menampar pipi mulus Sehun dengan penisnya yang tegak, kemudian menempatkannya di depan bibir Sehun. Sehun mengerti maksudnya. Bibirnya terbuka kian lebar, mencoba memasukan semua penis Kai ke mulutnya namun itu terlalu besar. Ia bahkan tersedak karena berniat memasukan semuanya.
Sehun memainkan lidah lihainya, menggelitik kepala penis Kai dan menusukan lidahnya pada lubang kecil yang ada di ujung matanya.
"Sehun akhh..."
Kai mendorong penisnya untuk masuk sepenuhnya di mulut kecil Sehun, membiarkan kehangan Sehun melingkupi penisnya. Tangannya meremas kepala Sehun, melampiaskan kenikmatannya.
"Annhh..hunaahh"
Sehun tersedak, namun ia tidak bisa melepaskan penis Kai di mulutnya. Ia hanya dapat menyedot penis yang kian menegang itu, menjilatnya dan menyesapnya.
"Kau anhhh.. pintar..ohh...Sehunhh"
Sehun merasakan milik Kai berkedut dan membesar, ia memakan penis itu kian lahap.
"NNHHHhhh" desahan Sehun tertahan hingga Kai dapat merasakan getaran di penisnya, membuatnya kian terangsang.
Sepertinya vibrator itu telah menemukan prostat Sehun.
Sehun melepaskan mulutnya ketika tangan Kai tidak lagi di kepalanya, "Nyaahh.. Jongiinhh.. ahhh.. ohhh"
"Kau bilang ingin ini? Cepat emut" Kai dengan sebal menusuk-nusuk penisnya di bibir Sehun, mau tidak mau Sehun kembali memasukan penis Kai.
Tangan Kai merayap, mengelus dua gundukan kecil yang mengapit vibrator kesayangannya. Dua jemarinya melesak masuk, mendorong lebih dalam vibrator itu.
"NGHHH..NNHHH"
"Ashhh... ohhhunahh..."
"NGHHH NHH"
"Apa-ouhhh aku menemka-anhh prostatmuhh Ohh sayangh mhh?"
Sehun mengangguk, keringat membasahi wajahnya dan seluruh tubuhnya. Satu kata yang melintas di otak Kai, indah.
"Mhhhh" Sehun terus mendesah, mulutnya terus bekerja untuk melumat, menghisap dan menjilat penis Kai yang berkedut dan akan segera mengeluarkan cairannya.
Baru saja Sehun siap-siap menelan sperma Kai, pemuda itu menarik miliknya. Kemudian menempatkan benda kerasnya di depan hole Sehun.
"Jo-jongin kumohon .. JONGIN AKHH ITU SAKITHH" Sehun menjerit ketika tubuhnya serasa di belah menjadi dua oleh Kai. Pemuda itu melesakan miliknya yang besar dan panjang ke dalam lubang sempit Sehun tanpa mengeluarkan vibrator yang masih bergetar di dalamnya dengan sekali hentak. Sehun bisa merasakan lecet di bokongnya, darah mengalir lagi dari anusnya. Kai mencolek darah yang mengalir ke paha mulus Sehun dengan telunjuknya.
"Kau memang indah, Sehunahh" telunjuk itu mengitari paha dalamnya sebelum bergerak. Kai meremas penisnya yang akan mengeluarkan cairan. Namun Sehun harus menahan sakit karena ia akan merasakan orgasme kering dengan bokong yang di koyak habis-habisan.
"Theree Jonginhhh"
Dengan beringas Kai menghantam prostat Sehun. Ia mendesah hebat ketika miliknya dijepit kuat, diremas oleh dinding-dinding anus Sehun yang begitu lapar, belum lagi merasakan getaran vibrator yang begitu kuat.
Kai mengabaikan air mata Sehun yang meraskan sakit.
Kai menyalurkan sedikit amarahnya karena Sehun memintanya untuk tidak melakukan hal ini lagi pada pemuda berkulit putih itu.
"K-Kaih.. kumo-ahhh honnhh" desah Sehun.
Tangan Kai menampar keras pantat Sehun, "Kyaakkhhh" jerit Sehun ketika ia juga meraskan kulit bokongnya berdenyut.
"Sehun-ahhh"
"Jonginhh.. aku ahh.. mau kelu-arghh.."Sehun kian mengeratkan pegangannya pada dasi Kai.
"Tid-akhhh, fuck Sehun u're so tight ohh bicthhh" Kai meremas pinggang ramping Sehun, menggerakan pinggang yang sedari tadi diam itu untuk membantu kerjanya menghantam prostat Sehun.
Sehun mulai membantu Kai, ia bergerak berlawanan arah,
"Just your dick.. ahh.. please"
"Your hole ..ohh..so full, hunahh"
"Jongin-aakkhh please there .. oh pleasehh"
Sehun bisa gila, ia tidak bisa menahan sakit di penisnya dan nikmat ketika vibrator dan penis Kai menghantam prostatnya dengan kejam.
