Ohayou! Konichiwa! Konbawa!

.

Happy NaruHina Tragedy Day 5! Hopefully our dear OTP will have an ending without tragedy, ironic. X")

.

I will survive~

Dozo, Minna-sama!

.

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Warning: Alternate Ending, modified canon, OOC, cliché, typo(s), very twisted, fast-pace, contain heavy-spoilers etc.

Prompts: Bitter and Pain

.

Special backsound: Euterpe by Egoist

.

Have a nice read! ^_~

.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

.

Bunga liar setangkai

Di bidang lapang doanya terangkai

Menguntai harap damai

Untuk penginjakmu yang ditenggarai

Merengkuh delusi secarik asa nan takkan tergapai

.

#~**~#

.

Special for NaruHina Tragedy Day 5

.

Hana no Naku Koro ni

(When the Flower Cry)

.

By: Light of Leviathan

#~**~#

.

Gadis itu bagai copellia yang ditautkan seutas tali agar dimainkan sang dalang, dihela pada angkasa melayang. Dihempas membanting bumi sampai rangka tulang-tulang berderak memekak telinga dengan gumpalan tendon yang melekatinya terkoyak. Dipental laksana mengoper bola menyarangkan pada kepala bermahkota indigo sakit total. Dipantul menyaingi riuh-ripuh angin dan membuat hati pemuda yang melihatnya pecah lagi dan lagi seperti eksplosif lelehan nanah pada bisul.

Dalang tersebut menaik-turunkan, menghempaskannya, membantingnya, meremukkan, memainkan coppelianya dengan lekuk tubuh hampir tak berbentuk laksana maestro meliuk-liuk nada pada dinamisasi crescendo tanpa satu kesalahan pun tertekuk.

"HINATAAA!"

Pemuda tersebut memanggil-manggil, dengan tubuh yang semula mati rasa kini disisip gigil. Hatinya nyeri melihat aksi jahanam sang maestro pada pecintanya seakan tersentil. Seonggok tubuh sang gadis di kejauhan pelupuk matanya terlihat begitu mungil. Dia kontinu memanggil kendati tersedak kerikil.

"HINATA! OI, HINATA!"

Bulu mata lentik bergerak samar—dan tulang pipi sang pemuda nyeri karena tersenyum lega terlalu lebar. Gadis tersebut melihat pemuda itu dalam posisi menyamping, cengiran seterik matahari terlihat miring, lantas ia berguling. Terdengar dalang buyutnya yang khatam akan luka digerogoti duka itu melemparkan tanya padanya yang bangkit berdiri.

"Hinata!"

Betapa tabah bumi oleh sang gadis kembali ditindih. Pori-pori kulit di telapak tangannya menggesek hamburan debu dan pasir meresapkan pedih, tapi tidak secarik pun intensi demi menolong orang yang selalu menyelamatkannya itu terserpih. Maka gadis tersebut menghampiri objek afeksinya kendati tertatih.

Didapatinya getar teresonansi dari batang yang memasung kedua tangannya pada bumi akibat digenggam perempuan sebaya dirinya. Mata lavender bening berkaca-kaca tulus memandang menjangkau mata hatinya. Kata-kata disuarakan halus merasuki seluruh sel-sel tubuhnya sebabkan terpana tak tahu harus balas berkata apa.

"…karena, itu adalah jalan ninjaku."

Mata biru iterbeliak melihat Hinata Hyuuga memberkas bayang-bayang menghalangi langit, terhenti beberapa dentang sekon dibias sinar matahari, detik berikutnya tubuh itu bersua keras dipikat gravitasi. Laun darah mengalun menggenangi coppelia yang oleh sang maestro dihunus sebilah tajam besi.

Rongga mata itu tak lagi mengulas riak samudera, melainkan semerah genangan likuid yang melingkupi sang gadis.

Gravitas secara imajiner menarik dunia pada hampa kakofoni.

