Chapter 1
Chanyeol berlari dengan keadaan pikirannya yang kacau. Sebelumnya, ia menyambar kunci mobil dan ponselnya berdering tanda sebuah pesan masuk. Sejenak, tubuhnya menegang setelah membaca isi pesan teks tersebut.
'Sialan!' umpatnya dalam hati.
Chanyeol memukul stir kemudinya, kepalanya merunduk seiring dengan bahunya yang bergetar. Ia menitikan air matanya setelah sekian lama ia menepati janjinya sendiri untuk tidak menangisi sesuatu, apapun itu. Persetan dengan janjinya itu, ia juga manusia. Ia tidak ingin kehilangan orang yang ia sayangi untuk kedua kalinya.
"Byun Baekhyun... Kajima... Jebal."
Who Is The Real Of Lockwood?
Story written by Adoonga B
Cast(s) ChanBaek pairing and others
Rated T-12
[!] Banyak flashback, baca pelan-pelan
Summary :
Chanyeol Selalu mendapati Baekhyun dengan keadaan terluka. Dan Chanyeol mencurigai sosok yang dikenal sebagai Lockwood karena sosok itu adalah orang yang sama ketika terlibat dalam kasus ibunya. Sebenarnya, siapa itu Lockwood?
Please, review after read. You! Should! ehehe(?)
Thank you~
BRAK!
Chanyeol membanting pintu gedung kosong dihadapannya. Dibelakangnya, Jongin memperingatinya untuk tidak bertindak gegabah.
"Kita tidak tau bagaimana cara mereka mengancam melalui perantara Baekhyun. Bersyukurlah kalau itu tidak berdampak buruk padanya, jika sebaliknya?"
Chanyeol memejamkan matanya, mencoba meredam emosinya. Ia bersumpah, jika segores saja mereka melukai Baekhyun, ia tak akan membiarkan mereka hidup dengan tawa bebas. Chanyeol berjalan dengan waspada. Disisinya, Jongin dan Sehun juga terlihat mengawasi tempat disekeliling mereka.
"Wow, lihat siapa yang datang. Park Chanyeol?" dengan gerakan spontan mereka bertiga berbalik badan untuk berhadapan muka dengan seseorang yang tadinya berada dibelakang mereka yang kini bertepuk tangan, terkesan sarkastik. Chanyeol menaikan sebelah alisnya ketika tau siapa seseorang yang berada dihadapan mereka.
"Shin Wonho bajingan." geram Chanyeol.
"Kau hanya membawa dua temanmu? Wah, kelihatannya kita tidak seimbang." ucap Wonho, ia terkekeh diakhir perkataannya.
Setelah Wonho berucap demikian, sekelompok orang muncul dari belakang Wonho. Sekitar sepuluh orang jumlah dari mereka, termasuk Wonho sendiri. Sehun melebarkan matanya ketika pandangannya tertuju pada salah satu diantara mereka.
"Hyung...?"
Sedangkan Jongin mengumpat sejadi-jadinya. Ini akan merepotkan, batinnya.
"Bisa kutau alasanmu menculik Baekhyun dadakan begini?"
Wonho menaikan kedua alisnya ketika mendengar pertanyaan Chanyeol. "Kau ini sok lupa atau benar-benar melupakannya?"
Chanyeol tau, ini pasti ada hubungannya dengan kejadian beberapa minggu lalu. Saat itu, bawahan Wonho menawarkan kerjasama kepada Chanyeol dan kelompoknya untuk menahlukkan mafia terbesar di Korea Selatan. Kelompok Chanyeol menolaknya karena ia tidak punya urusan dengan mafia itu selama mereka tidak mengusik. Merasa ada firasat buruk, Chanyeol memberi peringatan pada kelompoknya agar waspada, tidak biasanya Shin Wonho mau berhubungan dengan mereka. Dan firasat Chanyeol benar adanya. Bawahan Wonho, Jung Daehyun terbunuh karena mencoba mencuri data-data yang dimiliki kelompok Chanyeol tentang mafia tersebut. Akhirnya, perkelahian antara kelompok Jung Daehyun dan kelompok Chanyeol tak dapat terhindari.
"Ingat Jung Daehyun?"
Chanyeol, Jongin dan Sehun hanya diam. Tak berniat menjawab pertanyaan Wonho sedangkan lelaki itu sudah pasti tau jawaban mereka. Chanyeol pikir, ini semacam balas dendam karena kematian Jung Daehyun. Seandainya Wonho tau bagaimana kejadian sebenarnya Daehyun terbunuh, tetapi sia-sia saja menjelaskan kepada mereka. Chanyeol sudah hafal tabiat orang-orang seperti mereka. Daripada repot-repot menjelaskan panjang lebar kepada mereka dan akhirnya hanya sangkalan yang menjengkelkan yang mereka dapat, ujung-ujungnnya kelompok Chanyeol tetap salah dimata mereka.
"Kita buat kesepakatan saja." ucap Wonho. Lelaki berkulit putih itu menepuk tangannya sekali, memberi isyarat pada bawahannya. Dan tepat ketika salah satu bawahan Wonho menyeret kursi kayu ke hadapan mereka, Chanyeol refleks bergerka maju namun ditahan oleh Jongin. Baekhyun terikat di kursi itu dengan mulut yang tertutup dengan kain, bekas lelehan air mata terlihat jelas dipipi mulus Baekhyun dan juga memar di sekitar tangan serta wajahnya.