"Deeperhh ohh Jonginhh ... lebih cepathh"
Kai bergerak kian menggila, ia mengeluarkan miliknya hingga sebatas kepala penisnya kemudian melesakknya dengan kasar dalam satu hentakan dan langsung bertabrakan dengan prostat Sehun membuat pemuda itu berteriak nikmat. Kai tidak lagi mengontrol pergerakannya, ia menunggangi Sehun dengan kasar, cepat dan dalam tanpa ritme tertentu.
"JONGINHH OHH PLEASEHH YOU MAKE NYAHHH ME CRAZYHH AKHH" jerit Sehun
"Anusmu sangat lapar, Sehunah... sangat sempithh"
"Biarkan akuhh..nghhh keluarhhh"
"Bersama sayang"
Kai mempercepat tumbukannya, tangannya mengocok penis Sehun tak kalah cepat, kemudian melepas cock ring yang menutup akses Sehun ketika ia mencapai puncaknya.
"SEHUUN/JONGINHH!"
Sehun keluar dan membasahi kasur juga tangan Kai sementara Kai keluar di dalam Sehun, memberikan kehangatan tanpa batas untuk tubuh Sehun.
Mereka terengah, Sehun merasakan sakit itu lagi. Sakit pada fisik dan batinnya.
Pemuda itu meringis kemudian terisak.
Ini adalah hari terakhir mereka bermain.
Kai melepaskan miliknya, mencabut vibrator yang masih bergerak kemudian melemparnya asal.
"Jong-AHH" Sehun menjerit ketika Kai memasukan miliknya lagi di dalam Sehun
"Belum cukup, Hunah" Kai memutar tubuh Sehun tanpa mengeluarkan miliknya, membuat Sehun meringis sakit ketika lecet pada anusnya bergesekan dengan penis Kai. Tangan Kai membuka ikatan yang melilit tangan Sehun, kemudian merayap di wajah mulus Sehun.
Mengecup bibir itu, kemudian melumatnya. Menyesap dan mengemut seakan bibir bawah Sehun adalah permen kesayangannya. Ia mulai menjajah bagian dalam mulut Sehun dengan lidahnya, mentransfer salivanya dan Sehun harus menelan saliva Kai.
Ketika Kai butuh oksigen, ia melepaskan pagutan bibirnya, mengelus kepala Sehun kemudian mencium dagu runcing sahabatnya, beralih ke leher dan mencium setiap tanda yang telah di buat.
"Nghh"
"Untuk terakhir kalinya?" Kai berdesis pelan di telinga Sehun, melumat telinga kecil Sehun dan membiarkan Sehun terisak kecil, "Panggil aku sayang, sekali saja"
"Tch. Aku tidak semunafik itu"
Tangan Kai meremas dadanya, "ANHH"
"Ucapkan saja .."
Sehun menggeleng, Kai meremas penis Sehun hingga Sehun kembali menjerit. Tangannya memijat dan memanjakan penis yang mulai menegang itu.
Kai meletakan dua kaki Sehun di bahunya.
"Cu-cukuphh.."
Kemudian bergerak lagi
"Jongin ahh"
Lebih dalam, lebih cepat, lebih kasar
"JONGINH"
Sehun menremas rambutnya sendiri, frustasi.
Tangan itu kembali mengocok penisnya.
Hingga milik mereka berkedut bersama
"Sayang.. aku .. akhh"
Kai menyeringai, Sehun memanggilnya 'sayang'.
"JONGIN/SEHUN"
Mereka keluar.
Kai membaringkan tubuhnya di sebelah Sehun, melepas miliknya dari lubang Sehun.
"Maaf, kau terlalu banyak berdarah dan menangis hari ini. Dan .. maaf.." Kai memeluk Sehun erat, mengecup kepala Sehun, mencium aroma shampoo Sehun, "Maaf" lirihnya. Ia mengecup bibir Sehun, kemudian pipi Sehun lama. Pipi adalah bagian penutup.
Sehun memeluk serat tubuh sahabatnya, kemudian menangis di bahu telanjang Kai.
.
.
.
"Jadi kau kemana saja semalaman?" tanya seorang pemuda yang berdiri di depan kamarnya
"Permisi, aku mau masuk"
"Jawab aku"
"Di rumah Sehun"
"Kau punya Kyungsoo, Jongin!"
"Jangan panggil nama asliku" tatapan tajam Kai menghunus pemuda itu, "Aku hanya menginap di sana untuk terakhir kalinya"
Pemuda itu diam, "Biarkan Sehun untukku"
Pemuda itu pergi, membiarkan Kai terus menatapnya tajam hingga akhirnya pemuda itu memasuki kamarnya.
Kai menutup pintu kamarnya kencang, ia mengacak rambutnya frustasi.
"Aku bisa merasakan aroma spermamu, Kai"
Kai mematung.
Kyungsoo.
.
.
.
TBC
Maaf kalo eye tears belom selese tapi udah buat ini wokoko.
Maaf kalo ini gak hot. Ini pertama kalinya dan aku maci polos kak /no.
Maaf kalo ada typo. Ini bakal twoshoot sepertinya.
Sampai jumpa next capt!
