Detective Namikaze
Disclaimer : I Don't Own Anything.
Warning : Typo di mana – mana.
Happy Reading
Chapter 1
Detective Namikaze
Di sebuah taman tampak seorang anak kecil dengan rambut pirang yang panjangnya sampai bahu, baju putih polos dengan lengan yang panjang dan juga celana hitam pendek sedang memandang sekelompok anak yang sebayanya yang sedang bermain di seberang taman tidak jauh dari tempatnya berdiri.
Namanya adalah Namikaze Naruto.
Naruto P. O . V
' Sebenarnya, apa yang membedakan antara aku dan mereka ? ' pikirku dalam hati.
Terlihat di seberang taman tempatku berdiri, ada sekelompok anak yang sebaya denganku yang umurku sendiri masih sekitar 8 tahun. Secara kasat mata dari segi fisik tidak ada yang berbeda antara aku dan mereka. Tapi kenapa menurutku mereka selalu mengulangi hal yang percuma setiap hari yaitu selalu berlari – lari mengelilingi taman dengan wajah konyol yang selalu terpampang di wajah mereka. Sedangkan denganku, aku lebih suka mengobservasi segala hal yang ada di sekitarku. Contohnya saja, anak perempuan berambut biru dengan kaos biru muda sedang mengejar anak laki – laki yang berlari di depannya dengan jarak sekitar 1 meter. Anak yang dikejar itu memiliki rambut yang berwarna hitam dan memakai kaos hitam sekaligus celana berwarna biru. Dari bibir anak perempuan berambut biru yang bergetar dan nafasnya yang tersenggal – senggal setiap lima detik sekali bisa di pastikan jika 10 detik lagi dia akan jatuh karena tidak kuat lagi untuk meneruskan larinya.
" 10 ... "
" 9… "
" 8… "
" 7… "
" 6… "
" 5… "
" 4… "
" 3… "
" 2… "
" 1…"
" Thud " benar dugaanku, anak perempuan dengan rambut biru itu seketika langsung jatuh tersungkur ke tanah dengan wajah tanpa dosanya membentur tanah duluan. Seperti anak kecil lainnya, anak perempuan itu langsung menangis dengan kencangnya, sementara anak laki – laki yang di kejarnya tadi hanya menatapnya dengan bingung tanpa berbuat apa – apa dan malah berlari meninggalkan anak perempuan itu.
Ketika mataku terus memandang anak perempuan yang masih menangis sendirian tidak jauh dari posisi ku sekarang. Tiba – tiba saja aku merasakan perasaan aneh yang muncul di dadaku. Perasaan yang baru pertama kali aku rasakan.
" Apa ini yang di namakan dengan iba ? " tanyaku pada angin yang tentunya tidak memberiku respon.
' Iba '
Mungkin tidak ada yang percaya jika anak seusiaku sudah mengerti kata – kata yang jarang di ketahui oleh anak kecil sepertiku tapi aku berbeda dengan anak – anak sebayaku. Kadang aku sendiri di satu sisi merasa lebih dewasa tapi di lain sisi aku juga ingin merasakan dan mengetahui apa yang dirasakan sekaligus di lakukan oleh mereka.
" Apa aku harus menolongnya ? "
Detective Namikaze
" Bangunlah " kataku sambil mengulurkan tangan di depan anak perempuan yag jatuh tadi.
Untuk sepersekian detik, aku pikir jika anak di depanku ini tidak akan menerima bantuanku. Itu aku simpulkan dari tatapan matanya yang di tujukan langsung ke mataku, sinar matanya di isi dengan tatapan sedikit sungkan dan gugup untuk meraih tangan yang kuulurkan.
" Te … ri … makasih " katanya dengan lembut dan sopan.
Dan setelah aku perhatikan anak ini lebih detail, dia mempunyai mata yang berwarna lavender tanpa pupil dengan air mata yang masih mengalir di kedua pipinya. Tapi ada yang aneh di sini anak ini sedang menggigit bibir bawahnya seperti menahan sesuatu ketika pandangan mataku aku arahkan ke bawah, kedua irisku berhasil menangkap bercak darah yang sudah mengering di bagian lutut kanannya.
" Kau terluka …. " kataku.
" Ha' I " katanya.
" Tunggu aku disini, aku akan segera kembali " kataku dan hanya dibalas dengan tatapan polos oleh anak perempuan di depanku ini.
Tanpa menunggu jawabannya, aku langsung meninggalkan anak itu sendirian di taman. Aku terus menggerakkan kedua kakiku menuju hutan yang tidak jauh dari taman ini. Hutan yang aku masuki tidaklah begitu lebat jadi memudahkanku untuk bergerak kesana – kemari tanpa lupa jalan yang aku ambil untuk menelusuri seluruh penjuru hutan ini. Saat aku mengedarkan pandanganku kesana – kesini, seulas senyum tipis bisa aku rasakan mulai mengembang di wajahku ketika aku menemukan apa yang aku cari.
