Dalam kehidupan ini dia hanyalah boneka bagi keluarga-nya.
Seluruh hidup-nya telah diatur.
Keinginannya pun ditahan demi keinginan seluruh keluarga-nya.
Bahkan cinta-nya.
.
.
.
Orange's Caramel Present "Autumn Story"
.
.
.
Warning : AU, OOC, Typo, etc.
.
Genre : Drama, Romance, Hurt /Comfort
.
Pairing : Naruto x Hinata x Sasuke
.
I'm just borrow the all character from Mr. Masashi Kishimoto for My Fanfiction.
.
Fanfic ini untuk hiburan semata, jika ada kemiripan cerita mohon di maafkan..
.
.
.
~Happy Reading~
"Hoi Kiba.. Siapa gadis yang selalu duduk di sana?" Tunjuk Naruto ke arah jam 12 dengan setengah berbisik.
"Oh itu.. Dia adalah Hyuuga Hinata teman sekelasku." Ujar Kiba begitu mendapati objek yang ditunjuk oleh Naruto.
"Dia itu cantik dan misterius." Naruto menatap penuh arti.
"Hei hei.. Jangan coba-coba dekati dia.. Kita itu tidak akan pantas bersanding dengannya mungkin sebatas teman lebih pantas." Lanjut Kiba menjelaskan.
"Hm? Memangnya kenapa?" Naruto terlihat penasaran.
Naruto adalah siswa pindahan dari Suna. Berkat beasiswa dari prestasi melukisnya, dia dapat bersekolah di sekolah taraf Internasional Konoha High School dan sudah selama 2 bulan ini Naruto selalu melihat Hinata di taman belakang saat jam istirahat makan siang. Mulanya dia terlihat tidak peduli, namun di keesokkan harinya dia kembali melihat Hinata yang diam menikmati bekalnya di taman belakang tanpa teman. Terlihat aneh, disaat semua teman perempuannya memilih untuk makan bersama-sama, dia hanya sendiri. Selain itu, ada yang membuat Naruto tidak dapat mengalihkan perhatiannya selama beberapa menit yakni, pandangan mata Hinata. Semua terlihat redup. Hal ini membuat Naruto semakin penasaran tentang Hinata
"Dia itu anak pemegang saham tertinggi ke-2 di sekolah ini dan.."
"Teme?" Naruto memotong penjelasan Kiba ketika dirinya melihat Sasuke yang menghampiri Hinata dan ikut makan dari bekal yang sama dengan Hinata.
"Nah, ini pokok utamanya. Dia sudah memiliki tunangan dan Uchiha itu yang menjadi tunangannya." Kiba mengaitkan kedua tangannya di belakang kepala.
Naruto hanya dapat melihat kedekatan dari Hinata dan Sasuke dari jauh. Rasanya seperti ada yang mengganjal dibagian dadanya.
"Heii ayo pergi.. Sebaiknya urungkan saja niatmu itu untuk mendekati Hinata kalau tidak ingin berurusan dengan Uchiha." Kiba melangkah terlebih dahulu meninggalkan Naruto yang masih menyaksikan Hinata dan Sasuke.
Naruto kemudian pergi perlahan menyusul Kiba.
.
.
.
Hari ini Naruto diminta untuk membeli beberapa bahan sayur oleh Kushina. Akan sangat menakutkan jika menolak keinginan Ibu tersayangnya. Dalam perjalanan pulang sebuah keberuntungan takdir menghampirinya.
Naruto melihat sosok yang amat sangat dikenalnya. Sosok yang tengah menjadi pusat perhatiannya selama beberapa bulan ini. Dia terlihat sendiri duduk depan sungai Konoha. Mungkin ini saat terbaik untuk menyapanya.
"Hai.." Naruto bisa merasakan jantungnya berdetak dua kali lebih cepat.
Entah kenapa dia menjadi sangat gugup.
Hinata melihat ke arah kiri karena merasa ada seseorang memanggilnya.
"E-Eh.. Hai.." Hinata tersenyum lembut.
Naruto terpana sesaat melihat senyuman itu. Mata itu. Semuanya dari Hinata. Ini pertama kalinya dia bertatap langsung dengan Hinata dari jarak yang cukup dekat. Perasaannya seperti melayang.
"Kamu Hinata Hyuuga?" Naruto bertanya bodoh sekedar untuk basa basi. Dia terlalu bingung harus memulai darimana.
