ini remake dari sleep with the devil karya santhy aghata
jalan ceritanya akan berbeda kalau kalian pernah baca novelnya pasti tau nanti
MarkJin
.
.
.
.
Suasana yang hingar bingar membuat Jinyoung mengeryitkan matanya. Dia tidak suka suasana ramai dan menyesakkan seperti ini. Dia merindukan kamarnya, kamar tenang yang damai, tempat dia bisa duduk dan membaca sambil mendengarkan musik sayup-sayup.
Tapi musik yang sangat keras ini hampir melampaui batas toleransinya, ingin rasanya dia pergi dari tempat ini, tapi dia tidak bisa. Lelaki itu, lelaki jahat itu – menurut sumber yang dia dengar akan datang ke tempat ini beberapa saat lagi.
Jinyoung benar-benar tidak nyaman dengan tempat ini. Tetap tujuannya adalah laki-laki itu, Jinyoung berharap laki-laki itu tidak mengenalinya. Mereka hanya pernah bertemu satu kali, pada pertemuan singkat yang tak disengaja, saat lelaki itu menemui ayahnya di ruang kerjanya. Saat itu penampilan Jinyoung tidak seperti sekarang, dengan kacamata berbingkai tebal membingkai wajahnya, gigi yang dikawat, beda sekali dengan sekarang.
Jinyoung mengernyitkan matanya lagi, apakah penampiannya benar-benar sudah berbeda.
Suara berisik dari arah pintu masuk mengalihkan perhatian Jinyoung, matanya mencari-cari dan itu dia! Lelaki itu ada di sana, dengan kedatangannya yang begitu heboh dikelilingi banyak sekali bodyguard berbadan kekar. Tanpa sadar Jinyoung mendengus, yah karena dia lelaki jahat yang suka menyakiti orang, dia pasti punya banyak musuh yang ingin membunuhnya.
Dengan penasaran Jinyoung menjinjitkan kakinya, berusaha melihat dengan jelas sosok lelaki itu, Mark Tuan. Sosok yang ditakuti dalam dunia bisnis karena tidak segan-segan menggilas siapapun yang menghalangi jalannya. Siapapun yang berani melawan seorang Mark Tuan, akan berakhir dalam tragedi. Seperti ayahnya, seperti seluruh keluarganya. Desah Jinyoung pahit.
Dulu keluarga Jinyoung adalah keluarga berada, ayahnya adalah seorang pengusaha sukses mereka sangat kaya. Bagi Jinyoung keluarga mereka adalah keluarga bahagia, meskipun ibunya adalah wanita lemah yang sakit-sakitan, tapi selain itu dia adalah ibu yang sempurna.
Pikiran Jinyoung menerawang di saat-saat bahagia itu, saat dia, ayahnya dan ibunya berkumpul bersama di meja makan, menyantap sarapan pagi bersama ayah dan ibunya yang penuh cinta.
Ayahnya akan bercerita tentang pengalaman pengalaman dalam perjalanan bisnisnya, dan ibunya akan menatap sang ayah dengan tatapan memuja. Semua terasa begitu bahagia, semua terasa begitu sempurna.
Sampai kemudian Mark Tuan datang dalam kehidupan mereka. Mark tertarik dengan perkembangan pesat bisnis ayah Jinyoung dan berpikiran untuk menjalin suatu hubungan kerjasama. Pada awalnya, ayahnya tidak tertarik, dia sudah cukup puas dengan bisnis yang dijalankannya sendiri. Tapi Mark tidak menyerah, dengan berbagai cara dia berusaha mendekati ayahnya. Dan entah kenapa ayahnya akhirnya menyerah ke dalam kuasa Mark Tuan, ke dalam kuasa iblis kegelapan yang ketika mencengkeram tidak akan melepaskannya lagi.
Mark menghancurkan keluarganya secara harfiah, entah kenapa kepemilikan ayahnya atas bisnis itu dimentahkan begitu saja, semuanya diambil oleh Mark dan dikendalikan di bawah tangannya. Ayahnya tidak punya hak apa-apa lagi selain jatah bulanan untuknya dan keluarganya.