" Ah … ketemu " tangan mungilku langsung mencabut tanaman yang struktur tubuhnya seperti rerumputan yang tumbuh di hutan ini tapi menurut apa yang aku baca, tanaman ini bisa menghentikan pendarahan pada luka ringan untuk sementara.
Detective Namikaze
" Instingku benar " kataku ketika aku sudah keluar dari hutan.
Ya, saat aku melihat tatapan mata anak laki – laki berambut hitam tadi aku sudah bisa menebak jika dia bukan binggung melihat temannya yang sedang jatuh tapi dia binggung harus minta tolong kepada siapa dan aku menyimpulkan jika dia pergi meninggalkan anak yang aku tolong tadi untuk meminta bantuan kepada orang yang lebih dewasa. Itu dibuktikan dengan kedatangan orang dewasa yang umurnya sekitar 35 tahunan. Jika, di lihat dari ciri – cirinya orang yang di panggil anak berambut hitam itu dapat di pastikan jika orang itu adalah ayah dari anak yang aku tolong tadi. Itu terlihat dari warna mata dan bentuk tulang rahang bawahnya. Orang itu langsung menggendong anak perempuan itu dan langsung pergi meninggalkan taman bermain sementara anak berambut hitam hanya membuntuti di belakang orang yang menggendong temannya bermain.
Hal yang tidak pernah aku perhitungkan sebelumnya terjadi, anak perempuan itu yang masih dalam gendongan ayahnya menolehkan wajahnya kebelakang tepat ke arahku. Meskipun jarak kita sudah jauh tapi secara samar – samar aku bisa melihat bahwa anak itu memberiku sebuah senyuman yang secara otomatis aku balas dengan seulas senyum.
" Tanaman ini sudah tidak berguna lagi " aku segera membuang tanaman herbal yang aku peroleh dari hutan tadi. Meskipun sia – sia tapi aku juga bersyukur karena telah ada yang menolong anak tadi.
' Sebaiknya aku harus kembali ke panti asuhan '
Naruto P. O. V End.
Detective Namikaze
Senyum Naruto langsung menggembang ketika dia melihat Panti Asuhan tempatnya tinggal selama delapan tahun ini sudah begitu dekat dengan pandangannya. Dia langsung mempercepat langkah kedua kakinya karena dia tidak sabar untuk segera mandi dan langsung meminjam buku pada pengasuhnya.
Tapi semakin dekat dia dengan gerbang masuk Panti Asuhan, Naruto dapat melihat kerumunan orang yang berdiri di depan gerbang masuk. Tiba – tiba saja Naruto mendapat firasat buruk dengan tergesa – gesa dia berlari mendekati kerumunan orang – orang itu.
" Maaf " kata Naruto pelan ketika dia terus menerobos kerumunan orang – orang yang sedang menutupi jalan masuk menuju kedalam Panti Asuhan. Dengan tangan mungilnya dia terus mencoba untuk mendorong tubuh orang – orang yang posturnya jauh lebih tinggi dari pada dirinya ke segala arah agar dia bisa masuk ke dalam Panti.
' Tapi ada yang aneh di sini ' batinku.
Tepat di depan mataku ada sebuah penghalang yang yang di pasang menggelilingi Panti dengan lincah Naruto langsung menundukkan badannya agar bisa melewati pembatas di depannya ini tapi sebelum dia dapat menerobos garis penghalang. Dia merasakan ada tangan yang kekar memegang tubuhnya untuk menghentikan pergerakkannya meskipun dia mencoba meronta tapi tetap saja tenaga yang dia keluarkan tidak seberapa untuk melepaskan tangan yang sedang memegang tubuhnya.
" Lepaskan aku harus masuk, aku tinggal di sini " kata Naruto tanpa menoleh kepada orang yang sedang memegangi tubuhnya.
Naruto terkejut ketika orang itu memutar tubuhnya ( Naruto ) sehingga dia dapat dengan jelas melihat siapa yang sedang menghentikannya untuk masuk kedalam Panti. Orang itu jika di perkirakan dari beberapa kulit keriput yang sudah muncul di wajahnya bisa di pastikan jika orang itu sudah berumur sekitar 50 tahunan meskipun rambutnya masih berwarna hitam. Orang itu mengenakan baju berwarna cokelat serta celana hitam panjang.
Orang itu memandang Naruto dengan pandangan sedih yang justru membuat Naruto semakin bingung dengan semua ini. Pertama semua orang sedang mengerumuni tempat tinggalnya, kedua ada pembatas di mana – mana, dan ketiga adalah tatapan orang di depannya ini.
