Disclaimer : Naruto adalah milik Masashi Kishimoto dan Sword Art Online adalah milik Reki Kawahara. Tapi cerita ini sepenuhnya milik author.
Author hanya meminjam karakter untuk cerita ini dan tidak mengambil keuntungan materi apapun dari cerita yang di-publish.
.
Warning : AU, Typo (s), maybe AR, AT, dan banyak kesalahan lainnya.
.
.
.
Will You Take Me Out?
(Akankah kau membawaku pergi?)
Romance, Drama
.
.
.
Semilir angin yang berhembus pelan secara perlahan menyapu helai demi helai rambut chesnut seorang wanita cantik yang terurai panjang dengan satu simpul ikatan ke belakang. Terbalut gaun berwarna biru metalik setinggi lutut, tubuh gadis itu tampak sangat anggun saat mengenakan sepatu hak tinggi berwarna silver.
Sesekali ia melirik ke arah kanan, sesekali ia melirik ke arah kiri. Sepertinya ia sedang menunggu seseorang di tepi kolam renang yang tengah diadakan pesta reuni sekolahnya.
Tiga tahun telah berlalu dan terlihat jelas banyak perubahan yang terjadi pada gadis yang telah menjadi wanita dewasa itu, membuat seorang bermarga Uzumaki sedari tadi memperhatikan tanpa cela sedikitpun.
"Kau mengenalnya?"
Seorang pemuda berambut nanas hitam memakai Toxedo hitam menyapa sang teman yang tampak tidak mengalihkan pandangannya dari gadis bergaun biru metalik. Sampai-sampai pemuda itu harus menepuk bahu kanan sang teman untuk menyadarkannya.
"Hei, Naruto."
Seketika sang Uzumaki tersentak saat merasakan bahunya ditepuk. Ia lekas-lekas menoleh ke arah sang teman yang sudah ia anggap seperti keluarganya sendiri.
"Shi-shikamaru."
Ia menjawab dengan sedikit terbata, karena rasa terkejutnya sendiri setelah melihat pemandangan yang indah di ujung sana. Hampir-hampir saja ia ingin berteriak di tengah keramaian pesta, tapi ia sadar jika hal itu hanya akan mempermalukan dirinya sendiri.
"Kau mengenalnya?" tanya Shikamaru lagi.
"Uhm, ya," jawab si pirang pelan namun tak yakin.
Benarkah dia mengenalnya jika semata-mata sedari dulu ia hanya mampu melihat wanita itu semasa akademi dari jauh? Lagipula bagaimana ia tidak mengenalnya jika dia bukan cinta pertama untuknya?
Naruto mengenalnya, tahu namanya, namun wanita itu ... tahukah nama dirinya?
"Kalau begitu dekati dia, Naruto."
Shikamaru tanpa basa-basi segera menyarankan agar teman karibnya tersebut segera mendekat ke arah seorang gadis yang telah mengalihkan dunia si pirang sejak dulu. Bagi si rambut nanas dengan IQ tinggi yang mengamati perilaku si teman karibnya sejak dulu, yang selalu datang pagi dan melihat ke arah gerbang akademi, tak sulit menyimpulkan apa yang membuat si pirang ini rela melakukan hal demikian.
"Tapi ..." Keraguan sejenak merayap ke dalam hati si pirang.
"Kalau kau tidak berani saat ini, maka kapan lagi keberanimu akan muncul?"
Ejekan yang menyembunyikan semangat yang terlepas dari mulut sang teman karib membuat Naruto menganggukkan kepalanya, mengiyakan ucapan sang teman tersebut yang memang benar adanya.
Tanpa basa basi Naruto lalu bergegas berjalan mendekati sang gadis dalam perasaan yang bercampuk aduk. Harap-harap cemas melanda sang pemuda bergurat tiga ini saat semakin dekat dengan keberadaan sang wanita anggun.
Jika dari jauh saja dia sudah terlihat begitu mempesona, Naruto tak tahu harus mengatakan apa ketika dirinya berhenti dari jarak beberapa meter saja dari tempat wanita tersebut berada.
Dia seperti seorang dewi, dan Naruto tak akan menyanggah hal tersebut. Walau meskipun banyak juga dewi-dewi lain yang hadir di pesta reuni ini, namun entah mengapa wanita ini terlihat justru menyaingi para dewi lain yang ia lihat.
Dalam degupan jantung yang berdetak kencang, Naruto perlahan kembali mendekati wanita itu. Toxedo putih yang ia pakai menerangi gelapnya malam yang tampak cerah berbintang.
"Ehm!"