Keluarga Jinyoung jatuh miskin seketika. Rumah mewah mereka disita paksa, mereka harus pindah ke rumah mungil sederhana. Mereka berusaha memenuhi kebutuhan sendiri, tanpa pelayan-pelayan yang biasanya selalu siap sedia melayani kebutuhan mereka.
Jinyoung kuat menanggung itu semua, tetapi ibunya tidak.
Ibunya dari kecil terbiasa bergelimang kekayaan, seperti putri raja. Sampai menikah dengan ayahnya pun, ayahnya terbiasa memperlakukannya seperti Ratu dengan banyak pelayan yang mengelilinginya. Ibunya sudah hancur ketika dipaksa memasak sendiri dengan tangannya yang rapuh dan tidak terampil itu – karena tidak pernah memasak seumur hidupnya. Dan makin hancur ketika mereka makin miskin, makin menderita.
Akhirnya penderitaan itu tak tertanggungkan lagi bagi ibunya, dia mulai sakit-sakitan… semakin kurus, semakin sering menangis di malam-malam sepi. Lalu suatu pagi, ibunya meninggal begitu saja.
Jinyoung masih ingat ketika dia berdiri di samping ayahnya yang membeku menatap wajah ibunya yang kurus dan pucat.
Ekspresinya seperti tertidur, dan merasa sedih karena menyadari kenyataan bahwa ibunya mungkin lebih bahagia sekarang setelah meninggal dunia.
Sepeninggal ibunya, Ayahnya hancur. Hancur total. Dia mulai mabuk-mabukan, kadang berteriak-teriak dan menangis sendirian di malam-malam sepi. Hingga pada suatu hari, ayahnya mengendarai mobil mereka, satu-satunya harta mereka yang masih tersisa, dan menabrakkan diri pada tembok pembatas jalan hingga mobil itu terguling beberapa kali. Ayahnya tewas seketika di tempat. Polisi mengatakan bahwa kandungan alkohol di darah ayahnya sangat tinggi, hingga dapat dikatakan, ayahnya lah yang membunuh dirinya sendiri.
Jinyoung menjadi sebatang kara dan rasa dendam yang terpendam dalam hatinya makin menyeruak setelah kematian kedua orang tuanya. Semua ini berakar dari Mark. Sejak lelaki itu muncul di keluarganya, semuanya hancur dan musnah. Jinyoung harus membalas dendam, dengan cara apapun, untuk membalaskan kesedihan ibunya, dan kematian sia-sia ayahnya.
Sejak itu, dia menyelidiki semua hal tentang Mark Tuan, di mana dia tinggal, bagaimana jadwalnya, apa kesukaannya. Semua informasi itu dikumpulkannya baik-baik dan disusunnya. Ketika Jinyoung mendapat informasi, bahwa Mark sering menghabiskan waktunya dengan kekasih kekasihnya di klub kelas atas ini. Tanpa pikir panjang, Jinyoung meninggalkan pekerjaannya sebagai penjaga perpustakaan, pindah dari tempat tinggalnya dan melamar sebagai waitress di sini.
Semua butuh pengorbanan, Jinyoung menyadari bahwa pembalasan dendam butuh pengorbanan besar. Seperti malam demi malam harus menahan diri dari siksaan kegaduhan dan hingar bingar musik, ataupun harus menahan hati karena banyaknya lelaki lelaki genit yang selalu berpikir bahwa dia laki-laki murahan yang bisa dibeli.
Semua butuh pengorbanan, mahal harganya. Tapi Jinyoung merasa itu akan sebanding dengan kepuasan yang akan dia dapatkan nanti. Kepuasan untuk membunuh lelaki itu dalam siksaan menyakitkan, seperti yang dilakukan lelaki itu pada ayah dan ibunya.
Dia sudah mengoleskan racun yang tidak akan terdeteksi, di dasar gelas yang sudah disiapkan khusus untuk Mark malam ini. Mark Tuan tidak mau menggunakan gelas yang sama dengan orang lain. Gelasnya ekslusif, khusus hanya dipakai dirinya, dan tadi siang ketika berpura pura membersihkan bar, Jinyoung menyelinap ke tempat penyimpanan khusus itu dan mengoleskan racun yang tidak terdeteksi ke gelas tersebut. Seteguk saja minuman dari gelas yg sudah diolesi racun itu ditelan oleh Mark Tuan, maka seluruh dendamnya akan terbalaskan.
