Journey To The Past

DISCLAIMER : Masashi K. I do not own Naruto

WARNING : Canon, OOC (?), Typo(s), Gaje, Abal, etc.

.

.

.

.

Just enjoy the story ^.^

Don't Like? Don't Read.

.

.

.

.

.

.

.

.

Chapter 1 – Let's Begin

Gadis berkamata itu tengah berdiri didepan pintu gerbang akademi dengan gelisah. Berulang kali ia melihat arloji ditangannya dan menggumamkan berbagai keluhan, karena menunggu seseorang terlalu lama. Tapi Sarada – gadis berkacamata itu – tak peduli banyaknya waktu yang akan dia habiskan hanya untuk menunggu orang itu datang, karena Orang itu telah berjanji padanya akan datang menjemputnya. Seorang Shinobi tak akan mengingkari janjinya kan? Seseorang yang diharapkan tak lain adalah ayahnya, Uchiha Sasuke.

Rintik hujan pun mulai membasahi bumi. Tetapi hal itu tak menyurutkan Sarada untuk terus menunggu atensi ayahnya disini. Tak lama kemudian, dari kejauhan terlihat sosok yang berjalan mendekat dengan membawa payung berwarna biru gelap. Sarada menyipitkan matanya menerka sosok yang tengah mendekat padanya.

Pada akhirnya hanya kekecewaan yang menyelimuti hati Sarada, ketika ia melihat warna rambut merah muda yang mencolok itu. Sosok yang tadinya ia kira adalah ayahnya ternyata adalah ibunya–Uchiha Sakura, yang datang menjemputnya.

Sarada mendesah. "Papa, mana Ma?"

Sakura bisa melihat sorot kekecewaan yang terpancar di manik jelaga putrinya itu. Sasuke, suaminya tidak bisa memenuhi janjinya untuk datang menjemput putrinya sepulang dari akademi, dikarenakan misi darurat. Sakura mengulurkan tangannya membelai lembut surai gelap Sarada.

"Maaf sayang, Papa ada misi mendadak dari Nanadaime. Misi darurat. Jadi Papa menyuruh Mama untuk menjemputmu." Jawab Sakura berusaha menampilkan senyum lembut.

Sarada menanggapinya dengan menggumamkan 'Oh'.

"Tapi Papa bilang janji lain kali akan datang menjemputmu." Tambah Sakura. Sakura memakaikan jas hujan pada Sarada.

Sarada diam tak menanggapi. Hatinya terlanjur kecewa. Ia pikir dengan kepulangan ayahnya dari misi jangka panjang itu, ia bisa punya banyak waktu bersama Ayah dan Ibunya. Tapi kenyataan berkata sebaliknya. Ada atau tidaknya Ayahnya, sama sekali tidak ada bedanya.

Terkadang Sarada tak habis pikir, mengapa Ibunya mau menikah dengan Ayahnya? Ditinggalkan dalam waktu yang lama untuk menjalankan misi rahasia, bukanlah hal yang mudah. Ibunya, harus membesarkan Sarada seorang diri. Tapi nyatanya Sarada bisa melihat betapa besar rasa cinta Ibunya terhadap Ayahnya.

.

.

.

.

.

.

.

.

Sesampainya dirumah Sarada bergegas menuju kamarnya, membersihkan diri dan berganti pakaian santai. Hari ini hari terakhir ujian kelulusan akademi dan minggu depan pengumuman kelulusannya. Selama beberapa bulan sebelum ujian Sarada tak pernah absen dari perpustakaan Konoha, meski sekarang ada teknologi internet, tetap saja ada beberapa materi yang hanya bisa didapat di perpustakaan Konoha sendiri. Semisal tentang sejarah Konoha dari masa ke masa.

Dari banyaknya pelajaran di akademi, pelajaran yang paling favorit menurut Sarada adalah sejarah Konoha. Mulai dari jaman sebelum ada sistem satu negara satu desa, yaitu semua dibedakan menurut klan mereka. Kemudian hingga akhirnya hokage pertama yang mencetuskan sistem pemerintahan yang baru itu.

Meski Sarada telah mengetahui bagaimana sejarah Konoha, tetapi masih ada hal yang membuatnya penasaran. Didalam buku sejarah Konoha tidak ada penjelasan terperinci mengenai pembantaian klan Uchiha, yang akhirnya hanya menyisakan ayahnya saja.

