His Butler, Traitor
Yahaaa, lama banget rasanya nggak ke FFn, jadi kangen nih. Banyak banget tiba-tiba fanfic yang muncul padahal author perasaan baru sibuk setengah tahun deh -?-. Omong-omong, saya ngikutin Kuroshitsuji ini Cuma dari komik Indonesianya. Saya pernah salah download animenya, yang ke-download Kuroshitsuji season 2, jadi saya liat ada Alois ama Claude nya. Kalo karakternya gak pas di sini, ya saya mohon maaf, anggap aja OOC ato OC istilahnya? Saya Trus Madam Red nya masih idup, karna saya berkehendak gitu, oke? Hahaha. Baiklah, langsung aja, udah banyak omong nih, silahkan dinikmati sambil minum teh ya~~
Summary: Apa jadinya jika ada jiwa lain yang benar-benar menggiurkan dan memancing Sebastian untuk melanggar kontraknya dengan Ciel? Apakah Sebas akan melakukannya? Apakah Ciel akan membiarkannya begitu saja? Sebastian harus memilih.
Disclaimer: Yana Toboso
Rate: T aja dah, tapi aman untuk bocah tujuh tahun juga mungkin, tapi demi Neptunus, kayaknya lebih cocok bacaan remaja aja deh. Hohoho.
.
.
.
"Sebastian!" Ini teriakan ketiga kalinya, dan jika Sebastian membuat Ciel meneriakkan namanya untuk keempat kalinya, Ciel berjanji akan mematahkan tangan kanan Sebastian, walau takkan memengaruhi apa pun.
Kemudian pintu berderit. Sebastian menampang wajah bersama senyum mesumnya, yang disambut lemparan vas oleh Ciel.
"Wah, wah, Anda sensitif sekali hari ini," goda Sebastian.
"Bukan. Kau memancingku marah," ujar Ciel. "Apa, sih, yang kaulakukan?"
"Trio Pembantu Tak Berguna itu, Young Master, Anda tahu apa yang selalu saya lakukan pada mereka," kata Sebastian setenang mungkin.
"Tidak bisakah kau prioritaskan aku dulu?"
"Maaf, saya bukan butler yang baik," kata Sebastian. "Ada apa Anda memanggil, Young Master?"
"Aku berencana membuat pesta," kata Ciel. "Untuk merayakan perusahaan Funtom yang sudah buka cabang di Asia. Aku akan mengundang semua yang berperan dalam pembangunan perusahaan ini."
"Semua berarti benar-benar semua, kan?" Sebastian memastikan.
"Ya," jawab Ciel masih kesal.
"Dia juga?" tanya Sebastian. Senyum hilang dari wajahnya. Ekspresi Sebastian datar, seolah jiwanya sedang tidak di sana.
"Dia siapa?" tanya Ciel penuh penekanan.
Kemudian Sebastian menghamburkan pikirannya. "Maksud saya Nona Elizabeth."
Dengan agak merinding, Ciel menjawab, "Ya, aku ingin mengundang Bibi Francis, tapi katanya dia terserang flu parah. Jadi kurasa lebih baik mengundang Lizzie daripada ayahnya."
"Baiklah," kata Sebastian.
"Siapkan undangan, siapkan pesta, siapkan kamar untuk masing-masing tamu, sebar undangan, selesaikan semuanya dalam satu hari. Aku ingin makan malam dengan tenang malam ini. Aku ingin para undangan sudah datang dua hari lagi," ujar Ciel.
"Satu hari?" tanya Sebastian mengerutkan dahi. "Persiapan seperti ini perlu waktu lebih dari satu minggu."
"Menolak?" tanya Ciel, gembira melihat wajah Sebastian yang mengatakan hal ini mustahil. "Kau mau menolak perintah Tuan Mudamu ini?"
Kemudian Sebastian tersenyum, seakan ini bukanlah hal yang sulit. "Tidak. Akan saya kerjakan sebaik-baiknya."
Ciel menuju ruang makan. Dia yakin makan malam belum selesai dan Ciel akhirnya punya alasan untuk melakukan pembatalan kontrak mereka. Ini masalah kecil, tapi Ciel adalah ahlinya memperbesar masalah.
Mata Ciel membelalak ketika ia sampai di ruang makan. Dia ingin memastikan kalau yang di atas meja cuma ilusi buatan Sebastian, kalau orang yang berdiri di sebelah meja makan bukanlah Sebastian.
Dengan senyum yang bikin merinding, Sebastian berkata, "Nah, Young Master, Anda tidak punya alasan untuk pembatalan kontrak, kan?"
Ciel kaget, kemudian berdeham, berjalan santai ke arah kursi makannya. "Bagaimana dengan persiapan pestanya?"
"Semua sudah beres," kata Sebastian.
Ciel tersedak saat meminum jus apelnya. Bahkan yang ini sudah dibereskan.
