Disclaimer: bukankah seluruh karakter dalam Naruto milik Masashi Kishimoto?

Genre: Com-Rom (Comedy-Romance), Family, a Little Hurt-Comfort

Main Chara: Naruto Uzumaki, Twins! Ino Yamanaka, and Haruno Sakura

Warnings: OOC, NEET, and unique Ino, serta seperti kebanyakan peringatan dalam fanfic yang telah ada sebelumnya.

Summary: Sakura yang tengah bingung mencari subjek seorang NEET wanita untuk penelitian, kontan tertolong saat pemuda yang selalu ditolak pernyataan cintanya itu mengatakan bisa membantu, sebab memiliki kakak NEET. Apa jadinya, kala saudara kembar pria itu memberikan persyaratan partisipasi berupa, Sakura harus menjadi kekasih Naruto?


Warning: The Sister Requirements

Tidak tahu sudah berapa kali gadis bersurai merah muda itu bolak-balik antara memperhatikan laptop di hadapannya, juga merebahkan setengah beban tubuh di atas meja. Bahkan, sesekali terdengar suara rengekan manja berserta hembusan napas berat. Tak lupa berkali-kali mengatakan ia akan mati diomelin ibunya, atau sekarat karena tugas akhir yang begitu menyiksa. Sangat dibesar-besarkan, terlalu hiperbola, tapi bagi ia yang mengalaminya, jelas menganggap hal demikian pantas saja.

Skripsi, teror itu akhirnya menghampiri ia; beban berat tersebut datang juga ke kehidupannya. Sebagai calon sarjana di jurusan sosial, tentu bidang yang diambilnya berkaitan erat dengan segala problema di masyarakat. Namun, itu juga yang menjadi biang permasalahan utamanya. Di mana saat sang dosen pembimbing memilih judul laknat tersebut untuk ia tuntaskan.

Salahnya sendiri, kenapa saat diminta untuk menyerahkan sepuluh titel calon tugas akhirnya, terselip kata yang akhirnya menjadi bencana. No employment, education, or training yang biasa disingkat dengan NEET. Susunan baris-baris cetakan huruf tersebut sukses memutarbalikan isi otaknya, begitu jitu membuat kepalanya hampir pecah.

Bukan hanya soal itu, menambahkan embel-embel subjek yang tidak seharusnya, menjadikan ia semakin terpuruk saja. Bagus! Itu pujian dari sang pengajar, jangan lupakan juga senyuman serta anggukan yakin bahwa tugas yang bersangkutan akan jadi fenomenal. Awalnya si wanita belia itu tersenyum sumringah nan bangga, tapi begitu menyadari ia sudah menandatangani perjanjian hidup dan mati, maka begitulah ia sekarang, dalam keadaan yang luar biasa mengenaskan.

Fenomena NEET pada Kalangan Wanita Muda di Masyarakat, dan akan lebih keren lagi jika ia memberikan titik dua setelahnya lalu mengimbuhkan tulisan, Sebuah Studi Eksploratif. Syukurnya, ia lumayan beruntung pasalnya tak menambahkan embel-embel demikian, atau segera sang nona akan mati muda jika hal itu memang terjadi.

Akan tetapi, bukan berarti ia dapat bernapas dengan lega. Masalah orang yang tidak dalam masa belajar, bekerja, atau training memang tak sedikit, tapi mencari yang wanita, itu akan jadi sangat pelik. Sekali lagi, salahnya seorang diri, harusnya ia tidak terlalu kreatif menyebut-nyebutkan jenis calon orang yang akan diminta keterangan. Diakui, terdengar begitu classy. Tapi apa gunanya, bila hanya mengundang permasalahan untuk diri sendiri. Ini skripsi, tidak perlu sesuatu yang spektakuler, asal lulus itu sudah lebih dari cukup.

