Real Happiness

.

"A Day" Prequel

Cast:

Kim Taehyung

Kim Namjoon

Kim Seokjin

Son Ahra (OC)

WARNING! BL, Kid!Tae, a little angst.

.

HAPPY READING!

.

.

.

.

.

.

.

Sekarang waktu telah menunjukan lewat tengah malam. Namun Namjoon masih saja tenggelam dalam lamunannya sendiri, memandang anak semata wayangnya yang telah terlelap sedari tadi.

Bayangan tentang kisah cintanya dan Seokjin yang dengan sangat terpaksa ia akhiri terus berputar di kepalanya, membuat otaknya jenuh. Ia sungguh merindukan pelukan hangat dari lelaki rupawan yang telah menemaninya selama hampir empat tahun itu, terhitung sejak Namjoon mulai berkuliah di kampus yang sama dengan Seokjin dan berakhir tepat seminggu sesudah dirinya diwisuda.

Helaan napas berat kembali terdengar untuk yang kesekian kalinya di ruangan seluas empat kali empat yang bernuansa warna favorit Taehyung itu. Jari-jari panjang Namjoon bermain di helaian halus milik Taehyung, sebelum mengecup sayang dahi yang sedikit tertutupi poni pendeknya tersebut. "Sleep tight, love."

Namjoon kemudian beranjak dari kasur single size milik Taehyung dan menutup pintunya perlahan, meninggalkan si kecil yang begitu disayanginya damai tertidur.

Meskipun makhluk polos namun iseng luar biasa itu adalah salah satu alasan mengapa hubungannya dan Seokjin hancur.

.

.

.

.

.

.

.

"Iya jangan khawatir, ibuku sudah baik-baik saja. Oke baiklah, sekali lagi selamat atas kelulusanmu, sayang! Aku turut bahagia. Maaf aku tidak bisa menemanimu di sana. Tunggu aku seminggu lagi, oke? Byeee."

"Bukan masalah besar, nyonya. Jaga dirimu baik-baik, yeah? Salam untuk eommonim. Aku mencintaimu."

Namjoon memutus sambungan teleponnya dengan Seokjin, senyum lebar terpasang sempurna di wajahnya. Terkekeh pelan karena ia sempat mendengar kalimat protes Seokjin yang ia panggil nyonya barusan.

Hari ini adalah salah satu hari besar di hidupnya dan sayangnya Seokjin tidak bisa mendampinginya. Tapi tidak masalah, karena Seokjin sedang menemani ibunya yang sedang jatuh sakit dan tidak mungkin Namjoon tidak mengizinkannya untuk terbang ke luar kota selama dua minggu. Lagipula ia dapat merayakannya dengan Seokjin secara spesial di lain hari.

Acara meriah tersebut baru saja selesai, dan Namjoon telah berada di perjalanan pulang ketika ponselnya kembali berdering. Tangannya yang tidak memegang kendali mobil segera meraih ponselnya yang bergetar statis di saku celananya.

Alisnya terangkat ketika melihat siapa yang menelponnya.

"Halo?"

"Hey, Joon. Kita mencari-carimu dari tadi. Kau dimana?"

"Di.. jalan. Ada apa?"

"Dude seriously? Kau langsung pulang?"

"Memang aku mau menunggu apa lagi? Lebih baik aku istirahat di rumah sambil memeluk guling gemukku, membayangkan kalau itu Seokjin." Ia tertawa sendiri pada kalimat yang ia keluarkan.

"Well, aku menelponmu untuk mengundangmu ke pesta perayaan kita. Berminat? Daripada kau busuk sendirian di rumah."

Namjoon terdiam sebentar selama beberapa detik selagi mobilnya stuck di lampu merah.

"Baiklah."

Roda kendaraan mewah tersebut kemudian berbelok ke arah yang seharusnya tidak ia tuju.

Ke arah di mana semua cerita ini dimulai.

.

.

.

.

.

.

.

Namjoon mengerang pelan. Kepalanya pusing, terasa sangat berat hingga ia kembali menjatuhkan tubuhnya di samping seorang yang tengah terlelap.