Chanyeol tidak bisa berfikir jernih sesaat, melihat Baekhyun degan wajah sayu membuatnya ingin menerjang komplotan Wonho sekarang juga. Mengahabisi mereka semua tanpa sisa.
"Masih mengenai mafia itu dan Jung Daehyun. Kami hampir menyimpan dendam pada kalian jujur saja."
"Tidak usah basa-basi dan cepat katakan apa mau mu!"
Nada bicara Chanyeol satu oktaf lebih tinggi itu membuat senyuman licik tercipta dibibir Wonho.
"Serahkan datanya dan Baekhyun akan kembali padamu."
"Sialan!"
Dan umpatan Chanyeol seolah menjadi aba-aba dimulainya perang diantara mereka. Wonho menarik kursi dimana Baekhyun terikat, berjaga-jaga seandainya Chanyeol mencoba membawa Baekhyun jika ada kesempatan.
"Hei, Byun Baekhyun."
Baekhyun hanya diam menatap Chanyeol dan kedua temannya berkelahi melawan bawahan Wonho yang jumlahnya tidak seimbang dengan mereka. Menghiraukan panggilan Wonho padanya.
"Kau cukup melihat kekasihmu dan kedua temanya itu sekarat, disini." bisik Wonho tepat disamping daun telinganya. Baekhyun merasakan sesak didadanya, tepat setelah kedua kelopak matanya berkedip, lelehan air mata jatuh dengan perlahan menelusuri pipi putihnya. Untuk kesekian kalinya, ia merasa hanya menjadi beban untuk Chanyeol.
Sehun mencoba menghindari serangan dari Miho. "Hyung, aku tak percaya ini."
Sehun menjadi tidak fokus dengan keadaan sekarang, sehingga Miho menggunakan kesempatan itu untuk meninju wajah Sehun hingga tersungkur. Sehun mengusap darah disudut bibirnya.
"Maaf hyung. Jangan anggap aku adik durhaka."
Miho mencoba menendang tubuh Sehun yang tersungkur namun Sehun menahan pergelangan kaki Miho lalu menariknya, Miho terjatuh. Sehun menduduki tubuh Miho dan memukulnya bertubi-tubi. Dilain sisi, Jongin sudah menjatuhkan empat orang bawahan Wonho. Sedangkan Chanyeol tengah dikepung oleh empat orang sekaligus.
"Woah, pengecut." sindir Chanyeol pada keempat orang yang mengepungnya karena bermain keroyokan.
"Kenapa? Kau takut? Haha, lucu sekali."
Perempatan sudut siku-siku muncul disebelah pelipis Chanyeol. Kenapa dia malah yang diejek. Jongin memukuk pelan kepala belakang Chanyeol. "Fokus, bodoh."
Dan dimulailah pertarungan dua lawan satu yang dilakuan Chanyeol dan Jongin.
"Kau bisa menangis? Tak kusangka." Wonho menggelengkan kepalanya beberapa kali. Ia melepaskan kain yang menutupi mulut Baekhyun.
"Aku ingin dengar bagaimana kau menangis." ucap Wonho. Lelaki itu menyilangkan kedua tangannya, melihat bagaimana pemandangan dihadapannya. Isakan Baekhyun berhasil lolos. Samar-samar, Chanyeol mendengarnya. Akibatnya, ia jadi tidak fokus dengan apa yang sedang ia lakukan sekarang. Jongin berteriak ketika Chanyeol tersungkur dengan dahi yang mengeluarkan darah. Pergerakan Jongin ditahan oleh kedua bawahan Wonho, ia merutuki Sehun yang menghilang berasama salah satu bawahan Wonho.
"Bagaimana Park?"
Kepala Chanyeol terasa pening bukan main. Baekhyun melihat Chanyeol yang tersungkur dihadapannya semakin membuat air matanya keluar dengan derasnya. Chanyeol memandang Baekhyun dengan senyuman tipis. Baekhyun tidak habis pikir, dikeadaan seperti ini masih sempatnya Chanyeol tersenyum padanya.
"Diamlah." ucap Chanyeol yang sebenarnya ditujukan untuk Baekhyun agar kekasihnya itu berhenti manangis. Tetapi, Wonho mengira ucapan Chanyeol itu dilontarkan untuknya. Dangan langkah cepat, Wonho mendekati tempat dimana Chanyeol tersungkur. Ia menendang tubuh Chanyeol. Bukannya Chanyeol yang berteriak kesakitan, justru Baekhyun yang menjerit panik.
"Hentikan! Jangan!" teriak Baekhyun saat Wonho akan mengulangi tidakannya tadi pada Chanyeol.
"Bagus sekali, Byun. Aku jadi ingat tujuan awalku." Wonho melanjutkan ucapannya. "Jadi, Park. Kau mau menyerahkan datanya? Tenang saja, kekasihmu itu akan kukembalikan nanti."