"Sudahlah, Sakura, kau minta pada Kakashi-sensei untuk…"

"Mengganti judul? Tidak bisa." Ia menyela ucapan seorang rekan yang tiba-tiba datang dari mana. Menegapkan badan, dan menopang wajah dengan bantuan kedua tangannya. Sekali lagi, hembusan napasnya berat, menatap pada layar monitor dengan sorot tertekan. Iya, gadis itu memang tak dapat lagi meminta sebuah keringanan untuk dibantu merevisi tugas akhirnya. Entah sudah berapa kali tajuk skripsi terombak, dan sekarang ia juga tidak mengharapkan perubahan.

"Butuh satu orang lagi," ujarnya lirih, seraya kembali merundukan kepalanya. Sampai sekarang, Sakura, gadis itu telah menemukan dua peserta yang bisa diminta bantuannya untuk berpartisipasi. Tidak main-main, ia berkeliling satu kota untuk menemukan segelintir manusia tersebut. Sudah melakukan berbagai macam interview, juga berulang kali melihat apa yang dilakukan sang subjek sebagai seorang pengangguran abadi. Ada yang karena trauma disebabkan gagal dalam pekerjaaan, jenis Tsumazuki. Satunya lagi tipikal Yankee, orang yang lebih memilih bersenang-senang dengan temannya dari pada memikirkan pekerjaan.

Sakura diharuskan minimal memiliki tiga partisipan, yang mana hanya tinggal satu lagi ia harus mencari, atau semuanya sia-sia. Barusan, ia menemui dosen pembimbing, menyerah hasil kerja kerasnya selama ini, dan jadi luluh lantah akibat kekurangan subjek. Ketika memohon sebuah pengurangan, sang guru menjelaskan bahwa itu telah menjadi persyaratan dalam menyelesaikan skripsi kualitatif dari fakultas.

Ia sudah membela diri, dengan menyatakan dalam jenis penelitian tersebut, berapa pun jumlah peserta tidak masalah, yang penting telah mencakupi seluruh kriteria. Tapi seperti yang telah diketahui, perintah dosen bersifat mutlak. Sakura tahu, bukan hanya ia yang dalam masa-masa sulit seperti ini, tapi dirinya sudah tidak tahu bagaimana lagi. Mencari seorang NEET perempuan itu, bagaimana mencoba menghafal buku ensiklopedia sesuai tanda bacanya – sangat rumit.

Satu-dua kali ia menyalahkan habis-habisan pada pengajarnya, menuduh bahwa dengan sengaja sang sensei membuat ia kesulitan. Tapi, saat kesadarannya pulang permanen, Sakura hanya bisa mengelus dada, serta kembali mengumpulkan tenaga yang dihabiskannya untuk misuh-misuh tak berguna. Aah, inilah derita mahasiswa tingkat akhir, teman!

Mau menyerah, salah juga. Sakura tidak bisa membiarkan jerih-payahnya selama ini menjadi tiada guna, maka ia teguhkan diri untuk melanjutkan. Kendati tak semudah mengedipkan mata di depan pria ganteng, sang gadis memutuskan untuk meneruskan usaha. Dipindahkannya patokan pandang ke seseorang di sebelahnya, mendapati sang rekan melepaskan senyum manis padanya. Sayang, itu tak menolong sama sekali.

"Bagaimana denganmu, Hinata?"

"Aah, paling lama dua minggu lagi, aku bisa seminar pertama."

Krak! Penuturan kawannya malah mematahkan semangat juang, Sakura makin kelimpungan sendiri sebab satu per satu rekan sekelasnya sudah menyelesaikan ujian proposal. Tinggal dia, seorang yang bahkan belum mendapatkan tandatangan pengesahan ikut serta dari seorang subjek lain. Bagaimana ini, Sakura tidak mau menjadi urutan terbuncit yang lulus di angkatannya.