Kelopak matanya membuka menutup beberapa kali, mencoba untuk mencerna apa yang sedang terjadi.

Suara umpatan kemudian keluar dari tenggorokannya yang tercekat. Dengan buru-buru, ia memaksakan memungut seluruh pakaian miliknya yang secara tidak sadar ia dan si sleeping beauty lempar sembarang semalam. Memakainya asal, berusaha sesegera mungkin untuk meninggalkan tempat terkutuk tersebut.

'Ini tidak benar. Ya, ini mimpi. Aku sedang bermimpi'

Ketika hendak membuka pintu kamar, ia menengok kebelakang sekali lagi. Memastikan untuk melihat wajah jalang mana yang ia tiduri malam itu, hanya untuk meredakan rasa gelisah yang hinggap di hatinya, untuk memastikan bahwa ia tidak mengenal sama sekali sosok asing yang terlihat kelelahan tersebut.

Namun sayang, tubuhnya seketika terasa beku.

Dan di saat itu juga si cantik mulai terbangun dari alam mimpinya yang indah.

Terbangun ke kenyataan yang begitu pahit, yang terpaksa harus ia telan bulat-bulat.

.

.

.

.

.

.

.

"Seokjin, aku—"

"Nikahi dia, Namjoon."

"Tidak mungkin. Aku hanya mencintaimu, aku hanya sudi menikah denganmu."

Tamparan keras lalu mendarat di pipi Namjoon. "Jangan gila, aku tahu kau tidak sengaja, aku tahu dia pun tidak sengaja. Kita bertiga sama-sama tidak mau menjalani semua takdir gila ini. Tapi inilah jalan yang harus kita lalui, Joon. Bagaimanapun aku tidak akan tega melihat sahabatku sendiri mengandung anak dari kekasihku, membesarkan malaikat kecil yang tengah bersarang di tubuhnya itu sendiri. Tanggung jawab tetaplah tanggung jawab. Jika aku telah menerima kenyataan getir ini, kalian juga harus menerimanya. Menikahlah. Itulah jalan menuju kebahagiaanmu yang sesungguhnya." tegas Seokjin. Ia mati-matian mengontrol intonasi suaranya agar tidak terdengar menyedihkan.

Namjoon meremas rambutnya frustasi, tamparan dari Seokjin seakan tidak mampu menandingi rasa sakit yang sekarang meremat hatinya, hingga nyaris hancur.

Ya, ini semua murni kesalahan.

Namjoon benar-benar salah karena telah membanting setir mobilnya di kala itu menuju tempat "meriah" pelepas penat yang diiming-imingi oleh teman-temannya.

Namjoon salah karena telah menenggak sebotol penuh minuman yang mengandung alkohol tinggi.

Namjoon salah karena telah menghadiri pesta yang di mana sahabat baik Seokjin sejak kecil juga turut memeriahkan acara itu.

Namjoon salah karena ia melupakan fakta bahwa ia adalah seorang peminum yang payah.

Namjoon salah karena telah merindukan Seokjin terlalu banyak.

Namjoon salah.

.

.

Setelah hening sekian menit, tepukan pelan menghampiri pundak Seokjin. Sontak kedua insan yang sedang dirundung kesedihan itu menoleh, mendapati sesosok wanita cantik dengan senyum pahit. Kedua matanya terlihat bengkak, kantung matanya menghitam. Terlihat jelas bahwa ia kelelahan. Baik karena menangis, dan juga karena pikirannya terus terganggu.

"Ahra,"

Wanita itu mundur dua langkah, kedua belah bibirnya terbuka sedikit, seperti ingin mengatakan sesuatu tetapi ada sesuatu yang menahannya. Arah pandangannya lurus kebawah, kosong.

"Ahra dengarkan aku dulu, tenangkan dirimu. Sini." Seokjin menepuk space kosong di sofa yang ia duduki saat ini, senyum manis tidak pernah beranjak dari wajahnya.

Namjoon yang sedari tadi duduk di seberang Seokjin tidak mempunyai nyali sama sekali untuk menatap ke depan, ke arah Seokjin dan Ahra yang kini duduk bersebelahan. Ahra pun tidak mempunyai keberanian yang cukup untuk sekedar mengangkat kepalanya barang sesenti.