Chanyeol malah tertawa mendengar ucapan Wonho, membuat lelaki itu naik pitam dan menendang tubuh Chanyeol lagi.
"Bahkan jika kau bersujud dihadapanku sekarang juga aku tak akan memberikannya." ucap Chanyeol sarkastik.
Habis sudah kesabaran Wonho. Ia tersulut perkataan pedas Chanyeol. Mata Baekhyun melebar ketika Wonho meraih kursi kayu tak terpakai disebelahnya.
Jongin berteriak memanggil nama Chanyeol agar lelaki itu sadar. Namun—
BRAK!
Wonho berhasil menghantamkan kursi kayu yang diraihnya hingga benda itu hancur berserakan.
Diruangan serba putih itu seorang lelaki terbaring di bangsal ruang rawat rumah sakit. Jarum infus menancap di punggung tangan kirinya, sedangkan jemari tangan kanannya terus digenggam dan sesekali mendapat kecupan kecil dari kekasihnya.
Chanyeol—dengan perban yang melilit dikepalanya—tengah menatap sendu wajah Baekhyun yang pucat. Bahkan bernafaspun lelaki mungil itu dibantu oleh tabung oksigen. Hal yang ditakutkan oleh Chanyeol hampir terjadi, seandainya ia tidak cepat melarikan Baekhyun ke rumah sakit mungkin lelaki mungil itu akan raib darinya.
BRAK!
Mata Chanyeol terpejam erat, ketika Wonho menghantamkan kursi kearahanya. Sejenak keheningan terjadi, namun ada yang aneh disini. Chanyeol tidak merasakan asakit apapun. Tepat setelah menyadari seseorang menindih punggungnya, barulah Chanyeol tercengang. Baekhyun menjadikan dirinya penghalang agar Chanyeol tidak menerima hantaman dari Wonho. Kekasih mungilnya itu pingsan diatas tubuhnya. Dunianya seakan berhenti berputar. Chanyeol terus memandangi Baekhyun, bahkan pupil mata Chanyeol bergerak tidak fokus, seperti terguncang.
"Baekhyun!" teriak Sehun yang baru saja muncul, entah darimana saja anak itu.
Chanyeol segera memeluk erat tubuh Baekhyun, ia terus menggumankan do'a agar Baekhyun selamat. Sementara itu, Wonho beserta bawahannya yang tersisa segera melarikan diri. Sehun dan Jongin berlari menghampiri Chanyeol yang sedang merengkuh tubuh Baekhyun seraya menangis tanpa suara.
"Chanyeol! Sadarlah!" Jongin mengguncang bahu Chanyeol.
"Hyung! Kau ingin Baekhyun mati?! Kau bodoh dan aku tau itu! Bawa Baekhyun ke rumah sakit sekarang!"
Mendengar teriakan Sehun, Chanyeol segera mengangkat tubuh Baekhyun, mereka pergi menuju rumah sakit.
—
Chanyeol semakin tercengang ketika mendengar penjelasan dokter yang menangani Baekhyun.
"Tulang selangka bagian kanannya mengalami keretakan dan juga tulang punggungnya, pasien juga mendapatkan enam jahitan di bahu kirinya."
Jongin yang baru saja selesai mengobati lukanya segera menghampiri Chanyeol yang kelihatan berada dikondisi yang benar-benar buruk.
"Setidaknya, kau juga harus mengobati kepalamu. Dahimu penuh dengan darah, fyi." Chanyeol hanya mengangguk.
"Sehun dimana?"
"Anak itu sedang ditangani, entah apa yang terjadi saat ia menghilang digedung kosong tadi. Anak itu dapat empat jahitan dilengan kirinya."
Chanyeol hanya mengangguk lagi. Melihat keadaan lelaki itu, Jongin merasa iba. Jiwa Chanyeol seperti tidak berada pada raganya. Tatapan matanya kini kosong tertuju pada ubin putih rumah sakit.
"Kau tidak baik-baik saja. Segera obati lukamu dan bertemulah dengan Baekhyun." Chanyeol mengangguk untuk kesekian kalinya. Keheningan sempat mengisi waktu beberapa menit sebelum Chanyeol berbicara.
"Walaupun kejadian ini tak lebih buruk dari yang dialami ibuku, tapi berhasil membuatku hampir bunuh diri seandainya aku kehilangannya."
Dan Jongin semakin tau betapa berartinya Baekhyun bagi Chanyeol.
"Baekhyun!" teriak seseorang yang baru saja membuka pintu ruang rawat Baekhyun. Ingin rasanya Chanyeol mengumpat pada orang itu. Berteriak sekeras itu, ini rumah sakit bukan hutan!
Dia adalah Hyungwon, Chanyeol mengetahuinya dari Baekhyun.
"Namanya Chae Hyungwon, dia adik angkatku. Aku sangat suka wajahnya, dia mirip dengan pepe. Dia terlihat seperti orang yang dingin, tapi percayalah dia itu sangat berisik. Lucu ya?" Baekhyun terkekeh riang menceritakan tentang Hyungwon pada Chanyeol.
Chanyeol tersenyum tipis, ibu jarinya mengusap punggung tangan Baekhyun yang terasa dingin.