"Sakura-chan pasti bisa, kok. Aku yakin!" baiknya sang kawan memberikan pasokan penyokong energi dalam bentuk lisan, namun tak membantu keadaan orang yang berkaitan untuk membaik. Sakura berhenti memandangi pilu pada komputer jinjingnya, mengitarkan netra ke sekeliling. Mendapati pemandangan kantin kampus yang lagi ramai-ramainya, namun disebabkan pikiran kalut, si nona itu baru menyadari. Ia sendiri bingung, karena seingatnya tadi hanya ada dirinya sendiri di sini, dan tahu-tahu sudah membeludak akan mahasiswa yang lain.

Melihati jam tangan di pergelangan kiri, yang rupanya telah mengkonfirmasikan pukul dua. Ia sudah terlambat dari jam makan siang, segera Sakura bergegas untuk memesan setidaknya cemilan untuk mengisi perutnya. Ia tidak mau penyakit maagnya kambuh hanya gara-gara skripsi, biar bagaimanapun, Sakura tetap lebih mencintai kesehatannya dari apapun.

Begitu hendak kembali ke tempat posisinya semula, ia yang tadi dengan pandangan flat, kini berhasil terevisi karena kehadiran satu makhluk. Dan yang lebih mengherankan, Sakura tidak mendapati teman yang tadi bersamanya. Sebab hampir seluruh barang bawaannya masih di meja yang sama, dengan hati kurang ikhlas ia kembali menuju ke bangku tersebut.

"Haai, Sakura-chan!" tegur mesra seseorang, yang mana membuat mood-nya semakin kacau balau saja. Padahal, Sakura sudah menunjukan ekspresi carut-marut, tanda tidak menyenangi keberadaan insan itu di dekatnya. Cuma, orang yang bersangkutan sudah bermuka tembok, hingga merasa telah biasa mendapati respon demikian.

"Mana Hinata, Naruto?"

"Ooh, tadi dia pergi bersama Sasuke."

Habislah, mungkin seusai ia memakan pesanannya, Sakura harus cepat-cepat meninggalkan kantin. Sungguh, bersama pemuda yang berulang kali menyatakan cinta padamu dan selalu kau tolak, bukan sesuatu yang menyenangkan. Terutama apabila kata menyerah sudah hilang dari kamus hidupnya, berhadapan dengan manusia bertekad baja memang bukan persoalan gampang.

Padahal, anak lelaki itu berbeda jurusan dengannya, bahkan kampus mereka pun tidak sama. Akan tetapi, bisa dipastikan setiap hari sang pria akan mampir ke fakultas ilmu sosial sekedar untuk menyapanya. Sakura ancap kali meminta, agar Naruto berhenti mengharapkan ia untuk menjadi belahan jiwa. Tapi, namanya juga mental titanium, mana mudah berkarat.

"Bagaimana skripsimu? Apa Kakashi mempersulit?"

Ini dia salah satu pertimbangan Sakura untuk tidak menerimanya sebagai kekasih, seenak jidat memanggil nama dosennya. Sebentar Sakura menghentikan pergerakan tangannya yang menyuap, memberikan delikan sarkastis pada objek hidup di depannya. Alih-alih merasa takut, Naruto malah membalas dengan cengiran terbaiknya.

"Ooh, ngomong-ngomong, tugas akhirmu soal apa?" semaunya ia menarik laptop Sakura menghadapi ia. Sempat si gadis mencoba mencegah, hanya saja tangan Naruto lebih cepat bekerja. Pemuda itu membaca singkat kop yang tertera di bagian atas, selama ini ia tidak tahu perkara skripsi yang dikerjakan Sakura sebab wanita muda ini enggan membicarakannya.

"NEET cewek?" Sakura meresponi dengan mengangguk pelan, sembari terus mengunyah kentang goreng dari piring kecilnya. "Butuh berapa subjek?" Naruto kembali bersuara, dan mendapati jawaban Sakura dengan tiga jemari mengacung ke arahnya. Ia yang menerima tanggapan hanya mengangguk semata, jarinya bekerja untuk men-scroll tab ke bawah. Menemukan kalau sang pujaan hati kekurangan peserta, lantas terpikir olehnya untuk memberikan sedikit bantuan.