Naruto tampak bingung untuk memulai percakapannya. Jari jemarinya sesekali menggaruk pipinya yang tidak terasa gatal sama sekali. Dan sang wanita pun menoleh ketika merasakan kedatangan sang pemuda bergurat tiga yang terkenal hiperaktif semasa SMA-nya.
"Ha-hai...," sapa Naruto pelan dengan tangan terangkat. Gerakannya terasa kikuk namun itu terlihat geli di mata wanita tersebut.
"Hai, Naruto."
Sang gadis membalas sapaan si pirang dengan senyuman lembut yang membuat degupan jantung Naruto bertambah kencang, tidak karuan.
'Oh, Kami-sama ... senyumannya masih begitu menawan.'
Batinnya bergumam dalam rasa kebahagiaan yang sulit untuk diungkapkan.
"Uhm, kamu mengenalku?"
Sambil menjulurkan tangan kanan untuk mengajak bersalaman, ternyata ucapan sang Uzumaki ini membuat sang wanita tertawa kecil dalam keanggunannya.
'Sungguh dia terlihat menggemaskan ...,' bisik batin wanita tersebut.
"Emm, yah bisa dibilang semua yang berada di pesta reuni ini tentu akan sangat mengingat tentang pemuda hiperaktif selama masa sekolah kita dulu bukan?"
Wanita itu berucap bernada tanya sembari menebarkan senyuman manis ke arahnya. Sementara Naruto sendiri tampak memberikan senyuman malu sembari menggaruk pipi kanan dengan jari telunjuknya, paham apa yang wanita itu maksudkan.
"Uhm, aku terkenal ya?" Naruto tiba-tiba salah tingkah sendiri.
"Kamu tidak tahu seberapa terkenalnya dirimu dahulu ya, Naruto?" ujar wanita tersebut sedikit menggoda.
"Ak-aku ..."
Astaga! Naruto seperti kebingungan untuk memulai perkataannya. Tenggorokannya terasa tersekat ketika ucapan barusan disertai senyuman manis ribuan volt yang semakin membuat degup jantungnya kian berdebar kencang.
"Yuuki Asuna senang bisa bertemu kembali denganmu, Naruto."
Wanita itu tersenyum ke arah Naruto, merespon perkataannya sambil menjulurkan tangan mengajak Naruto untuk berjabatan tangan.
"Ber-bertemu kembali?" Naruto seketika terkejut menanggapi perkataan yang terlontar dari bibir manis Asuna.
"Iya, bertemu kembali. Kita baru saja bertemu lagi kan di pesta ini setelah lulus dari akademi," sambung Asuna sambil tetap tersenyum ke arah Naruto.
"Uhm, benar juga." Naruto mengiyakan ucapan Asuna, dia terlihat terkikik geli.
Jabatan tangan keduanya terasa kaku, atau lebih kepada tangan Naruto yang kaku. Namun Asuna memaklumi hal tersebut. Lagipula untuk sebuah pertemuan kembali, ini terasa dapat menjadi awal yang bagus.
"Uhm, mau duduk dan berbincang?" tanya Naruto lagi yang disambut dengan anggukan kepala sang Yuuki Asuna.
.
.
.
Mereka kini duduk berdua di sebuah taman kecil dengan hiasan lampu taman yang menerangi. Suasana pesta yang berada di kediaman teman karib Naruto yang lain, si Teme. Pesta reuni itu terdengar tambah meriah saja di dalam.
Sambil memandangi langit dan mendengarkan gemercik air kolam ikan yang berada di hadapan mereka, baik Asuna maupun Naruto masih berdiam diri tanpa berkata sepatah katapun. Masih terlihat canggung atau semata-mata mungkin Asuna masih menunggu si pirang untuk berbicara terlebih dulu. Sementara si pirang yang ditunggu bicara, juga bingung mau memulai pembicaraan dari mana.
Namun diam semata itu terasa menjengkelkan juga bagi keduanya.
"Naruto,"
"Asuna,"
Tanpa sengaja keduanya berucap bersamaan, menambah atmosfer rasa canggung yang terjadi cukup lama.
"Kamu dulu."
"Kamu saja, Asuna."
"Bukankah harusnya laki-laki yang bicara lebih dulu?" skak Asuna.
"Uhm ..."
Keduanya menebar senyuman kikuk walau jarak mereka duduk cukup jauh, Asuna dan Naruto duduk masing-masing di ujung kursi taman panjang yang terbuat dari kayu.
Mencoba untuk memecah kecanggungan, Naruto memulai aksinya untuk mendekati sang gadis pengalih dunianya ini.