Mark Tuan merasa muram malam ini. Entah kenapa, dia sedang ingin menghajar seseorang, atau kalau perlu, membunuh seseorang. Malam ini dia datang ke klub bukan untuk bersenang-senang, tetapi untuk mencari masalah.
Dengan dikelilingi para bodyguard yang selalu siap menjaganya, meskipun sebenarnya tidak perlu, karena Mark menguasai beberapa keahlian bela diri. Tetapi ketika kau punya uang banyak, memang lebih baik jika kau membiarkan orang lain melakukan segala sesuatunya untukmu.
Pemilik Klub sendiri yang menyambutnya. Tentu saja, mengingat betapa besar hutangnya kepada Mark. Dengan tergopoh-gopoh lelaki gendut itu menggiringnya ke kursi VIP terbaik.
"Anda bisa memilih siapapun untuk menemani Anda," gumam si pemilik Klub dengan nada menjilat.
Mark menatap ke sekeliling dengan tak berminat, menatap semua perempuan di sana yang hampir-hampir seperti semut mengelilinginya, dengan tatapan berharap untuk dipilih. Terlalu murahan, gumamnya dalam hati. Semua manusia di dunia ini murahan dan penjilat.
Mark memutuskan tidak memilih siapapun, ketika tatapan matanya terpaku pada pelayan itu.
Tanpa sadar seulas senyum jahat muncul di bibirnya, "Aku mau dia," gumamnya sambil menunjuk pelayan itu.
"Aku mau dia." Kalimat itu diucapkan dengan nada malas yang tenang, tetapi gaungnya terdengar ke seluruh ruangan. Entah kenapa suasana hiruk pikuk itu menjadi hening. Dan Jinyoung merasakan semua tatapan tertuju padanya. Pada dirinya yang sedang bersandar di meja bar, sibuk dengan pikirannya sendiri.
Dengan gugup Jinyoung menegakkan tubuhnya, berusaha membalas tatapan mata semua orang, lalu matanya terpaku pada mata itu. Mata yang tampak begitu hitam dan tajam.
"Cepat kesana. Dia menginginkanmu," sang bartender yang berdiri di belakangnya berbisik kepadanya, seolah takut kalau Jinyoung tidak cepat-cepat menuruti keinginan Mark, akan berakibat fatal.
Jinyoung mengernyit pada Mark, mencoba menantang mata laki-laki itu, yang masih menatapnya dengan begitu tajam tanpa ekspresi.
"Apakah… apakah.." Jinyoung berdehem karena suaranya begitu serak, "Apakah Anda ingin dibawakan minuman?"
Mark hanya menatapnya beberapa saat yang menegangkan, lalu menganggukkan kepalanya.
"Bawakan satu, minumanku yang biasa"
Secepat kilat sang bartender meracik minuman kesukaan Mark, minuman yang biasa. Tangan Jinyoung gemetar ketika menerima nampan minuman itu. Sedikit lagi Jinyoung….., gumamnya mencoba menyemangati dirinya sendiri. Sedikit lagi semua dendammu akan terbalaskan… sedikit lagi….
Jinyoung mengucapkan kata-kata itu bagaikan doa, dengan langkah gemetar dia mendekati Mark yang duduk bagaikan sang raja, menunggunya.
Diletakkannya gelas itu di meja depan Mark, Semoga kau lekas meminumnya dan lekas mati. Doa Jinyoung dalam hati.
Tetapi sepertinya Tuhan masih menginginkan Mark hidup, karena lelaki itu terlihat tidak tertarik untuk menyentuh minumannya.
Matanya malahan tertuju pada Jinyoung dan memandangnya tajam.
"Duduk." Mark menjentikkan jarinya. Melirik tempat di sebelahnya.
Sekujur tubuh Jinyoung mengejang menerima perintah yang begitu arogan. Tanpa sadar matanya memancarkan kebencian, siapa lelaki ini berani-beraninya memerintahnya seperti ini?