"Saudaraku seorang NEET, kau mau bertemu dengannya?" kontan Sakura menghentikan aktivitas menggigit, menatap pada direksi lurus dengan nanar bersungguh-sungguh. "Anak perempuan semata wayang di keluargaku," imbuhnya lagi, yang mana membuat Sakura cepat-cepat meminum jus jeruknya sebelum tersedak. Kaget, soalnya ia pernah menduga bahwa Naruto itu putra satu-satunya yang sangat dimanja, hingga tak ayal selalu berusaha mendapatkan apapun yang diinginkannya. Tak lama, senyumnya lantas terulas kecil.

"Kau serius?"

Naruto menanggapinya dengan mengangguk yakin, Sakura pun tidak akan membuang kesempatan brilliant itu begitu saja. Aah, kalau tahu begitu, dari dulu ia meminta pertolongan dari pemuda ini. Dosanya sendiri, terlalu tertutup akan persoalan yang dihadapinya dari Naruto, hingga tak pelak kesulitan yang didapat. Sebab ia merasa, tidak ada gunanya. Jadi, lain kali, lebih terbukalah pada orang meski kau tidak menyambut perasaannya.

"Mau ikut ke rumahku? Aku juga ingin memberikan titipan padanya." Tawar Naruto, di mana tanpa pikir panjang, ajakan itu tentu tidak akan berbuah penolakan. Jalan dengan didampingi orang yang selalu dianggap mencari perkara dengannya, tak sedikit yang memandangi mereka dengan raut takjub. Maklum, dramatisasi penembakan Naruto padanya sudah terdengar hampir seantero fakultas. Hebat, kan?!

"Apa itu?" Sakura sedikit penasaran pada benda kecil yang terbungkus rapi, dan dimainkan Naruto dengan mengambung-ambungkannya ke udara. "Ooh, ini? Pemberian dari Itachi untuk calon klienmu." Tidak tahu kenapa, Naruto yakin sekali bahwa orang yang dimaksud akan menerima permintaan untuk berpartisipasi dalam penelitian sang pujaan.

Sempat Sakura menghentikan tapakan kakinya yang berjalan, sebentar ia menggeleng pelan. " I-Itachi? Kakaknya Sasuke? Eksekutif muda yang sering ada di televisi itu?" ujarnya, sedikit terbata, yang mana penuturannya cuma disambut pergerakan kepala naik-turun oleh sang penerima tanya. "Apa saudaramu itu memiliki hubungan dengan Itachi?" sekali lagi, Naruto meresponi dengan anggukan semata.

"Waaaw…!" Sakura sukses dibuat takjub oleh orang yang belum pernah ia temui, bahkan namanya saja tidak ia ketahui. "Nanti akan kujelaskan, kalau sudah sampai di rumahku." Lisan yang dilepaskan Naruto itu mengunci ujaran dalam bentuk introgatif yang akan diberikan sang nona, ia seperti tahu apa yang akan ditanyakan oleh Sakura.


O

o

O

Rupanya hanya cukup berjalan kaki, melewati beberapa blok, mereka telah sampai di kediaman Naruto. Sakura sama sekali tidak tahu, terang saja. Gadis itu juga sedikit tak mengira, rumah yang ditinggali pemuda itu luar biasa megahnya. Melihati sekitar halaman, di mana tanaman berbagai macam bunga menghiasi. Bahkan, di pojok ujung pekarangan, tumbuh dengan rapi pohon-pohon sakura yang saat ini sedang bermekaran.