Sarada merasa perutnya meronta minta diisi. Kegiatan ujian memang tidak menguras tenaga seperti sparing tapi menguras pikiran tetap saja bisa membuat energi tubuh ikut terkuras juga. Aroma sup tomat dan tempura yang menyeruak, membuatnya melupakan mood-nya yang sedang jelek itu.

"Mama masak sup tomat ya?" tanya Sarada antusias.

Sakura menoleh, menangguk, "Iya Sayang, hujan-hujan begini makan sup hangat pasti enak." Sakura tersenyum lebar. Sarada meng-iyakan.

Tak banyak berbasa-basi lagi, Sarada langsung mengambil posisi duduk disalah satu sudut meja makan. Menuangkan sup tomat ke dalam mangkuknya, memakannya dengan lahap. Sakura sedikit terkejut melihat Sarada yang tak biasanya makan selahap itu, mungkin memang karena benar-benar lapar.

Saat tengah menikmati makan siang itu Sarada tak berkomentar apapun soal Sasuke. Biasanya Sarada akan menanyakan berapa lama misinya? Atau kapan pulang? Sakura tahu Sarada masih marah karena Sasuke tak bisa memenuhi janjinya.

"Ma, boleh aku tanya?"

Sakura terdiam sesaat, lalu mengangguk, "Tentu sayang, apa yang ingin kau tanyakan?"

Sarada merasa sedikit ragu saat akan mengutarakan pertanyaannya, ia takut kalau apa yang akan ditanyakan ini merupakan hal tabu untuk dibicarakan.

"Itu...soal..." Sarada merasa lidahnya kelu, "Bagaimana Mama dan Papa bisa menikah?"

1 detik

2 detik

3 detik

Perlahan tapi pasti rona merah itu mulai menjalari wajah Sakura. Ia tak menyangka jika putrinya akan menanyakan hal itu tiba-tiba. Sakura menjadi salah tingkah dibuatnya, ia bingung harus memulai ceritanya darimana.

"Eh..etto...ke..kenapa tiba-tiba menanyakan hal itu, Sarada?" tanya Sakura menutupi kegugupannya.

Sarada terkikik geli melihat reaksi ibunya atas pertanyannya. Sebenarnya ia juga merasa malu atas pertanyaannya sendiri, tapi mau bagaimana lagi rasa penasarannya sudah tidak bisa dibendung lagi.

"Kenapa ya?" Sarada memasang wajah polosnya, "Em...Papa itu menurutku sama sekali tidak romantis. Jadi aku penasaran, bagaimana Papa bisa mengajak menikah?" lanjutnya.

Sakura tertawa pelan. "Papamu memang tidak romantis, tapi bukan berarti tidak bisa menunjukkan perasaannya. Dia punya cara sendiri menunjukkan perasaannya pada orang yang dia sayangi." Ujar Sakura.

Sakura masih bisa mengingatnya, bagaimana cara Sasuke melamarnya saat itu. Tanpa bunga, tanpa cincin, hanya rangkaian kata yang sudah cukup membuat Sakura tak kuasa menolak ajakan Sasuke untuk hidup bersamanya.

Sarada mendesah kecewa, lagi-lagi hanya jawaban ambigu yang didapatnya. Sekali lagi Sarada harus menelan kekecewaan.

.

.

.

.

.

.

Hari ini sudah masuk hari ke 3 libur akademi. Itu artinya masih ada 4 hari membosankan dirumah, sambil menuggu tibanya hari pengumuman kelulusan Akademi. Ayahnya sedang menjalani misi beberapa hari kedepan. Sedangkan ibunya sibuk mengurus kliniknya, dan akhir-akhir ini sering pulang larut.

Dan untuk mengusir kebosanannya, siang ini Sarada memutuskan untuk pergi jalan-jalan menyusuri desa. Ia menghentikan langkahnya ketika kedua netra hitamnya menangkap sosok yang dikenalinya. Masih mengenakan pakaian yang sama saat mereka bertemu pertama kalinya.

"Hei! Kau.." Sarada menepuk pundak sosok yang dikenalinya.

Sosok itu menoleh ke arah Sarada. Sorot matanya juga masih tetap sama, mata dengan kekkai genkai Sharingan. Hanya saja tak dipenuhi lagi dengan sorot mata penuh kebencian.

"Kau anak Uchiha Shin yang waktu itu kan?" Sarada memastikan.

Dia mengangguk. "Kau putri dari Uchiha Sasuke kan? Aku masih mengingatmu."