"Anda kelihatan kaget," ujar Sebastian. "Bukankah Anda sendiri yang meminta permohonan semenyusahkan ini?"
"Tidak," kata Ciel, berusaha sewajar mungkin menghadapi butler-nya ini. "Hanya saja ini sangat mustahil untuk manusia."
"Tentu saja," kata Sebastian. "Saya bukan manusia. Saya hanyalah seorang butler."
Dan perkataan itu membuat hari Ciel semakin buruk.
"Bodoh," teriak seorang pemuda berambut pirang. "Lihat, siapa yang lebih enak."
Ciel kesal, kemudian memukul pemuda itu dan membuatnya jatuh ke jurang yang dasarnya tak tampak saking dalamnya. Pemuda itu tidak bodoh, dia menarik renda pakaian Ciel dan membuat Ciel jatuh.
"Sebastian!" teriak Ciel, yang selalu dilakukannya jika segala sesuatunya tidak bisa Ciel hadapi sendiri.
Sebastian datang, dengan sosok iblisnya dan menyelamatkan. Tapi bukan Ciel, melainkan pemuda itu. Ciel diabaikan, tak dipedulikan.
"Maaf, Tuan Muda," kata Sebastian. Kemudian Sebastian melesat ke atas bersama pemuda pirang itu di pangkuannya, melawan gravitasi, meninggalkan Ciel yang mendatangi maut sendirian. Segalanya gelap di bawah jurang. Kemudian datang sinar yang menyilaukan. Sinar yang membuat Ciel terbangun.
"Sekarang sudah jam enam pagi, Young Master," ujar Sebastian. Dia berdiri di depan jendela yang sudah terbuka. Di belakang Sebastian terlihat pemandangan taman yang sangat menawan, yang pasti Sebastian dekorasi kemarin. Sebastian menuangkan teh Ceylon, tahu tuan mudanya meneliti wajah Sebastian tapi tidak digubrisnya. Ciel benar-benar sakit kepala. Baru saja dalam mimipinya dia melihat sosok iblis Sebastian, dan pagi ini, iblis itu menyajikan teh untuknya sambil tersenyum dan membacakan jadwal harian Ciel.
Seusai membacakan jadwal, Sebastian akhirnya bertanya, "Apakah Anda juga beranggapan wajah saya mesum, seperti yang dikatakan Marchioness?"
"Tidak." Kemudian Ciel mengalihkan pandangan.
"Lalu apakah ada masalah, Young Master?"
"Tidak."
"Anda tidak baik-baik saja pagi ini. Apakah semalam tidur Anda tidak nyenyak? Apakah asma Anda tiba-tiba kumat tadi malam?"
"Tidak."
Sebastian diam. Giliran Sebastian meneliti ekspresi Ciel dalam diam. Selama tiga menit. Lima. Tujuh.
Kemudian Ciel melemparkan cangkir tehnya pada Sebastian, yang dengan sigap menangkapnya. "Keluar!"
Sebastian bingung, kemudian dengan senyum dia membungkukkan badan dan berkata, "Baik."
Pagi ini semua kelas dilalui Ciel tanpa banyak bicara. Kelas musik dan kelas melukis. Kemudian makan siang. Sebastian tidak bisa menjelaskan apa-apa pada dirinya sendiri tentang Ciel yang agak aneh, dia tidak bisa membaca ekspresi Ciel dengan jelas. Kemudian keisengan Sebastian muncul untuk mengetahui di mana masalah tuan mudanya.
"Tutor kelas dansa hari ini sakit flu," kata Sebastian saat jam makan siang. "Dia minta izin untuk tidak mengajar."
"Kalau begitu panggil tutor yang lain," kata Ciel.
"Mr. George sedang piknik musim semi dengan keluarganya," jelas Sebastian. "Ms. Kate sedang ada urusan luar kota. Mr William sedang menghadiri acara pernikahan saudaranya. Kemudian Ms. Carol..."
"Yang intinya semua tidak bisa?" tanya Ciel.
"Benar," ujar Sebastian. Sebastian tidak bohong. Kelas melukis dimulai, dia mengurus acara liburan untuk George, mengirim surat pada Kate agar keluar kota, memberitahukan William kalau saudara tiri dari sepupunya yang merupakan anak dari sepupunya istri dari sepupunya ayah William akan melangsungkan pernikahan. Dan yang lainnya. Sebastian tidak boleh bohong, maka ini cara Sebastian.
"Kalau gitu ganti dengan kelas anggar," kata Ciel.
"Tidak bisa," sangkal Sebastian. "Mereka sudah punya jadwal mereka sendiri."
"Kalau begitu ditiadakan saja," ujar Ciel. "Aku tidak pernah lagi merasakan yang namanya tidur siang."
"Tidak bisa," sangkal lagi Sebastian. "Anda..."