"Semenjak menikah, Kakashi tidak lagi tinggal di sini," ujar Naruto, seraya membuka pintu dan mempersilahkan Sakura untuk memasuki tempat tinggalnya. Spontan Sakura terkaget, begitu pemuda di sampingnya itu membawa-bawa satu nama yang sangat ia nanti-nantikan tandatangannya. Sontak makin terkejut, tatkala menemukan foto orang yang dimaksud berpose dengan Naruto.

"Kakak sulungku." Pria muda beriris netra blue sky itu menjelaskan, seraya menunjuk potret yang terpajang di dinding. Sakura mengangguk, sekarang ia merasa wajar bila Naruto semaunya saja menyebut panggilan sang pengajar. " Dia dosenmu, kan?" apalagi yang bisa Sakura katakan, ia hanya mampu menanggapi dengan mengangguk semata.

"Itachi kedua, Sasuke ketiga, dan aku anak bungsu." Klarifikasi demikian, semakin membuat wajah cengo Sakura lebih mendramatisir. Ia sama sekali tidak tahu, bahwa Naruto memiliki hubungan siblings dengan eks-mud terkenal itu, maupun dengan lelaki tampan kekasih Hinata yang juga seorang top model. "Aku dan Sasuke memang tidak terlalu mirip, padahal beda usia kami hanya satu tahun," timpalnya sekian kali, sembari melanglang menuju satu ruangan.

Hingga sampai di tempat keluarga biasanya berkumpul, Sakura menemukan satu figura terbesar sepanjang ia melihat-lihat isi rumah ini. Dalam foto tersebut ada tujuh orang, yang mana ibu dan ayah bergaya menduduki sebuah kursi, lantas semua anak mereka mengitari di belakang dan menampilkan senyum sebagai contoh keluarga yang bahagia.

Kakashi, Itachi, Sasuke, Naruto, Sakura mengenal dengan baik empat lelaki yang berdiri itu, terkecuali seorang gadis berambut pirang terikat pony-tails. Wanita belia itu merasakan adanya kejanggalan tentang urutan kelahiran pada famili ini. Bila Sasuke anak ketiga dan Naruto bungsu, dan jarak mereka hanya satu tahun, maka siapa sebenarnya perempuan manis tersebut?!

"Dia…" Sakura tidak menyelesaikan tanya, bingung dengan kata apa yang tepat untuk menuntaskan frase. Menunjuk ke direksi potret orang yang membuatnya penasaran, menatap Naruto dengan picingan mata yang sengaja disipitkan – isyarat meminta penjelasan. " Ooh, tentu dia anak keempat." Perkataan Naruto benar-benar hanya membuat ia makin tidak mengerti.

"Tunggu sebentar di sini, yaa?! Akan kupanggilkan kakakku. Kau bebas melihat-lihat."

Sepeninggal Naruto yang tidak Sakura ketahui ke direksi mana, Sakura meneruskan aksi mengamatinya. Menemukan banyak foto gadis di keluarga Naruto dengan setiap saudara laki-lakinya, jelas sekali bahwa ia dianggap sangat berharga. Bahkan, ada satu potret yang membuat Sakura setengah mati menahan tawa, di mana dengan sesukanya sang adik menjewer telinga kakak sulung dan keduanya, Kakashi-Itachi. Aah, memang si eksekutif muda itu memiliki relasi dengan ia, lebih tepatnya hubungan darah.

"Kau Sakura, kan?" ia yang dimintai kepastian akan dirinya sendiri, berhasil dibuat terkejut tatkala suara asing menegurnya dari belakang. Mendapati seorang lain sudah duduk di sofa, bahkan sedikit demi sedikit merebahkan kepalanya pada bantalan. Dengan sopan Sakura membungkukan badannya, lantas menempatkan diri berdepanan dengan gadis pirang tersebut.

