a/n : Cerita spesial untuk Fara-chan yang minta sekuel Acceptance sesuai janji aku. Aku harap kamu dan pembaca lain menikmatinya.

Sedikit saran, untuk dapat lebih mengerti cerita ini lebih baik baca Wondering dan Acceptance dulu :)

Disclaimer : Fairy Tail milik Hiro Mashima.

.

.


Aku juga sangat menyayangimu, Gray..

.

Gray membasuh mukanya dengan air di wastafel. Sekarang ia berada di toilet guild untuk melarikan diri dari Lucy dan Juvia yang (lagi-lagi) sedang beradu pandang menyeramkan. Semenjak pertengkaran mereka kemarin ditambah dengan Lucy yang menyatakan perasaannya, Gray menjadi lebih pusing dibuatnya. Bukannya tidak senang, hanya saja menghadapi Juvia sudah membuatnya kewalahan apalagi ditambah dengan Lucy yang memacu emosi Juvia saat ini.

"Oh jadi kau di sini, ice block !" tanya seseorang yang menepuk punggungnya dari belakang. Tak perlu menoleh, Gray sudah tahu siapa yang menghampirinya saat ini.

"Apa maumu, Natsu?" tanya Gray dengan nada sedikit kasar. Ia mengangkat muka dan memandang wajah pembantai naga yang tersenyum lebar di cermin.

"Hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan di sini," jawab Natsu santai. Gray mendengus kesal dan berbalik untuk meninggalkan teman sekaligus rivalnya itu. Namun, Natsu hanya tertawa kecil tidak jelas alasannya. Gray memandang temannya itu dengan aneh.

"Hahaha, mukamu itu sungguh tak ternilai !" kata Natsu di dalam tawanya. "Diam kau, idiot!"

"APA!" teriak Natsu. Gray memutar bola matanya. Hanya dengan satu gertakan saja Natsu langsung berubah seperti siap menerkamnya. Yah itulah mereka, Natsu dan Gray, tiada hari tanpa bertengkar.

"Kau tidak mendengarku, idiot?" balas Gray berusaha memancing kemarahan Natsu. Dia benar-benar butuh pertengkaran seperti biasa dengan Natsu untuk mengalihkan pikirannya saat ini.

"Kau mau bertarung?" tanya Natsu sambil menyunggingkan seringainya. "Akan kupastikan untuk membalasmu atas es kemarin. Kau membekukanku dengan lebih banyak layer daripada yang lain. Akan kubuat kau terbakar, muka es!"

"Huh, ayo sini maju kalau berani!" Gray membalas Natsu dengan antusiasme yang sama. Namun saat tinju keduanya mulai berdekatan, tiba-tiba..

"Natsu! Gray! Kalian dimana?" Natsu dan Gray berhenti saat mendengar suara Lucy mencari mereka. "Sepertinya aku tidak perlu membalasmu hari ini," ucap Natsu.

"Apa maksudmu ?" Sekali lagi Gray memandang temannya itu dengan heran. Natsu menunjuk ke arah luar toilet. "Aku tidak mau kalau kau babak belur hari ini. Seseorang menunggumu. Hahaha .." lanjut Natsu yang langsung keluar dari toilet dengan girangnya.

"Huh ?" Gray mengangkat bahunya dan beberapa saat kemudian mengikuti Natsu keluar dari toilet. Dilihatnya Natsu dan Happy sedang menggoda Lucy seperti biasa dan Erza yang duduk di meja di depan mereka terlihat santai memakan cake-nya. Yang berbeda adalah saat Natsu menggoda Lucy, bukannya marah-marah seperti biasanya, wajah Lucy justru memerah seperti tomat.

Gray berjalan menuju meja timnya itu dan duduk di sebelah Erza. Menyadari kehadiran penyihir es itu, Erza menganggukkan kepalanya. "Apa yang mereka ributkan lagi ?" tanya Gray sambil menunjuk penyihir celestial dan pembantai naga di hadapannya. "Entahlah.." jawab Erza seperti tidak tahu apa-apa. Namun, Gray tidak melewatkan ekspresi Erza yang seperti sedang menahan tawa.