Hinata hanya mengangguk sekali. "Maaf, tapi kamu siapa?"
Naruto terlihat sedikit kecewa namun dia kembali tersenyum cerah.
"Perkenalkan aku Uzumaki Naruto." Naruto mengulurkan tangan kanannya untuk berkenalan.
Hinata dengan malu-malu menerima tangan itu dan berjabat dengan Naruto.
"Kita ini satu sekolah." Naruto menggaruk pipinya yang tidak terlihat gatal karena dia juga merasa sangat gugup.
"E-Eh benarkah? Maaf.. Aku jarang bersosialisasi." Hinata menundukkan kepalanya.
"Benarkah? Bagaimana jika mulai sekarang kita berteman?" Naruto tersenyum hangat menampilkan giginya yang bersih dan rapi.
Wajah Hinata memerah sesaat melihat senyuman Naruto.
"Te-Teman?" Hinata mengepalkan kedua tangannya di depan dada.
"I-Iyaa teman." Entah kenapa Naruto ikut menjadi gugup.
Hinata menunduk sesaat "Te-Teman." Bisik Hinata sangat pelan.
Hinata kembali mengangkat kepalanya "Aku mau.." Dirinya benar-benar tersenyum, Naruto bisa melihat itu.
Senyuman ini berbeda dari senyuman di awal. Naruto sadar dirinya telah jatuh cinta pada Hinata. Wajah Naruto memerah.
"Apa yang sedang kamu lakukan di sini?" Naruto memang gugup tapi dia berusaha untuk tetap menormalkan suaranya.
"Hmm.. Hanya menikmati suasana saja, Naruto-Kun?" Ujar Hinata kembali menatap lurus ke arah sungai.
Tanpa disuruh Naruto duduk di samping Hinata. Dirinya masih enggan menjawab pertanyaan Hinata. Dia menyukai ketenangan ini untuk pertama kalinya. Diam-diam dia memperhatikan wajah Hinata dari samping.
Hinata memperhatikan Naruto yang tiba-tiba diam, pandangan mereka bertemu. Mereka berdua sama-sama diam sesaat hingga Naruto yang akhirnya sadar dan merasa sangat malu.
Naruto dan Hinata sama-sama memalingkan wajahnya yang memerah.
"Hinata." Suara seseorang meng-iterupsi suasana gugup yang terjadi.
"E-Eh.. Sasuke-Kun.." Hinata segera berdiri menghampiri Sasuke.
"Wajahmu merah. Kamu sakit?" Tanya Sasuke khawatir.
"Naruto?" Sasuke juga menemukan sosok Naruto yang masih dalam posisi duduk disamping Hinata.
"Teme.." Wajah Naruto masih terlihat merah.
Sasuke merasa curiga.
"Kenapa wajah kalian berdua merah?" Tanya Sasuke dingin ke arah Hinata.
"E-Eh.. Ti-Tidak.. Ayo kita pulang, aku lelah." Hinata mencoba mencairkan suasana.
"Hm."
"Kami pamit Naruto-Kun." Hinata sedikit membungkuk memberi salam.
'Naruto-Kun?' Pikir Sasuke.
Tanpa disadari oleh mereka, Sasuke mengepalkan tangannya.
'Tidak ada yang boleh memiliki Hinata selain diriku, tidak ada.' Pikir Sasuke kembali.
Naruto hanya bisa melihat kepergian Hinata dan Sasuke dengan sendu.
.
.
.
"Hinata.."
"Sa-Sasuke-Kun?" Hinata baru menyadari Sasuke memasuki kamarnya.
"Kamu melamun?" Tanya Sasuke tidak senang begitu melihat Hinata yang melamun sejak bertemu dengan Naruto tadi sore.
Hinata hanya menggeleng pelan.
"Apa yang sedang kamu lakukan di balkon?" Tanya Sasuke membimbing Hinata masuk ke dalam kamar.
"Hanya melihat bintang." Ucap Hinata asal.
Hinata memang sedang melamun, dia ingin pergi, dia ingin lepas dari semua kekangan dan aturan. Dia sudah lelah.
Sasuke menautkan alisnya.
"Bersiaplah, kita akan ada acara makan malam bersama. Aku akan menunggumu." Sasuke mengecup kening Hinata dan meninggalkannya di dalam kamar untuk bersiap.