Ketika Jinyoung termenung, seorang waitress lain dengan gugup mendorongnya supaya duduk, menuruti permintaan Mark.
Sehingga dengan terpaksa Jinyoung duduk di sebelah Mark.
"Siapa namamu?" , Mark menatap tajam ke arah Jinyoung, sama sekali tidak melirik gelas minuman di mejanya.
Jinyoung sudah siap dengan pertanyaan ini, nama samarannya,
"HyunSoo." Jawabnya kaku
Mark mengernyit menatapnya dengan seksama, lalu jemari panjang itu tiba-tiba terulur dan menarik dagu Jinyoung mendekat, supaya dia bisa mengamati wajah Jinyoung dengan cermat,
"Aku tidak pernah melihat wajahmu sebelumnya di sini"
"Eh… dia… dia pegawai baru kami, tuan Mark, maafkan ketidak sopanannya, saya belum pernah mengajarinya bagaimana membawakan minuman untuk tamu sepenting Anda," sang pemilik klub menyela dengan gugup. Wajahnya tampak cemas melihat Jinyoung melayani tamu pentingnya dengan setengah hati. Dengan pandangan memarahi dia memperingatkan Jinyoung, "Ayo HyunSoo perkenalkan dirimu kepada tuan Mark, tuan Mark telah memilihmu untuk menjadi pelayan minumannya. Itu merupakan suatu kehormatan untukmu, harusnya kau berterima kasih"
Perintah itu membuat Jinyoung menegakkan dagunya dengan angkuh, "Saya sudah memperkenalkan diri saya, dan saya sudah membawakan minuman untuk tuan Mark yang terhormat, karena itu saya akan pergi," jawab Jinyoung ketus, sambil beranjak dari tempat duduknya, toh misinya sudah tercapai.
Gelas minuman beracun itu sudah ada di meja Mark, dan sebentar lagi Mark akan mati karena sesak napas.
Tetapi sebelum Jinyoung sempat berdiri, Mark meraih jemarinya dan menariknya kencang, supaya terduduk lagi. Kali ini di pangkuan Mark.
"Apa… apaaan….," Suaranya terhenti ketika bibir yang keras dan dingin itu tiba-tiba melumat bibirnya. Jinyoung memberontak ketika menyadari bahwa Mark sedang memagut bibirnya dengan ciuman yang basah dan panas.
Ciuman itu sungguh tak sopan karena bibir dingin Mark tanpa permisi langsung memagut bibirnya, melumatnya tanpa ditahan-tahan. Lidahnya langsung menyeruak masuk merasakan keseluruhan diri Jinyoung, menghisapnya, menikmatinya, dan menggilasnya tanpa ampun.
Sekujur tubuh Jinyoung terasa terbakar, panas karena amarah dan demam kerena gairah. Lelaki ini sudah jelas-jelas sangat ahli ketika mencumbu, sehingga Jinyoung yang belum berpengalaman pun terbawa oleh gairahnya, mengalahkan kebenciannya. Tetapi pikiran bahwa lelaki ini telah menghancurkan keluarganya membuat Jinyoung muak. Dan tiba-tiba muncul kekuatan dari dalam dirinya untuk mendorong laki-laki itu menjauh dan menamparnya sekuat tenaga.
Plakk!
Suasana di klub itu menjadi sangat hening. Luar biasa hening. Bahkan musik yang hiruk pikuk itu pun terhenti karena semua orang berhenti melakukan aktivitasnya dan menatap ke arah Jinyoung, yang berdiri dengan terengah-engah berhadapan dengan Mark yang membatu duduk di sofa VIPnya.
Sedetik kemudian, sebuah tangan kasar mencengkeram lengan Jinyoung. Begitu menyakitkan hingga membuat Jinyoung menjerit,
"Kurang ajar kau ! berani-beraninya memukul tuan Mark," teriak sebuah suara berat dan kasar. Jinyoung menoleh dan mendapati dirinya ditelikung oleh lelaki berbadan besar yang sepertinya salah satu bodyguard Mark.