"Dengar,"

Atensi keduanya beralih pada Seokjin, walau pandangan mereka masih sama-sama menuju ke lantai.

Setelah satu kali helaan napas dalam, "Aku telah mengetahui apa yang terjadi. Aku tahu bagaimana kronologi kejadiannya persis, dan aku memahaminya. Hal-hal seperti ini memang sering kali terjadi tanpa ada yang menduga, bukan?" tawa kecil terlepas dari bibir cantiknya. "Aku yakin kalian berdua sudah cukup dewasa untuk mengetahui apa yang aku ingin kalian lakukan untuk masa depan kalian. Maka dari itu, lakukanlah. Itu yang terbaik."

Hening.

Ahra kembali terisak di kemudian menit. Salah satu telapak tangannya meremat perutnya, yang sekarang telah menjadi tempat tinggal sementara bagi seorang malaikat kecil.

Ia dirundung dilema berat, haruskah ia bersyukur akan kehadiran malaikat itu, ataukah mengutuknya?

.

.

.

.

.

.

.

Dengan segenap niat yang susah payah dikumpulkan, akhirnya Namjoon memutuskan untuk menikahi Ahra. Ahra yang tengah mengandung buah hati mereka.

Pernikahan mereka berlangsung sederhana, diadakan di taman kecil. Di mana mereka hanya mengundang kerabat terdekat, benar-benar terdekat. Bahkan untuk sekedar mengundang sahabat karibnya, ia perlu berpikir dua kali.

Karena semua orang tahu hatinya hanya milik Seokjin.

.

.

Lalu bagaimana dengan Seokjin?

Tentu manusia berhati lembut itu tidak akan menyia-nyiakan momen terpenting di hidup sahabatnya, dan mantan kekasihnya.

Ia datang, membawa sebuket bunga tulip —bunga favorit Ahra— sebagai ucapan selamat. Senyuman tulus bersarang di wajahnya dimulai dari ia menginjakkan kaki di tempat itu, hingga pulang.

Dan ia sangat bersyukur tidak ada seorang pun yang menyadari setetes air mata berhasil meloloskan diri dari penjagaannya yang ketat.

"Kalian harus bahagia, Namjoon, Ahra."

Setelahnya ia menghilang bagai dihisap bumi, tidak ada yang mengetahui bagaimana kabarnya lagi. Meninggalkan segunung kenangan indah jauh di belakangnya.

.

.

.

.

.

.

.

Dan hari itu akhirnya tiba.

Hari dimana sesosok malaikat yang ditunggu-tunggu lahir.

"Dorong sedikit lagi, nyonya. Sedikit lagi."

Ahra terengah hebat, seluruh tubuhnya telah diselimuti keringat serta urat lehernya tampak jelas terlihat. Namjoon menggenggam tangan istrinya kuat, mencoba menyalurkan kekuatan untuk Ahra.

"Sedikit lagi, Ahra. Kau bisa." bisiknya menyemangati.

Erangan kencang kemudian lolos dari bibir wanita anggun itu, bersamaan dengan lolosnya bayi laki-laki yang lucu.

Bersamaan dengan lolosnya nyawa seorang Son Ahra dari raganya.

Binar mata Namjoon bersinar begitu melihat anak pertamanya menangis keras, menggeliat di gendongan bidan yang membersihkan tubuhnya. Genggaman tangannya mengerat di tangan pucat Ahra. Namjoon sama sekali belum menyadari bahwa istrinya telah meninggalkannya bersama putranya untuk selamanya. Bahkan sebelum ia dapat melihat wajah tampan itu.

Di saat ia mengalihkan pandangannya dari si putra ke si ibu, di situlah ia sadar.

Dunianya kembali berantakan.

Di saat ia mulai menyayangi wanita yang tidak kalah lembut dari Seokjin itu,

Di saat malaikat kecil mereka lahir,

Di saat kebahagiaan seharusnya memeluk keluarga kecil mereka,

Ahra meninggalkannya.

Dan Kim Taehyung?

Ya, dia tumbuh tanpa mengenal sosok ibu.

.