Seharusnya Hinata dan Sasuke hanya menjadi seorang teman masa kecil, sahabat. Memang seharusnya mereka tidak memiliki hubungan apapun melebihi itu. Setidaknya itulah yang dipikirkan oleh Hinata.
Hingga permintaan itu datang. Keluarga Uchiha meminta Hinata untuk bertunangan dengan Sasuke dan langsung disetujui oleh kepala keluarga Hyuuga -Hiashi-. Tanpa Hinata ketahui, permintaan itu bermula dari keinginan Sasuke sendiri yang terus mendesak kepala keluarga Uchiha -Fugaku- untuk menyatukan dirinya ke arah yang lebih terikat dan sakral. Sasuke memang egois dan posesif. Namun, semua itu karena cintanya yang terlalu besar untuk Hinata.
Kini Hinata memang seperti seekor burung dalam sangkar emas. Hanya seorang diri, hingga pertemuannya dengan Naruto tadi sore. Dia senang karena pada akhirnya memiliki seorang teman.
.
.
.
"Kamu sudah siap?" Sasuke kembali memasuki kamar Hinata.
Hinata hanya menganggukan kepalanya dan tersenyum.
"Malam ini kamu terlihat cantik. Aku punya hadiah untukmu. Pejamkan matamu." Bisik Sasuke ditelinga Hinata.
Hinata mengikuti instruksi Sasuke untuk memejamkan mata. Dia dapat merasakan sesuatu yang dingin melingkari area lehernya.
"Sekarang bukalah matamu." Kembali Sasuke berbisik.
Hinata dapat melihat sebuah kalung melingkari leher putihnya. Dia meraba liontinnya. Cantik sekali.
"Kalung ini bernama The Angel Drop Heart. Aku sengaja memesan khusus untuk dirimu." Bisik Sasuke lembut.
"Arigatou Sasuke-Kun." Hinata senang dengan pemberian hadiah dari Sasuke. "Ini cantik." Hinata masih meraba liontinnya dengan hati-hati.
"Kamu lebih cantik dibandingkan apapun.. Mereka semua hanya sebagai pelengkap dari kecantikanmu." Puji Sasuke tulus.
Hinata hanya dapat tersenyum kecil mendengar Sasuke menggombal.
"Ayo, mereka semua sudah menunggu." Sasuke menuntun Hinata menuju ruang tengah.
.
.
.
Hinata POV,
Seperti malam-malam sebelumnya. Malam ini keluarga Uchiha akan kembali datang berkumpul dengan keluargaku. Banyak hal yang akan mereka bicarakan, dimulai dari urusan bisnis yang terjalin, hingga hubungan ku dengan Sasuke, sahabat masa kecilku sekaligus tunanganku.
Apa kalian ingin tau sebuah rahasia? Aku tidak pernah mencintai Sasuke. Sebagaimana aku mencoba, rasa itu tidak akan pernah melebihi rasa sayang untuk seorang sahabat. Aku takut jika hal ini terungkap akan sangat melukai Sasuke.
Dia terlalu baik untuk ku sakiti bahkan untuk mencintai gadis jahat sepertiku. Oh Tuhan.. Sungguh maafkan aku.
Aku tahu bagaimana perasaan Sasuke terhadapku, dari semua pandangannya, sikap posesifnya.. Aku tahu semua itu.. Sasuke amat mencintaiku.
Malam ini Sasuke kembali memberiku sebuah hadiah. Ku rasa kalung itu memiliki arti tersendiri, mengingat dia memesan khusus untukku. Bukankah dia terlalu baik? Dan ya, aku yang terlalu jahat karena tidak dapat mencintainya.
Satu hal lagi.. Aku ingin bebas, melepas nama Hyuuga. Bebas seperti burung yang terbang sesuka hati di langit. Namun, memang diriku yang terlalu lemah dan pengecut. Bahkan untuk menentang sebuah permintaan dari Ayah saja, aku tidak sanggup. Pada akhirnya, aku hanya akan menjadi Hinata anak yang penurut.
Ya.. Hinata si Boneka Hyuuga.
Hinata POV End.
.
.
.
Sasuke POV,
Aku memiliki sebuah cinta tanpa batas untuk seorang gadis manis. Dialah Hyuuga Hinata, sahabat masa kecilku sekaligus tunanganku.
Apa pernah kalian merasakan sebuah cinta tanpa batas kepada seseorang? Begitu indah dan rapuh.