"Aaaaahhh.. diam kau Natsu!" teriak Lucy yang mulai frustasi. Natsu dan Happy hanya tertawa terbahak-bahak melihat teman mereka itu. "Lucy suka sekali marah-marah. Kau pasti akan cepat keriput, Luccyyyyy ~" ucap Happy. "Hahaha, kau benar Happy. Lucy seperti sudah berumur 60 tahun saja.. Kalau seperti itu bahkan dia tidak akan memilihmu, Luce," tambah Natsu. Erza berusaha menahan tawanya dan berpura-pura batuk di sebelah Gray.

Sekali lagi Gray melihat wajah Lucy yang merah padam akibat ejekan Natsu dan Happy. "Sebaiknya kau berhenti menggoda Lucy sekarang, ash-brain!" Natsu, Lucy, Happy bahkan Erza langsung memandang Gray yang mengucapkan kalimat itu. "Hey suka-suka aku, ice-block!" raung Natsu. "Kau mau melanjutkan pertarungan yang tertunda tadi, hah?" Natsu sudah mempersiapkan tinjunya.

"Tidak masalah bagiku," Gray juga sudah menyiapkan kepalan untuk meninju sahabatnya itu. Saat akan memulai pertengkaran, lagi-lagi mereka terhenti karena Erza berdiri dan memandang dengan tajam. "Jangan berani-berani kalian bertengkar di hadapanku!"

"A-aye," keduanya langsung berpelukan. Lucy hanya menggelengkan kepala dan duduk di kursi depan Erza sambil memandang pria yang sangat disayanginya entah sejak kapan. Lucy hanya merasa bodoh tidak menyadarinya sejak dulu. Bahkan ia membutuhkan seorang Juvia untuk menyadarkannya akan hal itu.

Kemarin, saat menyatakan bahwa dirinya sangat menyayangi Gray, ia tahu bahwa pria itu tidak akan langsung mengutarakan perasaannya. Mereka pulang dalam diam dan Lucy tidak tahu apa yang ada di pikiran Gray sekarang. Tanpa disadari Gray menangkap tatapan Lucy kepadanya.

"Lucy, kau melamun lagi," ucap Gray. "Huh?" Lucy mengedipkan mata dan melihat empat pasang mata lain memandangnya. "T-tidak ada apa-apa. Hahaha, aku pulang saja kalau tidak ada yang dikerjakan saat ini." Buru-buru Lucy berdiri dan meninggalkan guild.

"Ukh, sungguh memalukan. Kenapa bisa sampai ketahuan seperti itu, sih?" gumam Lucy yang menutup wajah dengan kedua tangannya. Dia sedang berjalan di tepian sungai seperti biasanya. "Kalau kau berjalan sambil menutup wajahmu seperti itu kau bisa jatuh." Lucy terlonjak kaget dan tidak dapat menjaga keseimbangannya. Dia menutup mata dan menunggu untuk merasakan badannya basah karena air sungai, namun tidak terjadi apa-apa. Yang ia rasakan hanyalah sesuatu yang bidang dan hangat?

Lucy membuka matanya dan ia sadar bahwa ia sedang memeluk sesuatu atau bisa dikatakan seseorang. "G-gray." Lucy melepaskan pelukannya dengan malu. Saat akan terjatuh tadi Gray dengan sigap menarik lengannya dan memeluknya. Gray memandangnya dengan tatapan menyesal. "Maaf aku mengagetkanmu tadi."

Lucy menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa dan terima kasih, Gray." Penyihir es itu mengangguk mendengar perkataan Lucy. Hening seketika. Tidak tahu harus berbuat apa, Lucy berusaha membuka percakapan. "Jadi, apa yang kau lakukan di sini, Gray?" tanya Lucy.

Gray langsung salah tingkah mendengar pertanyaan Lucy. Sebenarnya, Natsu dan Erza memaksanya untuk menyusul Lucy. Namun, di dalam hatinya ia juga merasa khawatir dengan temannya itu yang langsung pulang tiba-tiba.

"Aku mengkhawatirkanmu," jawab Gray tanpa ekspresi apapun namun di dalam hatinya ia merasa berdebar-debar. Sama halnya, Lucy juga merasa demikian. "K-kau?" tanya Lucy terbata. Merasa sedikit malu, Gray mencubit pipi Lucy dengan pelan. "Ya, kau mendengar perkataanku, kan? Kenapa? Apa terlalu susah untuk dipercaya?" tanya Gray.