.

.

.

.

.

.

"PAPAAAAAAAA!"

Suara tangisan Taehyung memecahkan lamunan panjangnya, dengan tergesa ia menghampiri putranya. Mendapati kasur yang satu jam lalu ia tiduri telah basah oleh cairan pesing.

Pria itu terkekeh pelan lalu menggendong Taehyung, menepuk bokongnya perlahan, mencoba menenangkannya.

"Ssh, tidak apa-apa. Akan papa bereskan nanti. Sekarang kita ganti celanamu dulu, ya?"

.

.

Konyol memang, Namjoon selalu lupa untuk mengenakan popok setiap kali Taehyung hendak tidur. Padahal, usia anak itu baru menginjak dua tahun lebih dua bulan. Usia di mana ia masih butuh banyak belajar untuk bisa buang air kecil sendiri, tanpa bantuan orang lain.

Setelah selesai mengganti celana Taehyung, ia menggandeng anak itu menuju kamarnya.

Ia sebenarnya masih mau untuk tidur bersama Taehyung, tapi bocah keras kepala itu selalu menolak. Dengan gaya sok jagoannya ia berkata, "Tae sudah besar, papa! Tae mau tidur sendiri, seperti Tarzan. Oh oh oh bahkan Tarzan selalu tidur sendiri di hutan! Tae tidak boleh kalah!" dan Namjoon hanya bisa mengiyakan.

"Sudah, sekarang tidur."

"Tidak mengantuk."

"Tidur."

"Tidak mau."

"Tae."

"Tae!"

Namjoon tertawa, mengacak rambut Taehyung gemas. Ia memang tidak akan bisa menang dari anak pembawa masalah ini.

Tapi tidak, tentu ia tidak akan menyebut Taehyung sebagai anak pembawa sial karena ia telah merusak hubungannya dengan Seokjin dan juga telah membuat Ahra mengorbankan nyawanya demi anak itu.

Baginya, Taehyung justru adalah pembawa kebahagiaan dalam hidupnya.

Taehyunglah yang menemaninya di masa-masa sulit, yang selalu bisa membuatnya tertawa dengan celotehan serta tingkahnya, yang menghiburnya, yang memberinya semangat, yang keberadaannya sangat ia syukuri.

Dan ia pikir, omongan Seokjin memang benar. Ia telah menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya.

"Papa, besok Tae ke tempat yang tadi lagi tidak?"

"Tempat tadi? Tidak, papa libur besok. Kenapa? Betah disana, hm?" Taehyung mengangguk lucu. "Iya! Seokjin hyung sangat baik. Tae disuapi!" ceritanya semangat.

Hati Namjoon mencelos di saat Taehyung menyebutkan nama itu.

Apa katanya tadi?

Seokjin hyung?

Namjoon mulai berpikir sebentar, memutar otak superiornya.

Tadi ia bertemu Jeongguk, adik angkat Seokjin. Dan sebelum ia pulang Jeongguk sempat berkata ia bekerja untuk membantu.. siapa?

Namjoon tercengang.

Iya, ia tidak mungkin salah. Jeongguk bekerja di sana pasti untuk membantu Seokjin. Seokjin bekerja di tempat itu. Ia yakin sekali.

Dan ia juga yakin bahwa Seokjin tidak tahu bahwa Taehyung adalah anaknya. Karena sejatinya Seokjin yang ramah memang mudah dekat dengan semua orang, terutama anak kecil.

Sial, bagaimana semua ini bisa terjadi secara kebetulan.

Baiklah, mungkin ini jalan yang harus ia lalui. Namjoon bertekad, ia harus menemui Seokjin dalam waktu dekat.

.

"Hei,"

Sepasang manik kecokelatan itu langsung menatap Namjoon, penuh dengan rasa keingintahuan seperti biasanya. "He..i?"

Namjoon mencubit hidung mancung Taehyung, "Kalau begitu, besok Tae ingin bertemu Seokjin hyung tidak?"

Taehyung yang mendengar nama sosok yang sangat disukainya segera memekik kegirangan, "MAU! SEOKJINIE HYUNG! Tae mau."