"Apa yang terjadi? Kau tak berusaha melindunginya? Mana janjimu? Kau sudah berjanji padaku untuk melindungi Baekhyun!" Hyungwon melampiaskan rasa paniknya pada Chanyeol.
Chanyeol tau bahwa ia akan diserang sejumlah pertanyaan dari Hyungwon. Yang bisa dilakukannya sekarang adalah mengucapkan kata maaf berulang kali karena kenyataannya, Baekhyun celaka disebabkan olehnya.
"Berjanjilah padaku, kau akan melindungi Baekhyun, ok?" Hyungwon memberikan wink-nya pada Chanyeol.
"Tanpa kau suruhpun aku akan melakukannya." ucap Chanyeol. Keduanya tertawa puas melihat rona merah yang menghiasi wajah Baekhyun.
—
Chanyeol menutup pintu. Ia duduk pada sofa yang berada diruang rawat Sehun. Untuk kesekian kalinya ia menghelas nafas panjang. Sehun duduk dibangsalnya sampai keheranan melihat sikap Chanyeol sekarang, lelaki itu jarang sekali menghela nafas putus asa.
"Hyung pindahkan aku ke ruangan Baekhyun. Aku ingin seruangan dengannya." ucapan Sehun dihadiahi sebuah lemparan buku dari Jongin.
"Jangan ganggu Chanyeol, moodnya sedang buruk."
"Aku tidak menggangunya, aku hanya minta agar aku seruangan dengan Baekhyun."
"Kau berisik. Baekhyun akan terganggu, itu juga sama artinya kau menggangu Chanyeol."
"Diam! Kalian membuatku pusing!" bentakan dari Chanyeol membuat Sehun dan Jongin menghentikan perdebatan kurang penting mereka, berakhir dengan saling mencibir dengan suara sekecil mungkin.
"Setelah Hyungwon pergi nanti kau bisa meminta suster untuk memindahkanmu keruangan Baekhyun." Sehun mengapalkan tangannya seraya berseru 'yes' dengan nada kegirangan. Lain halnya dengan Jongin yang memutar bola matanya malas.
"Aku penasaran sebenarnya, kau menghilang kemana bersama bawahan Wonho tadi, Sehun." tanya Jongin. Chanyeol juga sepenasaran Jongin, apa yang terjadi hingga Sehun mendapatkan luka jahit dilengannya.
"Hanya mencari ruangan untuk berbicara hal pribadi."
"Hanya mengobrol? Kenapa bisa dapat luka jahit?" Sehun berdecak sebal dengan pertanyaan yang diajukan oleh Jongin, ia jadi terpaksa mengingat hal itu kembali.
"Dia Miho, kakakku—"
"Apa?!"
"Diamlah!" Chanyeol melempar bantal tepat mengenai wajah Jongin. Ayolah, reaksi lelaki berkulit tan itu sungguh berlebihan. Seperti perempuan puber saja.
"Aku hanya terkejut, oke? Lanjutkan."
Sehun menarik nafasnya, ia mulai bercerita. Tapi sebelumnya ia telah meminta Chanyeol dan Jongin untuk menjaga rahasia.
"Jadi bisa kau jelaskan, hyung?"
Miho bungkam, tak berniat memberi jawaban apapun pada Sehun yang berada dihadapannya tengah menahan pergelangan tangannya dengan kuat. Jujur saja, Miho mendapatkan sedikit perasaan lega melihat adiknya yang sekarang terlihat lebih dewasa dari beberapa tahun lalu.
Miho tersenyum. "Apa yang harus ku jelaskan? Huh?"
"Alasanmu pergi tiga tahun lalu. Kenapa sekarang kau bersama mereka? Untuk apa?!" hardik Sehun, ia berteriak persis didepan wajah Miho.
Ingatan mereka berdua melayang pada kejadian tiga tahun lalu. Ketika Oh Sehun lulus dari Universitas dengan peringkat teratas, mebuatnya menjadi lulusan mahasiswa terbaik. Ia begitu bergembira, disetiap perjalanan pulangnya, Sehun menyapa tetangga se-blok dengan rumahnya seraya mengatakan bahwa "Aku berhasil lulus." Ketika tiba dirumahnya, lelaki berkulit putih itu memeluk ibunya yang telah membukakan pintu untuknya, menyambut anak bungsunya yang memanggilnya dengan nada riang.
"Ibu, Miho hyung sudah pulang?" beliau mengangguk, memberitahu Sehun bahwa kakaknya itu berada di kamarnya.
"Ia baru saja pulang bertugas." ibu Sehun menepuk-nepuk pundak lebar anaknya dengan pelan, tak lupa senyuman menghiasi wajahnya.
"Ibu bangga padamu." ucapan ibunya membuat hati Sehun membuncah penuh dengan rasa senang. Ia memeluk ibunya dengan erat, seerat mungkin. Setelahnya ia menaiki tangga menuju lantai dua, dimana kamar Miho berada.
Kepalan tangan Sehun mengetuk pelan pintu kayu bercat putih didepannya. "Hyung?" tidak ada sahutan dari dalam ruang kamar itu. Sehun mencoba mengetuk pintunya lagi. "Hyung? Boleh aku masuk?"