"A-aah. Hentikan Gray!" seru Lucy sambil memegang tangan pria itu. "Bukan begitu, aku hanya merasa sangat senang saja." Lucy memperlihatkan senyum bahagianya kepada Gray yang semakin tersipu malu. Lucy langsung menariknya dan keduanya berjalan menuju apartemen Lucy.

"Kau tidak mau masuk?" tanya Lucy sesampainya di depan pintu apartemennya. Gray menggelengkan kepalanya, namun belum beranjak pergi dari kediaman gadis itu yang membuat Lucy semakin salah tingkah.

"Gray, boleh aku tanya sesuatu?" tanya Lucy sedikit grogi.

"Kau sudah bertanya, nona," jawab Gray. "Jadi, apa yang mau kau tanyakan?"

"Um, tentang yang kemarin itu.." mulai Lucy.

"Oh itu.." Jawaban Gray yang dingin semakin membuat Lucy grogi dan berkeringat dingin. "Aku.. kau.. em, maksudku.. aku h-hanya ingin bilang kalau.. em," gumam Lucy sambil memainkan jarinya.

"Kau sudah tahu kalau aku juga menyayangimu kan, Luce?" ucap Gray namun Lucy tidak mendengarkannya.

"Maksudku.. aku.. sayang.. bukan aku rasa aku.. em." Melihat Lucy yang masih berperang dengan dirinya sendiri, Gray mendekatkan dirinya dan memeluk Lucy.

"Katakan saja.." bisik Gray.

"Aku.. ternyata aku.. bukan hanya menyayangimu," ucap Lucy sambil memejamkan matanya. "Aku... em, aku benar-benar.. m-menyukaimu l-lebih dari seorang teman.." Akhirnya Lucy berhasil mengucapkannya walaupun dengan sangat terbata. Karena terlalu malu, Lucy membenamkan wajahnya di pundak pria itu. Dibalik punggungnya, Gray tersenyum mendengar perkataan gadis di pelukannya itu.

"Aku juga menyukaimu lebih dari gadis manapun, Lucy," ucap Gray halus. "Jadii... kau mau menjadi pacarku?" Lucy membuka matanya namun tidak berpindah dari posisinya saat ini. "K-kau sungguh-sungguh?" tanya Lucy.

"Tentu saja," jawab Gray datar. "Jadi?"

Lucy mengangguk di dalam pelukan Gray. "Huh?" Gray melepaskan pelukannya dan memandang Lucy. "Jangan buat aku mengatakannya," gumam Lucy. Dengan senyum nakal, Gray menganggukkan kepalanya. "Kau harus katakan jawabanmu. Aku tidak tahu kan kalau begini."

Lucy memberinya tatapan tajam. "Oh ya, kau seharusnya sudah tahu apa jawabanku Gray!" Namun, pria tampan itu hanya menggelengkan kepalanya. Lucy menggembungkan pipinya dengan kesal. "Aku tetap tidak mau mengatakannya."

"Oh sayang sekali kalau begitu," goda Gray. Ia berpura-pura membalikkan badannya untuk meninggalkan Lucy. "Eh tunggu.." Lucy menarik tangan Gray yang otomatis membalik dan memandang gadis pirang di depannya itu. "Bagaimana kalau aku ganti dengan ini.."

Lucy mencium bibir Gray yang tersentak kaget dengan sikap Lucy yang sangat tiba-tiba ini. Namun, akhirnya Gray membalas ciuman itu. Dengan hati senang Lucy memeluk Gray, pria yang tiba-tiba menjadi dunianya saat ini, dan berharap untuk tidak pernah melepasnya hingga akhir nanti.

THE END

.

.


a/n : Jadi bagaimana? Haha terlalu cheesy yah? Saya berencana membuat ini kumpulan oneshot untuk Gralu pairing karena masih minim bgt fic Gralu bahasa Indonesia. Mohon dukungan, kritik dan sarannya ya para readers. Author akan sangat senang jika kalian mau mereview cerita ini ;p

Berjuta kata terima kasih untuk kalian semua. Semoga cerita berikutnya bisa lebih baik dari ini :p