"Ya, benar." Jawab Sarada.

"Soal penyerangan waktu itu aku ingin minta maaf." Kata Shin tiba-tiba.

Sarada menggeleng cepat. "Tidak apa-apa. Jangan pikirkan hal itu lagi. Lagipula bukan kau yang salah." Ucap Sarada menyunggingkan senyum.

"Oh ya kalau boleh tahu, sekarang siapa namamu? Apa tetap Uchiha Shin?" Sarada bertanya lagi.

Shin mengangguk. "Iya. Kabuto-san memutuskan namaku tetap menggunakan nama ayahku, tanpa nama klan. Aku bukan keturunan Uchiha asli. Jadi panggil saja aku Shin." Ujarnya dengan sedikit senyum.

Sarada mengangguk paham. Beberapa saat kemudian Sarada tersentak teringat suatu hal.

"Shin, apa kau bisa menggunakan jutsu ruang dan waktu?" tanya Sarada.

Shin mengangguk. "Tentu, karena kami berasal dari satu tubuh yang sama. Kenapa kau tanyakan hal itu?"

Mendengar jawaban itu mata Sarada berbinar, terlintas sebuah ide gila dipikirannya.

"Bisakah aku meminta tolong padamu? Aku ingin pergi ke dimensi waktu tertentu." Pinta Sarada dengan wajah penuh harap.

Mata Shin membulat mendengar permintaan Sarada.

"Ta..tapi untuk apa kau lakukan hal itu, Sarada?"

"Ada hal yang aku ingin ketahui di masa lampau. Kumohon bantu aku ya?" Sarada menggenggam tangan Shin erat. Memasang wajah puppy eyes-nya.

Sejujurnya Shin ingin menolaknya, tapi fakta bahwa Sarada adalah keponakan dari Itachi yang notabene adalah orang yang dikagumi Shin. Membuat dirinya tak bisa menolak keinginan Sarada.

Shin menghela nafas."Baiklah, tapi pergi ke masa lampau membutuhkan chakra yang tidak sedikit. Dan tidak bisa seenaknya saja langsung bisa kembali ke masa depan. Semua butuh proses."

Sarada mengangguk, menyanggupi. "Iya aku mengerti."

"Dan satu lagi. Kau harus berjanji satu hal padaku, apapun yang kau lihat saat di masa lalu, jangan mencoba untuk merubahnya. Jangan ikut campur, apapun yang terjadi. Bagaimana?" Shin mengingatkan.

Sarada nampak berpikir sejenak. Sebenarnya ia kurang setuju dengan syarat terakhir dari Shin. Tapi toh dia hanya penasaran bagaimana Ayah dan Ibunya akhirnya bisa menikah. Sarada berpikir tak punya alasan lagi untuk menolak syarat darinya.

"Baiklah, aku setuju. Jadi kapan kita memulainya?" tanya Sarada dengan mata berbinar.

"Kau melupakan satu hal, Sarada. Bagaimana dengan keluargamu? Mereka pasti tidak akan setuju kau melakukan ini." kata Shin mencoba memperingati.

Sarada menyeringai. "Kalau soal itu saja mudah." Sarada membentuk segel ditangannya. Dan...

BOF!

Munculah satu bunshin Sarada.

"Dia yang akan menggantikan aku selama kita pergi. Sudah tak ada masalah lagi kan?" tanya Sarada dengan senyum penuh kemenangan.

Shin hanya menghela napas, lalu mengangguk pasrah. "Kita berkumpul setengah jam lagi di hutan perbatasan Konoha." Kata Shin, dibalas angukan oleh Sarada.

Setelahnya Sarada segera bergegas ke rumah untuk membawa perbekalan secukupnya. Dan tak lupa memastikan bahwa bunshin-nya tidak akan bersikap mencurigakan. Dengan langkah penuh semangat, Sarada pergi ke hutan perbatasan Konoha. Tak disangka ternyata Shin sudah tiba lebih dulu dibandingkan Sarada.

"Kau sudah siap?" tanya Shin.

Sarada mengangguk mantap. "Tentu, Let's begin the journey! Shannaro!" serunya berapi-api.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Author's Note:

Horeeeee nambah hutang fic lagi :D (dilempar bakiak). Mencoba buat fic bergenre Adventure. Entah bagus apa ngga, hahaha :D

Kritik, Saran atau masukan apapun diterima untuk kelanjutan Fic ini. kecuali FLAME.