"Masuklah." mendengar suara pelan Miho yang mempersilahkannya, Sehun tersenyum jenaka. Tangannya mendorong pintu kamar itu, ia mendapati Miho yang sedang tidur dengan posisi tengkurap dengan punggung lengannya sebagai tumpuan kepala.
"Hyung!"
"Astaga! Disini bukan hutan!" Sehun tersenyum lima jari ketika kakaknya itu melemparinya dengan bantal. "Apa?"
"Coba tebak."
"Aku tidak pintar main tebak-tebakan." ucap Miho yang kini duduk berhadapan dengan Sehun di tempat tidur. Sehun menatap datar wajah Miho. Ayolah, Miho memang orang yang garing, kaku sekali.
"Aku lulus—"
"Lalu?" rahang bawah Sehun menganga lebar mendengar ucapan Miho. Hanya itu?! Benar hanya itu responnya?! Setidaknya ia harus mengatakan 'Selamat ya' atau tidak 'Kau hebat' atau yang lainnya.
"—sebagai mahasiswa terbaik. Oh, hyung. Kau tidak memberiku ucapan selamat atau apa?"
"Maksudku tadi, lalu kau akan menjadi seorang dokter?"
Sehun mengangguk mantap "Tentu saja. Sebenarnya akan lebih baik jika aku menjadi dokter militer."
Miho mendadak menegang, ia menatap Sehun dengan pandangan yang sulit diartikan. "Tidak usah bermimpi, aku tidak mau kau jadi dokter di kemiliteran."
"Kenapa? Hitung-hitung jika kau mati saat bertugas ada aku disekitarmu." dan satu jitakan keras mendarat dikepala Sehun. Perkataannya tadi sama saja menyumpahi Miho untuk segera mati.
"Keluar! Aku mau istirahat!" Sehun akan protes tetapi teriakan Miho membuat nyalinya menciut. "Keluar sekarang!"
Dengan wajah tertekuk, Sehun berjalan keluar dari kamar Miho dengan bantingan keras saat menutup pintu kamar Miho. "Dia kerasukan hantu perawan? tidak biasanya ia semarah itu mendengar candaanku."
—
Beberapa hari semenjak kepulangan Miho dari bertugasnya, sikapnya menjadi aneh. Ia mudah tersulut emosi dan sensitif ketika Sehun atau ibunya mencoba bertanya, apakah ada masalah selama Miho berada Di Jeju?
Miho adalah petugas polisi yang telah dipercayai oleh rekan-rekannya, bahkan kepala pemimpin mereka. Tapi ibu Sehun sempat curiga, beliau bertanya pada Sehun. Apa Miho menceritakan sesuatu pada Sehun, Sehun hanya menggeleng tidak tahu.
"Sudah seminggu kakakmu tidak pergi kekantornya, apa ada masalah serius?"
Setelah dipikir-pikir, Sehun juga heran. Biasanya, Miho rajin sekali ketika ibu mereka mengingatkan untuk segera berangkat ke kantor bertugasnya. Pagi tadi, bahkan pagi-pagi sebelumnya Miho mendesah kasar ketika ibunya bertanya kenapa ia tidak bertugas.
Hari-hari berikutnya, sikap Miho kian memburuk. Ia selalu pulang larut malam dengan keadaan mabuk. Hingga tiba dihari itu. Ibu Sehun mencoba menangkan Miho yang tengah meangamuk tanpa sebab yang diketahui. Ia menghancurkan seluruh isi kamarnya.
"Cukup, nak. Ibu mohon berhentilah."
"Menyingkir dariku!"
Kala itu, sang ibu merasakan sakit dihatinya. Dibentak oleh anak kandungnya sendiri adalah hal tidak pernah beliau harapkan.
PRANG!
Pecahan kaca dan vas bunga yang dibanting oleh Miho mengenai dahi ibunya. Sehun yang baru saja pulang, langsung berlari menuju lantai atas setelah sebelumnya mendengar suara ribut dari kamar kakaknya.
"Hyung! Kau melukai ibu!" Sehun memeluk ibunya yang terisak berat.
"Aku muak berada didekat kalian."
Itulah kata terkahir sebelum Miho pergi dari rumahnya dan tidak kembali hingga sekarang ini kakaknya itu berada dihadapan Sehun.
—
"Kau hanya perlu tau, aku tidak lagi menjadi petugas polisi..." Dan dikalimat selanjutnya, diameter mata Sehun bertambah. "...Dan itu semua karena Lockwood."
Tubuh Chanyeol mendadak kaku ketika mendengar cerita Sehun menyebut nama yang tidak asing baginya.
"Kau kenapa, Chanyeol?" Jongin sedikit heran dengan sikap Chanyeol. Begitupun dengan Sehun. Chanyeol tidak menjawab, malahan lelaki berparas tinggi itu berdiri dari sofa dengan gerakan tiba-tiba. Membuat Jongin dan Sehun kebingungan dibuatnya.
"Chanyeol hyung?" panggil Sehun sekali lagi. Chanyeol hanya menggeleng beberapa kali, pikirannya seperti blank. Melayang entah kemana.
"Aku… kurasa aku meninggalkan Baekhyun terlalu lama. Hyungwon pasti sudah pulang."