Naruto Uzumaki tak merekam ingatan apapun lagi.

.

#~**~#

.

Pemuda berkulit dimanja cercahan radiasi matahari itu tersentak sadar. Menemukan salah seorang shinobi sekaligus nukenin terburuk dan terbaik Konoha mendeduksi imajinasinya yang tersasar. Gagak-gagak meriah berkoak-koak di sekitar.

"Jangan lengah, Naruto. Kabuto masih mengontrolku dan Nagato."

Naruto bersalto mundur ke salah satu dahan tertinggi pepohonan untuk menghindari semburan katon no jutsu dari Uchiha yang malang terkena Edo Tensei. "Maaf."

Itachi memeragakan beberapa gerakan akan melancarkan serangan. "Kau terjebak genjutsu-ku. Jangan pandang mataku."

"Yeah, begitulah. Aku harus lebih berhati-hati karena kau tidak mengontrol dirimu sendiri, Itachi." Naruto mendengus karena indera penciumannya mengendus bau pepohonan hangus.

"Fokus pada perang , Naruto." Lelaki yang telah dianggap Naruto sebagai kakak seperguruan berkata padanya.

Naruto menyeringai, ibujari mengusap tuntas hidungnya. "Tentu saja, Nagato. Aku tidak akan membiarkan musuh menang!"

Intuisi murninya membisikkan kekhawatiran bukan hanya untuk dunia, tapi juga seorang gadis yang menyita segenggam atensinya.

.

#~**~#

.

Gerombolan setengah bagian suci dari imitasi Venus Flytrap tak henti mencuri jasad-jasad tak berjiwa. Memakai jenazah tersebut sebagai cangkang, mengangkangi tuan rumah dari raga-raga tersebut.

Dalam mode baru hasil merampok sebagian chakra bijuu-nya, puluhan kloning bayangannya tersebar ke region-region setiap tim aliansi ninja dengan beberapa sektor yang terjadi baku-hantam.

Masih terpangkas jarak beberapa puluh meter, terdeteksi aliran chakra lembut seseorang yang mengedutkan senyum pertama di bibirnya sejak turun ke medan perang. Dari kejauhan meski hanya selintas pandang, dilihatnya gadis itu tangkas bertarung—sama gigihnya berjuang.

Beberapa shinobi dari klan Hyuuga di sektor tersebut menotis presensinya, sementara ia memfokuskan segenap perhatian pada gadis itu. Mungkin titik pertandingan di sini tak butuh bantuannya. Namun ia akan tetap mengawal mereka untuk membedakan mana kloningan si makhluk putih bersurai hijau lumut ataupun kawan sendiri. Pikirannya mencetuskan bahwa apapun yang terjadi, gadis itu pasti akan mengenalinya.

Ini bukan narsisme belaka. Gadis dengan mata hati yang hidup akan mengetahuinya hanya dari pandangan mata ke mata saja.

Tepat saat ia menerjang seorang musuh, sekelebat lawan mengerubungi sang gadis yang memasang kuda-kuda defensif. Dia terbelalak terkejut tatkala shinobi bertubuh tiga kali lipat dari gadis keturunan Hyuuga itu menghempaskan sang gadis pada karang besar.

Ia melesat cepat untuk menangkis agresi yang ditujukan pada gadis yang masih merintih pedih.

"Kau baik-baik saja, Hinata?" Mata biru briliannya mengerling pada objek yang ia pasang badan untuk memproteksinya.

"Naruto-kun…" Suara itu meningkatkan semangatnya untuk menebas musuh yang dihadapinya. Menghindari pukulan, meluncurkan tendangan pada perut hingga lawannya terpental ke sudut penjuru hutan ini.

Senyum lega yang mencapai mata dengan roman wajah memendar sayang untuknya adalah yang terakhir Naruto lihat.