"Oke, kapten. Sekarang kembali tidur. Besok—"

"Tapi Tae tidak mau paman Jeongguk." potong Taehyung tiba-tiba. Namjoon menaikkan salah satu alisnya bingung, lalu beberapa detik kemudian tergelak. "Baiklah, hanya Seokjin hyung."

"Hanya Seokjin hyung." ulang bocah itu tegas.

"Iya, hanya Seokjin hyung. Tidur, cepat."

Tubuh mungil itu lalu meringkuk sempurna di pelukan hangat ayahnya.

Kau memang membawa kebahagiaanku yang sesungguhnya, Taehyungie.

"Ingat ya, hanya Seokjin hyung, papa."

Lupakan, memang dasar setan kecil.

"Tidur, Kim Taehyung!"

.

.

.

.

.

.

.

The End

.

.

.

atau to be continued?

.

.

.

.

.

.

.

Hohoho kembali lagi bersama saya dalam cerita ini:(

I AM REALLY HAPPY WITH THE RESPONSES I GOT FROM THE PREVIOUS EPISODE. terima kasih banyak lho :")

dan dan daaan aku ada kesalahan dalam menulis umur taehyung di situ, harusnya dua puluh delapan bulan, bukan empat belas bulan. MAAF YA EMANG AGAK SERING ERROR PIKIRANKU. sobs.

terus aku memang sengaja bikin taehyung udah pinter ngomong di umur segitu KARENA AKU GEMES BANGET LIHAT SEUNGJAE DI THE RETURN OF SUPERMAN YANG MASIH PITIK MASIH KECIL TAPI UDAH JAGO BANGET NGOMONGNYA YA AMPUMDBDJDBJS

teruuuuuus kalau ada kesamaan jalan cerita dengan fanfic lain itu semua murni kebetulan ya kawan! diriku hanya terinspirasi dengan ff ff kid!bangtan di ao3 yang akhir akhir ini bikin aku keranjingan buat baca sOBS lucu lucu banget

.

.

.

.

.

and now imma reply the reviews bellow!

kiimandae. SUDAH DIBUAT YAAA PREQUELNYA, terima kasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca karyaku!

shiinasany. BDJSBSKSVDKDBSJ THANK YOUUUUU and aw im shy. hehehe terima kasih banyak sudah meluangkan waktu untuk membaca fanfic punyakuuu.

joons. SUDAH YA SAYAAANG terima kasih sudah mau baca!

de uthie. hehehe iya end:") ideku mentok:") BTW TERIMA KASIH SUDAH MAU BACA YAA!

7D. sudah nih, bagaimana pendapatnya? masih penasaran nggak HAHAHAHAH

dyahanjar331. AKU PUN GEMES BANGET YA AMPUN.

Iruyori. sudah niiiih. siap terima kasih sarannya!

QueenFujho. taehyungieku memang selalu lucu udndbjsbdjsbsjs

Kazuma B'tomat. iyaa aku pengennya bikin series gitu hueheueheheheh doain semoga ideku lancar ya!

parkceyepark. aku suka bikin karakter taehyung jadi cuek ke jeongguk HAHAHAHAH maafkan aq.

kyunakyu. sudah dibuat! tapi fokusnya ke namjin sekarang huhu semoga suka ya!

Nikeisha Farras. iya aku ada salah ngetik, harusnya dua tahun bukan setahun 8") terima kasih banyak buat sarannya ya! dan tadaaaa here you go the prequel!

ichizenkaze. BSJSBDKSBDKSB DEMEN NIH SAYA SAMA YANG HEBOH HEBRING BEGINI HAHAHAH TERIMA KASIH BANYAK LHO SAYA SENANG SAYA BAHAGIA MEMBACA REVIEWMU. nih udah ada, sekarang cepet menggelinjang. GA.

cheexz. HAAAAAAH LUCU BANGET KAMU GAK KALAH DARI TAEHYUNGIEKU. TERIMA KASIH BANYAK UDAH MAU BACA YAAA!

.

.

and ye that's all! me sarang yall heueheueheh CHUUUU.

silakan tulis pendapat maupun kritik dan saran di kolom review ya kawan, terima kasih! xx.