Dan Chanyeol berlalu, meninggalkan kedua temannya dengan penuh pertanyaan.
Chanyeol memejamkan matanya erat. Kepalanya bersandar pada bangsal yang ditempati Baekhyun. Sebelah tangannya menggenggam jemari lentik Baekhyun yang tak terhalang oleh jarum infus. Dada Chanyeol bergemuruh, mencoba meredam emosinya. Hyungwon masih berada disana, ia melirik Chanyeol sekilas. Ia mengira, Chanyeol pasti sedang terpuruk melihat Baekhyun tak kunjung membuka matanya.
Disaat mood Chanyeol sedang jatuh, hanya Baekhyun yang bisa mengembalikannya tak butuh waktu yang lama. Namun sekarang, justru keadaan Baekhyun sekarang yang membuat suasana hati Chanyeol buruk. Hyungwon bangkit dari duduknya. Ia harus pergi, sebenarnya ia ingin menunggu sampai Baekhyun siuman. Ada alasan penting yang menghambatnya, ia pun yakin seandainya Baekhyun dalam keadaan sadar, ia akan segera diusir untuk pulang. Untuk apa? Kurasa, jangan sekarang kalian tau 'alasan' apa itu.
"Chanyeol, jaga Baekhyun. Aku akan pulang." pamit Hyungwon yang dihiraukan oleh Chanyeol. Tanpa menunggu respon dari lelaki itu, Hyungwon segera menutup pintu ruang rawat lalu berjalan menjauh dari sana.
Chanyeol bergeming, sekarang ini ia hanya butuh ketenangan dan juga berharap agar Baekhyun segera membuka matanya.
"Baekhyun..." gumam Chanyeol lirih, bahkan suaranya hampir tidak terdengar saking pelannya. Chanyeol merasakan sebuah telapak tangan mengusap helaian rambut dipuncak kepalanya dengan lembut dan teratur. Emosi yang tadinya meletup-letup ia tahan kini sirna seiring bertambah nyamannya belaian dipuncak kepalanya. Jemari itu beralih pada poninya, menyingkap helaian anak rambut itu keatas sehingga memperlihatkan dahi Chanyeol. Dan tepukan pelan dipuncak kepalanya, menyadarkan Chanyeol bahwa ia tidak sedang bermimpi. Karena pada kenyataannya ia tidak tidur tadinya. Chanyeol sontak mengangkat kepalanya, dadanya mencelos. Baekhyun membuka matanya, walau terlihat setengah menutup.
Chanyeol tersenyum, air mata menggenang dipelupuk matanya tanpa berniat jatuh menyentuh pipinya. Ia arahkan telapak tangan untuk membelai surai gelas Baekhyun, memberi kecupan yang cukup lama di dahi kekasihnya.
"Bangunlah, jangan tidur lagi." titah Chanyeol dengan nada lembut. Baekhyun mengedipkan kelopak matanya dengan gerakan lemah. Jemari lentiknya bergerak ke kanan dan ke kiri tepat didepan wajah tampan milik Chanyeol. Chanyeol terkekeh. Ia merasa jika Baekhyun sedang mengucapkan 'halo' padanya. Ia menggenggam jemari Baekhyun sekali lagi.
"Halo juga, Baekhyun. Dalam keadaan seperti ini pun kau berusaha menghiburku." dibalik masker oksigen yang digunakannya, Baekhyun tersenyum tipis.
"Chan...Chan—yeol..." Chanyeol bergumam merespon Baekhyun yang mencoba bersuara dengan susah payah.
"Jongin... Sehun.." Chanyeol mengerutkan dahinya bingung. Tidak tau apa yang dimaksud Baekhyun, kenapa memanggil nama kedua temannya.
"Oh, mereka baik-baik saja."
Setelah Chanyeol menjawab ucapan Baekhyun, pintu ruangan terbuka. Dua orang suster mendorong sebuah bangsal, membawanya disebelah bangsal yang ditempati oleh Baekhyun. Ya, itu Sehun dengan senyuman lebarnya yang menjengkelkan (menurut Chanyeol) sedangkan Baekhyun tampak kebingungan. Chanyeol memandang Sehun dengan pandangan super datar. Ia menoleh pada Jongin yang baru saja duduk.
"Tanya saja padanya. Dia sampai meneror suster-suster agar bisa pindah kesini."
"Perasaanku saja atau kau berencana merusak momenku dengan Baekhyun." sindir Chanyeol yang ditujukan pada Sehun. Anak itu malah asik melambaikan tangannya pada Baekhyun yang sedang memandanginya dari bangsal sebrang.
"Kenapa hanya aku yang kau tuduh? kenapa Jongin tidak?"
"Aku hanya mengikutimu!"
"Dan sejak kapan kau jadi anjing peliharaanku?!"
"Sialan kau—"
"Heh! Bisakah kalian tenang? Baekhyun baru saja siuman." ucap Chanyeol berusaha melerai perdebatan kekanakan diantara mereka.
"Sudah tau Baekhyun sadar, kenapa tidak panggil dokter."