Indah jika terbalas dan rapuh jika tidak terjamah.
Begitulah cintaku.
Aku benar-benar jatuh cinta kepada semua pesona yang Hinata miliki sejak dulu, sejak aku mengenalnya. Bahkan demi memiliki itu semua, aku rela memohon kepada Ayah untuk mempertunangkan kami. Aku terlalu takut Hinata akan pergi. Aku gila? Aku egois? Anggap saja aku seperti itu. Karena memang seperti inilah cintaku kepada Hinata.
Bahkan aku memanfaatkan sifat Hinata yang tidak bisa menolak permintaan Ayahnya. Dia memang anak baik dan penurut. Aku bersyukur dalam hal ini. Dia tidak menolak saat Ayahnya memberitahu akan bertunangan denganku.
Namun, satu hal yang ku ketahui. Hinata tidak pernah memandangku dengan cinta.
Aku tahu.
Aku tidak buta dan aku tidak bodoh.
Aku hanya diam, berpura-pura tidak tahu dan menjadi buta.
Seiring berjalannya waktu, akan ku pastikan Hinata tidak akan bisa hidup jika tidak bersamaku. Yaa.. Aku akan membuat dirinya selalu bergantung padaku. Hanya padaku seorang.
Karena Hinata adalah cahaya bagi diriku yang gelap ini.
Sasuke POV End.
.
.
.
Naruto POV,
Belum pernah aku melihat seorang gadis yang amat sangat menarik. Untuk pertama kalinya aku merasakan jatuh cinta disaat usiaku 16 tahun. Sedikit terlambat memang, tetapi bagiku ini adalah sebuah keberuntungan dan takdir.
Namun kembali aku dipermainkan oleh takdir, gadis itu telah bertunangan dengan teman sekelasku yang selalu ku anggap rival.
Mengetahui hal itu, aku menjadi sangat bingung. Aku ingin melupakan gadis itu. Akan tetapi, semakin mencoba untuk dilupakan, akan selalu teringat. Anehnya baru pertama kali aku berinteraksi dengannya namun, aku merasa sudah mengenalnya sejak lama.
Aku bisa merasakan rasa cinta ini setiap waktu terus membesar dan bahkan sulit untuk ku bendung sendiri. Aku merasa aneh.
Ku alihkan berkali-kali pikiranku dengan melukis, lagi-lagi hasil lukisanku melambangkan perasaanku terhadap gadis itu atau bahkan aku sudah berani melukis gadis itu.
Arghhh..
Aku butuh psikiater sepertinya.
Namun, ada baiknya aku sudah berteman dengan gadis itu. Dia gadis yang lucu dan terlihat lembut. Jika memang dia berjodoh denganku, akan aku bahagiakan dirinya.
Argh.. Berpikir apa aku ini.
Sepertinya memang aku butuh seorang psikiater atau lebih tepatnya psikiater cinta.
Naruto POV End.
.
.
.
"Hinata." Naruto menyapa Hinata yang kini tengah duduk di belakang taman sekolah.
"Na-Naruto-Kun." Hinata terlihat gugup.
"Kamu tidak makan di kantin?" Tanya Naruto yang sudah penasaran sejak pertama kali melihat Hinata.
Hari ini Sasuke tidak masuk sekolah dikarenakan beberapa hal yang harus diurusnya. Naruto amat sangat bersyukur akan hal ini, dia dapat mendekati Hinata dengan lebih leluasa.
Hinata menggelengkan kepalanya "Disini lebih nyaman." Ujarnya lembut.
Lagi-lagi Naruto terpana.
"Bolehkah aku bergabung denganmu?" Tanya Naruto malu-malu.
"Hm." Hinata menganggukan kepalanya dan tersenyum senang.
"Tentu saja, kau kan temanku." Lanjut Hinata terlihat senang.
'Teman ya..' Pikir Naruto sedih.
Naruto pun mengambil posisi disebelah Hinata.
"Naruto-Kun tidak membawa bekal?" Hinata melihat Naruto yang duduk tidak membawa apa-apa.
"Tidak. Okaasan harus berangkat pagi-pagi, jadi tidak sempat membuatkan bekal." Naruto tersenyum.
"Begitu.. Ini makanlah.." Hinata menyodorkan bekalnya.
"Eh.. Tidak perlu Hinata.. Aku tidak lap-"
KRUUUYUUUKKKK...
