When One Wind Wound You
DON'T LIKE DON'T READ
#But you can read it now ^.^#
Disclaimer: Naruto belongs to Mashashi Kishimoto-sensei
Pairing: Sabaku no Gaara x Hyuuga Hinata
Warning: OOC, gaje (terlepas dari dunia ninja), crack pairing, miss typo (s) maybe, sedikit angst, dan warning lainnya
Genre: Romance/ hurt/ comfort/ drama & angst
A/N: Gomenne, kalo ada kesamaan ide soalnya author baru disini
Fiction rated : T+
Summary: Hanyalah gadis biasa dengan kehidupan yang berliku. Namun ada hal yang membuat gadis ini begitu menarik di mata beberapa orang pemuda. Hanya sebagai 'silent fans' dikarenakan mereka merasa gengsi apabila ada orang yang mengetahui perasaan mereka pada gadis yang notabenenya sering di bully itu. Dia, si sulung Hyuuga. Hyuuga Hinata. Dirinya yang apa adanya hanya memiliki mimpi kecil di hari depannya kelak, bersama seseorang yang ia kagumi diam-diam selama ini. Tapi hanya angan saja karena tiba-tiba mimpi sederhananya pun harus hangus tersapu tangan sang iblis.
Read and enjoy! ^_^
Chapter 1
...
Seorang gadis mungil bermata lavender bening khas Hyuuga dan selalu berpakaian tebal itu berjalan tertunduk dengan langkah pelan. Wajah manisnya tersembunyi apik dalam suraian indigo halus sepinggangnya yang menutupi hampir sebagaian wajah berpipi chubby itu. Tangan mungil seputih porselen yang selalu dengan erat mencengkeram tas selempang ungunya itu tak mau lepas sejak pertama kali kakinya melangkah memasuki area KIHS (Konoha International High School). Jantungnya berdegup cukup keras dan matanya memanas. Ya, gadis mungil itu merasa gugup dan takut akan satu hari ini.
Bagaimana tidak? Hari ini adalah hari pertama dirinya memasuki masa high school setelah dirinya lulus dari junior school. Tapi bukan itu yang membuatnya gugup. Melainkan karena di hari pertama inilah, Masa Orientasi Sekolah diadakan. Gadis itu, Hyuuga Hinata. Trauma dengan MOS di sekolah Junior Highnya dulu. Ia sering dikerjai, dijahili, bahkan dibully. Diawali dari tugas yang diberikan senpainya waktu itu. Setiap ada tugas-tugas berat yang harus dikerjakan secara berkelompok, Hinatalah yang selalu menyelesaikan semua seorang diri, sedang teman-temannya yang lain hanya bergosip menunggu Hinata selesai. Dan saat tugas yang Hinata kerjakan mendapat kritik atau kesalahan, teman-temannya malah menatapnya dengan pandangan tak suka. Membuat Hinata ciut dan tak bisa berbuat apa-apa. Setelah hukuman yang diberikan senpainya usai pun, Hinata kembali dibuat menderita dengan penyiksaan mental dan fisik yang dilakukan teman sekelompoknya. Sepulang MOS Hinata selalu disuruh ini dan itu. Membawakan barang-barang mereka, memojokkan Hinata di antara gapitan loker, menjambak rambut indah Hinata, dan membentak menghina-hinanya hingga Hinata menangis.
Ulah gadis-gadis itupun tetap berlanjut hingga masa-masa sekolah Hinata. Bahkan kejahilan mereka malah merembes hingga ke siswa-siswa lain. Dikarenakan teman sekelompok Hinata dulu adalah gadis-gadis populer yang sangat dipuja para siswa. Congkak dan menindas. Hinata sangat menderita waktu itu. Hinata berpikir, masa Junior Schoolnyalah yang paling membuat Hinata menderita. Tapi setelah mendengar kabar bahwa gadis-gadis centil itu juga mendaftarkan diri di sekolah elite seperti KIHS ini, ditambah hampir sebagian teman seangkatannya dulu yang suka mengerjainya juga sudah mendaftar disana. Hah, sepertinya Hinata harus meralat pemikirannya. Hinata sangat menyesal kenapa ia harus menerima beasiswa di sekolah ini, padahal keluarganya pun sudah menyarankan untuk sekolah di sekolah yang dekat dengan rumahnya. Tapi, ya begitulah. Nasi terlanjur menjadi bubur, tak bisa kembali lagi.