"Aku menyuruh Naruto membuatkan teh," mengatakan kalimat singkat tersebut, tanpa sedikitpun mengalihkan perhatian pada tamunya. Ia terlalu disibukan dengan sebuah Tablet PC yang mendiami tangannya, jemari pun asyik bermain di atas layar. Helaian mahkota di atas kepalanya dibiarkan terurai begitu saja, yang menyentuh lantai keramik sebab terlalu panjang.

"Ino-chan, sopanlah sedikit!" perintah Naruto, datang dengan nampan berisi teko dan beberapa cangkir. Menaruh apa yang ia bawa di atas meja, ia juga langsung duduk di sebelah saudarinya. Ino, nona yang sedari tadi tidak mengalihkan atensinya dari sesuatu dalam pegangan, kini merubah arah posisinya. Ia yang sebelumnya membaringi bantalan sofa, sekarang merebahi paha Naruto.

Lamat-lamat, jari-jemari tangan pemuda itu turut bergerak untuk membelai sayang rambut kakak perempuan satu-satunya. Mengingat deretan status keluarga, kembali menuai kebingungan pada Sakura. Ia tersenyum seramah mungkin, namun nanarnya terlihat jelas sorot yang penuh tanda tanya. Ino melihati ia, pahami apa yang tidak diketahui oleh tamunya.

"Apa kau tidak lihat kemiripan kami?" ujarnya, sembari menegapkan tubuh dan menepuk pelan bagian tubuh teratas pemuda di dekatnya. Kontan mata Sakura membulat secara sempurna, sesaat menemukan titik terang dari ketidakmengertiannya. Mereka kembar, terlahir hanya beda beberapa menit dengan jenis kelamin yang tak sama. Memang bila makin diperhatikan, keduanya sangat persis. Memiliki rambut pirang, mata biru langit untuk Naruto, dan blue aquamarine milik Ino. Kontras yang mencolok, si kakak tidak memiliki tiga goresan imut di masing-masing pipinya.

Dikarenakan Naruto tidak memiliki kesamaan wajah dengan semua saudara laki-lakinya yang lain, membuat Sakura agak sulit menyadari fakta tersebut. Lagi pula, selama ini sang gadis hanya mengetahui nama dari orang yang naksir padanya. Sama sekali tidak mengenali seluruh keluarga si pemuda, bahkan ia baru tahu kalau Kakashi, dosen tercintanya, adalah putra tertua di keluarga itu. Sakura menggerakan kepalanya naik-turun, bersamaan demikian, meredalah tampang begonya.

"Ooh, iya, ada titipan untukmu, Ino-chan."

Naruto mengambil sesuatu dalam saku jaketnya, lalu memberikan barang yang sedari tadi ia bawa pada saudari kembarnya. Ino menerima, sepertinya ia sudah tahu kado tersebut dari siapa hingga tidak lagi bertanya. Ia buka kotak kecil dengan pita berwarna ungu di samping, tersenyum kecil begitu mendapati objek yang tersembunyi.

Di beberapa detik kemudian, langsung menghubungi seorang yang membelikan barang itu untuknya, Itachi. Mengatakan terimakasih dengan manja, lalu main memutuskan hubungan telekomunikasi begitu saja. Sekarang, sebuah cincin bertahtakan sebutir permata kebiruan menghiasi jari manisnya, masih tersenyum seraya memandangi perhiasan itu.

"Ino-chan memang NEET terkaya di dunia, yaa?!" Naruto berkata, sama sekali tidak bermaksud menyindir kala gadis yang dimaksud kembali membaringi pangkuannya. Praduga awal Sakura menyimpulkan alasan mengapa Ino enggan bersusah payah bekerja untuk hidup, seluruh anggota keluarganya mungkin sangat menyayangi ia. Rasionalisasi itu memang sering ditemukan ketika seseorang memilih menjadi NEET.