"Asuna ... sepertinya setelah tiga tahun lamanya banyak perubahan yang terjadi pada dirimu," tutur Naruto sambil duduk membungkuk menoleh ke arah Asuna yang duduk di sebelah kanannya. Kedua tangan Naruto terlihat beradu seperti layaknya sedang berdo'a.
"Benarkah?" sahut Asuna sambil tersenyum kecil, "kurasa kamupun juga sama Naruto."
Lagi-lagi senyuman manis itu menjerat hati sang Uzumaki untuk yang kesekian kali.
"Aku? Aku masih sama kurasa, seperti dulu. Yah, sama ..." Naruto sedikit salah tingkah saat berbincang bersama Asuna. Terlihat dari tawanya yang dipaksaan.
"Tidak kok," sanggah Asuna sambil menggeleng pelan, "kamu terlihat jauh lebih dewasa, bahkan terlihat semakin gagah saja," tutur Asuna.
"Eh? Benarkah?!" pekik pelan Naruto tak percaya.
"Tapi kurasa aku tak banyak berubah dibanding dirimu. Maksudku kamu terlihat semakin cantik saja." Naruto mulai memandang dalam Asuna yang duduk di sebelah kanannya.
"Pujian dari seorang yang terkenal di kalangan para gadis dulu. Tak kusangka aku akan mendengarnya sekarang," ucap Asuna disertai kikikan geli.
"Bahkan ketika hal itu terucap jelas dari mulut seorang pirang yang senantiasa menunggu seorang gadis datang melewati gerbang dari teras atas setiap pagi. Tak sulit untuk tahu kenapa kamu melakukannya setiap hari. Datang di pagi hari, berdiri di teras atas akademi menoleh ke arah gerbang dan setiap kali aku memandang selalu saja kamu mengalihkan perhatian."
"!?"
'Asuna tahu!'
"Ahahaha ... begitu ya ..." Naruto melepas kepalan kedua tangannya.
"Aku tahu sudah sejak lama, Naruto," kata Asuna pelan, "dan baru malam ini untuk pertama kalinya kamu datang dan bicara langsung.
"Dasar! Kamu mau membuatku menunggu berapa lama lagi?" Asuna mulai memberikan kode kuncian atas hatinya.
"Eh?!"
Naruto berkedip beberapa kali sebelum mengerti semua ucapan wanita yang kini memandang lekat mata miliknya sambil tersenyum.
"Uhm, jika begitu bisakah aku berharap jika malam ini sang putri mau menerimaku lebih lanjut?" tanya Naruto sembari tersenyum, berharap Asuna dapat mengerti akan maksudnya.
"Secepat itu?" tanya Asuna yang tampak mengerti akan maksud perkataan Naruto.
Naruto kemudian beranjak berdiri, berjalan sedikit ke depan sambil membelakangi Asuna.
"Bukankah lebih cepat itu lebih baik, Asuna?" Naruto balik bertanya sambil menolehkan wajahnya ke arah kanan, mengintip sedikit keberadaan Asuna yang masih duduk dalam keanggunannya.
"Naruto ..."
Asuna tersenyum. Untuk sebuah penantian selama ini, ini adalah apa yang Asuna harapkan.
"Jadi ..." Naruto berkata kembali, "maukah kau berjalan bersamaku, Asuna?" tanya Naruto dalam harap-harap cemasnya.
Ia berbalik lalu berjalan mendekati Asuna, kemudian menjulurkan tangan kanannya.
Asuna tidak lekas menjawab, ia kemudian beranjak berdiri dari duduknya lalu menyambut uluran tangan Naruto.
"Will you take me out, Naruto?" tanya Asuna meminta kepastian dalam rona merah muda bersemu di pipinya.
"I will take you, Asuna..." Naruto kemudian menggenggam erat tangan kanan Asuna sambil mengedipkan mata kirinya ke arah sang dewi.
Jari jemari mereka bercengkraman begitu erat, rasa yang selama ini tersembunyi tiba-tiba keluar dari dinding hati. Di bawah bintang-bintang yang bertaburan di angkasa, mereka berdua mengikat janji, berkomitmen untuk saling setia dan mendukung satu sama lain.
Mulai saat itu, keduanya kemudian berjalan bersama mengiringi kehidupan yang penuh warna. Bukan masalah cepat atau lambat, tapi setidaknya jika hati telah berkata apa daya logika mencegah.
Hati, perasaan dan cinta. Sesuatu yang abstrak namun dapat dirasa.
.
.
.
TAMAT
.
.
.
A/n :
Semoga kisah ini dapat menghibur readers sekalian. Terima kasih telah berkunjung.
Spesial thanks to Aries.
Salam Hangat,
Chiichan