"Kau ini maunya apa, sih? Ini tidak bisa, itu tidak bisa. Memangnya kau mau jadi tutor dansaku, hah?" tanya Ciel, yang sedetik kemudian disesali Ciel. Dia menoleh ke arah Sebastian, melupakan roller cabbage yang sudah ditusukkan ke garpu.
Sebastian memasang senyum iblis, kemudian berkata, "Tentu saja."
Ciel seratus persen menyesal. Dia sudah pernah ditutori oleh Sebastian sebelumnya, dan selain karena tinggi Ciel yang terbilang pendek untuk ukuran Sebastian, Sebastian adalah tutor yang keji. Dia jadi mengerikan saat diserahi tugas untuk menjadi tutor, tapi jadi manis ketika menjadi seorang butler keluarga Phantomhive.
Mereka sampai di arena dansa, dan atmosfer di ruang dansa tiba-tiba memadat, seakan ingin meremukkan Ciel.
"Nah, hari ini kita pelajari tango," kata Sebastian.
"Apa? Lagi? Bukankah tiga hari yang lalu sudah?"
"Tapi apakah Anda pikir saya tidak memerhatikan?" tanya Sebastian. "Anda belum menguasainya."
Ciel berdecih kesal. Jika sudah jadi tutor, Sebastian akan sangat keras kepala.
Kemudian musik dinyalakan. Dansa dimulai.
Makan malam. Seusai kelas dansa, Ciel berkeliling ke perusahaannya sendiri sampai sore. Mereka sampai di rumah malam hari dan Sebastian langsung menyiapkan makan malam untuk Ciel.
"Saya pikir ada hal buruk yang membuat Anda seakan menjauhi saya," kata Sebastian, hendak tertawa.
"Diam!" kesal Ciel. Dia terpancing oleh Sebastian, dan akhirnya mengungkap apa yang ada dipikirannya.
"Tenanglah, saya tidak akan menghianati Anda," ujar Sebastian. "Tidak akan sampai akhir."
Ciel lega mendengarnya. Dia makan malam dengan tenang dan kemudian mandi, setelahnya tidur tanpa mimpi apa pun yang mengganggu.
Undangan pertama datang sekitar pukul enam sore. Kemudian pesta dimulai pukul delapan, ketika semua undangan telah datang.
"Selamat siang, Ciel," sapa Lau.
"Coba buka matamu lebar-lebar," kata Ciel. "Ini malam."
"Ternyata kau yang pakai satu mata itu masih bisa melihat bagus, ya," canda Lau, kemudian dia tertawa sendiri. "Kurasa kau tambah tinggi satu diameter bola golf, Ciel."
"Jangan kau ganggu ponakanku," bentak Madam Red. Kemudian mereka sibuk berdebat tentang tangan Ciel yang putih mulus yang tak boleh disentuh siapa pun, tentang Ciel yang masih bocah dan lainnya.
Ciel mengalihkan pandangan dan hampir tersedak liurnya sendiri. Dia melotot ke arah Viscount Druitt.
"Kenapa dia diundang?" bisik Ciel.
"Dia, walaupun secara tidak langsung, membantu promosi perusahaan Funtom di Asia," kata Sebastian.
"Kenapa bisa begitu?"
"Dia punya perusahaan di Asia dan dengan sukarela menawarkan jasa promosi saat itu. Anda ingat?"
Ciel menepuk dahi. Menyumpahi diri sendiri yang tidak teliti membaca surat pengajuan. Kemudian Viscount Druitt mendatangi Ciel, si tuan rumah.
"Pesta yang meriah," kata Druitt. Kemudian menelengkan kepala menatap Ciel, membuat Ciel merinding. "Aku pernah melihatmu saat si butler ini mengikuti ajang kontes memasak kare. Tapi aku melihatmu hanya sepintas." Kemudian Druitt menarik dagu Ciel. "Mata birumu indah sekali. Mengingatkanku akan sesuatu."
Ciel gemetar, merinding, semua jadi satu. Dia benci mengakuinya, tapi inilah saat-saat paling membuatnya takut seumur hidupnya. Dia ingin menyingkir ke Alaska, jika Sebastian bisa mengabulkan harapannya. "Terima kasih atas pujiannya," ujar Ciel, kemudian menarik dagunya.
"Jika saja kau perempuan," kata Druitt. "Kau akan sangat cantik sekali seperti burung robin yang… Tunggu!" Druitt seakan menyadari sesuatu. Dia mencoba berpikir, mengingat sesuatu.
Kemudian seseorang menemui Ciel. "Pesta yang bagus," katanya. Ciel menoleh dan mendapati Earl Alois Trancy di sana. Yang pertama dilihat Ciel adalah rambut pirangnya, mengingatkan Ciel pada mimpinya.
Betapa parahnya Ciel. Dia tidak menyadari kalau pemuda pirang dalam mimpinya adalah Alois Trancy. Pemuda yang membuat Ciel jatuh ke dalam jurang. Dan yang membuat butler-nya berkhianat.
+To Be Continued+
Review ditunggu…XD