"Hmmpphh.." Hinata menutup mulutnya berusaha menahan tawanya.
Muka Naruto sungguh merah sekarang, karena malu. Suara perutnya yang lapar cukup keras terdengar.
"Hahaha.." Hinata tidak dapat lagi menahan suaranya untuk tertawa. Ini pertama kalinya sejak entah kapan Hinata dapat kembali tertawa lepas.
"Kamu lucu Naruto-Kun. Hahahaha.." Sungguh Hinata merasa geli melihat Naruto.
Naruto hanya menggembungkan pipinya yang merah. Malu dan kesal bercampur jadi satu.
"Go-Gomen.. Ehem.. Hihihi.." Hinata mengecilkan suara tawanya karena naruto yang terlihat merajuk.
"Makanlah.. Aku sudah kenyang, bekal ini terlalu banyak untukku habiskan sendiri.." Hinata kembali menyodorkan bekalnya.
Naruto tiba-tiba terlihat serius ketika menyeka air mata di ujung mata Hinata akibat tertawa tadi.
Wajah Hinata sontak memerah, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Ini perasaan yang aneh bagi Hinata.
Mereka sama-sama terdiam menyelami arti mata masing-masing. Hingga kemudian Hinata yang cepat tersadar dan kembali memerah. Dia segera memalingkan wajahnya dengan jantung yang masih berdetak dengan tidak wajarnya.
"Ma-Makanlah.." Hinata tidak berani melihat wajah Naruto. Dia sungguh malu. Ini benar-benar perasaan aneh.
"I-Itadakimasu." Naruto yang juga gugup segera menerima bekal Hinata dan memakannya dengan lahap.
Hinata yang sudah merasa lebih baik hanya diam-diam tersenyum memperhatikan Naruto. Pada akhirnya mereka bercanda ringan dengan tawa lepas.
Hinata bahkan meminta Naruto untuk datang lagi besok dan menikmati makan siang bersama dengan dirinya dan Sasuke.
Mulanya Naruto menolak karena tidak ingin mengganggu, namun Hinata bersikeras memaksa dan Naruto pun luluh.
Entah kenapa Naruto benar-benar merasa bersyukur dengan adanya hari ini.
.
.
.
Hinata kembali melamun malam ini. Akhir-akhir ini dirinya menjadi sering melamun. Namun ada yang berbeda, dalam lamunannya dia akan tersenyum kecil. Ini terjadi sejak pertemuannya dengan Naruto. Sungguh Hinata merasakan adanya sesuatu jika berada di dekat Naruto. Dia belum pernah merasakan hal ini sebelumnya.
"Sepertinya ada yang membuatmu sedang senang Hinata?" Sasuke tiba-tiba memeluk Hinata dari belakang.
Hinata menegang sesaat karena terkejut.
"Ada apa hm? Kamu tidak ingin bercerita denganku?" Tanya Sasuke masih dalam posisi nyamannya.
"Sa-Sasuke-Kun sudah pulang? Bagaimana pekerjaanmu?" Hinata mencoba sedikit mengalihkan pembicaraan.
Sasuke hanya menautkan alisnya.
"Kamu tidak ingin aku pulang cepat?" Tanya Sasuke datar.
"Bu-Bukan seperti itu.." Hinata menjadi sangat gugup dan takut. Sepertinya topik itu tidak baik.
"Aku hanya bercanda. Hanya masalah kecil saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Seharusnya Baka Itachi bisa mengurusnya sendiri dan tidak menyusahkanku." Sasuke melepas pelukannya dan memaksa Hinata berbalik.
"Aku merindukanmu." Sasuke memberikan sebuah kecupan ringan di kening Hinata.
Hinata hanya tersenyum "Kita bahkan belum berpisah kurang dari 24 jam Sasuke-Kun."
"Kamu tidak merindukanmu? Aku bahkan akan sangat merindukanmu jika tidak bertemu 1 menit saja." Tanpa sadar Sasuke mencengkram bahu Hinata sedikit lebih keras dan menatap Hinata sendu.
Ya.. Sasuke tau.. Hinata akan luluh dengan seperti ini.
"Te-Tentu saja aku merindukanmu." Hinata tetap berusaha tersenyum meski bahunya sedikit terasa sakit.
Tuh kan, Sasuke berhasil lagi.
Sasuke kembali mengecup kening Hinata dan segera membawanya ke dalam pelukan hangat.