Kembali ke permasalahan sang gadis sebagai seorang yang tidak dalam kegiatan usaha, belajar, maupun pelatihan, Sakura bersiap untuk menanyakan beberapa pertanyaan bersifat agak sensitif. "Eehm, Ino-chan, sekarang aktivitasnya apa saja?" katanya, sengaja memilih bahasa yang lebih sopan. Ingat, jangan sampai membuat hati calon partisipan terluka! Itu demi kelangsungan tugas akhir Anda agar berjalan dengan lanjar jaya.

"Game," tuturnya, sembari memperlihatkan layar Tablet PC dalam pegangnya, yang saat itu tengah digunakan untuk bermain poker secara online. "Aku pasti menang. Lihat, ini four of a kind!" tambahnya, juga menunjuk pada deretan virtual cards miliknya, di mana terdapat empat kartu angka sama dan satu kartu angka lain. Itu urutan nomor tiga terbaik dalam permainan tersebut, jadi kemungkinan untuk kalah sangatlah kecil.

"Nah, kan…!" serunya, begitu mendapati apa yang ia ucapkan terealisasi. Sakura cuma bisa menganggukan kepala; Naruto tertawa-tawa pelan sembari menepukan kedua tangan; Ino meminta agar pemuda yang ia jadikan bantal itu untuk memujinya. Maka, terang saja, terdengar berulang-ulang kalau betapa lelaki itu bangga pada sang kakak.

"Begini, Ino-chan, Sakura ingin kau membantunya."

Sekali lagi,usai Naruto menuturkan niat kedatangan tamunya, Ino memberikan pandangan pada arah Sakura . Kembali ia tegapkan tubuh, sedikit mengibas rambut yang menempel pada leher jenjangnya. Delikan mata nan datar itu juga sering ditemukannya kala tengah berhadapan dengan dosen pembimbing, rupanya biar pun sedikit, mereka ada kepersisan satu sama lain. "Untuk?" lisannya kemudian.

"Inter…"

"Aku mau Sakura yang menjelaskan, bukan kau!" intrupsinya, ketika Naruto bermaksud menerangkan lebih lanjut pertolongan apa yang dimau Sakura. Otomatis, satu detik setelah Ino menyela ucapannya, pemuda itu langsung terbungkam. Memberikan kode dengan mengedipkan kedua mata bergantian, isyarat untuk Sakura yang mengklarifikasi.

Gadis itu tidak membuang kesempatan, ia memulai segala penjelasan dari awal dan sedetail mungkin. Mengatakan pula bahwa identitas subjek tidak akan dipublikasikan, dan tentu ada surat perjanjian yang tidak memberatkan partisipan. Bukan hanya demikian, Sakura juga memberitahukan tema yang sedang diusungnya, oleh sebab itu ia memerlukan bantuan seseorang seperti Ino.

Selama menjelaskan, saudara perempuan Naruto itu malah asyik dengan game online-nya. Sesekali, kala telah berhasil mengalahkan lawan, ancap ia akan merentangkan tangan-tangannya ke atas. Benar-benar tidak memperdulikan orang yang berbicara di depannya. Sebenarnya Sakura merasa sangat kesal, namun untuk sementara ia menggunakan moto hidup, bahwa klien yang berpartisipasi adalah ratu.

"Bagaimana saat aku mengacuhkanmu? Apa kau merasa sebal?" tiba-tiba, ujaran itu terlontar darinya. "Begitu juga yang kurasakan waktu kau tak peduli pada adikku," lantas beberapa detik kemudian Ino melanjutkan lisan demikian. Ia bangkit dari pembaringannya, kini duduk sembari sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan, menatap Sakura dengan delikan serius. "Aku membencimu," tambahnya yang tidak hanya membuat Sakura terkejut, Naruto pun tak pelak kaget jadinya.

"Tapi, aku akan berbaik hati. Asalkan, ada syarat yang harus kau penuhi. Yaitu…"

Ino menggantungkan kalimatnya, dan bukannya melanjutkan verbal, gadis itu malah beranjak ke suatu tempat. Sakura memandangi Naruto dengan picingan tak mengerti, sedangkan orang yang mendapatkan respon hanya tersenyum dan berkata, "lihat saja!" lalu tak lama, Ino kembali bersama satu map besar di tangannya.