Dan Chanyeol bungkam. Merutuki kebodohannya. Segera saja ia pergi keluar ruang rawat mencari dokter ataupun suster untuk memberitahu bahwa kekasihnya sudah sadar.
"Bodoh apa gunanya tombol panggilan alternatif jika ia masih keluar ruangan mencari dokter." Jongin dan Sehun menggeleng-gelengkan kepala. Maklum dengan kebodogan Chanyeol. Sementara ditempatnya, Baekhyun terawa meskipun tanpa suara. 'Chanyeolku benar-benar lucu, iyakan?'
Baekhyun memandang jalan perkotaan dari jendela ruang rawatnya, ini sudah tiga hari semenjak insiden 'sandera' yang mengakibatkan dirinya dirawat intensif seperti sekarang ini. Lain halnya dengan Chanyeol. Lelaki tinggi itu justru selalu mengumpat dan menyertakan nama Wonho disela ucapan buruknya. Baekhyun terkekeh melihat kekasihnya itu mengusak rambutnya kasar, ia sungguh kesal pada komplotan Wonho. Katanya, ingin rasanya ia menghampiri orang brengsek itu dan membunuhnya.
"Aku serius, Baek. Aku akan membalas si brengsek itu. Lihat, kau masuk rumah sakit karena siapa?"
Baekhyun mengangguk. "Aku tau."
Ditempat duduknya, Chanyeol semakin tidak percaya dengan tanggapan Baekhyun. Lelaki manis itu masih bisa tersenyum jika membicarakan kejadian yang hampir membuatnya kehilangan nyawa. Chanyeol berdiri dari duduknya. Ia langkahkan kakinya mendekat pada Baekhyun yang berada di kursi roda. Baekhyun terkejut ketika Chanyeol menggeser kursi rodanya sehingga menghadap pada lelaki mensejajarkan kedua wajah mereka. Kedua telapak tangannya menangkup pipi Baekhyun, memandang tajam pada kedua manik hazel Baekhyun.
Baekhyun mengerjapkan matanya beberapa kali. Posisi ini terlalu dekat menurutnya. "Ke-kenapa?" cicit Baekhyun, ia merasa gugup dipandangi secara intens oleh Chanyeol.
"Aku curiga."
"Cu-curiga apa?"
Chanyeol tersenyum. "Otakmu ini—" satu kecupan mendarat didahi Baekhyun. "—sedang eror? Hm?" Baekhyun menggelengkan kepalanya, rona merah muncul di kedua pipinya.
"Tidak!" bantah Baekhyun dengan nada teriakan yang terdengar malu-malu. Chanyeol tertawa melihat tingkah lucu lelaki mungilnya.
Baekhyun menendang tulang kering Chanyeol membuat si pemiliknya meringis kesakitan. Baekhyun membalikan kursi rodanya, kembali menghadap jendela rumah sakit. Oh, Byun Baekhyun sedang ngambek?
"Tidak lucu!" racau Baekhyun. Kedua tangannya bersedekap didepan dadanya, memadang raut wajah tertekuknya. Bahkan ketika sepasang lengan kekar melingkari lehernya dari belakang, Baekhyun tidak menggubrisnya. Ia terlanjur kesal ditertawai.
"Masa bodoh kau ingin marah atau apa. Kau lucu." ucap Chanyeol pelan tepat disebelah daun telinga Baekhyun. Mungkin, jika ia tidak dalam mode ngambeknya, Baekhyun sudah menjambak rambut hitam Chanyeol sambil berkata kalau dirinya tidak melawak.
Beberapa menit berlalu. Baik Chanyeol maupun Baekhyun masih betah dengan posisi mereka. Sampai akhirnya, jari telunjuk Baekhyun terarah pada anak kecil yang sedang duduk bersama ibunya di kursi taman yang terletak di depan halaman rumah sakit. Ujung alis Chayeol menyatu. Pandangannya beralih pada apa yang di tunjuk Baekhyun.
"Apa?"
"Aku ingin itu, Chanyeol." ucap Baekhyun dengan nada merengek. Chanyeol menggeleng. Karena, apa yang diinginkan oleh Baekhyun sekarang adalah hal yang tidak boleh ia makan. Anak kecil tadi sedang menjilati es krim dengan banyak toping diatasnya.
Chanyeol hendak melarang Baekhyun tapi lelaki mungil itu sudah mendahuluinya. "Satu kali saja, ya? Chanyeol, please." Baekhyun mengusakkan kepalanya dileher Chanyeol. Mengerti dengan tingkah sok manja kekasihnya, mau tidak mau Chanyeol hanya menurut saja.
"Baiklah. Akan kutitip ke Sehun dan Jongin, mereka sedang perjalan menuju kesini."
"Tidak."
"Huh?"
Baekhyun menggeleng. Kedua tangannya mendorong-dorong pinggang Chanyeol. "Terlalu lama. Tidak mau tau, belikan sekarang untukku."
Chanyeol membayar belanjaannya di kasir. Setelah keluar dari minimarket, ia berniat untuk membelikan Baekhyun camilam. Macaron sepertinya enak. Belum sempat Chanyeol melangkahkan kakinya, seseorang sudah menarik ujung bajunya.