"Ayo kita masuk. Angin malam buruk untuk kesehatanmu. Akan ku pastikan kamu tertidur dan aku akan pulang untuk beristirahat." Sasuke menuntun Hinata masuk ke dalam kamar.
"Hm." Hinata tersenyum lembut.
Sungguh Sasuke benar-benar jatuh cinta pada gadis di sampingnya ini. Dia tidak sabar untuk cepat dewasa dan benar-benar meresmikan hubungan mereka ke jenjang yang lebih tinggi dan serius. Saat itu Hinata hanya akan menjadi miliknya seorang. Ya.. Sasuke sangat menantikan hari itu tiba.
.
.
.
"Yo... Hinata, Teme.." Sapa Naruto riang seperti biasa.
"Dobe?" Sasuke mengernyitkan alisnya heran.
"Na-Naruto-Kun.." Hinata tiba-tiba merasa menjadi gugup kembali dan wajahnya bersemu merah.
Sasuke sadar akan hal itu dan dia benar-benar tidak suka.
"Mau apa kamu ke sini?" Desis Sasuke tajam, menandakan dia tidak suka diganggu saat bersama dengan Hinata. Cukup sudah dia menahan segala hasratnya, karena tidak dapat bertemu dengan Hinata saat sedang pelajaran dimulai. Sekarang disaat membahagiakan itu tiba, sosok kuning ini malah mengganggu.
"Tentu saja ingin makan bersama, iyakan Hinata?" Naruto segera mengambil posisi di samping Hinata.
Hinata hanya tersenyum melihat tingkah laku Naruto yang benar-benar blak-blakan.
"I-Ini bekalmu Naruto-Kun." Hinata menyerah bekal yang telah disiapkannya untuk Naruto.
"Jadi bekal itu untuk Naruto?" Desis Sasuke semakin tidak suka.
Sasuke menatap tajam ke arah Hinata.
"I-Itu karena Naruto-Kun tidak membawa bekal. Bu-Bukankah lebih baik jika kita makan bersama-sama." Jelas Hinata tidak ingin terjadi salah paham.
"Kau Dobe. Pergi dari sini sekarang atau akan ku buat kau menyesal." Ancam Sasuke karena benar-benar marah.
"Sasuke-Kun cukup..!" Hinata setengah berteriak dan ini untuk pertama kalinya.
Sasuke hanya menatap tidak percaya ke Hinata. Tersirat rasa marah dan kecewa.
Sasuke bangkit dan pergi tanpa berkata apa-apa.
Hinata hanya dapat menatap punggung Sasuke yang semakin menghilang.
"Hiikss.." Hinata menangis.
"Ma-Maafkan aku.. Seharusny-"
"Bu-Bukan Naruto-Kun yang salah.. I-Ini semua salahku.. A-Aku ya-yang jahat. Na-Naruto-Kun tidak salah." Jawab Hinata sesengukkan.
Hati Naruto seperti terjepit melihat Hinata yang menangis. Dia segera menarik tubuh Hinata dan memeluknya. Tangannya membelai surai indigo Hinata dengan lembut.
"Maaf.." Cicit Naruto pelan.
Hinata masih menangis. Dia merasa telah menyakiti hati Sasuke. Kali ini benar-benar dia seperti orang jahat.
.
.
.
"Sial..." Sasuke meninju pohon tidak berdosa di hadapannya.
Sasuke sungguh kesal dengan Naruto yang merubah Hinata-nya.
"Awas kau Dobe. Sial.." Sekali lagi Sasuke meninju pohon di hadapannya.
Tangan Sasuke berdarah, namun sakit dari luka ditangannya tidak sesakit hatinya.
Trrtt Trrtt..
'Tch..'
"Hm?" Jawab Sasuke.
"Aku akan segera ke sana." Sasuke pun memutuskan sambungan teleponnya.
Dia pergi meninggalkan lingkungan sekolah dengan perasaan kesal, namun dia masih sempat mengirimi Hinata pesan.
To : Hina-Hime
Subject : Sorry
Aku telah memaafkanmu dan maaf kamu harus pulang sendiri.
Aku harus pergi menemui Baka Itachi. Hati-hati di jalan.. Aku mencintaimu.
Setelah mengirim pesan itu, Sasuke memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi.
.
.
.
Hinata hanya menghela nafasnya lelah setelah membaca pesan singkat dari Sasuke.