Disaat Hinata memasuki gerbang besar KIHS yang disambut bangunan mewah beserta taman-taman yang asri, Hinata justru merasa kalau ia disambut dengan gelegar nyala api yang menyerukan kalimat,
'Selamat datang kembali di neraka, gadis kecil...'
~~~))0((~~~
"... Dan Tim Apel Racun mengepel kelas 10-5 di lantai satu. Untuk tim sampah; Tim Angsa Cacat mengambil sampah di bagian depan ruang guru, Tim Bebek Kampung bagian utara perpustakaan, Tim Telur Busuk depan gedung lab biologi, Tim Pecundang Basi selatan lapangan. Tim..."
"Huh, kenapa mesti mengambil sampah sih," Seorang gadis ramping berambut merah yang diketahui bernama Karin sedang sibuk memperhatikan kuku jarinya yang berhiaskan kerlip bening berlatar merah marun.
"Yah, dan kemarin aku sudah men-spa kulitku agar bisa lebih bercahaya. Tapi sialnya kenapa hari ini kita diberi tugas mengumpulkan sampah yang disebar sendiri oleh senpai-senpai itu sih?" Shion yang juga mengusap-usap kulit lembut putihnya hanya bisa bercemberut ria.
"Hey, bagaimana kalau kita suruh si bebek jelek yang mengurus semuanya, hm?" Gadis cantik berkuncir dua dengan mata sebiru samudra itu mengusulkan ide yang membuat semua temannya berbinar.
"Kau benar Naruko!" Jawab semua serentak
"Tak salah Naruto-senpai memiliki adik sepertimu," Shion menimpali.
"Hey, tapi Kyuubi-nii lebih hebat dari Naruto-nii," Naruko nyengir gak jelas.
"Tapi dia itu tampan-tampan galak," Shion kembali beragumen.
"Tapi Naruto-nii selalu menyebalkan..."
"Eh, tunggu dulu!" Karin yang dari tadi diam kini mulai membuka suara.
"Ada apa Karin-chan?"
"Si bebek jelek itukan tidak bersama kita,"
"Hah, kau ini! Kirain apa? Gampang saja, kita paksa dia mengerjakan tugas kita tanpa bersama kelompoknya, dengan begitu..." Naruko sedikit menggantungkan kalimatnya.
"Dengan begitu?" Karin dan Shion menautkan alis mereka.
"... Dengan begitu jika kelompok bebek jelek itu marah dan jengkel, mereka bisa mengadukannya ke senpai-senpai galak itu dan mereka akan menghukumnya..." Naruko mengakhiri pendapatnya dengan tersenyum puas mendapati tatapan teman-temannya yang seolah mengatakan 'wah-kau-jenius-sekali-Naruko...'
"Wah, ternyata otak bodohmu itu bisa encer juga Naruko,"
Ucapan Karin barusan merubah mimik Naruko menjadi cemberut dengan mengerucutkan bibirnya bak orang utan.
Sementara itu...
"Oh ya, nanti kalian bersama Ino yang ambil sampah organiknya dan taruh di plastik ini ya, dan kalian yang ambil sampah anorganik bersamaku," Gadis berambut pink itu tengah sibuk membagi-bagi tugas dalam kelompoknya yang berjumlah sepuluh orang. Ekspresi ceria dibarengi beberapa wajah galaknya saat beradu argumen dengan Ino sahabatnya, sedikit membuat orang yang berada di kelompok itu mulai akrab dan betah bersama mereka.