Lengan lelaki itu yang besar dan kuat menahannya sampai tangannya terasa kaku dan sakit. Tapi Jinyoung tidak menyerah, dia meronta sekuat tenaga, menendang, dan menggigit lengan yang tetap terasa sekeras batu itu. Napasnya terengah engah dan wajahnya merah padam menahan amarah dan rasa malu karena sebagai laki laki kekuatannya begitu tak berdaya menahan kekuatan bodyguard itu.
"Lepaskan dia," suara dingin Mikark terdengar di keheningan.
Orang-orang masih diam menunggu, memusatkan perhatian kepada apa yang akan dilakukan lelaki yang terkenal luar biasa kejam itu pada orang yang berani menamparnya.
Seketika itu juga, bodyguard Mark yang berbadan kekar melepaskan Jinyoung, membuatnya hampir terjatuh karena kelelahan meronta-ronta.
Mereka berdiri berhadap-hadapan di bawah tatapan mata banyak orang yang menanti. Mark masih berdiri dengan wajah dingin tak berekspresi sambil mengusap pipinya, bekas tamparan Jinyoung.
"Berapa hargamu?," suara Mark terdengar tenang dan dingin, Mata Jinyoung membelalak, harga? Apa yang dibicarakan lelaki ini? Matanya melirik ke gelas minuman Mark yang sudah diracuninya di meja. Semuanya berantakan, serunya menahan kekesalan pada dirinya sendiri. Semua gara-gara dia tidak bisa menahan kebenciannya. Seharusnya ketika Mark melecehkannya dia bisa menahan diri dan berpura pura menjadi orang gampangan, seharusnya dia mau berkorban menahan perasaannya. Setidaknya ketika dia menurut, Mark mungkin akan merasa senang dan lengah, lalu meminum minumannya itu dan mati.
Tetapi sekarang semua sudah terlambat, Mark tampak tidak tertarik lagi pada minumannya dan tertarik sepenuhnya kepada Jinyoung. Lag ipula Jinyoung tidak bisa berpura-pura menyukai Mark, kebenciannya terlalu dalam pada lelaki itu.
Sena, primadona di bar ini mendekati Mark dengan tatapan merayu. Dialah yang biasanya dipilih Mark untuk menemani lelaki itu minum ketika Mark berkunjung, dan sekarang hatinya dipenuhi kecemburuan karena Mark tampak begitu tertarik kepada anak baru itu. Padahal Mark selalu mengiginkan wanita cantik dan sexy, tapi kenapa sekarang justru laki-laki jelek ini, batin Sena.
"Sudahlah Mark," Sena menyentuhkan tangannya di kerah baju Mark, "Si jelek itu tidak akan bisa memuaskanmu, lebih baik biarkan aku yang menemani,,,,,aduhhh!"
Sena mengaduh karena Mark merenggut tangannya yang meraba kerah baju Mark. Jemari Mark mencengkeramnyadengan kekuatan tak ditahan-tahan lagi, menyakitinya hingga terasa menusuk ke tulang, "Menyingkir," gumam Mark dengan tatapan membunuh pada Sena, lalu menghempaskan tangan Sena dengan kasar sehingga tubuh Sena terdorong menjauh. Sambil meringis menahan nyeri dan kesakitan Sena lekas-lekas menjauh.
"Nah," Mark memusatkan mata dinginnya kembali ke Jinyoung, "Katakan berapa hargamu, dan aku akan membayarnya"
Aku harus memiliki dirinya. Mark memutuskan dalam hati. Aku harus memilikinya segera.
Tuhan tahu dia sudah berusaha menyelamatkan laki laki ini. Tetapi entah kenapa dia justru memiliki tekad yang kuat untuk mencelakainya, hingga lupa bahwa dia sudah menantang lelaki paling berbahaya.
Mata Mark melirik gelas yang diletakkan Jinyoung di mejanya, dia tahu kalau dia diracuni. Jinyoung terlalu tidak berpengalaman dalam usaha pertamanya membunuh orang. Tangannya gemetaran dan matanya gugup, berkali-kali melirik ke gelas minuman itu. Dan juga nama palsu yang menggelikan itu.
Jinyoung bahkan tidak menyadari bahwa penyamarannya sudah terbongkar dari awal.