Shinobi legenda jejadian yang aslinya diinvasi Venus Flytrap itu hendak menghantamkan martil pada punggung sang pahlawan, Hinata terlambat melompat untuk menyelamatkan Naruto hingga martil menghantam wajah yang dibingkai helai-helai indigo.

CRASH!

Hening berdesing.

"HINATAAA!" Ini bukan hanya jeritan dari pita suara berbalutkan kulit tan.

Aura regal Kyuubi menggelegar ke seantero sektor itu, menghempaskan baik kawan maupun lawan. Naruto tak menghiraukan siapapun, kalap karena gelap mata ia berteriak menjajaki wilayah vokal tertinggi dengan meninju sekuat tenaga musuh yang membuat wajah lembut itu hancur mengucur darah.

"MATI KAU, JAHANAM!" Naruto berteriak garang menggelegar hutan, mengamuk menyangi badai berkecamuk menyerang korban malang yang hanya jadi vessel Edo Tensei sampai meluruh jadi debu. Tim Fuin Jutsu mengasisteninya untuk menyegel shinobi legenda tersebut agar tak disusupi oleh anggota Akatsuki tersebut.

Tak menghirau tim Fuin Jutsu, Naruto menangkap gadis yang terkulai dengan lekuk tubuhnya tercetak di batu karang. Merasakan hatinya disayat cakar bijuu melihat kondisi mengenaskan gadis Hyuuga di pelukannya. Orang-orang mulai menghampiri, beberapa menghalangi—terinjeksi hesitansi apakah dirinya adalah Naruto yang asli dan sungguh ia tak peduli.

"Hei, bagaimana kalau ini intrik licik kubu musuh? Meniru Naruto untuk mengelabui kita?"

"Musuh pasti pakai trik picik, tapi sampai mengloning Naruto kurasa mustahil—"

"Kita tak bisa memastikan—"

Konversasi yang diendapi kengerian karena murkanya Naruto dan huru-hara di sana-sini tak disimak oleh persona yang diperbincangkan.

"MEDIS!" Suara itu memekik seolah tercekik. "Hinata, bertahanlah!"

"Kalau kau dari musuh dan berani-beraninya menyentuh Hinata—" Seseorang melontarkan ancaman.

"Hinata—" Naruto menelusupkan hidungnya pada surai indigo, menghirup wangi lavender samar yang melesak sesaki rongga dadanya. Dipeluknya tubuh yang dari balik kulit dan otot terasa tulangnya menyerpih akibat benturan dengan karang. "—Hinata—" Tak mengindah jubahnya disimbah darah dari jelitanya seraut wajah, "—Hinata!"

Rekan setim Hinata di tim delapan sigap memanggil paramedik. Kiba dan Shino berpencar secepat kilat mencari tim medis manapun yang dapat dicapai untuk segera datang menolong Hinata. Neji dengan mata memedas dan hati kebas memimpin tim mereka membantai musuh yang tak henti bermunculan.

Ini medan perang. Kematian bukanlah hal tabu.

"Kau … benar-benar Naruto, 'kan?" tanya Neji parau dengan kunai terpreparasi menusuk punggung Naruto, "Bukan tipuan dari musuh—"

"Di-dia … be-benar-benar Naruto-kun—"

Naruto mengangkat kepalanya, menghadapkannya pada wajah yang tak bisa dikenali bukan karena fraktura di wajah itu memporak-poranda struktur aslinya. Menyembul sepasang manik bulan redup bersitatap dengan mata lazuardinya yang menyendu.

"—da-dari ma-matanya saja," Batuk darah dari bibir yang kian memerah memercik pipi bergaris-garis. "—ki-kita bisa memastikannya."

"Jangan bicara," Naruto dengan satu tangan bebas meraih tangan bertremor yang mendingin, menyentuhkan genggaman mereka ke pipinya. "—sebentar lagi tim medis datang—"

"—ma-maaf se-semua jadi me-meragukanmu, Na-Naruto—" Hinata mengejang dalam erangan kesakitan karena tekanan pelukan Naruto menggeser rusuknya menusuk paru-paru, menyendat sistem pernapasannya.