"Ino, kau urus ini dulu aku akan membag... Hey," Aqua marine Sakura menangkap sosok indigo yang tengah menunduk pada barisan belakangnya.
"Kau kenapa, apa kau sakit?" Yang merasa dirinya diajak berbicara itu mengangkat kepalanya demi memandang siapa lawan bicaranya ini.
"Ti-tidak, aku tidak ssakit,"
"Lalu kenapa menunduk?"
Gadis mungil itu menggigit bibir bawahnya takut. Ia takut akan dimarahi gadis berambut pink ini.
"Siapa namamu?"
"E-eh? A-ano, na-namaku, Hyuuga Hinata,"
"Nama yang manis," Hinata sedikit mengangkat lagi kepalanya yang belum sepenuhnya terangkat itu.
"Oh ya, namaku Sakura. Ha-ru-no Sa-ku-ra. Salam kenal," Sakura tersenyum ramah. Hinata yang baru pertama kali ini diajak berbicara secara 'sehat' oleh orang luar rumahnya, hanya bisa sedikit salah tingkah dan mencoba tersenyum semanis mungkin.
"Kenapa kau menunduk Hinata-ch..."
"Hoy Sakura, apa yang kau lakukan? Cepat kerja jidat lebar!" sosok gadis lain berambut pirang panjang yang diikat ekor kuda itu mendatangi Sakura dan Hinata dengan tampang galaknya. Hinata yang melihat itu kembali tertunduk takut.
"Heh, Ino-pig!" Sakura tak kalah berwajah galak.
"Apa yang kau lakukan gadis bodoh?! Kau mau malas-mal... Eh?" mata gadis Yamanaka itu sedikit tersentak ketika melihat seorang gadis bersurai indigo yang begitu terlihat ketakutan.
"Hhah, Ino-pig jelek, kau membuatnya takut!" Sakura mengomel tak jelas.
"Oo, kau kenapa?" Ino malah tak mendengarkan Sakura yang terus mengomelinya, matanya kini fokus tertuju pada sang gadis Hyuuga yang ketakutan.
"Hinata-chan, jangan takut. Ini temanku, dia orangnya baik kok, meski menyebalkan," Sakura membuat tampang malas di akhir kalimatnya. Sedang Ino tak memedulikan Sakura yang kini beragumen pedas tentang dirinya.
"Jadi namanya Hinata ya, aku Yamanaka Ino, salam kenal." Ino menjabat tangan Hinata secara sepihak. Hinata masih bergeming.
"Hinata, kenapa kau terlihat seperti orang sakit? Apa jidat lebar ini yang menyakitimu?"
"Eh, sembarangan!" Sakura menjitak jidat Ino.
"Ti-tidak. I-ino-san jangan pukul Sakura-ssan," lirih Hinata, dan itu cukup membuat kedua gadis konyol tadi berhenti berkelahi.
"Lalu kenapa kau terlihat murung Hinata?"
"Ah, aa-aku...aku..." Hinata tak mampu melanjutkan kata-katanya. Ia takut jika ia mengatakan alasan yang sebenarnya, akan membuat dua orang yang berbaik hati mau mengajaknya berbicara ini tersinggung.
"Hm, baiklah jika kau tak mau menceritakannya pada kami. Tapi kau harus tetap ikut bersihkan sampah-sampah itu bersamaku ya?" Sakura mencoba berbicara seramah mungkin. Dan itu disambut positif Hinata dengan sebuah anggukan dan seulas senyum manisnya.
"Tapi Hinata, kau harus berhati-hati dengannya. Dia itu adalah Cerberus dari sekolah kami dulu..." Ino merangkul Hinata seraya berkata lirih kepada gadis yang hanya sekupingnya itu.