Sebenarnya tadi Mark memutuskan untuk menertawakan Jinyoung diam-diam, dengan pura-pura akan meminum minuman beracun itu. Tapi bibir ranum itu, dan penampilan Jinyoung yang luar biasa memunculkan sisi iblis dalam dirinya, sisi Iblis yang kehausan.
Mungkin sudah waktunya dia menerima pelajaran atas kenekatannya.
Jinyoung tertegun marah mendengar pelecehan Mark atas dirinya. Berapa harganya? Hah! Dia pikir dia raja yang bisa membeli apa saja yang dia mau? Lelaki iblis ini harus diajari, bahwa meskipun banyak orang yang bertekuk lutut di kakinya dan memohon mohon untuk dimilikinya, ada satu orang yang tidak sudi disentuh olehnya.
Dengan marah Jinyoung mendongakkan dagunya menantang Mark, "Saya lebih memilih mati daripada menjual diri kepada Anda," gumamnya kasar
Suara di seluruh klub itu langsung dipenuhi dengungan gelisah menanti rekasi Mark.
Tidak disangka-sangka Mark tersenyum. Lalu melirik ke arah bodyguardnya, "Tidak ada sesuatupun yang bisa menolak kalau aku ingin memilikinya," gumamnya datar dan memberikan isyarat tangannya kepada para bodyguardnya.
Semuanya berlangsung cepat. Jinyoung tidak sempat lari ataupun panik, karena tiba-tiba bodyguard Mark yang berbadan paling besar, merenggutnya kasar, mengangkatnya, lalu membantingnya di pundaknya seperti sekarung beras
Sekejap dipenuhi rasa pusing karena posisi kepalanya dibalik mendadak, Jinyoung tersadar bahwa dia sudah diangkat keluar dari klub itu. Sekuat tenaga Jinyoung mencoba memberontak.
Tangannya memukul-mukul punggung bodyguard itu dan kakinya menendang-nendang keras sambil berteriak-teriak menahan marah dan frustasi.
Tetapi tubuh bodyguard itu sekeras batu, tidak bereaksi atas pemberontakan Jinyoung.
Percuma meminta tolong, karena Jinyoung yakin tidak akan ada yang berani menolongnya. Semua pengunjung klub yang pengecut itu hanya menatap kejadian di depan mereka dengan muka bodohnya. Sang pemilik klub masih memandang takjub Mark yang melenggang dengan santai meninggalkan ruangan dengan Jinyoung yang meronta-ronta dan menjerit-jerit dalam gendongan bodyguardnya.
Sesampainya di tempat parkir Jinyoung diturunkan. Sedetik setelah dia diturunkan, Jinyoung berlari sekuat tenaga berusaha menjauh. Tetapi baru beberapa langkah, tangan sekeras batu itu menangkapnya lagi.
Jinyoung meronta tapi tak bisa berontak, dengan frustasi dia menggigit sekuat tenaga tangan yang mendekapnya itu.
Sang bodyguard mengaduh sambil mengumpat-umpat, sedangkan Mark hanya menatap kegaduhan di depannya sambil terkekeh geli.
Jinyoung mencoba berontak, menggigit, dan menendang sampai kelelahan. Dia menatap Mark terengah-engah dengan pandangan penuh kebencian, masih dalam cengkeraman kuat tangan bodyguard Mark.
Mark membalas tatapannya dengan senyum manis yang jahat,
"Kalau kau berjanji mau bersikap baik, mungkin aku akan menawarimu tempat yang nyaman, di sebelahku di dalam mobil"
"Mati saja kau!," sembur Jinyoung penuh kemarahan.
Mark terkekeh lagi, "Oke, kau yang minta," dengan isyarat anggukan kepala, Mark memberi perintah pada para bodyguardnya,
"Masukkan dia ke bagasi".
.
.
.
.
.
.
.
hayo siapa yang mau duduk deket mark ato didalam bagasi sama jie?
.
.
maaf kalau buanyak typo nya ya
dan utang epep saya makin banyak
.
.
jangan lupa ya buat ripyu yang uda pada baca
terimakasih