Sungguh Sasuke terlalu baik. Hinata bahkan terkadang lelah karena kebaikkan Sasuke.
Benarkah Sasuke memaafkan Hinata dengan mudahnya? Setelah dirinya setengah berteriak kepada Sasuke. Hinata benar-benar merasa sangat bersalah.
Hinata berjalan lemas melewati gerbang sekolah.
"Hinata.." Sapa Naruto.
Naruto masih terlihat sangsi karena kejadian istirahat tadi. Berkat dirinya Sasuke dan Hinata bertengkar, membuat gadis yang disukainya menangis. Sungguh Naruto merasa bodoh.
"Na-Naruto-Kun.." Hinata terlihat gugup. Dirinya kembali teringat saat Naruto memeluknya.
Wajahnya menjadi memerah sendiri.
"Kamu pulang sendiri?" Tanya Naruto cemas.
"Hm.." Hinata menganggukan kepala sebagai jawaban.
"Mau ku antar?" Tawar Naruto.
Hinata berpikir sesaat. Baru pertama kalinya dia pulang sendiri, dirinya bahkan tidak sempat menelepon supir untuk menjemput. Dia baru membaca pesan Sasuke saat jam pulang.
"Baiklah." Hinata segera bergegas duduk di belakang sepeda Naruto.
Naruto tersenyum senang, Hinata tidak menolak tawarannya.
"Ini pertama kalinya kamu naik sepeda?" Tanya Naruto sebelum mengayuh sepedanya.
"E-Eh.. I-Iya.." Jawab Hinata malu-malu. Dia bahkan terlihat bingung saat duduk, entah bagaimana posisi yang benar.
"Pegangan pada bajuku.. Aku akan mengayuh dengan santai." Naruto menampilkan senyuman lima jari nya.
Hinata terpana melihat senyuman itu. Dengan malu-malu Hinata mencengkram baju Naruto.
Naruto tersenyum tipis "Let's Go..!" Teriak Naruto.
Hinata merasakan angin berhembus sepoi-sepoi membelai wajah dan rambutnya. Hinata menyukai hal baru ini. Rasanya begitu aneh dan menyenangkan. Dia menatap punggung Naruto yang masih mengayuh. Senyum tipis terukir di wajahnya.
"Naruto-Kun.." Cicit Hinata pelan.
"Iyaa?" Balas Naruto.
"Maukah kamu mengajakku ke suatu tempat?"
Permintaan Hinata tiba-tiba menghentikan laju sepeda Naruto.
"Hm..." Naruto nampak berpikir sesaat.
"Baiklah.." Teriak Naruto senang.
Hinata hanya dapat kembali tersenyum melihat tingkah Naruto yang terlihat bebas. Dia sungguh ingin seperti itu.
Naruto bisa merasakan Hinata mencengkram bajunya. Rasanya seperti dipeluk dari belakang. Naruto tersenyum tipis. Andai saja Tuhan mau menghentikan waktu untuk saat ini.
.
.
.
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..." Hinata berteriak keras.
"Berteriaklahhhh Hinataaaa lebihh kerasss lagiiii...!" Naruto ikut berteriak.
Kini mereka berada di depan sungai konoha, tempat pertama kali mereka bertemu. Langit yang berwarna orange terpantul di permukaan air jernih yang mengalir tenang.
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.." Sekali lagi Hinata berteriak.
"Hahahaha.. Aaaaaaaaaaaaaa.." Naruto ikut berteriak.
"Arigatou Naruto-Kun." Hinata tersenyum manis. Wajahnya berwarna orange kemerahan karena, ikut terpantul dari cahaya senja.
Kali ini Naruto benar-benar akan perasaannya. Dia memang telah jatuh cinta kepada Hinata.
.
.
.
"Arigatou Naruto-Kun." Hinata membungkuk sebagai tanda terima kasih.
"Hm. Masuklah.. Jaa.." Naruto kembali mengayuh sepedanya meninggalkan kediaman Hyuuga.
Hinata hanya tersenyum tipis melihat kepergian Naruto yang semakin menghilang. Dadanya berdesir hangat. Hinata semakin yakin dengan perasaan aneh ini dan dirinya telah jatuh pada pesona Naruto. Ya.. Hinata jatuh cinta kepada Naruto.
"Hinata." Suara berat Sasuke membuyarkan lamunan Hinata.