"Hiks... Permisi." Chanyeol membalikan badannya mendapati seorang gadis kecil sedang sesengukan, kepalan tangannya mengusap air mata yang membasahi pipinya. Chanyeol pikir, anak itu tersesat.
"Kau kenapa?" Chanyeol berjongkok dihadapan anak perempuan itu.
"Ahjussi, bukan orang jahatkan?"
What the—?! Maklumi saja, Chanyeol. Anak kecil memang poloskan?
"Tentu saja tidak. Oh ya, panggil oppa, arra?"
"Darimana oppa tau kalau namaku Ara?"
Chanyeol menepuk dahinya keras-keras. Benar sih, pengucapan 'Arra' dan 'Ara' memang sama, bedanya hanya pada penulisan jumlah huruf r nya saja. Lagipula, Chanyeol mana tau jika anak itu bernama Ara.
"Oke, jadi namamu Ara?"
"Oppa tau kenapa tanya nama Ara lagi?" Chanyeol benar-benar ingin meninggalkan anak itu sekarang juga.
"Lupakan. Ara kenapa tadi menangis?"
"Ara ingin kembali kerumah sakit."
Setelah mendengar penjelasan Ara bahwa ternyata anak itu tersesat. Ia ingin membeli es kirim di minimarket yang dekat dengan bangunan rumah sakit. Takut jika Ibunya marah, akhirnya Ara keluar seorang diri menuju minimarket. Benar adanya jika anak kecil memiliki kepolosan yang luar biasa. Gadis kecil itu menangis karena tidak punya uang untuk membeli es krimnya. Sampai akhirnya, ia melihat Chanyeol yang sedang membawa dua cup es krim vanila dan satu es krim strawbery degan ukuran cup sedang. Ara menarik ujung baju Chanyeol.
Disepanjang perjalanan kembali ke bangunan rumah sakit, Ara menikmati cup es krim vanillanya di gendongan Chanyeol. "Terima kasih, oppa!" seru Ara, ia melempar cup es krim yang sudah habis ke tempat sampah. Walaupun dari gendongan Chanyeol, lemparan Ara berhasil masuk ke tempat sampah disamping Chanyeol. Hebat sekali anak ini, batinnya.
"Diruang mana ibumu dirawat?" tanya Chanyeol sesampainya di koridor bagian depan rumah sakit.
"Ibu tidak sakit, dia sedang menjenguk oppa." Chanyeol menunjuk dirinya sendiri.
"Bukan oppa yang ini, tapi oppa-nya Ara." sulut Ara, ia menunjuk Chanyeol kemudian menunjuk dirinya sendiri. Sedangkan Chanyeol hanya ber-oh ria seraya menganggukan kepalanya.
"Itu ibu!" Ara menepuk-nepuk pundak Chanyeol dengan tergesa. Meminta diturunkan dari gendongan lelaki tinggin itu. Gadis kecil itu berlari menuju ibunya yang sedang berada di depan ruang resepsionis. Kelihatannya beliau sedang panik bertanya pada petugas, apakah mereka melihat anak kecil disekitar sini. Mereka hanya menggeleng. Dan kepanikannya sirna ketika Ara memanggil ibunya. Dari jarak yang tak terlalu jauh Chanyeol tersenyum miris melihat Ara dipeluk oleh ibunya. Ia merasa iri.
Tak ingin terbawa suasana, ia teringat pada Baekhyun. Chanyeol segera menuju ke ruang rawat Baekhyun. Takut jika es krimnya mencair.
"Ara darimana saja? Ibu panik mencarimu."
"Ara tersesat, bu. Untung ada oppa yang baik hati mengantar kesini." jelas Ara sambil menunjuk arah dibelakang ibunya. Ibu Ara membalikkan badannya untuk melihat orang yang sudah menolong anaknya dan berniat berterima kasih.
"Mana sayang?"
"Tadi oppa yang menolong Ara berdiri disana kok. Oppa sangat tinggi."
Chanyeol berbelok diujung koridor bagian depan rumah sakit. Ia sedikit berlari agar cepat sampai di ruang rawat Baekhyun. Ia takut jika kekasihnya itu marah. Baekhyun pasti akan merajuk, terlebih jika es krimnya mencair.
Chanyeol tersenyum ketika sampai di deretan pintu ruang rawat yang salah satunya di tempati oleh Baekhyun. Ia melihat Jongin dan Sehun yang baru saja keluar dari ruangan Baekhyun. Melihat ekspresi dari wajah mereka, firasat buruk hinggap di pikiran Chanyeol.
"Kalian baru saja sampai?"
Jongin dan Sehun semakin tegang melihat Chanyeol yang berjalan mendekat ke arah mereka.
"Chanyeol. Baekhyun tidak ada di ruang rawatnya..."
Di detik berikutnya Chanyeol diserang panik. Ia membuka pintu ruangan Baekhyun dengan kasar. Jongin tidak bohong dengan ucapannya. Bangsal Baekhyun kosong. Selang infus menggantung membiarkan cairannya menetes ke lantai. Hanya satu pertanyaan yang berputar dipikiran Chanyeol.
.
.
.
.
.
.
.
.
Apa yang terjadi pada Baekhyun?
—
To be Continued
—
Mind To Review?