"Kau bilang aku apa Ino-pig?!" Sakura yang mendengar jelas kata-kata Ino mencoba menangkap gadis Yamanaka itu yang berlari menghindar dari kejarannya. Hinata yang melihat hal tersebut untuk pertama kali ini bisa dibuat tertawa kecil oleh kedua gadis yang kini sedang berkejar-kejaran itu. Hinata merasa akan lebih aman disini. Ia berharap bisa memiliki sekedar satu sahabat saja di sekolahnya kini. Atau, berteman dengan kedua gadis tadi itupun, juga tak apa.
Hinata mulai menlangkahkan kakinya menuju tempat dimana kelompoknya mulai melaksanakan tugasnya memunguti sampah-sampah. Haah... Hinata sedikit bisa bernapas lega...
HUP!
Tiba-tiba ada sesuatu yang menyeret paksa lengannya menuju arah yang sebaliknya. Oh, sepertinya napas lega Hinata harus kembali terhirup oleh napas sesaknya.
~~~))0((~~~
Tangan mungil seputih porselen itu harus ternodai beberapa benda yang berwarna kehitaman dan berbau tak sedap itu. Kadang pula ada sampah yang sengaja dilemparkan ke arahnya sehingga bukannya pekerjaan itu cepat selesai, malah semakin lama selesai. Dilihatnya sebentar sepuluh orang gadis cantik berseragam sedikit tak senonoh itu sedang terkikik geli sambil memakan beberapa cemilan yang kelihatannya adalah makanan khusus untuk diet. Sesekali mereka melirik ke arah Hinata dan akan tertawa ketika melihat keadaan Hinata yang seperti itu.
Tugas mengambil sampah yang terletak di ujung sudut sekolah mengharuskan Hinata mengerjakannya seorang diri tanpa dibantu siapapun, walau sebenarnya itu bukanlah tugas kelompoknya. Dan ironisnya, kebanyakan sampah-sampah itu adalah sampah organik, yang artinya, Hinata harus rela mencium aroma busuk menyengat dan lembek menjijikkan di tangannya.
Beberapa lalat hijau nampak mengerubungi tangan Hinata yang disambut pekikan kecil dari si empunya. Sungguh, Hinata tak kuat jika harus berahadapan dengan hewan berupa lalat, tikus, cacing, atau hewan kotor lainnya. Bukannya benci, ia hanya takut. Tapi ekspresi Hinata yang pucat pasi itu malah membuat tawa gadis-gadis keji yang duduk disana itu semakin kencang.
"Haha! Memangnya kalian dapat dari mana gadis wajah-wajah babu itu hah?" Tanya seorang gadis yang kelihatannya blasteran itu kepada tiga gadis pembuli lama Hinata. Tanpa tahu sebetapa sakitnya hati Hinata mendengar kata-kata pedas itu. Rasanya air mata sudah berkumpul memenuhi sesak kelopak matanya. Hinata memang bukanlah seorang gadis kaya, ibunya sudah meninggal sejak Hinata masih kecil. Ayahnya hanyalah seorang pemilik toko perkakas yang tak terlalu besar dan harus menghidupi dua orang putri serta satu keponakan yang ditinggal mati orang tuanya karena menyelamatkan Hinata dulu. Hinata juga bisa bersekolah di sekolah elit ini saja karena jalur beasiswa dan Hinata bangga akan hal itu. Tapi ia sangat tidak terima bila ia dikatai sebagai seorang babu yang berarti ia tak lebih dari seorang budak.
"Ooh, jangan menyebutnya seperti itu... Lihat, dia mau menagis. Akan lebih baik lagi jika kita memanggilnya kutu, hahaha!" Bahak Shion yang diikuti lainnya.
CUKUP!
Hinata tak sanggup lagi menahan air matanya. Tapi ia juga tak bisa berbuat apa-apa. Maka yang bisa ia lakukan hanyalah melanjutkan tugasnya dengan air mata yang berlomba-lomba keluar deras dari pearl indahnya. Hingga...
"Hinata-chan, kenapa kau disini?" Tiba-tiba Hinata mendengar suara Sakura yang memanggilnya dari arah toilet wanita.