' Apa yang terjadi? '
" Bukankah, dia ( sambil menunjuk Naruto ) salah satu penghuni Panti Asuhan ini ? " Tanya seseorang yang letaknya berdiri tidak jauh dari tempat Naruto berdiri.
" Kasihan sekali dia, kini dia sudah tidak memiliki siapa – siapa lagi " sahut seorang wanita tua menyambung perkataan orang tadi.
" Benar, Kasihan sekali dia " sambung orang ketiga.
Detak jantung Naruto, kini berdetak secara tidak normal dia dapat merasakan jika darah yang mengalir di tubuhnya kini semakin mengalir dengan deras. Ketika Naruto mengedarkan pandangannya menatap satu persatu orang yang ada di sini untuk mencari penjelasan tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi dia hanya menerima pandangan belas kasihan dari semua orang.
" Ano, Sebenarnya apa yang sedang terjadi ? " Tanya Naruto dengan was – was.
" Kamu harus bersabar nak karena semua penghuni Panti ini mati terbunuh " kata lelaki tua di depannya dengan pelan agar tidak membuat Naruto syok dengan berita ini.
Tapi seberapa pelan pun perkataan orang itu tetap saja kalimat yang di lontarkannya mampu membuat Naruto terkejut.
' Apa ini? Apa semua ini nyata ? '
' Tidak mungkin '
' Tidak mungkin ' secara perlahan dari kedua kelopak matanya mengalir cairan bening yang secara perlahan tapi pasti mulai membasahi kedua pipinya. Dalam ingatannya, ini adalah pertama kalinya dia menangis. Dia tidak bisa menerima semua ini. Kenyataan pahit yang baru saja terjadi.
Flashback on
" Hei Naruto –kun kenapa kau sendirian di sini ? " Tanya seorang perempuan berambut cokelat sebahu. Perempuan itu memiliki mata yang berwarna kuning dan jika di perkirakan umurnya sekitar 18 tahunan.
" Apa maksudmu Nee –chan ? " Tanya Naruto kepada perempuan di sampingnya ini.
" Kenapa kamu tidak bergabung dengan mereka ? " jari telunjuk perempuan itu menunjuk sekumpulan anak yang sedang bersendau gurau di meja makan.
" Hei ! coba lihat dia ( menunjuk salah satu anak ) bukankah dia semakin gemuk saja " kata anak ke satu.
" Heeee " semua anak – anak yang sedang duduk di sekitar meja makan langsung mengalihkan pandangan mereka kearah anak yang di tunjuk tadi. Merasa semua pandangan di arahkan kepadanya ( anak yang dikatakan gendut ) hanya bisa sesenggukan menahan tangis.
" Huwee….. aku tidak gendut " karena sudah tidak bisa menahan tangis anak itu akhirnya menangis sekencang – kencangnya.
Hening
Semua anak yang berada di sekitar meja makan hanya bisa bengong melihat salah satu teman mereka menangis sejadi – jadinya.
" Ha ….. ha ….. ha selain gendut dia juga cengeng " tawa seorang anak sambil menunjuk – nunjuk teman nya yang sedang menangis.
" Ha…. Ha….. ha…. " karena provokasi dari satu anak tadi maka semuanya pun juga ikut tertawa terbahak – bahak.
" Huwe ….. aku tidak gendut dan tidak cengeng " tangis si gendut.
Sementara Naruto yang berdiri di kejauhan hanya mampu melihat mereka dengan bosan. Pandangan matanya dia alihkan kearah perempuan yang dia panggil dengan Onee – chan tadi.
" Mereka semua anak – anak yang bodoh " kata Naruto yang langsung bergegas pergi menuju tempat tidur. Perempuan tadi hanya bisa melihat kepergian Naruto dengan senyum.
" Kau memang berbeda Naruto – kun "
Flashback off
Kegaduhan yang mampu membuatnya naik pitam.
Senyuman onee – chan yang selalu tulus memandangnya.
Sebuah keluarga yang mampu membuatnya tersenyum.
Kini semuanya hanya tinggal kenangan saja. Kenangan yang harus di lupakan.
' Tapi Kenapa? Kenapa semua ini terjadi setelah aku mulai bisa menerima mereka untuk mengisi hari – hariku setelah aku mulai peduli dengan apa yangmereka kerjakan dan setelah aku mulai menganggap mereka sebagai sebuah keluarga yang selama ini selalu mewarnai mimpi – mimpiku setiap malam '
' Perasaan kehilangan ini tidak akan terjadi jika aku tidak berharap jika mereka akan menjadi sebuah keluarga yang aku impikan '
' Karena pada kenyataannya keluarga yang aku inginkan hanyalah sebuah mimpi belaka '
" Semuanya hanya mimpi belaka "
Detective Namikaze End
Ini adalah cerita baru saya.