"Sasuke-Kun." Hinata segera berbalik dan mendapati Sasuke menatapnya dengan pandangan dingin.
"Masuklah." Sepertinya Hinata kini dalam masalah besar.
Hinata dapat melihat sikap Sasuke yang semakin dingin. Perlahan dia mengekor Sasuke menuju kamarnya.
Sasuke segera mencengkram erat tangan Hinata begitu telah berada di dalam kamar.
"Kenapa kamu baru pulang? Kemana saja? Dan kenapa kamu bisa pulang dengan Naruto?" Mata Sasuke kini tersirat amarah yang besar.
"Sa-Sakit Sasuke-Kun.. Ku mohon lepaskan." Pinta Hinata lirih.
"Tidak sampai kamu menjawab semua pertanyaanku." Sasuke menarik Hinata mendekatinya. Masih dengan pandangan amarah.
"Ma-Maaf Sasuke-Kun.. Aku bisa menjelaskannya." Hinata mulai menangis.
"Jelaskan semuanya Hinata. Jelaskan apa yang ingin kamu jelaskan." Teriak Sasuke.
Hinata merasakan ketakutan. Semua tubuhnya bergetar, pertama kalinya dia mendapat perlakuan seperti ini dari Sasuke. Tatapan menusuk dan kata-kata tajam nan dingin.
"A-Aku.." Hinata bahkan tidak tau harus memulai darimana. Air mata masih terus mengalir karena takut.
"Sekarang coba ucapkan 'Aku mencintaimu'." Pandangan Sasuke kembali melembut. Dia menangkup lembut wajah Hinata dengan kedua telapak tangannya. Jari-jari jempolnya mengusap perlahan air mata yang tersisa di pipi Hinata.
Inilah yang Hinata takutkan. Hanya sebuah 2 kata yang sebenarnya sangat mudah untuk di ucapkan, namun memiliki arti yang begitu dalam. Arti yang dia tidak sanggup untuk mencapainya.
"Ayo coba katakan Hinata. Aku ingin mendengarnya darimu. Selama ini aku sudah terlalu lama menunggumu mengucapkan hal itu." Bisik Sasuke parau. Sungguh dia sangat menantikan hari dimana Hinata akan mengucapkan 2 kata itu. Selama ini hanya dirinya yang selalu mengucapkan hal itu.
Sasuke menempelkan keningnya dengan Hinata.
Deru nafas lembut dari masing-masing dapat mereka rasakan menerpa wajah.
"A-Aku..." Suara Hinata tercekat ditenggorokan.
"Ma-Maaf.." Cicit Hinata pelan. Air matanya kembali mengalir.
Sasuke mengeraskan rahangnya. Batas kesabarannya sudah di ambang batas. Dia melepaskan kening dan tangannya dari Hinata.
"Aku tidak peduli, kau mencintaiku atau tidak.. Namun ku pastikan kita tetap akan menikah.. Secepatnya !" Terdengar penuh penekanan di akhir kalimat dan Hinata dapat melihat kilatan kecewa dari mata Sasuke.
Setelahnya terdengar suara pintu tertutup cukup keras. Sasuke meninggalkan kamar Hinata. Dia tidak ingin terus berada di dekat Hinata, bisa saja dia melakukan hal gila lainnya yang membuat gadis itu semakin takut. Biar kali ini Sasuke memendamnya sendiri.
Hinata merasa seluruh tulangnya menguap. Dia terjatuh ke lantai dan kembali menangis dalam diam. Sungguh benar-benar dia tidak dapat mencintai Sasuke. Entah kenapa perasaannya selalu seperti ini. Mungkin dengan dia memiliki perasaan seperti Sasuke akan lebih baik dan hari ini tidak akan pernah terjadi. Dan masalah lainnya Hinata jatuh cinta kepada Naruto.
.
.
.
Dan mungkin selamanya akan seperti ini..
Karena ..
Aku adalah aku ..
.
.
.
Tbc
….
Keep or Delet?
Rencana mau hilang eh balik lagi….
Ini fict NaruHina kedua saya..
Semoga kalian senang…
Ini uda kelar lama Fictnya jadi tinggal aku upload-upload aja…
Review kelangsungan Fict ini sangat ditentukan oleh kalian.
Takut jika uda ada yang pernah buat model gini…
Maklum selama ini buatnya SasuHina..
Well Akhir kata.. Terima Kasih… :*
\(^^)