Sakura yang melihat keadaan Hinata segera berlari ke arahnya dan terkejut mendapati pipi mulus gadis Hyuuga itu telah basah oleh air mata.
"Kau kenapa Hinata-chan?" Hinata hanya terdiam menunduk mendapati wajah khawatir Sakura. Sakura yang sudah cukup lama didiamkan Hinata akhirnya hanya bisa menolehkan kepalanya kesana-kemari mencari penyebab keadaan Hinata hingga seperti ini. Dan ditemukanlah, sekelompok gadis dengan tampang tak suka melihat ke arahnya.
"Hey! Apa yang kalian lakukan pada Hinata, huh?!" Sakura sangat kesal pada tatapan meremehkan yang dilontarkan gadis-gadis jetset itu.
"Ada monster gula-gula rupanya... Heh, jangan ikut campur urusan kami ya!" Bentak Naruko. Sakura mendelik mendengar ucapan adik perempuan sahabatnya, Naruto itu menghardiknya. Memang sudah bukan rahasia umum lagi kalau adik Naruto satu itu sangat memusuhi Sakura yang notabenenya disukai oleh Naruto.
"Kalian yang jangan menyakiti Hinata! Kukira gadis primadona yang sering dipuja-puja seperti kalian ini secuil saja memiliki rasa ramah, tapi aku salah! Kalian hanyalah sampah tak berguna yang sesungguhnya di dunia ini!" Sakura berapi-api.
"Apa kau bilang?! Dasar gadis jelek tak..."
"Ayo Hinata, kita pergi!" Sebelum kedua gadis itu mendengar cercaan dari para gadis galak disana, Sakura dengan sigap segera menggeret tangan Hinata menjauhi tempat itu. Pergi ke tempat yang bisa menenangkan goncangan hati Hinata hingga membuat gadis Hyuuga itu mengeluarkan banyak air mata.
~~~))0((~~~
"Jadi selama ini kau sering di bully?" Hinata mengangguk lemah.
"Oh, untung saja tadi aku melihatmu saat keluar dari toilet, kalau tidak..."
"Kenapa kau tidak melawan Hinata?" Ino yang juga hadir sambil menyodorkan sebotol minuman air mineral pada Hinata merasa iba pada gadis itu. Sedang Sakura yang terpotong kalimatnya oleh Ino untuk kali pertama ini merasa tidak marah. Setelah Hinata meneguk beberapa mili mimuman yang menyegarkan tenggorokan keringnya dan terlihat lebih tenang, Ino melanjutkan.
"Seharusnya kau melawan, agar tidak tertindas terus-terusan seperti ini,"
"A-aku tidak bisa..." suara serak Hinata.
"Kenapa?" Sakura berkata halus sekali. Hinata terdiam dan mencoba mengeluarkan argumen terbaiknya meski agak ragu. Gadis mungil itu menggigit bibir bawahnya demi menahan air mata yang akan keluar lagi mengingat kejadian yang sering menimpanya dulu, sebelum bibir kemerahannya itu mengeluarkan sepatah suara.
"D-ddari dulu aku tak pernah mendapat teman yang benar-benar menemaniku. Aku ttak bisa... aku, hiks... aku takut..." pecah sudah tangisan Hinata.
Sakura dan Ino saling berpandangan sendu beberapa saat sebelum pada akhirnya mereka mengangguk dengan senyum tulus yang mengembang.
"Kalau begitu, jadilah teman kami," kata mereka serentak sambil memandang Hinata yang menatap mereka tak percaya. Tapi percayalah, ada sebuah kebahagiaan yang meluap tak terbendung dari sepasang kebeningan mutiara pucat yang kini mengeluarkan bulir bening kebungahan itu.
"A-arigatou..." lirih Hinata sembari tersenyum manis di tengah air mata bahagianya.
TBC
~~~~~##*##~~~~~