Kurang lebih dua menit ia memposisikan diri di kursi, seorang wanita menghampiri ketiganya." Ini yang mama cari, kan?" ia bertanya sebelum menuai tanya. Sang ibu hanya mengangguk, lalu mencium kening sebelah kanan putrinya. Unik, Sakura langsung berkonklusi bahwa wanita belia di hadapannya ini langka untuk ditemui.

"Itu siapa?" perempuan berambut merah tegas itu bersuara, Kushina, ibu dari dua saudara kembar tersebut dengan jari telunjuk terarah pada Sakura. Ia yang dipertanyakan lantas berdiri dan membungkukan sedikit tubuhnya, tak lupa juga menyebutkan panggilannya. Luar biasa, untuk seorang mama beranak lima, wanita itu bisa dimasukan dalam kriteria hot mom. Ia cantik, kulitnya kencang, dan tersirat jelas tipikal wanita karir yang sukses.

"Teman Ino dan Naruto, yaa?!"

"Bukan, dia pacarnya Naruto, ma."

Untuk sekian kali, Sakura dan Naruto berhasil dibuat Ino terperangah kaget. Kushina sendiri hanya tersenyum dan, bahkan mengelus puncak kepala Sakura sayang. Di menit kemudian, ibu lima anak itu pamit karena urusan pekerjaan. Ia pun menyempatkan diri untuk merapikan rambut putri semata wayangnya. Juga berpesan, "mama tidak akan pulang hingga lusa, kau jangan membuat saudaramu kesulitan, yaa?! Kalau mau jalan, ajak Naruto atau Sasuke." Usai demikian, Kushina mencium dua anak bungsunya, lalu pergi meninggalkan.

Untuk sementara, keadaan hening. Namun itu tidak lama saat Ino mengucapkan syaratnya, yang mana sekali lagi berhasil menjadikan tamu berserta saudara kembarnya terkejut. "Aku mau membantumu, asal kau bersedia menjadi kekasih adikku," tuturnya tanpa ironi, sembari mengelus tengkuk leher Naruto. Sakura bungkam, ia masih mencerna baik-baik setiap untaian yang terlisan.

Berbahaya sekali persyaratan dari sang kakak ini!

To Be Continued…


A/N:

Haaaiii…! Berjumpa lagi di awal bulan Mei dengan author yang kalo meng-update fic ngaret, tapi malah nekad membuat satu cerita lagi. Tapi, serius, gegara nonton anime No Game No Life, buat keranjingan untuk membuat cerita seorang yang NEET. Ditambah puyeng mikirin skripsi, jadinya dibuat Sakura dalam keadaan yang sama. Awalnya, ingin membuat Naru-Ino itu sama-sama NEET, cuma saya pikir akan kesulitan di masalah alur. Maka, jadinya begini.*ditimpuk readers – dan dia pundung.

Semoga penjelasan tentang rentetan saudara di keluarga Naruto gak membingungkan, yaaa?! Aah, intinya, Naruto sama Ino itu kembar berpasangan. Ino memang sangat OOC di sini, hanya saya merasa dia jadi keren, yaa?! Untuk fic ini dijadwalkan cuma three-shoots. Sengaja dibuat Naruto tahu permintaan Ino, karena kalo persyaratan diem-diem itu rasanya jahat juga. Kasihan.*serasa melankolis.

Bagaimana dengan cerita yang ini, apa cukup terhibur membacanya?! Tetap mau menanti update-an fic-fic saya yang lain, yaa?! Entahlah mau ngebacot apalagi, jadi saya harapkan teman-teman yang telah membaca cerita ini untuk sekedar memberikan tanggepan.

So, review pliisss…

Salam,

Pixie Yank-chan