Hujan merintik dari mata biru yang Hinata tahu seharusnya selalu sebrilian kanvas langit, melunturkan polesan merah di wajahnya. Sungguh ironi. Dingin menggerogoti dari ujung kaki begitu pasti mematikan setiap satuan sel di tubuhnya. Pandangan Hinata kian berbayang.

"Sedikit lagi, bertahan sebentar saja, Hinata!" Naruto mengedarkan pandangan pada sekeliling mereka. Meratap seumpama rana diterpa nestapa, "MANA TIM MEDISNYA?! Kalian tidak bisa lihat dengan mata kalian kondisi Hinata makin kritis, hah?!"

"Sudah dalam perjalanan kemari—" Seorang Jounin veteran terbata menjawab.

Neji berlutut di sisi seberang Naruto yang memposesi Hinata dalam pelukannya. Andai saja ia mampu seperti Hinata menguasai ilmu pukulan pengobatan turun-temurun khas Hyuuga, jika saja ia seorang ninja medis, bila saja ia lebih becus melindungi orang yang seharusnya menjadi prioritasnya untuk diproteksi … dan ia mengenali pemuda yang merengkuh adik sepupunya, benar-benar seorang Naruto Uzumaki yang luluh lantak menandingi gemeretak rangka tubuh Hinata.

Lemah sekali suara halus itu, "Naruto-kun—" Matanya sarat penyesalan. Hinata yang terjun ke medan perang dengan determinasi demi melindungi pemeluk afeksinya, malah diselamatkan lagi oleh Naruto.

Naruto mencium lembut kening Hinata dengan hati remuk redam. "Pertahankan kesadaranmu, Hinata. Kau harus bertahan. Aku tahu kau kuat. Jangan berpikir macam-macam!"

Manik lavender itu menyiratkan tanya yang kelopak turun setapak demi setapak. "Naruto-kun…"

"Dari matamu saja aku tahu kau berpikir seperti itu. Kau kuat—aku tahu itu, kau menyelamatkan hidupku lagi. Dan aku bersumpah akan menyelamatkanmu, makanya—"

Mata berkelopak semerah mawar terpejam. Bibirnya tergerus amis besi samar mengukir senyum damai.

Takkan ada lagi mata lavender yang memijar kasih untuk Naruto yang konstan didera pedih.

Selamanya.

"HINATAAA!"

Raungan frustasi terkaum miris.

Di hutan porak-poranda itu, berdesis gerimis tangis.

.

#~**~#

.

"GYAAA! HINATAAA!"

"Heh, bocah kurang ajar! Sudah kau tertelan kemari, lama siuman, menumpahkan air liur berkumanmu di perutku, teriak berisik pula. Dasar manusia!"

Naruto melempar dirinya terduduk. Dia belingsatan buru-buru bangun dari air yang menggenangi tempat tersebut. Baru disadarinya ia mengalami mimpi terburuk seumur hidup. Terbelalak ia mengedarkan pandangan pada tempat serupa seperti yang ada dalam dirinya, seperti kurungan Kyuubi. Bedanya, di depannya bukanlah jeruji besi. Melainkan sesosok besar monster dirantai besi dilengkapi gembok berupa segel besar.

"Hieee, siapa kau?!" Naruto menjerit horror melihat bijuu di hadapannya, "Ini seperti tempat Kyuubi!"

"Ceh, semua manusia sama saja." Monster primata itu mengibaskan keempat ekornya penuh dendam dan angkuh.

"Kau … Yonbi?" Pemuda berambut pirang itu menghitung jumlah ekor.

"Enak saja! Aku tidak sudi dipanggil begitu. Bijuu pun punya nama-nama yang indah karunia Rikudo Sennin, dan—oh, ternyata kau jinchuuriki Kyuubi, eh?" Dia tertawa menghina, "jadi jinchuuriki Kyuubi sebodoh ini?"

Suara "CIH" lain menggema dalam benak Naruto. Kyuubi mendecih.

"Dengar ya, Bocah, aku adalah bijuu urutan keempat. Memiliki julukan sebagai Raja dari segala bangsa mamalia primata. Akulah Raja Hutan. Panutan bangsa kera, SON GOKU. " Son Goku memerhatikan Naruto yang ternganga bodoh di hadapannya. Dia mengesah-lelah. "Sudahlah. Lupakan, manusia memang makhluk rendah."

"E-eh … jadi namamu yang mana?"

Son Goku tercengang. Astaga … jinchuuriki Kyuubi, bagaimana bisa?

"Kuulangi. Siapa namamu?" tanya Naruto inosen, "Aku Uzumaki Naruto yang akan jadi Hokage!"

Son Goku terpana sejenak. Lantas ia terbahak."Kau tahu aku Yonbi, Bocah."

"Tak masalah aku memanggilmu dengan nama, bukan?" Kepala berhelai pirang itu dimiringkan. "Aku pun ingin tahu nama Kyuubi dan namamu."

Tawa si kera mereda. "Memang kenapa kau ingin tahu nama Kyuubi, eh?" Raja bangsa primata itu mendengus, "tadi kan aku sudah menyebutkan namaku. Kau saja yang lamban."

"Maaf—"

Son Goku ganti ternganga. Bocah ini—yang benar saja! Manusia meminta maaf pada bijuu?!

"—aku memang mudah lupa. Hanya saja—" Tampang yang semula terlihat kocak bagi Son Goku itu menyendu, "—aku melihat Hachibi dan Bee Ossan begitu akrab … aku iri." Naruto tertawa salah tingkah. "Aku juga ingin seperti mereka. Jika mengetahui nama bisa membuatku berteman dengan Kyuubi, aku ingin tahu namanya. Dan namamu."

Anak ini … Son Goku menghembuskan napas panjang. Dia mengangsurkan senyum samar. "Namaku Son Goku."

Mata biru itu mengerjap-ngerja. Son Goku tertawa rendah. "Panggil saja Son. Dan Kyuubi, namanya adalah Kurama."

Senyum melebar di bibir itu. Son Goku menyenangi cara bocah di hadapannya nyengir gembira karena mengetahui nama bijuu-nya. Diulurkannya kepalan tangannya.

"Kau akan tahu nanti, Bocah." Son Goku berkata misterius. "Dan meski aku tidak bisa begitu saja lantas memercayai manusia, aku punya penawaran menguntungkan untuk kita berdua."

Naruto yang terkekeh meninjukan kepalan tangan, terlalu kecil bagi Son Goku yang mengalirkan segumpal chakra untuk Jinchuuriki Kyuubi tersebut. Tapi sensasi ketika tinju mereka bertemu membangkitkan semangatnya.

Bersentuhan dengan Naruto membuat Son Goku mengetahui seluk-beluk diri pemuda titisan Hokage. Termasuk tentang seseorang yang mengendap di lubuk memori Naruto.

Ada gema nama di hatinya. Hinata Hyuuga.

.

Tsuzuku

.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

.

Sebelum saya diteriakin, "INI KENAPA HINTS SO SWEET NARUHINA JADI HANCUR BEGINI?" *dogeza*

Karena fic ini dibuat dengan semaleman nggak tidur, ditulis dengan brokoro parah waktu kehilangan draft fic-fic NaruHina yang sangat penting dan harusnya istimewa untuk #NHTD5, bikin nge-down dan nggak minat ngapa-ngapain lagi. Hati saya setragedi ini. *crying river*

.

WE ARE NHLs! WE ARE FAMILY! KEEP STAY COOL, FRIENDS!

.

Terima kasih sudah menyempatkan membaca. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan kehadirannya. ^_^

.

.

Sweet smile,

Light of Leviathan (LoL)